Ilmu Kedokteran (S3)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Kedokteran (S3) by Author "Afiat Berbudi"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item EKSPRESI GEN HUMAN BETA-DEFENSIN-3 DAN CATHELICIDIN SERTA KOMPOSISI DAN DIVERSITAS MIKROBIOM PADA KULIT PASIEN KUSTA DAN NARAKONTAK KUSTA(2023-02-18) FIFA ARGENTINA; Oki Suwarsa; Afiat BerbudiKusta adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae). Narakontak kusta merupakan orang yang kontak erat dengan pasien kusta dan berpeluang mengidap kusta lebih tinggi dibanding populasi umum. Salah satu faktor yang berperan dalam patogenesis kusta adalah sistem imun bawaan, contohnya human beta defensin-3 (HBD-3) dan cathelicidin, yang merupakan peptida antimikrobial. Perubahan komposisi dan diversitas mikrobiom kulit diketahui berperan pada penyakit kulit, termasuk kusta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi gen HBD-3 dan cathelicidin serta komposisi dan diversitas mikrobiom pada kulit pasien kusta dan narakontak kusta. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional secara potong lintang mulai Juni 2021 hingga Juni 2022. Peserta penelitian terdiri dari masing-masing 18 orang pasien kusta, narakontak kusta, dan individu sehat. Sampel penelitian berupa swab yang diambil dari lesi kulit, kulit non-lesi pasien kusta, kulit narakontak, dan kulit individu sehat, kemudian dilakukan pemeriksaan ekspresi gen HBD-3 dan cathelicidin menggunakan real-time polymerase chain reaction, serta pemeriksaaan mikrobiom kulit menggunakan next generation sequencing. Hasil penelitian menunjukkan nilai median ekspresi gen HBD-3 pada lesi kulit kusta 260,61 (0,19ï€3734,10); kulit non-lesi kusta 1,91 (0,01ï€151,17); kulit narakontak 7,93 (0,27ï€121,10); dan kulit individu sehat 1,00 (1,00ï€1,00), dengan uji Kruskal Wallis didapatkan nilai p 0,05). Analisis korelasi antara ekspresi gen HBD-3 dengan diversitas mikrobiom menunjukkan nilai r = 0,200 dan p = 0,105, sedangkan korelasi antara ekspresi gen cathelicidin dengan diversitas mikrobiom menunjukkan nilai r = 0,149 dan p = 0,286. Simpulan penelitian ini terdapat perbedaan ekspresi gen HBD-3 dan cathelicidin pada lesi kulit, kulit non-lesi pasien kusta, dan kulit narakontak kusta yang diambil dari swab kulit. Oleh karena itu, ekspresi gen HBD-3 dan cathelicidin berpotensi menjadi penanda infeksi kusta pada narakontak. Komposisi mikrobiom kulit bervariasi baik pada kelompok kusta, maupun narakontak kusta, dan tidak berhubungan dengan ekspresi gen HBD-3 dan cathelicidin.Item POTENSI KOMBINASI CURCUMIN DAN PIPERINE SEBAGAI PROFILAKSIS MALARIA PADA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei ANKA(2022-09-05) SHAFIA KHAIRANI; Afiat Berbudi; Endang Yuni SetyowatiMalaria merupakan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan tetap menjadi salah satu penyakit menular di daerah tropis di seluruh dunia, terutama karena tidak adanya vaksin yang efektif, dan munculnya resistensi Plasmodium terhadap obat antimalaria yang tersedia. Hal ini menjadi tantangan utama dalam pemberantasan malaria. Strategi alternatif dapat diterapkan untuk menggabungkan senyawa yang ada (memiliki aktivitas antimalaria) yang menunjukkan aktivitas multitahap melawan parasit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi kombinasi curcumin dan piperine sebagai profilaksis malaria pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA. Penelitian eksperimental in vivo ini dilakukan di Laboratorium in vivo Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Padjadjaran (RSHP UNPAD) pada Januari 2021-Januari 2022 menggunakan metode Peters (uji profilaksis). Empat puluh dua ekor mencit dibagi secara acak menjadi 6 kelompok (n=7). Kelompok I (kelompok normal) diberi aquadest, Kelompok II (kontrol negatif) diberi 0,2 ml DMSO, Kelompok III (kontrol positif) diberi obat anti-malaria (Artesunate 5mg/kgbb) (ART), Kelompok IV, V, dan VI masing-masing diberi curcumin 300mg/kgbb (CUR), curcumin 300mg/kgbb dan piperine 20mg/kgbb (CUR+PIP), dan piperine 20mg/kgbb (PIP). Seluruh sediaan diberikan selama 4 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diinokulasikan 0,2ml sel darah merah yang berisi 1x106 Plasmodium berghei ANKA. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase parasitemia, gejala klinis, tingkat kelangsungan hidup, analisis biokimia serum, beban parasit di hepar, gambaran histopatologi hepar dan ekspresi CD68 Sel Kupffer di Hepar. Hasil penelitian ini menunjukkan kombinasi curcumin dan piperine mampu menghambat pertumbuhan parasit sebesar 77,94% dan puncak parasitemia dicapai pada hari ke-14. Hal ini sejalan dengan keterlambatan timbulnya gejala klinis serta tingkat kelangsungan hidup yang lebih lama secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol negatif. Selain itu, beban parasit yang rendah di hepar dan perubahan histopatologis hepar yang ringan, menunjukkan bahwa kombinasi tersebut menghasilkan efek sinergis dan aditif. Pemberian kombinasi curcumin dan piperine pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA memiliki potensi sebagai sediaan profilaksis.