Dede MulyantoTidak ada Data DosenBENNY APRIARISKA S2024-06-052024-06-052018-08-16https://repository.unpad.ac.id/handle/kandaga/170510120077Penelitian ini mengkaji pandangan emik warga terhadap tingkat kebisingan di sekitar jembatan layang Kiaracondong, kota Bandung. Lokasi penelitian dipilih oleh karena kawasan tersebut cukup padat, ramai aktivitas dan pada waktu-waktu tertentu terjadi kemacetan sehingga ditengarai menimbulkan kebisingan lingkungan. Melalui metode kualitatif dan didukung dengan teknik pengambilan data berbasis pengukuran bunyi, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan mengenai: 1) apakah pandangan emik warga terhadap tingkat kebisingan di sekitar jembatan layang Kiaracondong? 2) apakah faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya? Berdasarkan penilitian lapangan, sumber-sumber bunyi yang berada di sekitar jembatan layang Kiaracondong dapat diidentifikasikan ke dalam komponen geofonik, biofonik dan antrofonik. Selain itu, pengukuran tingkat kebisingan juga telah dilakukan di salah satu titik lokasi bunyi yang ditandai dengan dua metode berbeda. Dengan metode pertama, telah diperoleh rata-rata tingkat kebisingan sebesar 66 dB (A)untuk mewakili 16 jam waktu beraktivitas dalam satu hari. Dengan metode kedua, telah diperoleh kebisingan sebesar 65,3 dB (A) untuk mewakili 24 jam waktu beraktivitas dalam satu minggu. Dengan ukuran tersebut, penilaian lingkungan bunyi di sekitar jembatan layang Kiaracondong karenanya dapat disesuaikan dengan baku mutu tingkat kebisingan keluaran Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dengan teridentifikasinya sumber-sumber bunyi dan ukuran tingkat kebisingan di sekitar jembatan layang Kiaracondong, kemudian telah didapat pandangan-pandangan waga terhadap hal tersebut. Secara umum, para informan yang diwawancara menganggap kawasan tersebut memang bising atau telah menjadi biasa saja. Dalam analisis lebih lanjut, faktor yang mempengaruhi pandangan tersebut ialah adanya keluhan fisiologis seperti beberapa informan yang mengalami tinnitus. Selain itu, latar belakang kebudayaan juga menjadi faktor yang mempengaruhi pandangan warga. Misalnya pengeras suara masjid tidak dianggap sumber bunyi bising bagi para informan yang bukan penganut Muslim, melainkan jadi simbol toleransi beragama. Hal tersebut terjadi karena persepsi indra pendengaran seorang warga terhadap sumber-sumber bunyi maupun totalitas bebunyiannya telah dijiwai akibat berpegang pada nilai-nilai simbolis (pemaknaan) tertentu dari suatu kebudayaan yang dimilikinya.SoundscapeKebisingan LingkunganEmikGANDENG (Studi Emik Warga Terhadap Tingkat Kebisingan di Sekitar Jembatan Layang Kiaracondong, Kota Bandung)