Deni Sumantri LatifAbel Tasman YuzaINTAN AZHARI RAHMAYANI2024-06-062024-06-062020-03-11https://repository.unpad.ac.id/handle/kandaga/160110160001Pendahuluan: Maloklusi merupakan penyimpangan dari oklusi normal. Maloklusi dapat mengganggu fungsi pengunyahan, pernapasan, bicara, dan gangguan psikososial pasien yang berdampak negatif bagi kepercayaan diri pasien. Prevalensi maloklusi di Indonesia sudah mencapai 80%, maka untuk menurunkan prevalensi tersebut dapat dilakukan perawatan ortodontik. Pada pasien dengan kelaian skeletal, tidak dapat dirawat dengan perawatan ortodontik saja, namun dapat dilakukan bedah ortognatik dengan indikasi tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa prevalensi kelainan skeletal dengan indikasi bedah ortognatik di RSGM Unpad. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan menggunakan data retrospektif berupa rekam medis pasien yang melakukan perawatan ortodontik dari tahun 2015 sampai tahun 2019. Hasil: Dari 338 rekam medis yang diteliti, terdapat 71 sampel yang memenuhi kriteria. Sebanyak 60 pasien kelas II skeletal dan 11 pasien dengan kelas III skeletal. Dari 71 pasien, terdapat 57 pasien prempuan dan 14 pasien laki-laki. Pembahasan: Jika maloklusi skeletal tidak dilakukan perawatan dapat mengganggu kepercayaan diri pasien serta fungsional tubuh seperti gangguan pernapasan, penelanan, mastikasi, dan bicara. Bedah ortognatik dilakukan untuk memperbaiki proporsi dan keselaran wajah sehingga dapat meningkatkan penampilan wajah, kesejahteraan sosial dan fungsi tubuh. Perempuan lebih banyak melakukan perawatan karena perempuan lebih memiliki kesadaran estetik. Simpulan: Prevalensi kelainan skeletal dengan indikasi bedah ortognatik di RSGM Universitas Padjadjaran adalah 21%.Maloklusi skeletalanalisis Steinerindikasi bedah ortognatik.Prevalensi Kelainan Skeletal dengan Indikasi Bedah Ortognatik di RSGM Unpad