Browsing by Author "Seto Pramudita"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
Item FREKUENSI KELAINAN DENTO SKELETAL DENGAN PENANGANAN BEDAH OTOGNATIK DAN OSTEODISTRAKSI DI SMF BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG TAHUN 2012-2017(2018-07-16) ARINA SANI NAFISA; Seto Pramudita; Abel Tasman YuzaKelainan dento skeletal adalah kelainan pada gigi geligi yang berdampak pada gangguan fungsi rahang, hubungan gigi dan penampilan wajah. Pada kelainan dento skeletal penggunaan alat ortodontik memiliki keterbatasan dalam mengoreksinya sehingga dibutuhkan perawatan bedah. Bedah ortognatik dan osteodistraksi merupakan pilihan perawatan yang dapat dijalani. Saat ini, RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung merupakan salah satu pusat rujukan nasional yang menyediakan bedah ortognatik dan osteodistraksi. Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran serta jumlah kelainan dento skeletal dengan penanganan bedah ortognatik dan osteodistraksi di SMF Bedah Mulut dan Maksilofasial pada periode 2012 – 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah dekriptif retrospektif. Sample penelitian ini adalah rekam medis pasien kasus kelainan dento skeletal dengan penanganan bedah ortognatik dan osteodistraksi di SMF Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2012 – 2017 yang dipilih dengan pendekatan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan kelainan dento skeletal dengan penanganan bedah ortognatik berjumlah 39 kasus dengan jumlah kasus paling banyak terjadi pada tahun 2017, berjumlah 19 kasus. Jumlah penanganan osteodistraksi berjumlah 4 kasus dengan jumlah kasus paling banyak terjadi pada tahun 2017, sebanyak 2 kasus. Teknik pembedahan ortognatik yang paling sering digunakan adalah kombinasi Le Fort 1 dan BSSO yaitu sebanyak 64,11% sedangkan untuk teknik pembedahan osteodistraksi yang paling sering digunakan adalah teknik distraksi maksila sebanyak 50%.Item Gambaran Desain Pontik pada Gigi Tiruan Jembatan yang dikerjakan oleh Dokter Gigi di Kota Bandung(2022-07-12) R. MAUDY DWI KUSUMA PUTRI; Setyawan Bonifacius; Seto PramuditaPendahuluan: Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang masih banyak muncul di masyarakat. Kehilangan gigi dapat digantikan dengan penggunaan gigi tiruan jembatan. Pontik adalah bagian dari gigi tiruan jembatan yang memiliki fungsi untuk menggantikan gigi asli yang hilang, mengembalikan fungsi gigi dan menempati ruang edentulous yang sebelumnya ditempati oleh mahkota klinis. Pontik harus memenuhi estetika, nyaman, dan tidak mengganggu kesehatan periodontal. Ada banyak jenis desain pontik pada protesa gigi tiruan jembatan. Perawatan gigi tiruan jembatan merupakan salah satu metode perawatan utama yang digunakan oleh dokter gigi umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran praktik pemilihan desain pontik oleh dokter gigi umum. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional study. Sampel yang digunakan adalah 120 orang dokter gigi umum yang bertugas di Kota Bandung yang direkrut dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner mengenai gambaran pemilihan desain pontik pada gigi tiruan jembatan yang dikerjakan oleh dokter gigi umum di Kota Bandung. Kuesioner mencakup informasi umum/demografi (gelar profesi, jenis kelamin, tempat praktik praktisi dan lamanya praktik) dan jumlah desain pontik yang dikerjakan oleh dokter gigi umum. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan secara online dengan menggunakan google form. Hasil: Pada gigi anterior rahang atas pontik modified ridge lap pontic yang paling umum digunakan. Pada gigi posterior rahang atas pontik ridge lap pontic yang paling umum digunakan. Dalam rahang bawah desain pontik yang umum digunakan adalah pontik modified ridge lap pontic Pada anterior dan pada posterior adalah pontik sanitary pontic . Simpulan: Pada penelitian ini desain pontik terbanyak digunakan adalah pontik modified ridge lap sedangkan yang paling sedikit digunakan adalah pontik modified ovate.Item Gambaran oral behavior sebagai predisposisi gangguan sendi temporomandibula pada mahasiswa fakultas kedokteran gigi Universitas Padjadjaran(2021-07-09) MELDA NOEREAST TALYTHA; Seto Pramudita; Rasmi RikmasariPendahuluan: Oral behavior (OB) merupakan aktivitas non fungsional dan umum ditemukan pada populasi dewasa muda. Kebiasaan ini sering dihubungkan sebagai faktor predisposisi gangguan sendi temporomandibula/temporomandibular joint disorders (TMD) karena berpotensi memicu perubahan pada keseimbangan sistem stomatognatik. Prevalensi terjadinya gejala TMD dan oral behavior tinggi pada usia 20-40 tahun. Pentingnya diagnosis dini TMD dan adanya hubungan OB sebagai faktor predisposisi sangat diperlukan sebagai antisipasi dan intervensi yang tepat guna menghindari disfungsi sistem berkelanjutan hingga masalah berat yang bersifat irreversible. Penilaian terhadap oral behavior perlu dilakukan untuk melihat penyebarannya pada populasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran oral behavior sebagai faktor predisposisi gangguan sendi temporomandibula pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran (FKG Unpad). Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif dengan teknik pengambilan data menggunakan kuesioner online berupa Oral Behavior Checklist (OBC) yang merupakan bagian dari kuesioner Diagnostic Criteria for Temporomandibular Joint Disorders. Subjek penelitian dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan pada 246 mahasiswa FKG Unpad. Hasil: Seluruh subjek penelitian memiliki minimal satu oral behavior. Kebiasaan makan di luar jam makan (ngemil) yang paling banyak ditemukan (93,09%), lalu kebiasaan posisi tidur dengan rahang tertekan (84,96%), diikuti kebiasaan menguap (87,8%), bertopang dagu (81,71%) serta mengunyah pada satu sisi (58,94%) Simpulan: Prevalensi oral behavior pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran tinggi dengan aktivitas yang paling banyak dilakukan yaitu makan di luar jam makan (ngemil).Item Hubungan Mengunyah Permen Karet dengan Gangguan Sendi Temporomandibula: Rapid Review(2023-07-12) EVY CAROLINA CHOANDRA; Rasmi Rikmasari; Seto PramuditaLatar Belakang: Gangguan sendi temporomandibula dilaporkan telah memengaruhi 50-75% populasi orang dewasa dan dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Etiologi dari gangguan ini bersifat multifaktorial, salah satu penyebabnya adalah kebiasaan parafungsi mengunyah permen karet. 13% dari anak remaja dan orang dewasa dilaporkan melakukan aktivitas mengunyah permen karet rutin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara mengunyah permen karet dengan gangguan sendi temporomandibula. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rapid review dengan penapisan dan pencarian artikel dilakukan mengacu pada pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA). Pencarian artikel dilakukan menggunakan kata kunci dan kriteria inklusi pada database Google Scholar, PubMed, dan ScienceDirect. Hasil: Sebanyak 4 artikel dengan metode penelitian observasional diinklusikan dalam penelitian ini. Evaluasi mengenai kebiasaan mengunyah permen karet dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara, sedangkan parameter yang digunakan untuk mengevaluasi gangguan sendi temporomandibula adalah anamnesis dan pemeriksaan klinis berdasarkan Research Diagnostic Criteria for TMD (RDC/TMD). Tiga artikel menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara mengunyah permen karet dan gangguan sendi temporomandibula, sedangkan 1 artikel menyimpulkan bahwa perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai topik ini. Heterogenitas yang terjadi dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik sampel dan metode yang digunakan dalam mengevaluasi kebiasaan mengunyah permen karet dan tanda-tanda gangguan sendi temporomandibula. Simpulan: Tinjauan ini menunjukkan bahwa kebiasaan mengunyah permen karet dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Introduction: Temporomandibular joint disorder was reported to affect 50 until 75% of the adult population and can affect an individual’s quality of life. The etiology of this disorder is multifactorial; it can be caused by parafunctional habit, chewing gum. 13% of adolescents and adults were reported chewing gum regularly. Purpose: This study aims to determine the relationship between chewing gum and temporomandibular joint disorder. Methods: This study was conducted using the rapid review method with screening and search referring to the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA) guidelines. Article searches were performed using keywords and inclusion criteria in the Google Scholar, PubMed, and ScienceDirect databases. Results: A total of 4 articles using observational research methods were included. Evaluation of the habit of chewing gum was carried out using questionnaires and interviews, while the parameters used to evaluate temporomandibular joint disorders were anamnesis and clinical examination based on the Research Diagnostic Criteria for TMD (RDC/TMD). Three articles indicated that there was a significant association between gum chewing and temporomandibular disorder, whereas 1 article concluded that further studies on this topic were necessary. The heterogeneity that occurs can be caused by differences in sample characteristics and methods used in evaluating the habit of chewing gum and signs of temporomandibular joint disorders. Conclusion: This review showed that the habit of chewing gum can cause temporomandibular joint disorders.