Browsing by Author "IDA FARIDA"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item faktor-faktor yang menghambat dan mendorong dosen untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 di akademi kebidanan YPSDMI Garut(2013-07-26) IDA FARIDA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan setiap waktu mengalami perkembangan. Perkembangan pendidikan bidan berjalan seiring dengan perkembangan pelayanan kebidanan untuk menjawab tuntutan serta kebutuhan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Dengan demikian dosen program diploma atau sarjana wajib memiliki kualifikasi akademik minimum Magister. Dosen di Akbid YPSDMI Garut masih banyak yang belum memenuhi ketentuan tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendorong dosen untuk melanjutkan pendidikan S2. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif melalui wawancara mendalam. Sampel yang diambil adalah total sampling. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor yang menghambat dosen belum melanjutkan S2 meliputi faktor keluarga, akses tempat pendidikan, biaya dan daya tampung perguruan tinggi. Faktor yang mendorong dosen meliputi faktor lingkungan tempat kerja termasuk dukungan ketua yayasan dan teman sejawat, dukungan keluarga. Simpulan: Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat faktor penghambat dan faktor pendorong bagi dosen untuk melanjutkan pendidikan S2. Kata kunci: Dosen, Pendidikan S2, Faktor Penghambat dan PendorongItem Representasi Kelas dan Gender dalam Serial Remaja Keluarga Cemara Karya Arswendo Atmowiloto(2023-04-29) IDA FARIDA; Aquarini Priyatna; Lina Meilinawati RahayuKeluarga Cemara, serial fiksi remaja karya Arswendo Atmowiloto, bercerita tentang keluarga kelas menengah yang jatuh miskin, yang kemudian mengalami stigma dan dimarginalisasi oleh masyarakat kelas menengah di sekitarnya. Penggambaran anggota keluarga dan interaksi mereka dengan tokoh lain menunjukkan bahwa walaupun modal ekonomi mereka berkurang, keluarga ini tetap mempertahankan habitus mereka sebagai kelas menengah. Serial ini menunjukkan bahwa keluarga miskin ini menanggapi stigmatisasi dan marginalisasi dari kelas menengah dengan menerima ketidakmampuan mereka memiliki modal ekonomi tetapi menolak mengakui ketidakmampuan memiliki modal budaya yang dimiliki anggota masyarakat kelas menengah. Penolakan tersebut menunjukkan agensi yang mereka bangun dalam menegosiasi posisi mereka di lingkungan kelas menengah, namun upaya tersebut ditolak oleh anggota kelas menengah. Penolakan ini mengisyaratkan bahwa serial ini menguatkan diskriminasi sosial pada kelas yang lebih rendah. Serial ini juga menyajikan tokoh Abah (bapak) sebagai sumber otoritas (atau “hukum”) dalam sebuah keluarga patriarkal—sejalan dengan konfigurasi maskulinitas hegemonik Indonesia “bapakisme”, yang merupakan ideologi dominan pada periode Orde Baru Indonesia. Serial ini juga memberikan penggambaran bapak sebagai seseorang yang berusaha memberdayakan anggota keluarga perempuan dalam keluarganya, namun penyajian yang sekadarnya hanya menguatkan penerapan ideologi tersebut. Alih-alih memotret sebuah keluarga miskin yang mempertahankan posisinya di kalangan kelas menengah dan memberdayakan perempuan dalam masyarakat patriarkal, serial ini mengajegkan stereotipe karakteristik kelas-kelas sosial dan stereotipe gender yang konvensional. Saya berargumentasi bahwa serial ini tetap menguatkan karakteristik kelas dan gender yang stereotipikal, sehingga dapat dikatakan bahwa ia mengandung unsur tokenisme. Akan tetapi, serial ini dapat memberi jalan bagi interpretasi teks yang terbuka yang dapat mendorong pembaca remaja untuk mempertanyakan struktur sosial yang mereka tempati.