Browsing by Author "RIKI NASRULLAH"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item Ekspresi Verbal, Pola Pemulihan Kompetensi Bahasa, dan Efek Transfer Lintas-Linguistik pada Pasien Afasia Bilingual Sunda-Indonesia: Kajian Neurolinguistik(2020-10-06) RIKI NASRULLAH; Dadang Suganda; WagiatiPenelitian ini berjudul “Ekspresi Verbal, Pola Pemulihan Kompetensi Bahasa, dan Efek Transfer Lintas Linguistik pada Pasien Afasia Bilingual Sunda-Indonesia: Kajian Neurolinguistik”. Intinya mengkaji ekspresi verbal pada tuturan penyandang afasia bilingual Sunda-Indonesia, menelaah pola-pola pemulihan kompetensi bahasanya, dan mengkaji efek transfer intas linguistik pada proses pemuluhan kompetensi berbahasa pasien afasia bilingual Sunda-Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yang mendasarkan diri atas longitudinal case study (studi kasus longitudinal). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Secara teoretis, pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan neurolinguistik. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada pasien atau keluarga pasien (istri/suami, ayah/ibu, atau anak) dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah disediakan. Data sekunder didapatkan dengan cara melihat data rekam medis. Penelitian ini mengambil lokasi di dua rumah sakit, yatu Rumah Sakit Alislam Kota Bandung dan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta. Pengambilan data telah dilaksanakan selama enam bulan secara periodik dan berkala. Sebanyak 4 (empat) orang responden dijadikan sampel penelitian yang telah ditetapkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Terhadap keseluruhan sampel tersebut dilakukan pengambilan data secara bertahap, masing-masing tiga kali. Tahap 1 adalah masa akut (yaitu 14 hari terhitung sejak serangan strok). Tahap 2 adalah dua minggu pascaakut. Tahap 3 dilakukan satu bulan setelah tahap 2. Semua data yang diperoleh dianalisis secara mixed mothods (metode kombinasi). Analisis penelitian ini menggabungkan dua bentuk pendekatan, yaitu kualitatif dan kauntitatif. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal: 1) secara bervariasi, beberapa gelaja bahasa yang muncul dari tuturan penyandang afasia bilingual Sunda-Indonesia adalah: a) jargon-jargon neologistik, b) penggantian kata, c) parafasia verbal, d) jargon semantic, e) ekolalia, f) tegun, g) perseverasi, dan h) agramatisme. 2) pasien AS dan SH pada penelitian ini mengalami pola pemulihan selektif; terjadi ketika satu bahasa tidak dipulihkan; pasien ED pada penelitian ini mengalami pola pemulihan asimetris; satu bahasa pulih sampai batas tertentu terlebih dahulu tetapi mulai mengalami penurunan kompetensi ketika bahasa lainnya mulai pulih; dan pasien SU pada penelitian ini mengalami pola pemulihan simetris; terjadi ketika kedua bahasa mengalami gangguan dengan tingkat defisit yang sama dan dipulihkan pada tingkat yang sama pula. 3) kesamaan dan kemiripan beberapa aspek linguistik pada bahasa Sunda dan bahasa Indonesia memungkinkan adanya pengaruh transfer lintas linguistik pada proses pemulihan kompetensi berbahasa pasien afasia bilingual Sunda-Indonesia. Hal ini telah terbukti, salah satunya dalam penelitian ini, dari kasus ED yang memperlihatkan adanya pengaruh bahasa Sunda yang dapat meningkatkan kompetensi bahasa Indonesia pada saat proses pemulihan bahasa berlangsung.Item Realisasi Leksikal dan Gramatikal Penderita Afasia Broca Fasih di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta: Suatu Kajian Neurolinguistik(2018-02-20) RIKI NASRULLAH; Wagiati; Dadang SugandaDalam ranah personal dan individual, bahasa menjadi fungsi inti bagi manusia dalam kaitannya dengan komunikasi, selain fungsi daya mengingat, persepsi, kognisi, dan emosi. Kerusakan yang terjadi pada bagian-bagian otak manusia akan menimbulkan gangguan pada kemampuan berbahasa seseorang. AIA (2011) telah menyebutkan bahwa para penyandang afasia akan mengalami kesulitan dalam banyak hal. Hal-hal yang dimaksud merupakan sesuatu yang biasa terjadi di kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam hal komunikasi, seperti melakukan percakapan; berbicara dalam grup atau lingkungan yang gaduh; membaca buku, koran, majalah atau papan petunjuk di jalan raya; pemahaman akan lelucon atau menceritakan lelucon; mengikuti program di televisi atau radio; menulis surat atau mengisi formulir, bertelepon, berhitung, mengingat angka, atau berurusan dengan uang; juga menyebutkan namanya sendiri atau nama-nama anggota keluarga. Penyandang afasia mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa, tetapi mereka bukanlah orang yang tidak waras. Secara fisiologis, para penyandang afasia terlihat berbeda secara realisasi leksikal dan gramatikalnya dibandingkan dengan orang-orang normal. Gejala patologi bahasa inilah yang akan menjadi fokus penelitian ini. Muara dari penelitian ini setidaknya akan menampilkan pola tertentu pada realisasi leksikal dan gramatikal penyandang afasia broca fasih dan pola komunikasi terapeutik yang terjadi antara terapis wicara dengan penyandang afasia broca fasih di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta. Adanya gejala realisasi leksikal dan gramatikal penyandang afasia broca fasih yang berbeda dengan orang-orang normal (hipotetik) juga menjadi pertimbangan penulis untuk mengangkat topik ini. Selain itu, sepanjang pengetahuan penulis, pengkajian masalah tersebut – baik dalam kerangka neurolinguistik maupun afasiologi linguistis – belum banyak dilakukan terhadap penyandang afasia bahasa Indonesia. Baru ada beberapa orang yang telah menulis masalah afasia. Namun, secara umum, pembahasan itu lebih didasarkan kepada pengetahuan yang diperoleh melalui tinjauan kepustakaan dan bukan didasarkan pada sebuah penelitian. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penulis mencoba untuk mengisi rumpang tersebut dengan mengkaji realisasi leksikal dan gramatikal yang dihasilkan oleh penyandang afasia broca fasih. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk realisasi pola-pola leksikal dan gramatikal yang muncul pada penyandang afasia broca fasih, serta mendeskripsikan pola komunikasi terapeutik antara terapis wicara dengan penyandang afasia broca fasih berbahasa Indonesia di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta. Secara keseluruhan tipe realisasi leksikal pada luaran wicara penyandang afasia broca fasih adalah adanya produksi jargon-jargon bahasa yang cukup banyak, terjadinya penggantian kata sasaran pada saat berbicara, menampilkan gejala ekolalia (pengulangan kata) -- yang mencakup gejala sirkumlokusi dan peserverasi, dan bentuk tegun yang berupa bentuk jeda diam, bentuk jeda terisi (terisi bunyi dan terisi kata/frasa/klausa), dan repetisi kata/topik pembicaraan. Intensitas kemunculan jargon neologistik hampir ditemukan di semua responden dengan jumlah kemunculan yang berbeda-beda. Responden pertama memunculkan sebanyak 8 jargon neologistik, responden kedua memunculkan sebanyak 4 jargon neologistik, dan responden ketiga memunculkan sebanyak 5 jargon neologistik. Itu artinya, ada sebanyak 17 jargon neologistik yang muncul dari keseluruhan data yang ada.Adapun tipe realisasi gramatikal pada luaran wicara pengandang afasia broca fasih adalah berkaitan dengan (a) afiksasi, (b) kategorisasi kata, (c) penanda definit, (d) frasa, dan (e) kalimat. Dari proses komunikasi terapeutik yang ada di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional antara terapis wicara dengan klien penyandang afasia broca fasih, terdapat beberapa gejala lingual yang patut untuk dikemukakan pada bagian ini. Gejala-gejala tersebut adalah adanya alih gaya (style shifting)) dan adanya pemberian feedback positif dari terapis wicara kepada klien penyandang afasia broca fasih.