Refine
Year of publication
Document Type
- Skripsi (1.198)
- Thesis (191)
- Dissertation (130)
- Tugas Akhir (112)
- Regulation / Rules (14)
- Article (8)
- Book / Monograph (3)
- Preprint (1)
Language
- Indonesian (1.649)
- English (8)
Has Fulltext
- Yes (1.657)
Is part of the Bibliography
- No (1.657)
Keywords
- Indonesia (94)
- Politik (67)
- Kebijakan Luar Negeri (54)
- Implementasi Kebijakan (47)
- (38)
- Kerjasama Internasional (33)
- Kebijakan (32)
- Diplomasi Publik (31)
- Soft Power (28)
- Implementasi (26)
Penelitian ini berjudul “Partisipasi Politik di Kalangan Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran”. Latar belakang penelitian ini berawal dari sejarah partisipasi politik pemuda di dalam perjuangan bangsa Indonesia yang berperan sangat vital. Hal ini dibuktikan dengan peran mahasiswa dari masa Pra-Kemerdekaan hingga masa Reformasi. Partisipasi politik mahasiswa pada saat itu dominan dalam gerakan protes. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui bentuk partisipasi politik saat ini. Untuk mengetahui hal tersebut peneliti melihat dari 8 bentuk partisipasi politik, yakni apatis, partisipasi dalam kegiatan pemilihan, menghubungi pejabat, partisipasi dalam diskusi dan mencari informasi politik, partisipasi dalam partai politik, partisipasi dalam organisasi politik (non-partai politik), partisipasi dalam gerakan protes, dan menduduki jabatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai apa saja bentuk partisipasi politik mahasiswa saat ini khususnya pada mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Peneliti menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner yang disebarkan kepada sampel 146 mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran dari angkatan 2013-2016 sebagai responden penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa mahasiswa Program Studi Ilmu Politik terlibat dalam tujuh bentuk partisipasi politik yakni apatis, partisipasi dalam kegiatan pemilihan, menghubungi pejabat, partisipasi dalam diskusi dan mencari informasi politik, partisipasi dalam partai politik, partisipasi dalam organisasi politik (non-partai politik), dan partisipasi dalam gerakan protes. Menduduki jabatan tidak termasuk dalam bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh mahasiswa Progaram Studi Ilmu Politik. Kemudian dalam penelitian ini, bentuk partisipasi politik dalam diskusi dan mencari informasi politik adalah bentuk yang paling dominan.
Salah satu kegiatan rutin tahunan yang dilakukan oleh Sub Bidang Fasilitasi Kelembagaan dan Pendidikan Budaya Politik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat ialah penyelenggaraan kegiatan pendidikan politik. Dalam proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan budaya politik tahun 2017 diperlukannya kerjasama dengan partai politik dan tentunya masyarakat daerah yang akan menjadi tempat penyelenggaraan. Pendidikan politik memiliki fungsi untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat, agar masyarakat mampu mengembangkan semua bakat dan kemampuan berfikir kritis, sikap positif, keterampilan politik, dan supaya mampu mengaktualisasikan diri sehingga ikut berpartisipasi secara aktif dalam bidang politik. Mengingat pentingnya partisipasi dan pengetahuan masyarakat dalam bidang politik maka perlu diadakannya penyelenggaraan kegiatan pendidikan politik.
Metode penulisan yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini adalah metode deskriptif. Sedangkan untuk pengumpulan data, penulis menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan yang mencakup observasi dan wawancara.
Proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan politik pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat terdiri dari 4 jenis, yaitu Standar Operating Procedures (SOP) sebagai penyiapan penyelenggaraan, proses pra penyelenggaraan, proses penyelenggaraan, dan proses evaluasi penyelenggaraan. Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan politik ini adalah kerjasama yang baik dengan partai politik, kelengkapan data, mudahnya perizinan, dan partisipasi masyarakat yang baik. Faktor penghambat yaitu kurangnya pendanaan, minimnya tempat pelaksanaan, serta etos kerja pegawai yang rendah.
Dalam proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan politik harus tetap berlanjut setiap tahunnya walaupun dengan segala hambatan yang ada, setiap pegawai harus lebih semangat dalam menjalankan tugas, tidak melakukan pengurangan peserta karena alasan tertentu, dan para penyelenggara harus memahami perkembangan politik dengan baik agar proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan politik 2017 berjalan dengan baik.
Penelitian ini berjudul “Pengaruh Sosialisasi Politik Calon Legislatif Dari Kalangan Artis Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Di Desa Lembang Kecamatan Lembang Bandung”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana sosialisasi politik yang dilakukan di desa lembang kecamatan lembang dan bagaimana partisipasi politik masyarakat di desa lembang ketika pemilu legislatif. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengukur dan mengidentifikasi sejauh mana pengaruh sosialisasi politik terhadap partisipasi politik masyarakat seiring dengan adanya seorang calon legislatif dari kalangan artis. Dalam penelitian ini menggunakan teori sosialisasi politik dan partisipasi politik dari Michael Rush dan Philip Althoff. Sosialisasi politik tersebut didukung oleh mekanisme dan agen sosialisasi politik seperti 1) Mekanisme, 2) Instruksi, 3) Motivasi, 4) Keluarga, 5) Kelompok Pergaulan, 6) Pekerjaan dan 7) Media Massa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif eksplanatif. Peneliti menggunakan metode ini karena dilihat dari judul penelitian berawal pengaruh dan hal tersebut perlu dilakukan sebuah pengukuran dan eksplanatif untuk menjelaskan hasil pengukuran dalam bentuk analisa. Hasil dari penelitian ini pada sosialisasi politik masyarakat di Desa Lembang masuk pada kategori baik dengan skor aktual 140,30. Sedangkan untuk partisipasi masyarakat di Desa Lembang masuk pada kategori baik dengan skor aktual 138,25. Korelasi pengaruh antara sosialisasi politik terhadap partisipasi politik termasuk pada kategori cukup.
Kata Kunci : Sosialisasi Politik dan Partisipasi Politik.
Pasca penandatangan MoU Helsinksi, Indonesia mengeluarkan UU Pemerintahan Aceh yang memberlakukan partai politik lokal bagi Aceh. Kelahiran partai politik lokal di tengah isu separatisme menelurkan penolakan mengingat bahwa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan akan optimal bila sistem kepartaian yang dianut sederhana. Belum lagi pemberian partai politik lokal di Aceh mengundang kecemburuan daerah lain untuk memiliki partai politik lokal. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan guna mengkaji partai politik lokal secara komprehensif dari sudut pandang pemerintahan daerah untuk menemukan kesesuaian lahirnya partai politik lokal dalam penyelenggaraan sistem kepartaian di Indonesia sebagai negara kesatuan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan menemukan implikasi yang terjadi dari politik hukum partai politik lokal dalam penyelenggaraan sistem kepartaian. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan data hukum primer dengan cara melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik hukum pembentukan partai politik lokal dalam penyelenggaraan sistem kepartaian sejalan dengan prinsip negara kesatuan berdasarkan UUD 1945. Tidak hanya sejalan bahkan dibentuknya partai politik lokal di Aceh merupakan suatu bentuk penguatan otonomi daerah. Implikasi yang dapat timbul dari politik hukum partai politik lokal adalah sistem kepartaian yang berlaku dalam lingkup lokal menganut sistem multipartai. Sistem yang berlaku dalam lingkup lokal ini tidak mempengaruhi sistem kepartaian secara nasional karena lingkup kewenangan partai politik lokal ialah untuk mengisi jabatan dalam lingkup lokal melalui pemilu lokal dan pemilihan kepala daerah secara langsung di Aceh. Hal ini menandakan bahwa partai politik lokal tidak bertentangan dalam upaya penyederhanaan partai politik sebagaimana dimaksudkan dalam UU Partai Politik. Daerah lain dimungkinkan untuk memiliki partai politik lokal selama diwadahi dalam undang-undang. Atas hal tersebut penulis menyarankan perlunya diberikan batasan yang jelas untuk memberikan suatu kekhususan bagi daerah.
Masalah dalam penelitian ini adalah terjadinya kompetisi politik dalam kontestasi pemilu legislatif 2009 dan 2014untuk DPRD Provinsi Lampung. Pemilu legislatif 2014 yang dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Lampung menjadikan tantangan dan kompetisi politik menjadi lebih komplek bagi partai politik. Hal ini menjadikan partai politikpeserta pemilu seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS)melakukan rumusan strategi politik yang berorientasi pada pemenangan politik. Teori strategi politik, political marketing, dan strategi kampanye digunakan sebagai pijakan utama dalam menganalisis strategi pemenangan yang dilakukan PKSLampung dalam merancang dan mengimplementasikan strategi political marketing dalam pemenangan politik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan pengumpulan data melalui proses wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Informan penelitian terdiri dari internal PKS Lampung (Pengurus dan Anggota DPRD dari PKS Lampung) dan pihak eksternal meliputi akademisi, pengamat, jurnalis media massa, dan masyarakat. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan melalui kegiatan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukan, Pertama, Strategi political marketing PKS dalam pemenangan pemilu legislatif 2009 dan 2014 dilakukan dengan pendekatan model MOP.Diantara model product oriented party(POP), sales oriented party(SOP) dan market oriented party(MOP) PKSLampung lebih dominan pada karakteristik model MOP. Karakteristik MOP ala PKS Lampung ini menunjukan stabilitas perolehan suara pada pemilu legislatif 2009 dan 2014. Manajerial kepartaian dan militansi kader PKS menjadi kekuatan utama penggerak mesin partai dalam proses strategi pemenangan politik.Penerapan model MOP ini dilakukan melalui strategi: pencitraan politik, ketokohan politik, kampanye permanen, budaya politik lokal, jaringan sosial, media massa, pelayanan masyarakat, penguatan kepemimpinan PKS, pengokohan militansi kader, dan penguatan komunikasi politik.Kedua, Evaluasi politik di lakukan PKS Lampung dalam upaya perbaikan strategi pemenangan politik melalui hasil riset politik di internal partai. Ketiga, Faktor lain dalam pemenangan PKS Lampung adalah pola strategi kampanye pass political marketingyang dilakukan PKS dengan menggunakan jaringan individu, kelompok, dan organisasi yang memiliki pengaruh di masyarakat. Keempat, Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemenangan PKS pada pemilu legislatif 2009 dan 2014 meliputi; modalitas keuangan politik yang minim, stigma eksklusif di PKS, persepsi negatif masyarakat tentang PKS, dan kondisi masyarakat yang pragmatis dan apatis terhadap partai politik.
Temuandalam penelitianiniadalahtahapan evaluasi politik dibutuhkan untuk melengkapi tahapan-tahapan dalam model political marketing POP-SOP-MOP, dimensi tahapan evaluasi politik ini dilakukan sebagai upaya dalam menilai evektivitas strategi politik dalam mencapai tujuan politik. Dengan melakukan evaluasi politik maka partai politik dapat melakukan proses eksplorasi, eksplanasi, dan ekspansi terhadap strategi-strategi pemenangan politik di masa mendatang. Argumentasi ini dibangun berdasarkan analisis dan evaluasi internal PKS bahwa “kader effect” dan militansi kader yang telah terbangun di PKS Lampung menunjukkan kekokohan sistem nilai di PKS.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi politik calon legislatif dengan partisipasi politik masyarakat. Komunikasi politik yang dilakukan calon legislatif merupakan bagian terpenting untuk menyampaikan pesan-pesan politik terkait dengan usaha untuk memperoleh kepercayaann masyarakat agar memberikan dukungan kepada calon legislatif pada Pemilihan Umum Legislatif. Dalam penelitian ini dimensi yang digunakan untuk variabel komunikasi politik calon legislatif adalah dimensi opini publik, kampanye, dan propaganda yang didukung beberapa indikator untuk masing-masing dimensi. Untuk variabel selanjutnya yaitu partisipasi politik masyarakat, terdapat empat dimensi, yaitu apathi total, voting, diskusi politik informal, dan kampanye yang digunakan serta didukung indikator untuk masing-masing dimensi.
Penelitian ini menggunakan metode explanatory, teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan model skala rating. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 orang di Kelurahan Cipayung. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara komunikasi politik caleg dengan partsipasi politik masyarakat di Kelurahan Ciracas. Hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi sebesar r = 0,809.
Kata Kunci: Komunikasi Politik, Partisipasi Politik
POLITIK UANG DAN PERILAKU MEMILIH DALAM PEMILIHAN GUBERNUR BANTEN 2011 DI KABUPATEN PANDEGLANG
(2015)
ABSTRAK
Politik uang merupakan fenomena yang menonjol dalam perpolitikan Indonesia terutama sejak era pemilihan langsung tahun 2004. Dalam beberapa tahun terakhir terlihat indikasi politik uang semakin sering terjadi khususnya dalam pemilihan-pemilihan umum tingkat daerah (Pemilukada). Lebih dari 80 persen (2010-2011) sengketa Pemilukada yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan dugaan adanya praktek politik uang. Hampir semua ahli Ilmu Politik sepakat bahwa politik uang adalah fenomena yang buruk dan berbahaya bagi demokrasi, karena dapat mengaburkan prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dalam pemilihan umum. Penelitian ini membahas pengaruh politik uang terhadap perilaku memilih, dengan mengambil kasus Pemilihan Gubernur Banten tahun 2011 di Kabupaten Pandeglang. Pertanyaan utama penelitian ini adalah: apakah politik uang berpengaruh terhadap perilaku memilih dan mengapa politik uang terjadi?
Penelitian ini menggunakan gabungan metode kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan survei dengan menggunakan metode analisis Structural Equation Model (SEM) digunakan untuk menguji hubungan antara politik uang dengan perilaku memilih. Sedangkan, pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk dan proses terjadinya politik uang di Kabupaten Pandeglang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei terhadap 400 responden di 40 desa/kelurahan di Kabupaten Pandeglang yang dipilih dengan menggunakan metode sampel acak bertingkat. Di samping survei, juga dilakukan wawancara mendalam dengan para informan dan informan kunci yang dianggap mengetahui proses dan praktek Pemilukada di Kabupaten Pandeglang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) status sosial ekonomi pemilih tidak berpengaruh terhadap praktik politik uang; (2) pengetahuan politik uang memberi pengaruh negatif terhadap praktik politik uang; (3) sedangkan praktik politik uang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku memilih; (4) politik uang tidak terkait dengan model perilaku memilih tertentu, baik model sosiologis, sosial-psikologis, maupun rasional; dan (5) politik uang terjadi bukan semata-mata karena pemilih mengharapkan kuntungan materi dari kandidat. Hasil penelitian juga menemukan bahwa politik uang juga dipengaruhi persaingan antar-kandidat, kemampuan materi kandidat, tradisi politik yang sudah membudaya, dan pengawasan serta penegakan hukum yang relatif lemah dari otoritas pemilu.
Subjek: politik uang, perilaku memilih, kepatuhan memilih, loyalitas memilih, model perilaku memilih.
Inayah Zahra Zahirah. 210310150031, Prodi Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Judul penelitian “Media Suara Politik Millennial Indonesia”. Studi Kasus Intrinsik Mengenai Penerapan Brand Strategy Sebagai Media Suara Politik Millennial Indonesia. Penelitian ini dilakukan dibawah bimbingan Dr. Suwandi Sumartias M. Si. sebagai pembimbing utama dan Dr.Yustikasari, M.I.Kom. sebagai pembimbing pendamping.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana brand strategy yang dibentuk oleh Pinter Politik sebagai Media Suara Politik Millenial Indonesia serta alasan millenial pengguna instagram tertarik dengan brand Pinter Politik. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh ujian Sarjana Program S1 Jurusan Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus intrinsik. Pengumpulan data dilakukan oleh penulis melalui wawancara mendalam kepada Redaksi Pinter Politik, followers Instagram Pinter Politik, observasi, penelusuran online dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand strategy yang dilakukan Pinter Politik sebagai Media Suara Politik Millenial Indonesia berakar dari idealisme founder yang dituangkan kedalam brand identity, pemilihan channel, targeting dan strategi pemilihan konten. Dalam pembentukan brand identity diselaraskan dengan konsep visi misi dan memiliki nilai diferensiasi dibandingkan dengan media mainstream lainnya. Selanjutnya, pemilihan channel menggunakan strategi cross-media dimana berbagai kanal media sosial agar dapat menjangkau target sasaran seluas-luasnya. Diawali dari penggunakan strategi cross-media ditemukan bahwa Instagram merupakan kanal paling aktif dibandingkan kanal lainnya. Hal inilah yang mempengaruhi strategi targeting yang semula untuk menjangkau target sasaran secara luas menjadi fokus kepada millenial yang ditandai dengan perubahan tagline Pinter Politik menjadi “Media Suara Politik Millenial Indonesia”. Terakhir adalah pemilihan konten, strategi yang digunakan Pinter Politik dengan mendistribusikan konten sesuai dengan karakteristik setiap media sosial. Instagram sebagai kanal visual, digunakan Pinter Politik untuk mendistribusikan infografis dengan format kurasi konten yang memuat informasi politik menjadi kemasan visual yang menarik dengan informasi yang mudah dipahami. Netral, Terpercaya/Kredibel, Menarik, dan Millennial merupakan kata-kata yang paling sering diutarakan oleh followers millenial Pinter Politik berusia 18 – 35. Latar belakang mengikuti instagram Pinter Politik yang dikemukakan oleh followers dikarenakan konten yang menarik, up-to-date, dan netral. Sedangkan mayoritas followers sepakat jika Pinter Politik merupakan Media Suara Politik Millenial Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa brand strategy yang dilakukan Pinter Politik menimbulkan pengaruh positif terhadap brand.
Peneliti menyarankan agar Pinter Politik dapat memanfaatkan tools marketing dan riset berkelanjutan terhadap pasar atau khalayak untuk menciptakan daya tahan brand yang terus berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi politik calon legislatif perempuan dengan partisipasi politik masyarakat. Komunikasi politik oleh calon legislatif perempuan untuk menyampaikan pesan politik tentang pencalonannya pada Pemilihan Umum Legislatif DPRD Kota Bandung tahun 2014 dengan harapan mampu berlanjut hingga proses pemberian suara. Dalam penelitian ini dimensi yang digunakan untuk variabel komunikasi politik adalah dimensi opini publik, kampanye, propaganda dan keberhasilan komunikasi politik yang didukung beberapa indikator untuk masing-masing dimensi. Untuk variabel partisipasi politik terdapat satu dimensi yaitu tingkat partisipasi dalam kegiatan pemilihan yang didukung dengan indikator-indikatornya. Penelitian ini menggunakan metode explanatory, teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan model skala rating. Subjek dalampenelitian berjumlah 50 orang masayarakat di Kelurahan Cijagra. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara komunikasi politik calon legislatif perempuan dengan partisipasi politik masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi sebesar r =0,581. Pada uji hipotesis mendapat hubungan yang signifikan antara komunikasi politik calon legislatif perempuan dengan partisipasi politik masyarakat sebesar 4,945 > 2,012 , maka Ha diterima.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi tidak tercapainya salah satu tujuan
sosialisasi politik yang dilaksanakan oleh KPU Kota Cimahi , yaknimeningkatkan
partisipasi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerahtahun 2012. Kemudian, peneliti mengemukakan
hipotesis nol (Ho) yaitu “Tidak ada pengaruh antara sosialisasi politik KPU Kota
terhadap partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada Kota Cimahi Tahun 2012â€
dan hipotesis kerja (H1) yaitu “Ada pengaruh antara sosialisasi politik KPU Kota
terhadap partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada Kota Cimahi Tahun 2012â€.
Untuk mengukur sosialisasi politik dalam penelitian ini menggunakan tiga
indikator, yaitu: exposure, communication, dan receptivity. Sedangkan untuk
mengukur partisipasi politik menggunakan empat indikator, yaitu: menghadiri
pertemuan atau rapat umum, melibatkan diri dalam kampanye, mengikuti
perkembangan politik, aktif dalam partai politik atau kelompok
kepentingan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksplanatif, dengan prosedur kuisioner. Dimana masyarakat yang mempunyai hak
pilih dalam Pilkada ini adalah sebagai unit analisis peneliti, selanjutnya peneliti
menggambil sampel dengan menggunakan teknik cluster sampling.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis kerja terbukti, yaitu
ada pengaruh antara sosialisasi politik Komisi Pemilihan Umum Kota terhadap
partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Cimahi
Tahun 2012.
Latar belakang penelitian ini disebabkan oleh munculnya calon perseorangan pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Garut Tahun 2013, yang berjumlah 4 pasangan calon menghadapi 6 pasangan calon yang berasal dari partai politik/gabungan partai politik. Jumlah kandidat yang mendaftar melalui jalur perseorangan mencapai 22 pasangan calon dengan latar belakang profesi dan organisasi yang beragam. Calon perseorangan ini muncul ditengah dinamika politik Garut yang selalu diwarnai dengan konflik elit politik dan pergantian Bupati yang tidak wajar akibat kasus korupsi dan pelanggaran etika/perundang-undangan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan munculnya calon perseorangan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Garut Tahun 2013.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik wawancara sebagai alat pengumpul data utama, wawancara dilakukan terhadap calon perseorangan, pengurus partai politik, komisioner dan sekretariat KPU Kabupaten Garut serta pengamat di Kabupaten Garut.Pemilihan informan dilakukan secara purposive.Data hasil penelitian dianalisa menggunakan analisis deskriptif yang kemudian ditafsir dengan teori dan konsep yang ada.
Hasil penelitian menunjukan bahwa munculnya calon perseorangan disebabkan oleh : (1) Faktor pelembagaan partai politik yang lemah, ini ditandai oleh : Pertama, ketidakstabilan persaingan antar partai politik dengan votalitas pemilu yang cukup tinggi, Kedua, partai politik belum mengakar di masyarakat. Ketiga, legitimasi partai politik yang lemah.Keempat, dominannya kepentingan personalistik pemimpin partai politik. (2) Faktor proses rekrutmen partai politik yang eksklusif dan sentralistis, menyebabkan terhambatnya orang luar partai politik untuk mencalonan diri dari jalur partai politik, dan akhirnya memilih jalur perseorangan. (3) Faktor sirkulasi elit politik lokal, calon perseorangan muncul seiring dengan bertambahnya kelas menengah baru, ketidakpuasan terhadap pelayanan publik dan pelayanan sipil, dan rentetan konflik elit politik yang terjadi menjelang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Garut Tahun 2013. Dari ketiga faktor tersebut, yang paling berkontribusi adalah faktor proses rekrutmen parpol yang eksklusif dan sentralistis, sedangkan yang kurang berkontribusi adalah faktor sirkulasi elit.
Peneliti menyarankan agar persyaratan calon perseorangan tidak dipersulit lagi agar tetap muncul calon perseorangan sebagai wujud partisipasi politik warga dalam transisi demokrasi di Indonesia, harus ada perubahan pada Undang-Undang Parpol dan Undang-Undang Pemilu agar rekomendasi pencalonan kepala daerah tidak sentralistis pada pengurus pusat parpol, tapi terdesentralisasi pada pengurus lokal parpol, serta pendidikan politik harus semakin luas diberikan oleh stakeholder pilkada untuk meningkatkan partisipasi politik warga , khususnya kelas menengah agar sirkulasi elit politik berjalan demokratis.
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi dalam sistem politik. Anggota DPRD Kota Bandung melakukan komunikasi politik terhadap masyarakat khususnya konstituen dari masa pemilihan umum hingga masa mereka terpilih untuk menjadi wakil rakyat. Komunikasi politik dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik yang menjadi input dan output dalam waktu yang sama. Hubungan perwakilan antara anggota DPRD Kota Bandung juga dapat dilihat dari adanya komunikasi politik yang dilakukan. Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui komunikasi politik yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Bandung dengan konstituennya tahun 2017.
Penelitian ini menggunakan teori dari komunikasi poltik dari Harold Laswell dan teori komunikasi politik legislator dari Karl T. Kurtz. Kemudian, metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan (observasi, dokumen, dan wawancara) dengan teknik purposive dalam penentuan informan.
Penyampaian pesan-pesan politik untuk mencapai fungsi dan tujuan komunikasi politik itu sendiri disampaikan melalui tiga cara yaitu, one-to-one, public meetings, dan melalui media. Pada komunikasi politik one-to-one dan public meetings memiliki persamaan yaitu dapat bertemu langsung antara anggota DPRD Kota Bandung dengan konstituennya dan memiliki perbedaan yaitu waktu dan juga jumlah orang-orang yang hadir saat pertemuan tersebut. Media digunakan oleh anggota DPRD Kota Bandung untuk memperluas jaringan komunikasi politik dimana dapat mencakup konstituen yang lebih luas tanpa harus bertemu langsung. Walaupun ketiga cara itu sudah efektif dalam mendukung komunikasi politik anggota DPRD Kota Bandung dengan konstituennya, masih terdapat hambatan-hambatan yang dirasakan oleh anggota DPRD tersebut seperti waktu dan dana.
Dengan demikian, Anggota DPRD Kota Bandung melakukan komunikasi politik dengan konstituennya dengan beberapa cara tetapi masih terdapat kendala dalam melakukan komunikasi politik tersebut.
Kata Kunci: Komunikasi Politik, DPRD, Konstituen, Bandung
Randra Algifary. 210110150079. 2019. Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, 2015. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Talk show “Pangeran, Mingguan” terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula Universitas Padjadjaran melalui Efikasi Politik”. Penelitian ini dibimbing oleh S. Kunto Adi Wibowo, M.Comn., Ph. D. Sebagai pembimbing utama dan Justito Adiprasetio. S.Ikom., MA., sebagai pembimbing pendamping.
Dalam kontestasi pemilu 2019 para politisi berlomba-lomba muncul dihadapan publik, salah satu media yang sedang digandrungi para politisi ini adalah media Youtube. Konten “Pangeran, Mingguan” dalam kanal Youtube Asumsi menjadi menarik karena menampilkan debat politisi dengan gaya yang santai dan informal. Tujuan penelitian ini untuk memeriksa efek terhadap talk show “Pangeran, Mingguan” pada partisipasi politik pemilih pemula di Universitas Padjadjaran melalui efikasi politik.
Model format talk show dan partisipasi politik digabungkan menjadi kerangka teori dalam penelitian ini. Metode kuantitatif dengan survei dan analisis regresi menggunakan mediator menjadi alat pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini. Kusioner disebarkan melalui online kepada mahasiswa Universitas Padjadjaran dengan probability sampling dan menghasilkan 402 responden yang merespon kuesioner.
Hasil dari analisis menunjukan bahwa tidak terdapat efek langsung dari format talk show politik “Pangeran, Mingguan” terhadap partisipasi politik pemilih pemula. Penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat efek tidak langsung dari format talk show politik “Pangeran, Mingguan” terhadap partisipasi politik pemilih pemula Universitas Padjadaran melalui efikasi politik.
ABSTRAK
Mikhael Rajamuda Bataona, 210120140016. Program Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Penelitian ini berjudul “Relasi Kuasa Dan Simbol-Simbol Ekonomi-Politik Gereja Dalam Kontestasi Politik Lokal : Studi Etnografi Kritis Gereja dan Rezim Politik Di Provinsi Nusa Tenggara Timur” dengan pembimbing Dr. Suwandi Sumartias, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Atwar Bajari, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bermaksud menyingkap dominasi dan hegemoni yang berlangsung melalui tindakan, sikap, komunikasi, penanda-penanda (sign), mitos-mitos, narasi-narasi, dan simbolisme secara umum, baik wacana simbolik maupun peristiwa simbolik dalam kontestasi politik lokal di NTT. Penelitian menggunakan 4 teori post-kritis, yaitu: 1) Dekonstruksi (Jaques Derida) digunakan untuk menyingkap, makna-makna yang direpresi dalam peristiwa relasi kuasa gereja dan aktor politik di NTT, 2) Modal, habitus, kekuasaan simbolik, dan kekerasan simbolik (Pierre Bourdieu) digunakan untuk menunjukkan kualitas tindakan aktor-aktor dalam relasi kuasa, 3) Relasi kuasa-pengetahuan (Michel Foucault) digunakan untuk menjelaskan mekanisme kerja hegemoni melalui wacana dan tindakan kontra-hegemoni, dan 4) Diskursus (Jurgen Habermas) digunakan untuk membangun kesadaran umat gereja dan masyarakat NTT di ruang publik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) terdapat relasi kuasa antara otoritas gereja dan rezim politik dengan motif ekonomi-politik dalam kontestasi politik lokal di NTT. Relasi bermotif ekonomi-politik ini telah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat NTT. Oleh karena itu, budaya politik ini menghegemoni masyarakat sehingga mereka menerima sebagai hal yang normal, 2) umat gereja didominasi dan dihegemoni oleh otoritas gereja dan rezim politik demi kepentingan elektoral yang bermanfaat secara ekonomi-politik. Dominasi dilakukan oleh otoritas gereja melalui perintah dan aturan gereja. Sedangkan hegemoni berlangsung melalui wacana ideologis yang menormalisasi cara pandang umat dan melalui kepatuhan kepada kekuasan simbolik otoritas gereja. Hal ini merepresentasikan bentuk-bentuk kekerasan simbolik, 3) penelitian hadir sebagai praksis tindakan pembebasan karena peneliti bertindak sebagai aktivis politik yang mempunyai misi kontra-hegemoni. Penelitian ini adalah wacana yang mempermasalakan budaya dominasi dan hegemoni dalam kontestasi politik lokal. Ini bertujuan untuk membebaskan umat gereja dan masyarakat NTT dari budaya politik yang hegemonik ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa budaya politik di NTT sangat dominatif dan hegemonik. Diperlukan tindakan kontra-hegemoni untuk menentang budaya politik identitas, Katolik versus Protestan di NTT. Hasil penelitian sebagai praksis tindakan pembebasan umat gereja dan masyarakat NTT.
Kata kunci: Ideologi, dominasi-hegemoni, kekerasan simbolik, kontra-hegemoni, transformasi
ABSTRAK
Skripsi ini membahas sejarah dan sikap politik surat kabar Fadjar Asia mulai dari tahun 1927 sampai tahun 1930. Permasalahan yang dibahas mengenai sikap politik Fadjar Asia dalam menghadapi beragam isu politik dalam pergerakan nasional Indonesia.
Skripsi ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah itu di antaranya ialah heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Hasil penelitian menunjukkan sikap politik Fadjar Asia yang berpihak pada pergerakan nasional. Hal ini tetap tidak berubah sampai surat kabar Fadjar Asia ditutup karena para pengurusnya kekurangan modal produksi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa surat kabar Fadjar Asia, yang memiliki ideologi Islam, berpihak pada pergerakan nasional Indonesia untuk turut mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap politik Fadjar Asia yang diambil dalam penelitian ini berhubungan dengan enam isu politik yang terjadi dalam rentang waktu terbitnya Fadjar Asia yakni 1927-1930. Pertama, sikap politik Fadjar Asia mengenai ideologi pergerakan nasional. Dalam hal ini terlihat jelas sikap politik Fadjar Asia dengan ideologi Islam sebagai arus utama ideologi pergerakan yang diusungnya. Kedua, sikap politik Fadjar Asia yang tidak setuju dengan pemberontakan komunis yang terjadi. Ketiga, sikap politik Fadjar Asia terkait peristiwa penangkapan tokoh Pelajar Indonesia atau PI oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Keempat, sikap politik Fadjar Asia terkait penangkapan tokoh Partai Nasional Indonesia atau PNI. Sikap politik Fadjar Asia dapat dikatakan menolak penangkapan yang terjadi terhadap para tokoh Pelajar Indonesia maupun para tokoh Partai Nasional Indonesia. Kelima, sikap politik Fadjar Asia terkait dengan peristiwa sumpah pemuda dan kongres perempuan di tahun 1928. Keenam, sikap politik Fadjar Asia terhadap nasib rakyat Hindia Belanda yang mayoritas tertindas di kurun waktu terbitnya surat kabar ini.
ABSTRAK
Sejak Pemilu 1955, keterwakilan perempuan mulai memperlihatkan kemajuannya. Namun sampai Pemilu 2009-2014, keterwakilan perempuan ini tidak menunjukkan jumlah yang signifikan, bahkan cenderung menurun, baik kualitas ataupun kuantitasnya. Meskipun sudah dibuatkan kebijakan affirmative action 30 % untuk kuota perempuan, keterwakilan politik perempuan masih menyisakan sejumlah kendala dan persoalan. Persoalan inilah yang menarik untuk diteliti, terutama tentang bagaimana keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-2014.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus, dengan harapan bisa mengetahui bagaimana kendala dan persoalan keterwakilan politik perempuan? Bagaimana pandangan terhadap kebijakan affirmative action 30 % kuota perempuan? Dan apa peran partai politik terhadap keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-2014?
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan, yaitu: Pertama, menurunnya keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 dipengaruhi kuatnya hegemoni laki-laki atas perempuan. Hegemoni laki-laki atas perempuan ini begitu mengakar dan melekat kuat dibenak para politisi perempuan, sehingga politisi perempuan di Kota Bandung masih tersubordinasi, termarginalkan oleh kaum laki-laki. Di tambah lagi, budaya patriarki di masyarakat Kota Bandung yang sudah terjadi secara bertahun-tahun lamanya yang susah untuk dihilangkan. Selain itu, masih kuatnya pameo atau istilah ‘pamali’ di masyarakat Kota Bandung kalau perempuan terjun ke dunia politik. Karena perempuan tempatnya di dapur dan tabu untuk aktif di politik. Hal-hal ini menjadikan perempuan yakin kalau dirinya tidak bisa bersaing dengan laki-laki, dan tidak mau meningkatkan kualitas dan kompetensinya.
Kedua, pandangan para politisi perempuan mengenai kebijakan affirmative action 30 % bahwa kebijakan ini bersifat formalistik administratif, yang tidak mengikat partai politik untuk memenuhi kuota perempuan 30 %. Kebijakan ini hanya syarat sementara yang tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan jumlah keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-2014.
Ketiga, partai politik tidak memiliki peran yang signifikan dalam peningkatan jumlah keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-2014. Partai politik masih menjalankan peran konvensional dan normatif. Partai politik masih memberlakukan pola kerja yang reaktif daripada proaktif mencari kader, membina kader, dan mengawal kader sampai sukses menjadi anggota dewan. Termasuk perhatian dalam mengawal kader-kader dari kalangan perempuan. Partai politik cenderung memakai kader instan, dan mencari kader yang sudah terkenal di mata konstituen.
Kata Kunci: Keterwakilan Politik, Politisi Perempuan, Partai Politik
Ridwan Kamil merupakan aktor politik non partai yang melakukan strategi politiknya dalam masa sosialisasi sebagai bakal calon gubernur Jawa Barat untuk Pilkada 2018 secara personal, baik dengan bersosialisasi dengan masyarakat serta dengan menggagas berbagai program yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat sejak tahun 2017. Ada kecenderungan bahwa Ridwan Kamil telah menjalankan populisme sebagai strategi politik pada proses sosialisasi tersebut, populisme diartikan sebagai strategi menawarkan program sesuai aspirasi publik serta proses mobilisasi massa dengan mengutamakan kualitas pribadi dari setiap aktor politk atau yang biasa disebut dengan politik berbasis figur. Meskipun merupakan aktor politik non partai Ridwan Kamil berniat maju dengan jalur partai politik pada Pilkada Jawa Barat 2018, maka dari itu Ridwan Kamil membuka komunikasi dengan seluruh partai politik dan harus melewati proses seleksi calon gubernur di internal partai politik. Pada akhirnya Partai NasDem, PKB, PPP, dan Partai Hanura telah resmi mengusung Ridwan Kamil sebagai calon gubernur dengan berbagai ketentuan dan pertimbangan.
Objek penelitian ini adalah populisme sebagai strategi politik Ridwan Kamil dalam proses seleksi calon yang dilakukan partai politik pengusung. Strategi politik Ridwan Kamil memiliki indikasi sesuai dengan populisme sebagai strategi politik yang ditandai juga dengan aktor politik yang memiliki hubungan tidak langgeng dengan partai, aktor politik populis hanya mengggunakan partai sebagai tambahan mobilisasi pemilih. Partai NasDem, PPP, PKB, dan Hanura yang seharusnya memperkuat platform internalnya dengan mengusung kader yang bisa menjadi representasi partai, justru lebih memilih Ridwan Kamil yang merupakan aktor politik non kader dan memiliki indikasi sebagai aktor yang menjalankan strategi populisme berbasis figur. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui strategi politik Ridwan Kamil secara lebih mendalam dalam sudut pandang populisme serta ingin mengetahui bagaimana populisme sebagai strategi politik bisa diterima dan menjadi faktor pertimbangan partai pengusung untuk memilih Ridwan Kamil dalam proses seleksi calon.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik analisis deskriptif. Penentuan informan menggunakan teknik purposive, serta teknik pengumpulan data melalui wawancara dan pencarian dokumen yang relevan. Hasil penelitian menemukan bahwa berbagai strategi yang sudah dijalankan Ridwan Kamil selama masa sosialisasi awal sebagai bakal calon gubernur telah terbukti secara teoritis merupakan populisme sebagai strategi politik, dengan populisme sebagai strategi politik yang sudah dijalankannya Ridwan Kamil dinilai bisa memenuhi berbagai persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh Partai NasDem, PKB, PPP dan Partai Hanura pada proses seleksi calon gubernur sehingga bisa resmi dicalonkan pada Pilkada Jawa Barat 2018.
ABSTRAK Agus Hidayat, 210110070444. 2012. Komunikasi Politik Ulama, Studi Kasus Deskriptif Mengenai Komunikasi Politik Ulama di DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)Jawa Barat. Pembimbing utama Drs. Mohd. Hussein Nawawi, M.IKom., dan Pembimbing pendamping Agus Setiaman, S. Sos., M. IKom. Konsentrasi Manajemen Media, Jurusan Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi politik ulama di DPW PKB Jawa Barat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif. Dengan teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bergabungnya ulama ke dalam politik praktis dilandasi oleh dua hal. Bagi ulama, politik tidak hanya aktivitas ideologis, untuk mencapai kekuasaan. Tetapi, juga merupakan aktivitas teologis; sebagai sarana beribadah kepada Allah secara vertikal, dan secara horizontal kepada sesama manusia. Dalam praktik komunikasi politiknya, ulama terbagi ke dalam dua kelompok. Ada yang berperan sebagai aktor politik, ada pula yang berperan sebagai motivator politik. Perbincangan politik ulama, umumnya terkait dengan masalah islam dan negara, yang disampaikan melalui media keagamaan. Berkomunikasi politik dengan konstituen, elit dan masyarakat, komunikasi politik ulama bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umat. Baik secara lahir, maupun batin. Kesimpulannya, bahwa tujuan ulama berpolitik, berkaitan erat dengan apa yang menjadi landasan ulama terjun ke dalam politik itu sendiri. Yakni untuk menciptakan kesejahteraan umat, yang dilalui melalui aktivitas politik, berupa meraih kekuasaan.
Marketing politik merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan partai politik untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Marketing politik dapat dilakukan partai politik setiap saat, baik saat periode pemilihan umum maupun saat periode di antara pemilihan umum. Aktifitas marketing politik saat periode di antara pemilihan umum seringkali terabaikan dalam studi penelitian marketing politik yang ada. Padahal, marketing politik dapat ditunjukkan melalui aktivitas keseharian partai politik dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Aktifitas marketing politik pada periode di antara pemilihan umum ini terlihat ditunjukkan oleh DPD PKS Kota Bandung melalui program Pusat Khidmat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menjelaskan bagaimana marketing politik DPD PKS Kota Bandung pada periode di antara pemilihan umum melalui Pusat Khidmat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan studi kasus dengan melakukan eksplorasi terhadap aktivitas dalam program Pusat Khidmat yang dilakukan oleh DPD PKS Kota Bandung melalui prosedur pengumpulan data dan informasi secara mendalam. Kemudian, penelitian ini juga menggunakan teori marketing politik komprehensif Lees-Marshment untuk dapat menganalisis proses marketing politik yang ditempuh DPD PKS Kota Bandung melalui Pusat Khidmat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pusat Khidmat DPD PKS Kota Bandung dilakukan oleh Bidang Kesejahteraan Rakyat, Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga serta Bidang Kepanduan dan Olahraga dengan berbagai kegiatan layanan yang bersifat rutin maupun insidental. Marketing politik DPD PKS Kota Bandung melalui berbagai kegiatan layanan dalam Pusat Khidmat sudah berjalan, namun terdapat beberapa kegiatan layanan yang belum berjalan secara maksimal. DPD PKS Kota Bandung mencerminkan perilaku A Market-Oriented party dalam melakukan proses marketing politik dengan berinteraksi dan merespon kebutuhan masyarakat Kota Bandung, mengembangkan kredibilitas dan kepercayaan mereka, serta dengan kesiapan menyediakan tenaga dan alat pelayanan untuk mereka agar dapat menarik simpati masyarakat Kota Bandung sehingga turut bergabung mendukung PKS.
Kata Kunci : Marketing Politik, Pusat Khidmat, DPD PKS Kota Bandung
Propaganda Politik
(2018)
Deasy Sarah Tombara, 210110140118, 2018, Propaganda Politik “Gerobak Perindo” Sebagai Strategi Komunikasi Politik dalam Memperluas Basis Dukungan di Kabupaten Ciamis (Studi Kasus tentang Propaganda Politik “Gerobak Perindo” DPD Partai Perindo Kab. Ciamis Sebagai Strategi Komunikasi Politik Dalam Memperluas Basis Dukungan Di Kabupaten Ciamis), Pembimbing: Drs. H. Hadi Suprapto Arifin, M.Si., dan Nindi Aristi, S.Sos., M.Comn. Tujuan penelitian ini: mengetahui alasan DPD Partai Perindo Kab. Ciamis menjadikan “Gerobak Perindo” sebagai propaganda politik di Kabupaten Ciamis, mengetahui strategi “Gerobak Perindo” sebagai strategi propaganda politik bagi DPD Partai Perindo Kab. Ciamis di Kabupaten Ciamis, mengetahui teknik persuasi kader-kader politik DPD Partai Perindo Kab. Ciamis dalam menjaring dukungan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara mendalam, observasi, studi kepustakaan dan dokumen. Pemeriksaan data dengan menggunakan triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan “Gerobak Perindo” dijadikan sebagai propaganda politik di Kabupaten Ciamis yakni sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik, sebagai penunjang pengukuran keberhasilan partai, serta sebagai strategi untuk menjaring khalayak; strategi komunikasi politik “Gerobak Perindo” meliputi merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan, menciptakan kebersamaan antara kader dan konstituen, serta membangun konsensus secara internal; teknik persuasif yang digunakan para kader DPD Partai Perindo Kab. Ciamis adalah teknik ganjaran dengan memberikan pemaparan mengenai tujuan dari program Gerobak Perindo.
Skripsi ini berjudul “Kosakata Politik dalam Bahasa Politik pada Pidato Kenegaraan Kulturstaatsministerin Monika Grütters di dalam laman http://www.bundesregierung.de/”. Kosakata Politik merupakan salah satu bagian dari Bahasa Politik yang dapat dilihat melalui lisan ataupun tulisan yang pada skripsi ini muncul dalam teks pidato kenegaraan, Monika Grütters, dalam situs resmi pemerintahan Jerman. Skripsi ini menggunakan kajian Sosiolinguistik dan menjadikan teori Kosakata Politik yang dikemukakan Josep Klein (1989) sebagai teori utama untuk menentukan kosakata apa saja yang muncul. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif. Metode ini berfokus pada pendeskripsian kata-kata daripada angka-angka. Hasil yang diperoleh dari skripsi ini adalah munculnya kata-kata di dalam teks pidato Monika Grütters yang termasuk jenis kosakata politik, yaitu kosakata institusi, kosakata bidang kerja, kosakata ideologi dan kosakata interaksi umum, serta munculnya elemen dari konteks pada kosakata-kosakata politik tersebut yang menjelaskan situasi dari teks pidato.
ABSTRAK KAMPANYE POLITIK CALON WALIKOTA INDEPENDEN (Studi Kasus Tentang Kampanye Politik Calon Independen Pasangan Budi “Dalton” Setiawan dan Rizal Firdaus Pada Pemilihan Walikota Bandung Periode 2013-2018). Mochammad Iqbal, 210120110044, 2014, “Kampanye Politik Calon Walikota Independen: Studi Kasus Tentang Kampanye Politik Calon Independen Pasangan Budi”Dalton”Setiawan dan Rizal Firdaus Pada Pemilihan Walikota Bandung Periode 2013-2018, DR. Evie Ariadne Shinta Dewi M.Pd sebagai Ketua Tim Pembimbing dan Drs. Hadi Suprapto Arifin, M.Si sebagai Anggota Tim Pembimbing, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Tesis dengan judul Kampanye Politik Calon Walikota Independen: Studi Kasus Tentang Kampanye Politik Calon Independen Pasangan Budi”Dalton”Setiawan dan Rizal Firdaus Pada Pemilihan Walikota Bandung Periode 2013-2018. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Tim Sukses Memaknai POAC dalam Kampanye Politik Calon, mengetahui implementasi strategi yang dilakukan, dan mengetahui penyebab kekalahan dari pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Independen Budi Setiawan dan Rizal Firdaus. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah Bagaimana Tim Sukses Memaknai POAC dalam Kampanye Politik Calon Walikota dan Wakil Walikota Independen? Bagaimana Bagaimana implementasi Kampanye Politik yang dilakukan pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Independen pasangan Budi “Dalton” Setiawan dan Rizal Firdaus? Dan Mengapa pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Independen Budi Setiawan dan Rizal Firdaus mengalami kekalahan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah Tim Pemenangan calon Walikota dan Walikota Independen yang dinamakan dengan Laskar Pacantel, para praktisi media serta akademisi dan praktisi politik di kota Bandung. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi, studi dokumen dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tim sukses Laskar Pacantel memamahi mengenai kampanye politik yang diaplikasikan melalui pendekatan fungsi manajemen POAC milik George R. Terry, Implementasi Kampanye politik dengan merumuskan pesan kampanye seperti menggunakan simbol budaya yang dilakukan melalui kampanye terbuka dan tertutup dengan target khalayaknya adalah para komunitas dan seniman. Tim sukses menyadari bahwa mereka tidak memiliki pengalaman di bidang politik dan biaya politik yang besar, menjadi landasan penyebab kekalahan pasangan ini.
Marketing politik (political marketing) merupakan salah satu strategi politik untuk memenangkan persaingan dan kontestasi politik. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam memenangkan pemilukada di enam Kabupaten Provinsi Sulawesi Utara termasuk pemilukada Kabupaten Minahasa, dimana marketing politik PDI Perjuangan yang diterapkan telah menghasilkan suatu pola untuk merebut kemenangan pada pemilukada melalui aktifitas terencana, terorganisir, terukur, strategis dan taktis dalam mempengaruhi pilihan politik dan menjaring massa. Untuk mendapatkan informasi bagaimana strategi marketing politik PDI Perjuangan pada pemilukada di Minahasa, dalam studi ini peneliti mengelaborasi proses menghasilkan produk politik, pendekatan push marketing, pull marketing, pass marketing dalam menjual produk politik yang dihasilkan serta basis sosiologis yang dieksploitasi dalam strategi marketing politik PDI Perjuangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk mendapatkan informasi data penelitian, penulis menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan key persons sebagai informan. Untuk mendapatkan informasi data yang akurat, studi ini menggunakan metode yang bersandar pada wawancara mendalam (in depth interview), dokumen tertulis.
Hasil studi ini menunjukan bahwa untuk menghasilkan produk politik (Calon, visi, misi dan program) PDI Perjuangan melakukannya melalui dua pendekatan yaitu melalui survey dan rekomendasi kader partai. Dalam pendekatan push marketing, PDI Perjuangan memanfaatkan berbagai organisasi formal dan jaringan relawan yang yang telah dihimpum dan diorganisir dengan baik sebagi jembatan untuk bertemu langsung dengan pemilih. Melalui pendekatan pull marketing, PDI Perjuangan melakukan konstruksi pencitraan partai dan calon dan permainan espektasi kemenangan yang tinggi. Sedangkan melaui pendekatan pass marketing, PDI Perjuangan memanfaatkan tokoh-tokoh berpengaruh (influencer) dan organisasi-organisasi simpatisan di luar partai untuk mempengaruhi pemilih. Selain itu implementasi marketing politik PDI Perjuangan berpijak pada basis sosiologis dan pola ekspresi kultural yaitu politik Mapalus di internal partai demi terwujudnya produk politik yang marketable, dan didorong oleh mesin partai yang power full, serta upaya meringankan biaya pasar politik yang harus ditanggung partai.
Keterbatasan mendasar yang terdapat dalam studi ini (disamping tidak menutup kemungkinan terdapat sejumlah keterbatasan lainnya) adalah tidak melakukan perbandingan terhadap dua kasus atau lebih yang mirip di daerah yang berbeda sehingga dapat menjelaskan politik marketing PDI Perjuangan pada pemilukada secara sistematis dan juga temuan-temuan dalam studi ini dapat diuji dengan metodologi yang lebih sempurna secara komprehensif.
ABSTRAK
Strategi politik dengan menggunakan pendekatan marketing politik bertujuan untuk memenangkan persaingan dan kontestasi politik dalam pemilihan legislatif di Provinsi Jawa Barat. Tahun 2014 PDIP menjadi pemenang pada Pemilu Legislatif di Jawa Barat. Sebelumnya tahun 2009 PDIP mengalami kekalahan di Jawa Barat. Kemenangan PDIP pada tahun 2014 menarik untuk di teliti bagaimana Pola Strategi marketing politik PDI Perjuangan yang dijalankan menghasilkan kemenangan pada Pemilu Legslatif tahun 2014 melalui aktifitas terencana, terorganisir, terukur, strategis dan taktis dalam meraih suara dan menjaring massa pemilih. Dalam studi ini peneliti mengelaborasi produk politik yakni Calon Legislatif dengan menggunakan pendekatan push marketing, pull marketing, pass marketing dalam menjual produk politik yang dihasilkan serta basis suara yang di eksploitasi di beberapa Kabupaten/ Kota di Jawa Barat dalam pola strategi marketing politik PDI Perjuangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk mendapatkan informasi data penelitian, penulis menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan key persons sebagai informan. Untuk mendapatkan informasi data yang akurat, studi ini menggunakan Teknik Pengumpulan data yang bersandar pada wawancara mendalam (in depth interview), dokumen tertulis.
Hasil penelitian dengan teori push marketing, PDI Perjuangan memanfaatkan jaringan relawan yang tersebar sampai akar rumput dan selain itu menggunakan berbagai organisasi formal yang diawal sudah dihimpun untuk menjembatani pertemuan dengan para calon legislatif yang diusung oleh PDIP. Dalam pendekatan pull marketing, PDI Perjuangan membangun kontruksi pencitraan partai dan Calon Legislatif agar calon legislatif mendapat tempat di masyarakat. Sedangkan yang terakhir melihat menggunakan pendekatan pass marketing, PDI Perjuangan mendorong tokoh-tokoh berpengaruh (influencer) untuk menjadi tim suksess atau bahkan menjadi calon legislatif dan organisasi-organisasi sayap partai di gerakan untuk mempengaruhi pemilih. Selain itu marketing politik PDI Perjuangan berpijak pada basis ideologis partai demi terwujudnya produk politik yang marketable, dan didorong oleh mesin partai yang power full.
PDIP Jawa Barat dapat memenangkan pertarungan dalam pemilu tahun 2014 dengan merebut 20 kursi di DPRD Jawa Barat karena secara efektif dan maksimal dapat menggerakan mesin partai sampai ke level yang paling bawah. Dalam proses pemenangannya, PDIP Jawa Barat melakukan beberapa strategi marketing politik dengan beberapa 3 (tiga) pendekatan yakni push marketing, pull marketing, pass marketing. dalam proses pembentukan penyusunan produk politik, standarisasi harus dilakukan secara ketat guna menjadikan produk politik yang mengerti dan paham tentang tujuan dan cita-cita politik partai.
Kata Kunci: Stategi politik, Pemilu Lagislatif, Partai Politik
Penelitian ini membahas tentang Partisipasi Politik Minoritas di Kota Banda Pada Tahapan Pencalonan Pemilu Anggota DPRK Banda Aceh Tahun 2014 khususnya partisipasi politik minoritas agama (non muslim) di Kota Banda Aceh. Dasar dilaksanakannya penelitian ini terdapat fakta menurunnya tingkat partisipasi politik minoritas agama pada tahapan pencalonan pemilu Anggota DPRK Banda Aceh Tahun 2014 yang berbeda dari pemilu sebelumnya hingga mencapai titik terendah nol persen. Penelitian ini menganalisis Faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik minoritas agama pada pencalonan legislatif, khususnya minoritas Kristen dan Budhha ditinjau dari persepektif minoritas dan partai politik.
Teori yang digunakan menganalisis rendahnya partisipasi politik dari sisi minoritas menggunakan pendekatan kontekstual. Peneliti juga menganalisi Hambatan partisipasi politik minoritas serta sejauhmana urgensitas tindakan afirmasi (affirmative action) bagi minoritas. Analisis faktor yang dipertimbangkan oleh partai politik dalam menentukan calon legislatif minoritas dilihat dari karakteristik kemampuan, karakteristik yang melekat, tingkat orientasi lokal, agama, norma dan nilai serta pengalaman politik
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan sejumlah informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kajian literatur dan dokumen terkait. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Informan penelitian terdiri dari pimpinan Partai Politik Pemenang Pemilu Anggota DPRK Banda Aceh Tahun 2014, tokoh Minoritas Budha dan Kristen, Mantan caleg Minoritas, tokoh masyarakat , ketua KIP Kota Banda Aceh dan Pengamat Politik.
Hasil Penelitian menunjukan rendahnya partisipasi politik minoritas agama dalam tahapan pencalonan DPRK Banda Aceh karena dua sebab.
Pertama, dari sisi minoritas yaitu faktor pertimbangan ekonomi dalam kandidasi, faktor status sosial faktor status sosial dimana figur minoritas yang ada kurang memiliki basis massa dan dukungan, faktor lingkungan membuat minoritas memilih langkah aman tidak terlibat dalam kandidasi dan faktor kepribadian minoritas di Banda Aceh kurang tertarik pada politik praktis. Kedua, partai politik minim melibatkan minoritas menjadi calon legislatif karena faktor tingkat orientasi lokal yaitu figur dinilai memiliki elektabilitas rendah, pengalaman politik minim dan agama yang bukan Islam. Kesimpulan dalam penelitian ini diperlukan tindakan afirmasi (affirmative action) berupa kouta dalam rangka mendorong keterlibatan minoritas pada pemilu. keberadaan minoritas dalam daftar calon mencerminkan proporsionalitas penduduk di suatu wilayah. Di pihak penyelenggara Pemilu perlu dilakukan sejumlah reformasi tata kelola pemilu dalam upaya menciptakan pemilu inklusif dan berkeadilan.
Pada tanggal 22 Juli 1996, deklarasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) mengembalikan wacana politik sayap kiri di Indonesia yang sempat menghilang selama 30 tahun di bawah kekuasaan Orde Baru. Wacana ini hilang selama 30 tahun di bawah rezim Orde Baru. PRD menjadi fenomena radikalisme baru yang diasosiasikan sebagai ancaman bagi rezim Orde Baru. PRD mengembangkan strategi sayap kiri dengan menggunakan strategi perebutan kekuasaan tidak bersenjata atau dikenal juga sebagai aksi massa untuk menjatuhkan kediktatoran Orde Baru. Pada tahun 1998, setelah kejatuhan Orde Baru sebagai partai politik, PRD menjadi peserta pemilu pada tahun 1999 untuk memasuki lingkungan kekuasaan. Namun mereka gagal karena tidak mendapatkan suara yang cukup. Dua pemilu berikutnya, PRD mencoba untuk kembali menjadi peserta pemilu dengan membentuk partai baru. Pun, mereka gagal kembali memenuhi syarat administratif pemilu. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana politik sayap kiri di Indonesia yang direpresentasikan oleh PRD mengembangkan strategi elektoral. Penelitian ini menggunakan dua format teoritis untuk menjawab pertanyaan penelitan tersebut. Pertama teori politik Marxisme untuk menganalisa varian politik sayap kiri PRD. Kedua, teori proses politik untuk menganalisa cara PRD mengembangkan strategi pemilu sejak 1999 hingga 2009. Penelitan ini menggunakan metode deskriptif, data penelitian ini didapatkan melalui kajian pustaka dan wawancara. Pada varian politik sayap kiri, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PRD mengembangkan varian baru politik sayap kiri yang memisahkan mereka dari politik sayap kiri sebelumnya. Perbedaan antara dua generasi politik sayap kiri ini dipisahkan melalui empat indikator: 1) analisa kelas, 2) pandangan kekuasaan, 3) perebutan kekuasaan, 4) bentuk organisasi. Melalui keempat indikator ini, penelitian ini menemukan bahwa PRD dapat dikategorikan dalam tendensi Neo-Marxist yang memiliki kemiripan dengan pengembangan Marxisme di Amerika Latin. Pada proses politik yang melahirkan strategi pemilu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) struktur peluang politik PRD ditentukan oleh perubahan respon rezim terhadap mobilisasi PRD. 2) struktur mobilisasi PRD cenderung pada metode insureksi tidak bersenjata kuat dalam eskalasi politik namun lemah dalam fasilitasi berulang. 3) PRD dituduh komunis oleh Rezim Orde Baru, tuduhan ini dipertahankan melalui pembentukan opini melalui media massa, represi negara (1996-1999), dan represi organisasi massa (1999-2009). Interaksi ketiganya berpengaruh pada perubahan struktur peluang politik dan struktur mobilisasi PRD pada setiap peluang politik berulang.
Demi mewujudkan penguatan civil society, adanya kesadaran politik dan kepribadian politik merupakan hal yang perlu diwujudkan untuk menumbuhkan partisipasi aktif civil society. Alternatif utama untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan politik. Penelitian ini hendak menelaah peranan Gereja Batak Karo Protestan dalam pendidikan politik warga jemaatnya sehubungan relasi gereja-gereja di Indonesia yang saat ini telah bersifat kemitraan dengan pemerintah Indonesia karena telah menjadi lembaga sektor ketiga (third sector institusion) yang juga berperan dalam menjembatani kesenjangan hidup dalam masyarakat secara sukarela dengan komitmen tinggi salah satunya dalam pendidikan politik warga gerejanya. Menganalisis peran GBKP dalam pendidikan politik, peneliti menggunakan teori civil society dan tiga aspek pendidikan politik.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif dengan desain analisis deskriptif kualitiatif. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Teknik analisis menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik validasi data menggunakan triangulasi sumber dan member check.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Gereja Batak Karo Protestan dalam pendidikan politik warga jemaatnya dilakukan dengan membangun dan meningkatkan tiga aspek pendidikan politik. Pertama, untuk meningkatkan aspek kognitif warga jemaatnya, GBKP melakukannya dengan peningkatan pemahaman politik warga jemaatnya melalui pengajaran politik. Kedua, untuk meningkatkan aspek afektif, GBKP melakukannya dengan upaya membangun sikap politik warga jemaatnya sebagai warga negara yang aktif serta mengembangkan sikap-sikap politik yang benar. Ketiga, aspek psikomotorik. GBKP melakukanya dengan upaya membangun keahlian intelektual dan keahlian partisipatoris.
Beberapa kajian tentang modal dalam konteks perolehan kekuasaan banyak merujuk pada konsep modal Bourdieu yang kemudian dikembangkan oleh Casey. Namun dalam konteks empiris kontestasi politik Indonesia, konsep modal Boudieu dan Casey kurang relevan sehingga konsep modal yang digunakan dalam kajian ini merupakan konstruksi modal yang mengacu pada kondisi empiris politik Indonesia, dimana kandidat membutuhkan minimal modal politik, modal ekonomi dan modal sosial untuk dapat berkompetisi dalam kontestasi politik. Permasalahan kepemilikan modal politik, modal ekonomi dan modal sosial sering dihadapi oleh berbagai kandidat dalam kontestasi politik, sehingga muncul anggapan mahalnya perolehan modal-modal tersebut dalam kontestasi politik, tak terkecuali dalam pilkada. Kajian ini memfokuskan pada relasi antara modal politik, modal ekonomi dan modal sosial pasangan Jeje-Adang dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Pangandaran tahun 2015. Pentingnya kajian tentang relasi antara modal politik, modal ekonomi dan modal sosial, untuk menganalisis bagaimana kontribusi dari salah satu modal dalam mempengaruhi proses kepemilikan modal lainnya, dengan pemanfaatan salah satu modal tersebut untuk mengoptimalkan modal-modal yang lain, yang akhirnya berperan dalam memenangkan kontestasi politik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi, serta studi kepustakaan dengan mengkaji berbagai referensi yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive berdasarkan kriteria tertentu, dimana informan yang dipilih dapat memberikan data dan informasi secara relevan dan representatif sesuai kebutuhan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya relasi antara modal politik, modal ekonomi dan modal sosial pasangan Jeje-Adang dalam pilkada Kabupaten Pangandaran tahun 2015, dimana dalam relasi tersebut terjadi pemanfaatan modal sosial yang berkontribusi terhadap perolehan atau proses kepemilikan modal politik dan modal ekonomi Pasangan Jeje-Adang saat pilkada Pangandaran tahun 2015. Terbangunnya modal sosial Jeje ternyata dipengaruhi oleh pemanfaatan modal politik melalui kiprahnya dalam politik dan pemerintahan, serta pemanfaatan modal politik dan modal ekonomi Adang sebagai politisi dan pengusaha yang dilakukannya beberapa tahun sebelum dilangsungkannya pilkada, yang pada akhirnya berkontribusi dalam memenangkan kontestasi pemilihan kepala daerah tersebut. Temuan lapangan menunjukkan adanya personal branding dalam proses investasi politik yang berperan dalam perolehan modal sosial kandidat dalam pilkada Kabupaten Pangandaran tahun 2015.
Dengan demikian, relasi modal pada pasangan Jeje-Adang dalam pilkada Kabupaten Pangandaran tahun 2015 dapat dilihat dari berperannya modal sosial dalam mempengaruhi proses perolehan modal politik dan modal ekonomi kandidat tersebut.
ABSTRAK
Hilda Sri Rahayu, 210120180022, 2020.” Strategi Komunikasi Politik dalam Pemilu Legislatif Studi Kasus : Pemenangan Hj. Imas Karlinah.SH. DPRD dari Partai Golkar Dapil 4 Kabupaten Sukabumi Dalam memenangkan Pemilu Legislatif 2019” Dr. Feliza Zubair, M.Si. sebagai dosen pembimbing utama, Dr. Hj. Diah Fatma S, M.Si. sebagai dosen pembimbing pendamping. Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) mengetahui strategi komunikasi politik Hj. Imas Karlinah.SH dari Partai Golkar dalam memenangkan pemilu legislatif 2019; (2) Bagaimana Hj. Imas Karlinah.SH dari Partai Golkar mendesain pesan dalam memenangkan pemilu legislatif 2019; (3) mengetahui faktor-faktor keberhasilan komunikasi politik Hj. Imas Karlinah.SH dari Partai Golkar dalam memenangkan pemilu legislatif 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus dengan teknik penentuan informan multi sources purvosive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: wawancara mendalam, studi literature. Dokumentasi dan obsevasi. Selain itu teknik triangulasi data dilakukan untuk pemeriksaan keabsahan.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa strategi komunikasi politik Hj. Imas Karlinah SH dilakukan dengan menggunakan strategi penguatan (Reinforcement strategy) dan strategi bujukan (Inducment strategy). Tahapan Perencaanaan Strategi Komunikasi Politik Hj. Imas Karlinah SH dilakukan melalui 4 tahapan: analisis masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Adapun Design Pesan Strategi Komunikasi Politik Hj. Imas Karlinah S.H dilakukan dengan menetapkan: isi pesan, bingkai pesan, dan melihat pesan pesan kampanye dan respon khalayak. Sedangkan Faktor-Faktor Keberhasilan Komunikasi Politik Hj. Imas Karlinah S.H. terdiri atas: sistem politik, budaya politik dan efektivitas kampanye yang dilakukan Hj. Imas Karlinah S.H
Kata Kunci: Strategi Komunikasi Politik, Strategi Kampanye Politik, Design Pesan.
Pembentukan regulasi Pemilu seringkali identik dengan proses politik yang dinamis, di mana ini ditandai dengan kuatnya power interplay dalam mengambil keputusan politik. Isu-isu krusial menjadi instrumen penting bagi fraksi-fraksi di parlemen untuk mentranformasikan preferensi politik ke dalam sistem Pemilu untuk masuk menjadi Undang-Undang. Pada tahap pembahasan di DPR, isu-isu krusial yang menjadi bagian dari sistem Pemilu menjadi magnet kuat dalam tarik-menarik kepentingan antar fraksi pada Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu. Pansus RUU Pemilu ini, sejak dimulainya pembahasan RUU Pemilu menjadi ‘arena’ persaingan politik, di mana struktur Pansus terdiri dari fraksi-fraksi yang memiliki background partai politik, maka pada aktifitasnya akan membawa preferensi politik partainya. Imbasnya adalah keputusan politik sebagai titik akhir formulasi kebijakan menjadi sulit untuk disepakati dan kemudian berimplikasi pada molornya penetapan RUU Pemilu.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitiatif. Data primer yang digunakan berupa keterangan anggota Pansus RUU Pemilu untuk mengetahui sikap dan keputusan politik antar fraksi di DPR. Selain dari data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berupa risalah rapat kerja Pansus RUU Pemilu, naskah akademik dan berita media massa. Selanjutnya, untuk menguji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan informan satu dengan informan yang lain dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, penelitian ini memberikan gambaran bahwa simple majority di DPR memiliki peran peting pada keputusan politik sistem Pemilu. Peran ini dapat dilihat pada dua hal, yaitu korelasinya dengan pemerintah dan distribusi kekuasaan pada pemerintahan. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa power interplay pada keputusan politik sistem Pemilu pada RUU Pemilu terjadi dalam beberapa tahap, yaitu proses perdebatan antar fraksi dalam pembahasan di Pansus, lobby antar fraksi untuk menemukan kesepakatan dan terakhir konsesi politik pada level elit partai politik. Selain itu, tajamnya perbedaan sikap politik antar fraksi menyebabkan dukungan politik terhadap sistem Pemilu tidak bulat, di mana keputusan diambil melalui voting dan aksi walkout empat fraksi di parlemen.
Tesis ini meneliti tentang pengaruh faktor figur calon, literasi politik dan politik uang terhadap kehadiran dan ketidakhadiran pemilih pada penyelenggaraan pilkada Kota Palu Tahun 2015. Untuk analisis empiris penulis menggunakan data primer berupa data hasil pengisian angket oleh responden yang disebarkan pada empat wilayah kecamatan di Kota Palu.
Dalam melihat pengaruh figur calon, literasi politik dan politik uang penulis mempergunakan beberapa pendapat para ahli diantaranya Steward L Tubbs dan Sylvia Moss, Bernard Crick, Edward Aspinall dan Mada Sukmajati. Sementara untuk kehadiran dan ketidakhadiran pemilih penulis menggunakan partisipasi politik sebagai teori utama dasar kehadiran dan ketidakhadiran pemilih. Dalam penulisan tesis ini, penulis lebih memilih pandangan teoritis dari Gabriel Almond serta Sidney Verba dan Norman H. Nie.
Untuk kepentingan analisis penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif. Populasi adalah keseluruhan dari individu masyarakat Kota Palu yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Walikota/Wakil Walikota Palu Tahun 2015. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan secara proportionate random sampling dan pemilihan sampel kecamatan secara random. Untuk menentukan kecamatan yang akan dipilih penulis menggunakan systematic sampling technique. Adapun penentuan jumlah sampel minimum dilakukan dengan mempergunakan rumus Slovin. Tehnik pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan angket yang diukur dengan mempergunakan skala likert. Pengujian validitas dan realibilitas dilakukan untuk memperoleh data-data yang valid dan realibel. Data yang telah teruji kemudian dirubah melalui MSI sehingga didapatkan data interval. Pengujian pengaruh pengaruh faktor figur calon, literasi politik dan politik uang terhadap kehadiran dan ketidakhadiran pemilih dengan mempergunakan analisis jalur.
Hasil regresi secara parsial menunjukkan bahwa literasi politik dan pemahaman tentang politik uang yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada Kota Palu Tahun 2015 berpengaruh secara signifikan pada kehadiran pemilih dengan tingkat keyakinan 95%. Pengaruh langsung masing-masing variabel adalah 33,10% dan 15,60%. Sedangkan pada ketidakhadiran pemilih pemahaman tentang figur calon dan politik uang yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada Kota Palu Tahun 2015 berpengaruh secara signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengaruh langsung masing-masing variabel adalah 9,10% dan 15,60%.
Hasil regresi secara simultan menunjukkan bahwa faktor figur calon, literasi politik dan politik uang berpengaruh secara signifikan baik terhadap kehadiran maupun ketidakhadiran pemilih pada penyelenggaraan Pilkada Kota Palu Tahun 2015 dengan tingkat kepercayaan 95% .
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sosialisasi politik di dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga pengurus dalam sebuah partai politik khususnya diDPWPKS Jawa Barat. Penelitian ini berangkat dari fenomena keluarga yang mendukung sebuah partai yang sama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana mekanisme sosialisasi politik yang dilakukan pengurus partai di DPWPKS Jawa Barat dalam keluarga inti dan keluarga luas sehingga keluarga nya ikut mendukung partai yang sama. Konsep yang digunakan adalah konsep sosiologi politik Michael Rush dan Phillip Althoff dan mekanisme sosialisasi politik imitasi, motivasi dan intruksi oleh Robert Le Vine. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode kualitatif, teknik sampling menggunakan non probabilitas yaitu purposive sampling, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi partisipasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini bahwa mekanisme sosialisasi politik melalui imitasi, motivasi dan intruksi terjadi di dalam keluarga inti dan luas selama terjadinya sosialisasi politik. Kesimpulan penelitian ini sebagai partai dakwah, PKS berhasil melakukan sosialisasi dalam keluarga melalui agen sosialisasi politiknya dengan sangat baik. Penelitian sosiologi ini penelitian murni dan terapan, diharapkan berguna untuk perkembangan ilmu sosiologi dan berguna untuk masyarakat luas dan lembaga politik pada khususnya.
Kata Kunci : Mekanisme sosialisasi politik, imitasi, motivasi, intruksi, keluarga inti, keluarga luas.
Mutiara Azzahra Arafah, 210610150006. Penelitian ini berjudul “Manajemen Redaksional PinterPolitik.com Sebagai Media Edukasi Politik Bagi Publik”. Studi Kualitatif Deskriptif Manajemen Redaksional PinterPolitik.com sebagai Media Edukasi Politik Bagi Publik. Pembimbing utama Dr. Hj. Nuryah Asri Sjafirah, M.Si., dan pembimbing pendamping Achmad Abdul Basith, S.I.Kom., M.I. Kom. Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
Penelitian ini menggambarkan manajemen redaksional PinterPolitik.com dan bertujuan untuk mengetahui penerapan empat fungsi manajemen berupa planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan/penggerakan), dan controlling (pengawasan/pengendalian). Metodologi yang digunakan adalah kualitatif dengan studi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan fungsi perencanaan redaksional dan optimasi tugas kerja setiap divisi PinterPolitik.com terencana dengan baik. Penerapan fungsi pengorganisasian redaksional PinterPolitik.com telah terbentuk struktur organisasi dengan jabatan dan tugas masing-masing anggota redaksi yang mendukung efektivitas keredaksian. Penerapan fungsi penggerakan redaksional PinterPolitik.com terhadap seluruh konten yang ditetapkan berjalan dengan lancar dalam meningkatkan engagement & feedback publik terhadap media ini. Penerapan fungsi pengawasan redaksional PinterPolitik.com dilaksanakan oleh Pemred dan setiap divisi dalam cakupan tugas kerjanya masing-masing, sehingga selalu terpantau untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan sesuai standar media.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses kaderisasi yang dilakukan partai politik, lebih khususnya partai politik yang berbasis islami, seperti PKS yang merupakan partai politik yang menjadi fokus penelitian kali ini. DPD PKS Kota Bandung melakukan proses kaderisasi berdasarkan AD-ART, selain itu PKS Kota Bandung juga memiliki organisasi-organisasi yang disebut dengan underbrow yang didalamnya terdapat calon-calon kader unggulan. Proses Kaderisasi yang dilakukan setiap partai politik akan mempengaruhi kualitas dari setiap kader yang di usungnya, hal ini juga berpengaruh terhadap kualitas partai politik dan eksistensi partai politik. Proses kaderisasi bukan hanya semata-mata untuk mencetak para kader unggulan partai politik, namun proses yang dilalui mulai dari pendidikan sampai dengan pelatihan menjadikan suatu proses tahapan yang juga akan mempengaruhi eksistensi partai politik. Penelitian ini menggunakan Teori rekruitmen politik melalui jalur kaderisasi yang dikemukakan oleh Almond dan Powell sebagai landasan penelitian. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif oleh Creswell, peneliti melakukan teknik pengambilan data melalui data sekunder yang dihasilkan KPU Kota Bandung serta data primer yang di hasilkan melalui proses wawancara kader PKS.
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa DPD PKS Kota Bandung telah menerapkan proses kaderisasi dengan baik, namun hal tersebut belum bisa memaksimalkan kualitas partai politik tersebut. karena banyak hal yang di butuhkan dari berbagai faktor-faktor yang mendukung kualitas partai serta mencetak kader-kader unggulan.
Penelitian ini
berjudul Pendidikan Politik Pada Partai Golkar Di JawaBarat.
Judul ini didasari beberapa pertimbangan, sebagai berikut: 1) Jawa Baratmerupakan
barometer politik nasional dalam momentum pemilihan umum,sebagai
pintu gerbang lahirnya para pemimpin bangsa; 2) Partai Golkar berasaldari
berbagai golongan masyarakat dan telah berpengalaman bersaing dalamproses
Pemilihan Umum; 3) Pendidikan politik pada partai politik berfungsi untuktransformasi
dan internalisasi nilai-nilai demokrasi dalam menciptakan politicalliteracy
dan
political consciousness seperti ditegaskan menurut Undang-UndangNomor
2 tahun 2011 tentang Partai Politik.Berdasarkan
pertimbangan tersebut, teori dalam analisis penelitian iniadalah
teori pendidikan politik dari Brownhill dan Smart. Adapun metode dalampenelitian
ini adalah kualitatif yang dilakukan melalui pendekatan deskriptif.
Metode ini
dimaksudkan agar mampu memahami sifat, isi, dan materi penelitian.Teori
dan Metode penelitian ini untuk menjawab proposisi Konstruksi danimplementasi
pendidikan politik pada Partai Golkar Jawa Barat yang memuatpolitical
literacy dilihat
dalam kurikulum, fungsi dan tujuan, materi, metode danmedia
pendidikan politiknya.
Hasil penelitian
sebagai berikut: 1) Konstruksi pendidikan politik Golkarbertujuan
untuk meraih kepentingan kekuasaan dan pelembagaan partai; 2) Sistemkaderisasi
partai dilakukan melalui Karakterdes dan Kaderisasi Fungsional; 3)Materi,
metode dan medianya belum diformulasikan secara integratif dalamsistem
pendidikan politiknya sesuai dengan situasi dan kondisi politik Jawa Barat.Hasil
penelitian disarankan: 1) Diperlukan konstruksi pendidikan politikmempertemukan
faktor kepentingan kader, kekuasaan, kepemimpinan sertainstitusionalisasi
partai; 2) Diperlukan sistem pendidikan politik secara terpogramsecara
sistematis, terencana dan terarah, sehingga kader handal dalam berkiprahpada
struktur kepemimpinan partai atau jabatan strategis pemerintahan, serta
kontruksi partai
secara visioner yang didasari kemampuan dan militansi kadersecara
mengakar di Jawa Barat; 3) Dilakukan political literacy melalui kesatuan
Rektumen politik merupakan proses di mana individu atau kelompok-kelompok individu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif di kegiatan politik. Rekrutmen politik memberikan peluang bagi masyarakat luas yang memiliki potensi untuk mengisi jabatan-jabatan politik. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul rekrutmen politik calon Bupati Karawang Tahun 2015 oleh Partai Demokrat. Fungsi yang sangat penting dalam sebuah partai politik adalah rekrutmen politik karena dari proses rekrutmen politik ini akan tercipta regenerasi kepemimpinan tingkat daerah. Pertimbangan yang mendasari penelitian ini karena adanya tiga kader partai golkar dengan pengalaman masing-masing di lingkungan kepemerintahan. Maka peneliti dinilai perlu membahas dan mendeskripsikan proses rekrutmen politik dari setiap tahapannya, seperti mekanisme yang digunakan partai Demokrat Kabupaten Karawang dan kriteria-kriteria yang ditentukan oleh internal partai sampai akhirnya menetapkan bakal calon Bupati Karawang pada tahun 2015.
Penulis melakukan penelitian dengan metode kualitatif dengan deskriptif analisis. Pengambilan data diperoleh dari hasil pengumpulan data primer dan sekunder dengan wawancara terstruktur. Data dari hasil wawancara dicatat secermat mungkin dan dikumpulkan. Semua data dianalisis secara kualitatif sehingga apa yang terkandung dibalik realitas dapat terungkap.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa mekanisme yang digunakan oleh DPC Partai Demokrat yaitu dengan terbuka. Hal tesebut dilakukan dengan metode penyebarluasan informasi terbuka di media-media lokal sehingga informasi dapat diakses oleh masyarakat luas. Kandidat yang dinominasikan hanya berasal dari internal Partai Demokrat sendiri, ada tiga kader Partai Demokrat yang ikut mendaftarkan diri. Alhasil, Cellica terpilih menjadi kader yang paling layak untuk diusung di pilkada Kabupaten Karawang pada tahun 2015, keputusan tersebut didasari dengan popularitas dan elektabilitas yang lebih unggul dari kandidat lain.
ABSTRAK
MEME SEBAGAI BUDAYA POLITIK POPULER
DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA 2017
(Kajian Kritis Komunikasi tentang ‘Meme Politik’ di Instagram)
Rahmi Surya Dewi
rahmi.ikom@gmail.com
Aceng Abdullah, Eni Maryani, Dadang Suganda
Pemanfaatan internet dan media sosial saat ini dalam konteks Indonesia merupakan respon ekspresif masyarakat. Respon ini dituangkan, salah satunya dalam bentuk meme. Meme telah berkembang menjadi diskursus publik terkait kondisi sosial politik saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta, serta menjadi massif dan viral di media sosial instagram. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana representasi makna dan proses produksi, distribusi serta konsumsi meme sehingga menjadi budaya politik populer dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Teun A. van Dijk dengan menganalisis 8 meme mulai dari teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Untuk mengetahui meme berkembang menjadi budaya politik populer, peneliti juga melakukan wawancara dengan kreator meme sehingga muncul berbagai peristiwa komunikasi terutama dalam proses distribusi meme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meme sebagai budaya politik populer, di mana Pemilihan Gubernur ditampilkan sebagai bentuk yang tidak serius dan “main-main” dengan menempatkan tokoh politik pada konteks yang bersifat populer seperti kegiatan selfie, olah raga, kunjungan ke warung makan dan mempopulerkan kesalahan-kesalahan lisan dari lawan politik. Kondisi seperti ini mengarah kepada memarginalkan kepentingan publik karena politik dianggap tidak serius, ‘remeh’ dan sepele.
Kata kunci: Meme, Budaya Politik, Budaya Populer, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Erfina Nurussa’adah, 210120140011. Program Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Penelitian ini berjudul “Komunikasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebuah studi Etnografi Komunikasi Keterbukaan Ideologi DPW PKS Jawa Barat”, dengan pembimbing Dr. Suwandi Sumartias, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. H. Soeganda Priyatna, M.M, selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami komunikasi politik DPW PKS Jawa Barat dalam keterbukaan ideologi, kegiatan komunikasi politik dalam keterbukaan ideologi yang melibatkan DPW PKS Jawa Barat serta nilai dibalik keterbukaan ideologi DPW PKS Jawa Barat. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan studi etnografi komunikasi. Data diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dan studi dokumen pada 5 narasumber internal dan 4 narasumber eksternal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Komunikasi politik DPW PKS Jawa Barat dalam keterbukaan ideologi dilakukan oleh beberapa komunikator politik baik dari internal partai maupun dari eksternal partai dengan penyampaian pesan berupa pidato serta arahan. Dalam komunikasi politik, kegiatan tersebut merupakan bentuk dari retorika, propaganda, public relations, kampanye politik, serta lobi politik, (2) Kegiatan komunikasi politik dalam keterbukaan ideologi yang dilakukan DPW PKS Jawa Barat merupakan bagian dari strategi politik dari PKS untuk membentuk citra partai yang lebih inklusif (terbuka), moderat, toleransi, plural, serta untuk mencapai tujuan politik yaitu memperoleh dukungan, dan kostituen yang lebih luas, (3) dari keterbukaan ideologi yang dilakukan DPW PKS Jawa Barat, ditemukan beberapa nilai yang peneliti kelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu nilai ideologis, nilai sosiologis serta nilai politis.
Yogaswara Sunandar, 210110090129, Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Judul penelitian “Pesan Politik Sabdaguna pada Kampanye Politik melalui Wayang Golek dalam Pilkada Kabupaten Bandung Periode 2016-2021”. Penelitian ini dibawah bimbingan Dr.Yanti Setianti, M.Si sebagai pembimbing utama dan sebagai pembimbing pendamping Priyo Subekti, S.Sos, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tahap identifikasi masalah pesan politik yang dilakukan tim Sabdaguna melalui wayang golek, memaparkan tahap pengelolaan pesan politik yang dilakukan tim Sabdaguna melalui wayang golek, dan memaparkan tahap evaluasi pesan politik yang dilakukan tim Sabdaguna melalui wayang golek. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data dan teknik analisis data secara kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, serta studi pustaka, dan studi dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap identifikasi masalah dengan melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Tahap pengelolaan kampanye dilakukan melalui perencanaan dan pelaksanaan pesan politik melalui wayang golek. Tahap perencanaan dengan melakukan budgeting, konsolidasi internal dan eksternal, briefing, segmentasi dan sasaran, positioning dan publikasi. Tahap pelaksanaan dilakukan dengan pesan politik melalui cerita wayang golek dengan komunikasi verbal dan non verbal secara implisit dan eksplisit. Sementara itu, tahap evaluasi melalui wayang golek belum dilaksanakan dengan baik oleh tim Sabdaguna.
Peneliti menyimpulkan Tim Sabdaguna telah melaksanakan tahapan identifikasi masalah dan pengelolaan pesan politik melalui wayang golek. Namun, tahap evaluasi belum dilaksanakan secara maksimal oleh Tim Sabdaguna.
Berdasarkan penelitian ini, penulis menyarankan membuat pengukuran terencana dalam efektifitas pesan kampanye melalui wayang golek. Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi pintu masuk bagi penelitian-penelitian lainnya di bidang komunikasi politik dan PR politik terutama di ranah komunikasi dengan menggunakan media wayang golek dan teknik pencitraan yang baik. Penelitian ini pun diharapkan dapat mendorong penelitian berikutnya dengan memberikan masukan bagi calon pasangan kepala daerah yang akan mengikuti pemilihan umum kepala daerah mengenai bagaimana kampanye melalui media wayang golek dalam menghadapi pemilukada.
Penelitian ini berjudul Pemasaran Politik pada Pemilihan umum Anggota DPRD Tahun 2014 (Studi pada PPP dan PDIP Kabupaten Tasikmalaya). PPP dan PDIP merupakan partai penguasa untuk periode 2011-2016. Sejak Pemilu 1999 sampai 2009, PPP selalu memperoleh suara dan kursi terbanyak (14 kursi). Pada Pemilu 2014, PPP mengalami penurunan perolehan kursi secara signifikan dari 14 (empat belas) kursi menjadi 9 (sembilan) kursi, sedangkan PDIP mengalami kenaikan dari 7 (tujuh) kursi menjadi 8 (delapan) kursi. Pemasaran politik merupakan hal lazim digunakan oleh partai politik dalam penyelenggaraan Pemilu dengan sistem multi partai.
Teori pemasaran politik yaitu strategi pemasaran menurut Shea-Burton dan orientasi/pendekatan pemasaran politik menurut Lees-Marshment. Strategi pemasaran politik terdiri dari 3 (tiga) cara yaitu: 1) pemasaran melalui media massa (pull marketing). 2) pemasaran secara langsung kepada masyarakat (push marketing). 3) pemasaran melalui pihak perantara berpengaruh (pass marketing). Orientasi pemasaran politik dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1) partai beorientasi produk (product oriented party). 2) partai berorientasi penjualan (sales oriented party). 3) partai berorientasi pasar (market oriented party). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui pendekatan deskriptif. Data diperoleh dengan studi dokumen dan wawancara mendalam dengan pengurus inti partai.
Hasil penelitian: 1) Secara resmi PPP melalui (Lajnah Pemenangan Pemilu (LPP) dan PDIP melalui Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) tidak memilih dan menetapkan strategi dan orientasi pemasaran politik yang tepat, terukur dan konsisten. 2) Ikhtiar untuk memenangkan suara dan kursi yang dilakukan oleh PPP dan PDIP lebih mendekati strategi pemasaran politik secara langsung pada pemilih (push marketing) dan pemasaran melalui pihak perantara yang berpengaruh (pass marketing). 3) Orientasi pemasaran politik yang digunakan lebih mendekati sebagai partai yang berorientasi produk untuk PPP, yang melakukan pemasaran tanpa melalui riset terlebih dahulu dan percaya diri dengan produk politik yang dimilikinya. Sedangkan PDIP mendekati pemasaran berorientasi pasar. Penelitian ini menyarankan: 1) PPP dan PDIP sama-sama meningkatkan kapasitas diri kader dan organisasi khususnya tentang pemasaran politik. 2) Meningkatkan kualitas produk politik dengan pelembagaan partai.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, serta menganalisis tentang strategi koalisi partai politik lokal dan partai politik nasional dalam rangka pemenangan kepala daerah di sebuah wilayah yang telah terbangun dinasti politik belasan tahun lamanya, khususnya di Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh. Teori yang digunakan adalah Teori strategi politik yang digunakan Schroder (2010) yang menilai strategi politik adalah adalah sebuah kerangka langkah atau rencana yang digunakan dalam rangka merealisasikan cita-cita politik. Strategi politik terbagi dua yaitu strategi politik ofensif dan strategi politik defensif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan sejumlah informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kajian literatur dan dokumen terkait. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Informan penelitian terdiri dari pimpinan koalisi Partai politik pengusung Pasangan yang menang dalam Pilkada Nagan Raya, Jamin Idham dan Chalidin.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa strategi yang diterapkan oleh pasangan calon Jamin Idhan dan Chalidin (JADIN) untuk melawan petahana yaitu Teuku Raja Keumangan dan Said Junaidi (TRK SAJA) adalah strategi ofensif. Hal ini dikarenakan Pasangan Jadin mutlak harus melakukan strategi penawaran baru kepada khalayak pemilih di nagan raya dalam rangka membuat pemilih berpaling dari sebelumnya mendukung dinasti politik dibangun ampon bang beralih mendukung mereka. Dengan demikian strategi ofensif seperti perluasan pasar dan menembus pasar dilakukan dalam rangka meraup pemilih yang sebelumnya kerap mendukung dinasti politik petahana. Hal ini dibuktikan dengan raihan suara signifikan di basis kantong suara partai Golkar yang tersebar di 10 kecamatan di Nagan Raya. Berdasarkan data DB1 KWK2 Nagan Raya pada Pemilu legislatif Tahun 2014, Partai Golongan Karya (Golkar) di Kabupaten Nagan Raya berhasil meraih 7 dari 25 kursi yang tersedia di DPRK Nagan setelah berhasil meraih suara terbanyak di tiga daerah pemilihan di wilayah ini mencapai 22.166 suara atau sebesar 24,82 persen dari total pemilih sebanyak 110.000 lebih
Sultrayansa, 210120170005. Tesis, 2019. Program Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Penelitian ini berjudul “Strategi Komunikasi Badan Pengawas Pemilu pada Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018 (Studi Kasus Strategi Komunikasi Bawaslu Sulawesi Tenggara dalam Menangani Politisasi SARA pada Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara) “. Dr. Suwandi Sumartias, M.Si. Selaku Ketua Tim Pembimbing dan Dr. Evie Ariadne Shinta Dewi, M.Pd. Selaku anggota Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengetahui bagaimana konstruksi politik SARA yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018. 2) Mengetahui implementasi strategi komunikasi Bawaslu dalam menangani Politik SARA pada Pilkada Sulawesi Tenggara Tahun 2018. 3) Mengetahui penyebab terjadinya Politik SARA pada Pilkada Sulawesi Tenggara Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan Teori Konstruksi Sosial Atas Realitas, Teori Wacana Kecurigaan, Konsep Strategi Komunikasi, Politik Identitas, Komunikasi Politik, dan Etika Komunikasi Politik. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dan studi kepustakaan/dokumentasi.
Hasil penelitian didapatkan : 1) Konstruksi Politik SARA yang terjadi pada Pilkada Sulawesi Tenggara Tahun 2018 didasari oleh beberapa hal, diantaranya adalah politik SARA yang terjadi di masyarakat cenderung kepada sebuah pembicaraan mengenai keaslian putra daerah pasangan calon, politik SARA yang terjadi juga mengarah kepada kelompok/golongan kekeluargaan pasangan calon, kemudian politik SARA yang terjadi juga terkait dengan tawaran-tawaran dalam posisi/jabatan tertentu di pemerintahan. 2) Implementasi Strategi Komunikasi Bawaslu berdasarkan fungsi pengawasan yaitu pencegahan dan penindakan, yang kemudian menjadi bagian dari perencanaan program dan kegiatan berdasarkan analisis strategi komunikasi. 3) Penyebab terjadinya politik SARA didasari oleh beberapa hal sebagai berikut: a. Bahwa identitas SARA dianggap sebagai sebuah strategi untuk menjatuhkan lawan politik bagi tim pemenangan pasangan tertentu. b. Politik SARA juga terjadi atas anggapan terhadap ketatnya persaingan politik. c. Penyebab munculnya politik SARA juga disebabkan oleh materi kampanye yang menawarkan posisi/jabatan tertentu dalam struktur organisasi pemerintahan.
Kata Kunci: Strategi Komunikasi, Bawaslu, Politisasi SARA, Pilkada Sulawesi Tenggara
Tesis ini bertujuan untuk menguraikan pemikiran politik tokoh-tokoh Sunda yang nasionalis dalam hubungan dengan pembentukan identitas Indonesia dan respons terhadap masa-masa akhir pemerintah kolonial Hindia Belanda. Subjek penelitian ini adalah tiga tokoh Sunda , yakni Oto Iskandar dinata, Iwa Koesoema Soemantri, dan Émma Poeradiredja sebagi representasi wanita Sunda.
Dalam merekonstruksi pemikiran politik tiga tokoh Sunda tersebut, digunakan metode sejarah. Metode sejarah terdiri atas proses mencari dan mengumpulkan sumber (heuristik), kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Tesis ini menerapkan pendekatan sejarah pemikiran politik. Oleh karena itu, untuk penjelasan dan penafsiran dalam tesis ini, digunakan konsep-konsep ilmu politik.
Tesis ini menunjukkan bahwa ketiga tokoh Sunda ini berpendapat bahwa kesetaraan dan keadilan bagi masyarakat bumiputera dapat diupayakan melalui gerakan politik. Dalam pergerakan politiknya, mereka menempuh jalan kooperatif dan non kooperatif. Kelompok kooperatif bersedia menggunakan infrastruktur dan suprastruktur politik yang disediakan oleh pemerintah kolonial. Oto Iskandar di Nata dan Emma Poeradiredja memilih jalan non kooperasi dengan melibatkan diri dalam dewan-dewan bentukan pemerintah kolonial. Sedangkan kelompok non ko, merupakan oposisi dalam berbagai kepentingan sosial-politik kolonial. Mereka menolak menjadi pegawai dan terlibat dalam dewan-dewan kolonial. Iwa Koesoema Soemantri merespons sistem politik kolonial dengan jalan non kooperasi. Dia menolak masuk dalam sistem politik kolonial. Sejak awal, Iwa menuntut kemerdekaan bagi Indonesia. Oto-Iwa-Emma juga menaruh perhatian cukup besar pada pemberdayaan dan partisipasi politik bagi kaum perempuan. Ketiganya berpendapat bahwa pendidikan, persatuan, dan kesadaran bumiputera merupakan syarat bagi tercapainya kesetaraan, kesejahteraan, dan kemerdekaan Indonesia. Tesis ini berkesimpulan bahwa sikap dan pemikiran politik tokoh Sunda ini, setidaknya ditentukan oleh tiga faktor yang saling mempengaruhi, yakni budaya politik, lingkungan sosial dan politik tempat mereka berada, dan karakteristik pribadi masing-masing tokoh. Mereka berdua memperjuangkan kesetaraan dan otonomi bagi masyarakat melalui sistem politik yang dibangun pemerintah kolonial. Ketiga tokoh ini menemukan dan membentuk citra diri dalam identitasnya sebagai urang Sunda dan bangsa Indonesia. Ketiganya tampil dengan gagasan persatuan, tetapi mereka tampil dalam ekpresi identitas yang berbeda. Iwa membentuk citra bahwa dia hampir secara keseluruhan telah meleburkan diri pada identitas baru sebagai bangsa Indonesia sedangkan Oto dan Émma tetap menampilkan diri sebagai urang Sunda. Meskipun secara gagasan, ketiga tokoh ini mendukung nasionalisme Indonesia, tetapi tidak serta merta menghilangkan identitas sebagai urang Sunda.
Aditya Diveranta, 210110110342, 2017. Penelitian ini berjudul Representasi Partisipasi Politik dalam Film Dokumenter “Mendadak Caleg”, dengan subjudul Analisis Semiotika Model Roland Barthes dalam film “Mendadak Caleg”. Pembimbing utama Dr. H. Aceng Abdullah, M.Si dan Pembimbing Pendamping Efi Fadilah, S.Sos, M.Pd. Jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Penelitian ini bertujuan mengetahui partisipasi politik masyarakat yang terdapat dalam film dokumenter Mendadak Caleg, karya Doddy Fitoyo Amrih. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis semiotika model Roland Barthes untuk menampilkan makna secara denotasi, konotasi dan mitos yang terkandung dalam film Mendadak Caleg.
Hasil penelitian menunjukkan film Mendadak Caleg berusaha menampilkan bahwa kegiatan partisipasi politik masyarakat dipengaruhi dari berlakunya peraturan rezim di masa lalu. Terutama pada saat transisi era orde baru menuju reformasi, muncul semangat perubahan yang menggebu-gebu dan peningkatan partisipasi dari masyarakat terhadap politik.
Simpulan yang diperoleh yaitu film Mendadak Caleg menampilkan partisipasi politik masyarakat yang didasari semangat untuk membawa perubahan kesadaran demokrasi di masyarakat, adanya fanatisme terhadap partai politik, didasari asas kekeluargaan dan gotong royong, serta adanya motif untuk mendapatkan imbalan. Hal-hal tersebut merupakan implikasi dari dinamika pergantian sistem pemilu dari rezim yang berlaku di masa lalu.
Peneliti menyarankan partisipasi politik masyarakat yang ditampilkan dalam film Mendadak Caleg sebaiknya lebih terfokus pada kegiatan partisipasi politik masyarakat dan menjadi gagasan utama dari satu film. Kemudian ada baiknya jika film Mendadak Caleg sebaiknya menampilkan isu partisipasi politik pada lingkup yang lebih luas seperti pada level regional pulau Jawa, atau bahkan dalam konteks partisipasi politik masyarakat dalam tingkat negara.
Rezeki Akbar. 210110100235. Ruang Publik Politis Di Kalangan Mahasiswa. H. Hadi Suprapto Arifin, Drs.,M.Si sebagai pembimbing utama dan Agus Setiaman, S.sos., M.I.Kom sebagai pembimbing pendamping. Program Studi Manajemen Komunikasi. Fakultas Ilmu Komunikasi. Universitas Padjadjaran.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui partisipasi politik mahasiswa di dalam ruang publik politis, mengetahui pendidikan politik mahasiswa di dalam ruang publik politis, mengetahui aktivitas politik yang mahasiswa lakukan di dalam ruang publik politis, dan mengetahui peran mahasiswa di dalam ruang publik politis begitu penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif. Data penelitian diperoleh dari wawancara, studi pustaka dan penelusuran data yang berkaitan dengan peran mahasiswa di dalam ruang publik politis dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi politik mahasiswa saat ini, yakni mahasiswa menjadi kelompok strategis yang menjembatani elit politik dengan masyarakat. Artinya bahwa mahasiswa menjadi penyambung lidah bagi kedua pihak. Pendidikan politik didapat oleh mahasiswa dari media massa, media sosial, dan portal berita, hanya segelintir yang masih mendapatkan pendidikan politik dari organisasi. Aktivitas politik merupakan bentuk dari partisipasi politik. Aktivitas-aktivitas politik mahasiswa yaitu diskusi, seminar, membuat pergerakan baru, kampanye, dan propaganda. Mahasiswa berperan penting dalam rangka menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintahan. Memberikan solusi terbaik atau alternatif dari permasalahan yang ada. Jadi, mahasiswa bisa membantu pemerintah dengan pemikiran-pemikirannya.
TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DUSUN CIDUGING PASCA PENGAIRAN WADUK JATIGEDE, SUMEDANG
(2018)
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena pengairan waduk Jatigede di daerah Kabupaten Sumedang. Fenomena ini menyebabkan adanya perpindahan penduduk sehingga menimbulkan adanya hubungan baru antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah desa setempat. Keadaan ini mempengaruhi partisipasi politik masyarakat terkait. Rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana tingkat partisipasi politik masyarakat dusun Ciduging pasca pengairan waduk Jatigede ditinjau dari bentuk-bentuk partisipasi politik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat partisipasi politik berdasarkan bentuk-bentuknya pada masyarakat dusun Ciduging pasca pengairan waduk Jatigede. Dalam melakukan penulisan ini, penulis mengambil rujukan dari teori Partisipasi Politik dan bentuk-bentuk partisipasi politik dari Huntington. Pendektan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode deskiptif. Tekinik pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran angket. Populasi penelitian berjumlah 1974 orang penduduk dusun Ciduging dengan sampel 311 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan tingkat partisipasi politik masyarakat dusun Ciduging pasca pengairan waduk Jatigede berada pada kategori rendah, dari bentuk lobbying (47,23%), Organizational activity (36,79%), Contacting (33,28%), Violence (21,62%).
Kata Kunci : Partisipasi Politik, waduk Jatigede.
INTERVENSI ELITE PARTAI POLITIK DALAM SUKSESI KEPEMIMPINAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE 33 DI JOMBANG
(2020)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya intervensi dari partai politik terhadap Muktamar Nahdlatul Ulama ke 33 di Jombang. Dalam penelitian ini, berhasil menguak fakta bahwa konflik politik yang terjadi dalam muktamar Jombang determinan utamanya tak lepas dari proses rivalitas politik antar elite Nahdlatul Ulama dalam rangka menguasai dan mempengaruhi kebijakan organisasi Nahdlatu Ulama untuk kepentingan masing-masing. Dalam konteks itulah, analisis menggunakan teori elit yang digunakan sebagai pisau analisis sehingga menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya konflik politik terhadap suksesi kepemimpinan dalam muktamar Nahdaltul Ulama ke 33 di Jombang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Dengan melihat dinamika yang terjadi pada muktammar NU yang ke 33 di Jombang tahun 2015, maka temuan penelitian ini adalah adanya elite partai politik yang terlibat campur tangan terhadap penyelenggaraan muktamar NU sehingga terlihat adanya intervensi partai politik terhadap hasil Muktamar yang menyebabkan terjadinya konflik politik dalam Muktamar tersebut.
ABSTRAK
Peran elit politik lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari mengalami kemunduran sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Begitu juga peran elit politik lokal dalam hal berdemokrasi, dikarenakan bergesernya demokrasi musyawarah dan mufakat menjadi demokrasi dengan keputusan suara terbanyak. Elit politik lokal di nagari terdiri dari lima (5) unsur tokoh masyarakat nagari yaitu : Niniak Mamak (Tokoh Adat), Alim Ulama (Tokoh Agama/buya), Cadiak Pandai (Tokoh Intelektual/Cendikiawan), Bundo Kanduang (Tokoh Perempuan yang telah berkeluarga), dan Pemuda yang tergabung kedalam lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, teori elit politik Mosca digunakan untuk mengenali peran kekuatan stabilitas sosial politik nagari oleh elit politik lokal nagari pada tingkat moralitas, intelektual/kepandaian dan aktivitas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti sebagai instrumen penelitian, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menginterpretasikan, dan memverifikasi setiap data dan informasi yang diperoleh dari informan. Data kemudian dikumpulkan melalui pengamatan (observasi), wawancara mendalam (in-depth interview) dan dokumentasi.Kemudian dianalisis data model interaktif berupa reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Penentuan informan dan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (ditentukan dengan sengaja).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran elit politik lokal di dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari dan adat sejak era reformasi , tidak bisa sama dengan pemerintahan nagari sebelum diberlakukannya pemerintahan desa. Hal ini disebabkan masa peralihan yang lama (20 tahun) dari pemerintahan desa kembali ke pemerintahan nagari . Sedangkan tingkatan peran elit politik lokal berdasarkan kekuatan sosial politik dari teori elit politik Mosca pada tingkat moralitas, intelektual dan aktivitas di dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari adalah : niniak mamak, alim ulama, bundo kanduang, cadiak pandai, dan pemuda. Dari tingkatan kekuatan sosial politik tersebut peran dari cadiak pandai sebagai tigo tungku sajarangan telah digeser oleh bundo kanduang di dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari.
Dalam hal berdemokrasi saat ini di dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari, demokrasi musyawarah dan mufakat (bodi caniago) dan demokrasi musyawarah adat berdasarkan suara tunggal pemimpin adat (koto piliang) telah bergeser menjadi demokrasi keputusan suara terbanyak.Tidak sedikit keputusan penting yang menyangkut pemerintahan nagari dilakukan oleh elit politik lokal melalui mekanisme suara terbanyak (voting) seperti pemilihan walinagari dan menentukan prioritas pembangunan nagari. Musyawarah mufakat tidak lagi menjadi ukuran demokrasi yang menjadi ciri etnis Minangkabau yang mengakibatkan kurangnya partisipasi masyarakat nagari untuk berperan aktif dalam perencanaan hingga pelaksaan program pembangunan nagari. Adapun konsep baru yang dapat diangkat dari hasil penelitian adalah tingkatan peran kekuatan stabilitas sosial politik nagari dari elit politik lokal juga ditentukan oleh tingkat spiritual di dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari.
Kata kunci: Elit Politik Lokal, Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, Demokrasi.
Ainol Mardhiah, 210130160001. 2020. Judul penelitian “Konstruksi Realitas Komunikasi Politik Legislator Perempuan Aceh (Studi Kasus Tentang Komunikasi Politik Anggota Legislatif Perempuan Pada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Periode 2014-2019)”. Dr. Dadang Rahmat Hidayat., M.Si sebagai ketua Tim Promotor, Dr. Agus Rahmat.,M.Pd. sebagai Anggota Tim Promotor dan Dr. Nuryah Asri Sjafirah.,M.Si sebagai Anggota Tim Promotor. Program Pendidikan Doktor Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi realitas komunikasi politik anggota legislatif perempuan Aceh. Secara spesifik penelitian ini difokuskan kepada: (1). Aktifitas komunikasi politik anggota legislatif perempuan pada periode 2014-2019; (2). Kompetensi komunikasi politik legislator perempuan Aceh sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang terkait dengan tugas dan fungsi di dalam parlemen untuk periode 2014-2019; (3). Eksistensi dan peran legislator perempuan Aceh sebagai komunikator politik dalam DPRA pada periode 2014-2019.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus yang bersifat holistik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi nonpartisipan, wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 18 orang, ditentukan dengan Teknik purposif.
Hasil penelitian bahwa: (1). Aktifitas Komunikasi politik anggota legislatif perempuan Aceh yang terjadi di dalam parlemen baik di ruang fraksi, pansus, komisi dan paripurna sangat dinamis dinamika sangat beragam. Aktifitas komunikasi politik anggota legislatif perempuan dengan konstituen sangat baik, dekat secara emosional dan psikologis. Aktifitas komunikasi politik legislator perempuan dengan LSM dan Pihak media masih sangat terbatas dan minim (2). Kompetensi komunikasi politik anggota legislatif perempuan dalam melakukan peran dan fungsinya di dalam parlemen masih rendah, ketidakmampuan dalam memberikan argumentasi, solusi mengenai hal yang dibicarakan dalam rapat-rapat resmi di dalam DPRA, namun mereka memiliki kelebihan dalam lobbi dan negosiasi. (3). Eksistensi anggota legislatif perempuan di dalam ruang personal ditunjukkan dengan kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan yang ada padanya secara personal, secara pribadi mereka memiliki kemampuan yang baik, terutama dalam negosiasi dan lobbi. Eksistensi sosial terlihat dari konstribusi kepada masyarakat di Dapilnya, kemampuan membangun komunikasi yang intens dengan masyarakat, Eksistensi politik terlihat dari kemampuan dalam menyerap aspirasi dari masyarakat, dan menyusun kembali pesan-pesan dari masyarakat untuk dibawa ke dalam parlemen. legislator perempuan dalam parlemen menjadi follower. Legislator perempuan Aceh memiliki peran yang tidak begitu signifikan di dalam parlemen Aceh, keterbatasan dalam membangun komunikasi politik menjadikan mereka hanya menjadi follower di dalam parlemen. Kelebihannya dalam membangun komunikasi politik dengan konstituen di Dapilnya dan dalam melakukan lobbi dan negosiasi di dalam parlemen terkait dengan program aspirasi.
Budaya patrilineal yang ada di Bali serta kuatnya pemahaman masyarakat Bali terhadap ajaran-ajaran Hindu menjadi dasar dalam perilaku politik yang dilakukan secara sadar oleh para perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik. Dimana budaya dan agama tidak bisa dilepaskan dari kegiatan-kegiatan politik yang telah dilakukan. Walau dalam perkembangannya, kini budaya Bali sudah mulai terbuka dengan kepemimpinan perempuan, namun perempuan Hindu Bali masih harus berjuang keras untuk membangun kualitas dirinya agar mampu diperhidungkan dalam ranah politik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, paradigma konstruktivis, serta metode fenomenologi. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori identitas diri yang dikemukakan oleh Michael Hecht, teori fenomenologi Alfred Schutz, serta pemikiran Herbert Blumer terkait interaksi simbolik. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara yang mendalam, observasi partisipan, dokumentasi serta tinjauan pustaka.
Sebagai hasil dalam penelitian ini adalah pemaknaan identitas diri sebagai perempuan Hindu Bali, menempatkan perempuan Bali sebagai bagian dari budaya yang selalu mengimplementasikan ajaran-ajaran Hindu dalam budaya Bali. Sehingga identitas diri perempuan Hindu Bali adalah sebagai pelestari budaya, sebagai penuntas karma, perempuan Hindu Bali juga sebagai titisan Dewa Dewi serta sebagai Srikandi Politik. Lalu terkait motif perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik tetap berkaitan erat dengan filosofis ajaran-ajaran Hindu serta budaya Bali. Sehingga motif perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik adalah untuk mengembangkan potensi diri, melanjutkan dinasti keluarga, serta motif perempuan sebagai harmonisasi keluarga. Terkait dengan pengalaman yang dimiliki oleh para perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik yang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman pola didik keluarga yang bersifat terbuka dan demokratis serta keterkaitan perempuan dalam budaya dan ajaran-ajaran Hindu yang diimplementasikan menjadi perilaku sadar oleh para perempuan Hindu Bali. Sehingga pengalaman yang dimiliki oleh para perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik adalah internalisasi politik yang ada dalam keluarga, kemampuan membangun relasi sosial yang diadopsi dari kearifan budaya lokal Bali yaitu meyame braye dan simakrama, serta kemampuan membangun legitimasi politik perempuan Hindu Bali, dan mampu membangun relasi yang baik dengan media dalam realitas politik perempuan Hindu Bali. Sehingga pemaknaan perempuan Hindu Bali terhadap aktivitas politik perempuan Bali yaitu peningkatan kualitas diri yang bertujuan untuk membangun eksistensi diri perempuan Hindu Bali, serta sebagai simbol kesuksesan perempuan Hindu Bali, dan melihat komunikator politik sebagai suatu tanggung jawab atau swadharma.