S3 - Doktor
Permanent URI for this community
Browse
Browsing S3 - Doktor by Author "Boy Yoseph Cahya Sunan Sakti Syah Alam"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item Karakteristik Hidrogeologi Dengan Pendekatan Hidrokimia dan Isotop Alam (18O, 2H dan 222Rn). Studi Kasus: Cekungan Airtanah Rawadanau Bagian Tengah, Kabupaten Serang(2022-10-10) PRIYO HARTANTO; Hendarmawan; Boy Yoseph Cahya Sunan Sakti Syah AlamRawadanau adalah rawa pegunungan yang terletak di Serang, Banten, airnya menjadi sumber pasokan utama bagi kawasan industri Cilegon Banten. Mengetahui asal dan kualitas air tanah dapat membantu melestarikan sumber daya yang ada. Air Rawadanau berasal dari airhujan, air sungai, mataair dingin (MAD) dan mataair panas (MAP). Munculnya mata air panas biasanya dikaitkan dengan prospek hidrotermal. Untuk memahami kondisi dan proses yang terjadi di airtanah Rawadanau perlu dipelajari dengan pendekatan data hidrogeologi terbaru. Sifat dan jejak airtanah Rawadanau diperlukan data dan bukti baru berupa isotop alam (18O, 2H dan 222Rn) dan data hidrogeokimia. Kenampakan morfologinya bagian utara dan selatan merupakan lereng yang terjal. Dari penampang geolistrik, dijumpau struktur sesar normal berarah relatif barat-timur. Hasil pengamatan lapangan, kaki lereng terjal menjadi tempat pemuculan mataair. Akuifer tersusun atas batuan vulkanik dengan komposisi dominan andesit porfiritik, andesit basaltik, dan andesit. Enampuluh perconto diukur di lapangan. Hasil penyelidikan lapangan dijumpai 31 lokasi baik MAD maupun MAP. Debit MA dapat dibagi dalam magnitude 6 (0,1-1 L/detik) di 11 lokasi, magnitude 5 (1-10 L/detik) sebanyak 16 lokasi, magnitude 4 (10-100 L/detik) dijumpai di 3 lokasi dan magnitude 3 (>100 L/detik) 1 lokasi. Hasil pengukuran lapangan, suhu MAD antara 23,6-30,5 °C (mean 27,4), pH antara 5,6 sampai 7,7 (6,3), dan DHL antara 46-468 µS/cm (mean 184). Sedangkan suhu MAP antara 31,2-54,6 °C (mean 42,4), pH MAP antara 6,2-7,7 (6,8), dan DHL antara 1099 sampai 4460 µS/cm (mean 1879). Terukur DHL tinggi (>4000 µS/cm) dijumpai pada airpanas yang keluar dari lobang bor (lokasi 31S) debit terukur 4 L/detik. Hasil pengukuran lapangan, di 6 sumur suhu antara 26,1-30,5 °C (mean 27,9), pH antara 4,9-6,8 (mean 6,3), dan DHL antara 70-612 µS/cm (mean 356). Sedangkan suhu air sungai 23,5-29,7 °C (mean 27,0), pH antara 6,9-8,2 (mean 7,4), dan nilai DHL antara 32-239 µS/cm (mean 124). Uji korelasi menunjukkan positif, kuat sampai sangat kuat dan konsisten ditunjukkan suhu, DHL dan silika (SiO2) terhadap hampir seluruh variabel, kecuali pH dan SO42-. Fasies air berdasar diagram Stiff menjadi 14 tipe, menggunakan diagram Piper menjadi 4 tipe air yaitu Ca-HCO3, Ca-Mg-HCO3, Mg-Ca-HCO3, dan Na-Cl, berdasar klasifikasi Durov menjadi 8 tipe air. Berdasar grafik Gibbs, air daerah penelitian dikendalikan dominasi penguapan dan pelarutan batuan. Data kandungan isotop stabil 18O (-6,39 hingga -4,82) dan 2H (-41,35 hingga -31,30), air berasal dari meteorik lokal dan telah terjadi penguapan. Aktivitas radon (222Rn) di musim kemarau antara 76- 9550 Bq/m3 (mean 2680 Bq/m3), sedang musim hujan antara 0,1-14859 Bq/m3, (mean 4479 Bq/m3). Aktivitas radon relatif tinggi pada MAP dan MAD, tetapi terjadi penurunan pada air sungai. Indeks kloro-basa MAP menunjukkan pertukaran ion dan pertukaran ion terbalik mempengaruhi hidrogeokimia MAP, dimana Ca2+ dan Mg2+ dilepaskan dari matriks akuifer ke airtanah mengganti Na+. MAP berasal dari air meteorik dan berinteraksi dengan fluida panasbumi dari akuifer tertekan yang mengalir ke permukaan melalui rekahan dan patahan. Berdasar geotemometer kalsedon suhu mendekati 150 °C kedalaman sekitar 1,1 km di bawah Gunung Parakasak.Item MODEL MORFOGENETIK AMFITEATER GEOPARK CILETUH BERDASARKAN SIMULASI TUMBUKAN METEORIT(2019-10-24) KHAIRUL UMMAH; Boy Yoseph Cahya Sunan Sakti Syah Alam; Mega Fatimah RosanaAmfiteater di Ciletuh merupakan fenomena alam berupa tebing berbentuk setengah lingkaran dengan ketinggian sekitar 400 meter. Proses kejadian tebing ini secara geologi masih belum diketahui dengan pasti. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kemungkinan adanya tumbukan meteorit sebagai kejadian awal pembentukan tebing amfiteater. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis citra penginderaan jauh, analisis geofisika, analisis petrografi, dan simulasi komputer untuk melacak jejak tumbukan meteorit. Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti tumbukan berupa morfologi semi lingkaran, struktur cekungan bawah tanah, batuan impaktit kuarsa Planar Deformation Features (PDF) dan shattercone, yang semuanya sesuai dengan karakteristik dampak tumbukan meteorit dari hasil simulasi komputer. Penelitian juga membuat model yang menjelaskan pembentukan amfiteater sebagai akibat dari tumbukan meteorit. Pemodelan komputer memperkirakan bahwa pada kala Pliocene telah terjadi tumbukan meteorit yang menimbulkan kawah selebar 13 km, memicu longsoran besar, dan membentuk sebuah amfiteater. Hasil penelitian ini menjadi bukti untuk mengajukan Ciletuh sebagai situs geologi struktur tumbukan meteorit. The amphitheater in Ciletuh is a natural phenomenon in the form of a semicircular cliff with 400 meters height. The origin process of this cliff is still unknown. This study aims to examine the possibility of meteorite impact as the initial trigger of the amphitheater forming. The research uses several methods to identify an impact structure including remote sensing image analysis, geophysical analysis, petrographic analysis, and computer simulations. The results show evidence of an impact structure in the form of semi-circular morphology, basin structure, Planar Deformation Features (PDF) quartz and shattercone rock, all of which are in accordance to the impact characteristics from a computer simulation. The study also makes a model that explains the formation process of an amphitheater as a result of meteorite impact. The computer modeling estimated that at Pliocene there was a meteorite collision created 13 km wide crater that triggered a mega slump and forming an amphitheater. The research results are evidence to propose Ciletuh amphitheater as an impact structure.