SunardiAyi BahtiarDIANA SUSYARI MARDIJANTI2024-05-162024-05-162022-05-18https://repository.unpad.ac.id/handle/kandaga/250130160001Industri penggilingan sabut kelapa menghasilkan serat kelapa dan limbah berupa serbuk sabut kelapa (cocopith) dengan perbandingan 1 : 3. Produksi cocopith yang lebih banyak daripada produksi utamanya menimbulkan permasalahan lingkungan yang tidak akan pernah selesai karena industri ini terus berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar. Penimbunan cocopith yang terus bertambah baik luas maupun tingginya akan menimbulkan pencemaran udara dan air, serta mengurangi lahan produktif. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi timbunan dengan pembakaran belum efektif, diperlukan pengolahan cocopith berdasarkan sifat biologi dan kimianya dengan teknologi yang ramah lingkungan. Pemanfaatan cocopith menjadi biokomposit insulator menjadi salah satu solusi dan dapat meningkatkan nilai ekonomi cocopith sebagai limbah. Melalui uji kualitas udara diperoleh hasil bahwa gas emisi dari pembakaran cocopith adalah Sulfur Dioksida(SO2), yaitu sebanyak 669 mg/Nm3 sedangkan baku mutu SO2 sebesar 600 mg / Nm3. Udara yang tercemar oleh senyawa Sulfur Dioksida (SO2) menyebabkan manusia mengalami gangguan pada sistem pernafasan. Kualitas udara ambien di lokasi penggilingan masih baik. Kegiatan cocopith tidak signifikan terhadap gangguan lingkungan terutama parameter TSP. Hasil uji debu (TSP) dari cocopith sebanyak 85,8 μg/Nm3 berada dibawah baku mutunya sebesar 230 μg/Nm3. Ukuran cocopith sebesar 100 - 300 mikron , berupa debu ringan sehingga mudah terhirup dan menggangu pernafasan. Melalui uji kualitas air diperoleh hasil bahwa cocopith mencemari sumber air di sekitar lokasi penggilingan sabut kelapa. Lindi yang dihasilkan dari timbunan cocopith di lingkungan (open dumping) memiliki beban pencemaran aktual yang lebih tinggi dari beban pencemaran maksimum untuk COD dan BOD. Kemampuan cocopith untuk diolah menjadi biokomposit dipengaruhi juga oleh kadar lignin cocopith (22,7%) lebih banyak daripada kandungan selulosa (10,27%). Biokomposit berbasis miselium diproduksi dengan menumbuhkan miselium pada serat alami yang bersifat limbah lignoselulosa seperti serbuk kayu, jerami dan cocopith. Metode perekatan cocopith sebagai serat alam berbasis miselium dapat dilakukan dengan komposisi cocopith sebanyak 50% , serbuk kayu 27% dan pollard 23%. Nilai C/N ratio sebesar 68,99 memberikan hasil terbaik dengan pertumbuhan miselium sebanyak 87,7% sehingga membentuk struktur yang kuat dan padat menjadi komposit yang biodegradable. Sifat selulosa dan lignin dapat menjelaskan karakteristik dari cocopith yang sulit terurai dan sifat termoplastik lignin yang dapat dianalogikan seperti sifat resin yang memiliki kemampuan menginsulasi dengan baik. Kandungan senyawa kimia terbanyak dalam cocopith yang berpotensi memberikan sifat menginsulasi adalah klorida. Berdasarkan karakteristik dan kemampuan menyimpan panas inilah, cocopith diolah menjadi biokomposit berbasis miselium yang berfungsi sebagai insulator termal. Sifat fisik biokomposit, yakni kekuatan tekan ( maximum stress) dan kekuatan tarik (tensile stress) telah terukur melalui uji tekan dan uji tarik di laboratorium (Uji flexural strength dengan metode ASTM-D7264). Kelayakan biokomposit sebagai insulator melalui uji konduktivitas termal biokomposit pada suhu (13- 40) oC memiliki nilai konduktivitas termal 0,089 0.003 W/mK. Nilai konduktivitas termal tersebut pada rentang 0,01–1,00 W/mK sebagai rekomendasi nilai konduktivitas termal insulator. Pemanfaatan biokomposit cocopith menjadi insulator sangat direkomendasikan baik secara ekonomi dengan analisis Break Even Point (BEP) maupun kelayakannya sebagai insulator yang ramah lingkungan.BiokompositCocopithInsulatorPemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa (Cocopith) Menjadi Insulator Biokomposit dalam Upaya Optimasi Nilai Ekonomi Limbah di Wilayah Setempat Limbah