Browsing by Author "ANSILA DWI NUR INTAN"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item Penurunan Tinggi Tulang Alveolar Insisivus Sentral Maksila Pada Radiograf Panoramik Penderita Maloklusi Angle Kelas II Divisi 1 Setelah Menggunakan Alat Ortodonti Cekat(2015-07-14) ANSILA DWI NUR INTAN; Suhardjo; Avi LavianaPrevalensi maloklusi Angle kelas II divisi 1 termasuk tinggi di Indonesia. Penderita maloklusi Angle kelas II divisi 1 ini dapat dirawat menggunakan alat ortodonti cekat. Perawatan ortodonti cekat dapat mempengaruhi tinggi tulang alveolar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kategori penurunan tulang alveolar insisivus sentral maksila pada radiograf panoramik penderita maloklusi angle kelas II divisi 1 setelah menggunakan alat ortodonti cekat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dari 8 subjek yang telah selesai dirawat ortodonti di klinik PPDGS Ortodonti FKG Universitas Padjadjaran dengan alat cekat Standard Edgewise. Penurunan tinggi tulang alveolar dilakukan pada radiograf panoramik dengan metode proksimal RABL (Resorbtion of Alveolar Bone Loss) pada gigi insisivus sentral kanan dan kiri maksila. Data dianalisis dan dibuat rata-rata dan standar deviasi. Hasil analisis menunjukkan penurunan tulang alveolar gigi insisivus sentral kanan maksila (11) distal adalah 1,46 mm dan mesial 1,46 mm. Pada permukaan mesial gigi insisivus sentral kiri maksila (21) adalah 1,96 mm dan distal 1,44 mm. Simpulan, radiograf panoramik penderita maloklusi Angle kelas II divisi 1 setelah menggunakan alat ortodonti cekat, terdapat penurunan tinggi tulang alveolar ringan dengan penurunan tertinggi terjadi pada gigi insisivus sentral kiri maksila (21) bagian mesial.Item Perbedaan Pola Agenesis Gigi Pasien Celah Bibir dan Celah Langit-langit Unilateral dan Bilateral Non Sindromik Pada Subjek Laki-laki dan Perempuan (Berdasarkan Pemeriksaan Radiografi Panoramik)(2023-08-03) ANSILA DWI NUR INTAN; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Celah bibir dan celah langit-langit non sindromik (CBLns) adalah anomali struktural kongenital yang paling umum terjadi. CBLns tidak hanya mempengaruhi perkembangan kraniofasial tetapi juga perkembangan dentoalveolar, dan mempengaruhi odontogenesis. Anomali gigi yang paling sering terjadi adalah agenesis gigi yang juga dikenal sebagai hipodonsia atau kehilangan gigi kongenital. Pola dan jumlah agenesis gigi akan mempengaruhi rencana perawatan ortodonti pada pasien CBLns. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan pola dan persentase jenis agenesis gigi rahang atas pada pasien CBLns unilateral dan bilateral non sindromik pada subjek laki-laki dan perempuan berdasarkan pemeriksaan radiografi panoramik. Metode: Penelitian ini adalah komparatif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling untuk mengevaluasi radiograf panoramik di Klinik Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM UNPAD). Sampel radiograf sebanyak 66 radiograf panoramik pasien CBLns, terdiri dari 50 radiograf pasien CBLns unilateral dan 16 radiograf pasien CBLns bilateral. Setiap radiograf dilakukan tracing untuk menentukan gigi yang agenesis. Analisis data dilakukan dengan uji z. Hasil: Total 66 radiograf panoramik yang diperiksa, ditemukan kasus CBLns unilateral sejumlah 50 radiograf panoramik, dengan kasus pada perempuan sebanyak 27 radiograf (40,90%) dan pada laki-laki 23 radiograf (38,84%). Kasus CBLns bilateral sebanyak 15 radiograf panoramik, dengan kasus pada perempuan sebanyak 10 radiograf panoramik (15,14%) dan pada laki-laki 6 radiograf panoramik (9,09%). Gigi insisif lateral baik pada perempuan (23,14%) dan laki-laki (19,83%) paling banyak mengalami agenesis gigi dibandingkan dengan gigi lainnya, diikuti dengan agenesis gigi premolar kedua pada perempuan (14,05%) dan laki-laki (4,13%). Pasien CBLns unilateral memperlihatkan 15 pola agenesis gigi dan kasus CBLns bilateral memperlihatkan 10 pola agenesis gigi. Simpulan: Pola dan jumlah agenesis gigi rahang atas pasien CBLns unilateral dan bilateral non sindromik pada laki-laki dan perempuan secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan.