Browsing by Author "Gartika Sapartini"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
Item Description of Antinuclear Antibody Immunofluorescence in Pediatric Systemic Lupus Erythematosus at Hasan Sadikin General Hospital Bandung(2023-02-17) VALIANT AZKA PERMATAPUTRA; Gartika Sapartini; Raden Reni Ghrahani Dewi MajangsariBackground Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a chronic autoimmune disease with a high morbidity and mortality rate. Antibody Antinuclear Immunofluorescence (IF) test is one of the test that could detect autoimmunity as a hallmark sign of SLE. Objective To describe Antinuclear Antibody IF results and clinical manifestations on children with Systemic Lupus Erythematosus. Methods A descriptive study was performed using secondary data (medical record) of patients aging from 5-17 at Hasan Sadikin General Hospital Bandung, during the 2019-2021 period. Gender, Age, ANA IF Titer, and ANA pattern were used as data to describe the ANA IF examination result. Clinical manifestations were also recorded as additional data. The inclusion criteria were children who had been diagnosed with SLE according to the ACR/SLICC/EULAR criteria, performed an ANA IF test with a minimum titer of 1:100, and hospitalized at Hasan Sadikin Hospital. Results A total of 36 pediatric SLE patients (35 female) met the inclusion criteria out of 139 pediatric SLE patients that were hospitalized during the 2019-2021 study period. Titres of the patient were predominantly 1:3200 (14/36), subsequently 1:10.000 (10/36) and 1:320 (10/36), lastly 1:1000 (1/36) and 1:100 (1/36). Homogenous pattern (22/36) was the most pattern found, followed by speckled pattern (7/36), mixed pattern (6/36), and nucleolar pattern (1/36). Conclusion Most pediatric SLE patients hospitalized in Hasan Sadikin General Hospital in 2019-2021 and examined with ANA IF presented with a titre of 1:3200 and homogenous patternItem Karakteristik Faktor Lingkungan Pasien Anak dengan Lupus Eritematosus Sistemik di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2023-02-28) FAHIRA MEVIANA AZAHRA; Ahmedz Widiasta; Gartika SapartiniPendahuluan: Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun sistemik yang melibatkan banyak organ. Dalam perkembangan LES, faktor genetik, imunologis, endokrin, serta lingkungan memiliki peran yang besar. Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, radiasi UV, vitamin D, infeksi, vaksinasi, silika, polusi udara, zat pelarut, pestisida, logam berat, jenis kelamin, hormon, faktor reproduktif, makanan, dan obat-obatan ditemukan berkaitan dengan LES. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik faktor lingkungan pada anak dengan LES di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif observasional dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Data primer mengenai faktor lingkungan diperoleh secara langsung melalui wawancara pada pasien yang didampingi orang tua/wali dengan instrumen kuesioner. Hasil: Sejumlah 45 pasien LES ikut serta ke dalam penelitian ini, 91.1% pasien adalah perempuan dengan rerata usia 15.5 tahun. Kesimpulan: Faktor lingkungan terbanyak pada pasien LES anak adalah paparan sinar matahari secara langsung (100%), perokok pasif (88%), dan paparan pewarna bibir (60%).Item Karakteristik Manifestasi Muskuloskeletal Pada Lupus Eritematosus Sistemik Anak Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2023-02-21) HANIF JUNDANA; Raden Reni Ghrahani Dewi Majangsari; Gartika SapartiniLatar Belakang: Studi memperkirakan lima juta orang di dunia mengidap LES dengan 10-20% kasus diidap oleh anak-anak. Gejala yang umum dirasakan selain gejala konstitusi adalah gangguan sistem muskuloskeletal yang merupakan salah satu penyebab morbiditas kronis di seluruh dunia. Pasien yang menderita LES selama masa kanak-kanak serta remaja memiliki perjalanan penyakit yang lebih agresif. Untuk memberikan data tambahan dalam pendekatan kejadian manifestasi muskuloskeletal pada pasien LES anak di Indonesia, maka dilakukan penelitian melalui data registri pasien di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data registri pasien LES anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2022. Hasil: Keseluruhan pasien sebanyak 62 orang dengan pasien perempuan sebanyak 92%. Usia mayoritas pasien berada pada kelompok usia 11-18 tahun. Diketahui keluhan utama terbanyak adalah nyeri sendi sebanyak 25 pasien. Dari keseluruhan pasien, 47 diantaranya memiliki nyeri muskuloskeletal dengan distribusi yang sama antara pasien dengan nyeri sendi dan nyeri bukan sendi yaitu sebesar 53,2% dan 50%. Kesimpulan: Keluhan nyeri muskuloskeletal ada pada 75,8% pasien LES anak. Pasien yang memiliki keluhan nyeri sendi sebanyak 53,2% dan pasien yang memiliki keluhan nyeri bukan sendi sebanyak 50%.Item Kualitas Hidup Penyandang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) Anak di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.(2023-02-18) MEIDILLA MONICALISTA; Nur Melani Sari; Gartika SapartiniLatar belakang: Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Tingkat keparahannya lebih tinggi pada anak-anak dan remaja. Anak dengan LES menderita penyakit kronis di usia muda yang merupakan periode rentan dari perkembangan intelektual dan emosional anak. Hal tersebut dapat memengaruhi kualitas hidup penderita. Karena belum banyak penelitian mengenai kualitas hidup pasien LES anak, penelitian ini bermaksud menilai tingkat kualitas hidup penyandang LES anak di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian deskriptif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL) 4.0 Modul Generik. Kuesioner diisi oleh 46 pasien beserta orang tuanya yang datang ke Poliklinik Anak dan Ruang Perawatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin dan memenuhi kriteria inklusi. Hasil: Dari 46 pasien, sebagian besar (93.5%) berjenis kelamin perempuan dan berada pada rentang usia 13-18 tahun (87%). Nilai rerata kualitas hidup berdasarkan penilaian anak dan orang tua berturut-turut adalah 65,9 ± 19,1 dan 68,7 ± 20,2. Skor terendah pada penilaian anak yaitu fungsi sekolah, sedangkan pada penilaian orang tua yaitu fungsi emosi. Dari kedua penilaian, didapatkan fungsi sosial memiliki skor tertinggi. Dilihat dari penilaian orang tua, 25 pasien memiliki kualitas hidup baik dan 21 pasien dengan kualitas hidup buruk. Menurut penilaian anak, 22 pasien memiliki kualitas hidup baik dan 24 pasien memiliki kualitas hidup buruk. Kesimpulan: Kualitas hidup yang buruk pada anak penyandang LES sedikit lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki kualitas hidup baik. Namun, penilaian kualitas hidup penting dilakukan sebagai bagian dari upaya promotif.Item Penyebab Kematian Penderita Lupus Eritematosus Sistemik Anak di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung(2023-02-19) RIZQI FATIHA NUGRAHANTI; Raden Reni Ghrahani Dewi Majangsari; Gartika SapartiniLatar belakang. Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan suatu penyakit autoimun dengan mortalitas tinggi, terutama pada anak. Pasien LES dapat mengalami perburukan organ seperti perikarditis dan miokarditis. Saat ini, tatalaksana LES untuk anak berpedoman pada populasi dewasa, sehingga diperlukan penelitian mengenai gambaran LES pada anak. Data epidemiologis mengenai LES pada anak di Indonesia dapat membantu memberi gambaran untuk upaya pelaksanaan skrining, intervensi dini, serta upaya pencegahan komplikasi. Tujuan. Mengetahui penyebab kematian penderita LES anak di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode. Penelitian ini bersifat deskriptif melalui pengambilan data sekunder rekam medis pasien LES di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2017-2021. Subjek penelitian adalah seluruh penderita LES dan diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien diklasifikasikan berdasarkan usia, jenis kelamin, lama sakit, keterlibatan organ, diagnosis LES, dan penyebab kematian kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian data. Hasil. Sebanyak 30 subjek pasien SLE anak dengan rata-rata berusia 13 tahun, mayoritas perempuan (90%) dengan keterlibatan organ tertinggi yaitu ginjal (83,3%) diikuti oleh hematologi (36,7%), dan mukokutanus (30%). Penyebab kematian terbanyak adalah keberadaan infeksi (80%) dengan sepsis (63,3%), Hospital Acquired Pneumonia (13,3%), dan meningitis (3,3%). Penyakit Ginjal Kronis juga penyumbang mortalitas pada LES anak (20%) dengan stadium V (13,3%), stadium IV (3,3%), dan stadium III (3,3%). Kesimpulan. Penyebab kematian pada anak dengan LES dari total 30 pasien didominasi oleh infeksi yaitu sepsis. Tingkat keparahan stadium dari penyakit ginjal kronis berkorelasi dengan morbiditas pasien. Pemantauan dan tatalaksana yang difokuskan pada populasi anak SLE yang terdapat infeksi serta keterlibatan organ perlu dilakukan secara berkala untuk mencegah dan mengatasi tingginya angka mortalitas serta morbiditas dari LES.