Tidak ada Data DosenTidak ada Data DosenFARUQ AFIF2024-04-192024-04-192012-08-13https://repository.unpad.ac.id/handle/kandaga/110110070459Masyarakat Indonesia memiliki bermacam kelompok masyarakat yang hidup dengan karakter nilai dan norma yang berbeda-beda seperti norma dalam sistem patrilineal, matrilineal, dan bilateral yang mana salah satunya mengatur nilai tentang hukum waris. Masyarakat Minangkabau memiliki bentuk sistem kekerabatan matrilineal yang mengambil jalur garis keibuan dalam kekerabatannya. Karakteristik dari Masyarakat Matrilineal di Minangkabau salah satunya yang menjadi ciri khas ialah adanya harta yang disebut dengan harta pusaka tinggi. Harta ini merupakan harta yang diwariskan oleh nenek moyang Masyarakat Minangkabau sejak dahulu menurut garis keibuan secara kolektif untuk masyarakat sekaum. Hal yang paling fundamental dalam hukum Adat Minangkabau adalah falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Namun hukum Kewarisan Islam sendiri tidak mengenal kewarisan kolektif. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis dan mengkaji tentang pewarisan harta pusaka tinggi berdasarkan hukum adat masyarakat Matrilineal Minangkabau dan pandangan Hukum Islam mengenai pewarisan harta pusaka tinggi berdasarkan hukum adat masyarakat Matrilineal Minangkabau. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis melalui suatu proses analisis dengan menggunakan peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum serta menggunakan cara pendekatan yuridis kualitatif dengan mencari hukum yang hidup di masyarakat. Perolehan data dilakukan melalui studi kepustakaan yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur yang dapat memberikan landasan teori dengan masalah yang dibahas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pewarisan harta pusaka tinggi diwariskan menurut garis keibuan dari mamak kepada kamanakan secara kolektif dan kemudian harta tersebut dipegang oleh perempuan tertua menurut garis keibuan yang disebut amban puruak dan dijaga oleh laki-laki tertua yang disebut mamak kapalo warih. Pandangan Hukum Islam mengenai pewarisan harta pusaka tinggi adalah seperti harta wakaf yang pernah dilakukan Khalifah Umar Bin Khatab kepada Penduduk Khaibar yang hasil dari pengolahan harta tersebut boleh dinikmati bersama akan tetapi tidak boleh diwariskan secara terbagi-bagi, yang mana hal ini telah menjadi ijtihad bagi para ulama dalam memandang harta pusaka tinggi sebagai harta kolektif.AdatHukum IslamMinangkabauPEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI BERDASARKAN HUKUM ADAT MASYARAKAT MATRILINEAL DI MINANGKABAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM