Toto SubrotoBachti AlisjahbanaMuhammad YusufBevi Lidya2025-01-072025-01-072023-08-14https://repository.unpad.ac.id/handle/kandaga/376Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV), suatu Alfavirus family Togaviridae, yang dibawa nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Di Indonesia, Chikungunya ditemukan pertama kali tahun 1973 dan masih ada sampai sekarang. Secara klinis gejala Chikungunya sulit dibedakan dengan demam berdarah, sementara penanganan kedua penyakit tersebut sangat berbeda. Diagnosis Chikungunya dapat dibantu dengan pemeriksaan laboratorium melalui isolasi virus, Reverse Transcriptase- Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) atau ELISA, namun alatnya mahal dan perlu staf yang terlatih. Untuk memudahkan diagnosis, telah tersedia secara komersial alat uji cepat Chikungunya impor dengan metode Pengujian Aliran Lateral (PAL). Telah dilakukan pengujian sensitivitas dan spesifisitas dua produk uji cepat impor terhadap spesimen di Jakarta dan Bandung, pengujian menunjukkan bahwa sensitivitas produk terhadap IgM Chikungunya hanya 20,5% dengan spesifisitas 100% untuk produk pertama dan sensitivitas 50,8% dengan spesifisitas 89,2% untuk produk kedua. Alat uji cepat yang sensitif terhadap CHIKV sangat diperlukan untuk membantu diagnosis penyakit Chikungunya. Protein fungsional yang berperan sebagai salah satu komponen dalam alat uji cepat dapat dibuat menggunakan fragmen antibodi yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap antigen CHIKV. Pada penelitian ini dilakukan analisis sekuen CHIKV Indonesia dan Afrika/ECSA, pengkajian interaksi antara Fab CHIKV dengan antigen CHIKV, dan menentukan Fab terbaik sebagai kandidat scFv secara in silico. Dirancang ScFv yang dapat teramobilisasi pada membran nitroselulosa (ScFv-DI) dan yang dapat membentuk konyugat dengan nanopartikel emas (ScFv link C). Protein diekspresikan dalam sel inang Escherichia coli BL21 (DE3). Kedua ScFv dikarakterisasi sebelum dilakukan uji fungsinya. Pengujian afinitas kedua ScFv terhadap antigen CHIKV dilakukan menggunakan Surface Plasmon Resonance. Hasil penelitian terdapat perbedaan sekuen E1E2 Chikungunya di Indonesia dengan Afrika/ECSA, ada 21 mutasi. Perbedaan sekuen tidak menyebabkan afinitas yang berbeda jauh antara CHIKV Indonesia dan ECSA terhadap Fab CHK-152 yang dipilih untuk dikembangkan sebagai ScFv. Desain ScFv-DI dan ScFv link C telah diperoleh secara in silico. Kedua ScFv dapat terekspresi pada inang E. coli BL21 (DE3) dengan media Terrific Broth, bahan penginduksi L-rhamnosa 2,5 mM, marka seleksi antibiotik kanamisin, lama induksi 48 jam pada suhu 37 ÂșC dengan kecepatan pengadukan 250 rpm. Protein ekstraseluler rScFv-DI rekombinan memiliki berat molekul 36,4 kDa dan ScFv link C rekombinan sebesar 26,3 kDa. rScFv-DI dapat teramobilisasi pada membran nitroselulosa dengan baik. rScFv link C dapat membentuk konyugat dengan nanopartikel emas. Kedua ScFv memiliki afinitas terhadap protein E2 antigen CHIKV hasil pengujian dengan metode Surface Plasmon Resonance. Energi ikatan dan nilai KD rScFv-DI terhadap protein E2 CHIKV adalah sebesar -7,3715 kkal/mol dan 3,17x10-6 M, dan untuk rScFv link C sebesar -7,3715 kkal/mol dan 3,04x10-6 M. rScFv-DI dan rScFv link C dapat diusulkan digunakan sebagai komponen alat uji cepat metode pengujian aliran lateral (PAL) terhadap antigen virus Chikungunya.otherChikungunyauji cepatfragmen antibodiDesain, Ekspresi Dan Uji Protein Fungsional Berbasis Fragmen Antibodi Sebagai Komponen Uji Cepat Antigen ChikungunyaThesis