Nanan Nur aenyIndah Suasani WahyuniEMANUELLA FEBRIANTI2024-09-122024-09-122020-07-14https://repository.unpad.ac.id/handle/kandaga/160110160145Pendahuluan: Salah satu faktor predisposisi SAR adalah defisiensi nutrisi, sehingga tindakan preventif dengan menjaga pola makan terkait SAR perlu dilakukan sejak dini. Metode: Non-eksperimental, deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional, menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Kuesioner pola makan terdiri dari frekuensi, jenis dan cara pengolahan makanan, konsumsi suplemen, makanan kaya Fe, asam folat, vitamin B12, vitamin C, buah-buahan, makanan pencetus SAR serta rasa dan suhu makanan atau minuman. Hasil: Sejumlah 332 remaja usia 12-15 tahun mengisi kuesioner penelitian ini dan ditemukan 87 remaja (26,20%) memiliki riwayat SAR. Frekuensi kebiasaan makan belum ideal pada kategori frekuensi makan siang dan makan malam, serta waktu makan siang, pengolahan makanan dan sayuran belum ideal pada semua kategori, konsumsi air putih belum ideal, zat besi, vitamin B12 dan asam folat tidak sesuai standar anjuran kesehatan, serta frekuensi makan pedas, minuman terlalu dingin dan makanan terlalu panas tergolong paling sering ditemukan. Pembahasan: Frekuensi kebiasaan makan dan pengolahan makanan akan memengaruhi asupan gizi yang berdampak pada kejadian SAR. Konsumsi air putih juga berdampak pada perkembangan SAR karena berkaitan dengan produksi saliva. Fe, vitamin B12 dan asam folat akan memengaruhi ketahanan mukosa oral terhadap terjadinya SAR. Begitupula dengan rasa atau suhu makanan dan minuman yang kuat akan mengganggu kestabilan keseimbangan free-water dan bonding-water pada permukaan mukosa oral dan menjadi iritan. Simpulan: Sebagian besar pola makan subjek penelitian dengan riwayat SAR belum ideal, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut.SARpola makangiziGambaran Pola Makan Terkait Stomatitis Aftosa Rekuren Pada Remaja Usia 12-15 Tahun di Jatinangor