S3 - Doktor
Permanent URI for this community
Browse
Browsing S3 - Doktor by Title
Now showing 1 - 20 of 23
Results Per Page
Sort Options
Item Dinamika Garis Pantai Cirebon Terkait Abrasi dan Akresi Berdasarkan Evaluasi Data Geospasial, Geologi Kelautan, dan Geofisika.(2023-08-08) RADEN YUDI PRATAMA; Nana Sulaksana; Teuku Yan Waliana Muda IskandarsyahPantai utara Jawa adalah wilayah yang sangat dinamis dengan berbagai permasalahan umum seperti erosi, abrasi, akresi, inudasi dan penurunan tanah. Pantai Cirebon merupakan salah satu daerah di utara Pantai Jawa yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan kondisi antropogenik yang terus meningkat. Tren dominasi erosi sepanjang garis pantai yang terjadi pada sebagian besar wilayah pantai utara Jawa menjadi pertanyaan ilmiah yang perlu dijawab disertai pembuktian terhadap aspek-aspek yang mendukung terjadinya dinamika pantai, apakah hal tersebut terjadi juga di Pantai Cirebon. Dengan demikian dirumuskan tujuan penelitian untuk menganalisis dinamika Pantai Cirebon. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan peta dasar citra satelit Landsat dalam periode empat dekade yang dibuktikan melalui berbagai aspek geologi, geofisika dan hidro-oseanogafi. Metode dinamika Pantai Cirebon dilakukan dengan mengintegrasikan data geospasial, geologi, geofisika, dan hidro-oseanografi. Secara komprehensif dapat disimpulkan bahwa dinamika akresi mendominasi garis Pantai Cirebon selama empat dekade. Hasil penelitian memperlihatkan penambahan wilayah pantai mencapai 1.463, 88 Ha dalam empat dekade dengan kecepatan sedimentasi vertikal rata-rata mencapai kisaran 0,27-0,33 cm/tahun. Berdasarkan aspek geologi dapat terlihat litologi sedimen berupa satuan kohesif yang mendominasi daerah Pantai Cirebon. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian aspek geofisika dari data rekaman seismik pantul dangkal yang memperlihatkan paralel sedimentasi pada unit teratas. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa kegiatan sedimentasi masih terus terjadi. Aspek hidro-osenaografi juga membuktikan bahwa energi hidrodinamika memiliki magnitudo kecepatan arus yang rendah, sehingga menyebabkan sedimentasi pada sedimen litologi halus.Item Dinamika Pembentukan Rekaman Stratigrafi Miosen Tengah - Miosen Akhir di Cekungan Sumatra Selatan(2012) DJADJANG JEDI SETIADI; Edy Sunardi; HendarmawanItem EVOLUSI TEKTONIK DALAM KAITANNYA DENGAN AMALGAMASI BATUAN BERASAL DARI BENUA AUSTRALIA DAN BUSUR BANDA DI WILAYAH KOLBANO DAN NENAS, NUSA TENGGARA TIMUR(2017-04-26) JOKO WAHYUDIONO; Adjat Sudradjat; Ildrem SyafriPenelitian ini difokuskan pada Wilayah Kolbano dan Nenas di Timor bagian barat dengan penambahan data dari Cekungan Bonaparte dan Busur Banda. Secara umum daerah penelitian terdiri atas batuan yang berasal dari Benua Australia, Busur Banda, dan sedimen yang terendapkan setempat. Karena berasal dari tiga sumber yang berbeda maka tercermin dari karakteristik batuan sedimen serta tektoniknya. Secara tektonik, daerah penelitian terbukti telah mengalami tujuh kali periode deformasi yaitu saat Zaman Perem, Trias, Jura, Kapur, Paleogen, Miosen Akhir-Pliosen, serta Kuarter. Pemisahan menjadi tujuh periode dilakukan dengan metode menggunakan analisis stuktur sesar, reflektansi vitrinit, geokimia, dan kelurusan struktur dari citra. Terdapat kesamaan karakteristik peristiwa tektonik berdasarkan kesamaan ciri reflektansi vitrinit dan geokimia pada batuan gunungapi dari Sungai Fatu (Timor Bagian Barat) dengan sampel dari hasil Deep Sea Drilling Project (DSDP). Selain itu juga ditemukan kesamaan karakteristik struktur sesar, kelurusan struktur, dan geokimia pada sampel batuan gunungapi dari Kompleks Mutis, Sungai Metan (Timor Bagian Barat) dengan sampel dari hasil Pulau Atauro. Pada Zaman Perem terendapkan batuan sedimen Formasi Atahoc, Cribas, dan Maubise yang bersamaan dengan kegiatan vulkanisme. Pada Zaman Trias pengendapan berlanjut Formasi Niof, Babulu, Aitutu, dan Malita. Pada Zaman Jura diteruskan dengan pengendapan Formasi Wailuli dan Plover. Zaman Jura Akhir terjadi pemekaran sebagai awal pemisahan bagian ujung barat laut Benua Australia. Tumbukan dimulai sejak Kala Oligosen – Miosen. Kegiatan tumbukan semakin memuncak dan terjadi proses amalgamasi pada Kala Miosen Akhir-Pliosen dan menyebabkan pengangkatan di Pulau Timor. Tahap akhir tumbukan adalah tepatahkannya slab di bawah Pulau Timor dan terbentuknya Sesar Wetar. Proses pengangkatan di Pulau Timor terus berlanjut hingga sekarang.Item Geomorfologi Tektonik Cekungan Bandung dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang Perkotaan(2022-10-10) NENDI ROHAENDI; Emi Sukiyah; Dicky MuslimKawasan Perkotaan Cekungan Bandung dikelilingi oleh pegunungan vulkanik dan dikontrol oleh tiga sesar aktif yaitu sesar Cimandiri, sesar Lembang, dan sesar Baribis. Beberapa riset yang masih berlangsung menduga masih ada sesar aktif lainya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gemorfologi tektonik sebagai pembuktian tingkat tektonik relatif dan implikasinya dalam perencanaan tata ruang di cekungan Bandung. Metode penelitian meliputi analisis geomorfologi berkaitan dengan tektonik menggunakan data Digital Elevation Model, metode geofisika (HVSR) di daerah terpilih, dan analisis Spatial Multi Criteria Evaluation untuk analisis penataan ruang. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam analisis data. Obyek penelitian mencakup 62 Daerah Aliran Sungai orde 4 dengan variabel asymmetry factor (Af), sinusitas muka gunung (Smf), hypsometry (Hi), indeks gradient panjang sungai (Sl), rasio lebar–tinggi lembah (Vf), bentuk cekungan (Bs), rasio cabang sungai (Rb), dan kerapatan pengaliran (Dd). Hasil analisis berkaitan dengan aspek geomorfologi tektonik menunjukkan nilai Af (-24 sampai 38), nilai Smf (1,15 sampai 1,98), nilai Vf (0,3 sampai 6,67), nilai Hi (0,12 sampai 0,57), nilai Sl (38,86 sampai 711,26), dan nilai Bs (0,56 sampai 8,38). Aspek kuantitatif geomorfologi lainnya yang dianalisis adalah orde sungai yaitu orde 1 sampai 7, Dd (1,97 sampai 4,64), dan (1,69 hingga 9). Sementara itu, hasil analisis HVSR berupa peta sebaran kecepatan gelombang geser hingga kedalaman 30 meter (Vs30) dan peta bahaya gempa bumi. Berdasarkan kedua peta tersebut disimpulkan bahwa periode dominan pengukuran mikrotremor memiliki nilai variasi tinggi 0,4 – 1,4 detik yang ditafsirkan sebagai sedimen lunak tipis. Variasi nilai Vs30 dari 80 sampai 560 m/s yang menunjukkan batuan kelas E (tanah lunak) atau < 180 m/s, kelas D (tanah sedang) 180 < Vs30 <360 m/s, dan kelas C (tanah padat atau batuan lunak) atau 360 m/s < Vs30 < 720 m/s. Model profil kecepatan menunjukkan perbedaan kedalaman sedimen untuk setiap titik pengukuran. Anomali kecepatan terletak di Cimencrang (titik GBG014), sekitar GBLA (titik GBG021), dan Cipamokolan (titik GBG033), dengan nilai Vp/Vs cukup tinggi yang berarti berpotensi tinggi likuifaksi saat terjadi gempa bumi. Nilai PGA dari sesar Lembang adalah 0,17 – 0,25 g pada batuan dasar, sedangkan setelah mempertimbangkan geologi lokal dari inversi HVSR nilai percepatan spektral sekitar 0,5 – 0,95 g untuk kejadian yang dihasilkan oleh Sesar Lembang dan 0,08 - 0,14 g dari megathrust. Berdasarkan analisis geomorfologi secara terukur, maka penataan ruang penataan ruang di cekungan Bandung perlu dievaluasi. Hasil penelitian memberikan rekomendasi bahwa kawasan Cekungan Bandung dapat untuk kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian dan pemukiman. Sementara itu, khusus kawasan karst Citatah dapat dikembangkan untuk geowisata. Berkaitan dengan mitigasi bencana, cekungan Bandung menunjukan tingkat tektonik yang relatif aktif. Di wilayah cekungan Bandung bagian tengah perlu diwaspadai kemungkinan liquifaksi. Perencanaan lahan di wilayah ini sebaiknya dibuat lebih detil.Item GEOMORFOLOGI TEKTONIK DAN INDIKASI AKTIVITAS NEOTEKTONIK DAERAH KARANGSAMBUNG, JAWA TENGAH(2023-02-13) EDI HIDAYAT; Zufialdi Zakaria; Dicky MuslimKarangsambung merupakan daerah yang menarik, unik, dan langka berdasarkan kompleksitas kondisi geologinya. Karangsambung sebagai salah satu lokasi penting yang menjadi bukti proses evolusi bumi terutama terkait dengan proses subduksi lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia pada Kapur-Paleosen. Kompleksitas kondisi geologi daerah Karangsambung tidak hanya dipengaruhi aktivitas tektonik Pra-Tersier dan Tersier, tetapi berlanjut hingga Kuarter. Berdasarkan data geologi dan geofisika menunjukkan bahwa daerah Luk Ulo, Karangsambung telah mengalami pengangkatan. Gaya kompresi subduksi selatan Pulau Jawa telah mereaktivasi jalur subduksi Kapur yang berarah Timur Laut- Barat Daya yang dimulai Pliosen hingga Kuarter menghasilkan zona sesar dupleks regional berupa sesar mendatar Karangsambung yang bergerak mengiri. Sesar ini telah mempengaruhi aktivitas sesar-sesar naik pada zona akresi Luk Ulo menjadi zona sesar dengan sistem positive flower structure mengakibatkan terangkatnya blok-blok batuan mélange Luk Ulo sampai permukaan. Keberadaan struktur sesar mendatar regional Karangsambung, salah satunya dapat diwakili dengan pengukuran bidang sesar N72oE/55o, pitch 80o, analisis data kekar, serta kelurusan struktur dengan pola arah Timur Laut-Barat Daya. Aktivitas sesar mendatar Karangsambung mempengaruhi juga lipatan antiklin Karangsambung yang semakin terangkat membentuk lipatan sungkup dengan arah Barat-Timur. Proses pengangkatan tersebut mempengaruhi proses erosi vertikal, sehingga membentuk morfologi amfiteater. Tingkat aktivitas tektonik relatif di daerah penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan pendekatan geomorfologi tektonik yaitu berupa indeks geomorfik yang terdiri atas lengkungan muka pegunungan (Smf), perbandingan lebar dasar lembah dan tinggi lembah (Vf), indeks gradien panjang sungai (SL), asimetri daerah aliran sungai (AF), indeks bentuk cekungan (Bs), kerapatan pengaliran (Dd), hipsometri Integral (HI) menghasilkan indeks aktif tektonik relatif (IAT) dengan kategori nilai IAT 1,5-2 masuk kelas 1 (aktivitas tektonik tinggi, sebanyak 11%), nilai IAT 2-2,5 masuk kelas 2 (aktivitas tektonik menengah/sedang, sebanyak 54%), nilai IAT >2,5 masuk kelas 3 (aktivitas tektonik rendah, sebanyak 35%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah penelitian tergolong aktif tektonik menengah artinya aktivitas tektonik lebih besar pengaruhnya dibandingkan erosi pada proses pembentukan morfologi daerah penelitian. Analisis singkapan teras sungai yang terangkat dan terdeformasi, serta keberadaan sumber gempa bumi dengan kekuatan Magnitudo 1 sampai 5 pada kedalaman dangkal kurang dari 70 km merupakan indikasi sesar aktif, menunjukkan bahwa daerah penelitian dipengaruhi oleh aktivitas neotektonik.Item Karakter Hidrogeologi Zonasi Akifer (0 20 m) Berdasarkan Geologi, Hidrokimia - Isotop Dalam Airtanah Jakarta Utara(2013) ABDURRACHMAN ASSEGGAF; Johanes Hutabarat; HendarmawanPenelitian Karakter Hidrogeologi Zonasi Akifer (0 – 20 m) Berdasarkan Geologi, Hidrokimia – Isotop Dalam Airtanah Jakarta Utara meliputi wilayah dataran pantai utara Jakarta terletak pada koordinat 9314000 zona 48 UTM, ke arah utara berbatasan dengan Teluk Jakarta, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten dan Kota Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah korelasi litologi, pengukuran muka airtanah (MAT), analisis kimiawi utama dan isotopnya. Korelasi 95 buah data inti bor menggambarkan bidang diskontinuitas sebagai batas sebaran litologi yang ditafsirkan adanya patahan berarah utara – selatan dan barat – timur. Sebaran MAT sebagian besar berupa kontur tertutup (cone of depression) dan aliran airtanah bagian barat mempunyai pola relatif utara – selatan. Kadar Cl¯ di wilayah penelitian berkisar 91,4 hingga 14.367 mg/l, yang sebagian besar masuk kategori airtanah payau. Data hidrokimia unsur utama airtanah menunjukkan bahwa fasies airtanah didominasi HCO3¯+Cl¯; Cl¯+ HCO3¯ dan Cl¯ + SO4=. Adanya fasies ion HCO3¯ menunjukkan terdapatnya infiltrasi air meteorik melalui lapisan batupasir pematang pantai (ap) yang mampu melarutkan ion Cl¯ dan SO4¯2. Garis evaporasi δD = (4,520218O – 16,8536) dan garis hujan lokal Jakarta (LMWL, Djiono dkk. 1988) berpotongan di koordinat –8,40‰18O dan –52,85‰ 2H yang mencerminkan isotop curah hujan lokal. Sebagian besar isotop airtanah terletak di sepanjang garis evaporasi, ini menunjukkan airtanah mengalami proses evaporasi/penguapan. Fasies airtanah yang berkembang Cl¯+ SO4=, HCO3¯+ Cl¯; Cl¯+HCO3¯; HCO3¯+ SO4=; dan SO4=+ HCO3¯. Analisis isotop menunjukan sebagian besar isotop terletak di sepanjang garis evaporasi dan bukan merupakan intrusi air laut. Saran pembuatan sumur pantau (Sertifikat tanah) dan sistimatik, mewakili sumur pantek penduduk. Pemantau dua musim dan dilakukan evaluasi berkesinambungan.Item KARAKTERISASI DEFORMASI TEKTONIK BERDASARKAN ANALISIS INDEKS GEOMORFIK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILAKI JAWA BARAT SELATAN(2020-09-20) JOHAN BUDI WINARTO; Agus Didit Haryanto; Iyan HaryantoKawasan Jawa Barat, khususnya wilayah Garut Bagian Selatan, memiliki fenomena geologi yang menarik perhatian untuk diteliti. Salah satunya tercermin pada bentuk DAS Cilaki yang melebar di bagian hulu dan menyempit ke arah hilir, menyerupai bentuk gelas anggur. Di bagian hulu hingga tengah tersusun atas batuan vulkanik Kuarter. Sementara itu, ke arah hilir tersingkap batuan sedimen berumur Tersier. Struktur geologi mengontrol di seluruh DAS Cilaki. Namun belum diketahui seberapa tingkat aktivitasnya. Gerakan tanah banyak terjadi di wilayah hulu hingga ke bagian tengah. Sebaliknya di wilayah hilir yang bermuara ke Samudera Hindia, cenderung relatif stabil. Kejadian gerakan tanah dapat disebabkan oleh faktor tektonik dan non tektonik. Fenomena ini menjadi subyek penelitian melalui kajian morfotektonik berdasarkan analisis indeks geomorfik untuk mengetahui aktivitas tektonik di DAS Cilaki. Kejadian gerakan tanah di wilayah tersebut adalah bagian dari proses deformasi terhadap bentuk lahannya. Beragam metode diperlukan untuk mengetahui kondisi aktivitas tektonik di wilayah tersebut. Diantaranya adalah pengambilan data melalui survei geologi, survei geolistrik, analisis sampel batuan di laboratorium, analisis data inderaja di laboratorium dan sebagainya. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan pendekatan probabilistik untuk mengetahui perannya terhadap kejadian gerakan tanah di wilayah tersebut. 17 Indeks geomorfiks, data kekar dan azimuth segmen sungai digunakan dalam penilaian tingkat aktivitas tektonik. Nilai Vf ratio dan Smf adalah nilai variabel utama sedangkan lainya digunakan sebagai pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai indeks geomorfik dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan tingkat aktivitas tektonik Resen dan sesar aktif daerah penelitian. Variabel-variabel lainnya berkaitan dengan kejadian gerakan tanah adalah arah azimuth longsoran dan luas longsoran. Hasil uji hipotesis T-test menunjukkan bahwa nilai Smf/Vf ratio pada batuan vulkanik Kwarter dan batuan sedimen Tersier tidak ada perbedaan atau disebabkan oleh faktor tektonik yang sama. Demikian pula dengan uji T-test terhadap gerakan tanah menunjukkan faktor penyebab yang sama. Sedangkan uji regresi linier menghasilkan simpulan bahwa aktivitas tektonik sebagai variabel bebas (Independent) mempunyai peran dan hubungan erat dengan kejadian gerakan tanah sebagai variabel terikat (Dependent) dengan tingkat pengaruh kuat. Sehingga kejadian gerakan tanah dapat digunakan sebagai indikator aktivitas tektonik. Aktivitas tektonik DAS Cilaki dapat diidentifikasi melalui karakterisasi deformasi tektoniknya berdasarkan analisis nilai indeks geomorfik. Diharapkan hasil yang diperoleh dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang geologi dan rencana pembangunan di wilayah Jawa Barat Selatan.Item Karakteristik Hidrogeologi Dengan Pendekatan Hidrokimia dan Isotop Alam (18O, 2H dan 222Rn). Studi Kasus: Cekungan Airtanah Rawadanau Bagian Tengah, Kabupaten Serang(2022-10-10) PRIYO HARTANTO; Hendarmawan; Boy Yoseph Cahya Sunan Sakti Syah AlamRawadanau adalah rawa pegunungan yang terletak di Serang, Banten, airnya menjadi sumber pasokan utama bagi kawasan industri Cilegon Banten. Mengetahui asal dan kualitas air tanah dapat membantu melestarikan sumber daya yang ada. Air Rawadanau berasal dari airhujan, air sungai, mataair dingin (MAD) dan mataair panas (MAP). Munculnya mata air panas biasanya dikaitkan dengan prospek hidrotermal. Untuk memahami kondisi dan proses yang terjadi di airtanah Rawadanau perlu dipelajari dengan pendekatan data hidrogeologi terbaru. Sifat dan jejak airtanah Rawadanau diperlukan data dan bukti baru berupa isotop alam (18O, 2H dan 222Rn) dan data hidrogeokimia. Kenampakan morfologinya bagian utara dan selatan merupakan lereng yang terjal. Dari penampang geolistrik, dijumpau struktur sesar normal berarah relatif barat-timur. Hasil pengamatan lapangan, kaki lereng terjal menjadi tempat pemuculan mataair. Akuifer tersusun atas batuan vulkanik dengan komposisi dominan andesit porfiritik, andesit basaltik, dan andesit. Enampuluh perconto diukur di lapangan. Hasil penyelidikan lapangan dijumpai 31 lokasi baik MAD maupun MAP. Debit MA dapat dibagi dalam magnitude 6 (0,1-1 L/detik) di 11 lokasi, magnitude 5 (1-10 L/detik) sebanyak 16 lokasi, magnitude 4 (10-100 L/detik) dijumpai di 3 lokasi dan magnitude 3 (>100 L/detik) 1 lokasi. Hasil pengukuran lapangan, suhu MAD antara 23,6-30,5 °C (mean 27,4), pH antara 5,6 sampai 7,7 (6,3), dan DHL antara 46-468 µS/cm (mean 184). Sedangkan suhu MAP antara 31,2-54,6 °C (mean 42,4), pH MAP antara 6,2-7,7 (6,8), dan DHL antara 1099 sampai 4460 µS/cm (mean 1879). Terukur DHL tinggi (>4000 µS/cm) dijumpai pada airpanas yang keluar dari lobang bor (lokasi 31S) debit terukur 4 L/detik. Hasil pengukuran lapangan, di 6 sumur suhu antara 26,1-30,5 °C (mean 27,9), pH antara 4,9-6,8 (mean 6,3), dan DHL antara 70-612 µS/cm (mean 356). Sedangkan suhu air sungai 23,5-29,7 °C (mean 27,0), pH antara 6,9-8,2 (mean 7,4), dan nilai DHL antara 32-239 µS/cm (mean 124). Uji korelasi menunjukkan positif, kuat sampai sangat kuat dan konsisten ditunjukkan suhu, DHL dan silika (SiO2) terhadap hampir seluruh variabel, kecuali pH dan SO42-. Fasies air berdasar diagram Stiff menjadi 14 tipe, menggunakan diagram Piper menjadi 4 tipe air yaitu Ca-HCO3, Ca-Mg-HCO3, Mg-Ca-HCO3, dan Na-Cl, berdasar klasifikasi Durov menjadi 8 tipe air. Berdasar grafik Gibbs, air daerah penelitian dikendalikan dominasi penguapan dan pelarutan batuan. Data kandungan isotop stabil 18O (-6,39 hingga -4,82) dan 2H (-41,35 hingga -31,30), air berasal dari meteorik lokal dan telah terjadi penguapan. Aktivitas radon (222Rn) di musim kemarau antara 76- 9550 Bq/m3 (mean 2680 Bq/m3), sedang musim hujan antara 0,1-14859 Bq/m3, (mean 4479 Bq/m3). Aktivitas radon relatif tinggi pada MAP dan MAD, tetapi terjadi penurunan pada air sungai. Indeks kloro-basa MAP menunjukkan pertukaran ion dan pertukaran ion terbalik mempengaruhi hidrogeokimia MAP, dimana Ca2+ dan Mg2+ dilepaskan dari matriks akuifer ke airtanah mengganti Na+. MAP berasal dari air meteorik dan berinteraksi dengan fluida panasbumi dari akuifer tertekan yang mengalir ke permukaan melalui rekahan dan patahan. Berdasar geotemometer kalsedon suhu mendekati 150 °C kedalaman sekitar 1,1 km di bawah Gunung Parakasak.Item KARAKTERISTIK PRODUK TEKTONIK-EROSI- SEDIMENTASI CEKUNGAN KENDARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENATAAN RUANG KOTA KENDARI(2020-07-04) ANDI MAKKAWARU ISAZARNI JASSIN; Nana Sulaksana; Emi SukiyahDaerah Teluk Kendari merupakan bagian pesisir timur dari lengan tenggara Sulawesi, yang kejadian pembentukannya secara geomorfologi masih belum diketahui dengan baik. Penelitian karakteristik produk tektonik-erosi-sedimentasi cekungan Kendari dan pengaruhnya terhadap penataan ruang Kota adalah kajian dan analisis terhadap proses tektonik-erosi-sedimentasi yang terjadi di cekungan Kendari serta implikasi proses tersebut terhadap penataan ruang Kota Kendari. Sedimentasi merupakan produk akhir erosi yang mengancam hilangnya perairan dalam Teluk Kendari. Sehingga perlu mempelajari karakteristik produk tektonik, erosi, dan sedimentasi di cekungan Kendari, keterkaitannya dengan pendangkalan bagian dalam dari Teluk Kendari serta dampaknya terhadap penataan ruang Kota Kendari. Identifikasi kenampakan bentangalam ditemukan terdapat 7 satuan gemorfologi dalam cekungan Kendari yaitu Denudational erosi kuat (D1),Denudational erosi sedang (D2), Denudational Ersoi ringan (D3), dataran alluvial(F1). fluvial rawa (F2), Marin gesik (M1) dan pegunungan /perbukitan struktural (S1). Nilai hypsometrik integral (Hi) Cekungan Kendari adalah 0,12, menggambarkan terjadinya proses denudasi dan potensi erosi yang besar dan stadia geomorfologi daerah cekungan Kendari berkembang dari dewasa (mature) menuju ke tua (old). Rasio bifurkasi dari sungai-sungai di Cekungan Kendari bernilai Rb1-2 = 1,04 dan Rb2-3 = 1,82. Proses tektonik aktif di daerah cekungan Kendari dibuktikan dengan melihat perhitungan densitas kelurusan morfologi pada cekungan Kendari dapat dibagi kedalam 5 kelas kerapatan kelurusan morfologi, yaitu sangat rendah dengan nilai 0,1/km, rendah 0.5/km, menengah 0,9/km, tinggi 1,3 km dan sangat tinggi > 1,3 km. Adanya adanya korelasi antara azimuth segmen sungai dan kelurusan melalui uji korelasi menunjukkan nilai korelasi 0,96. Analisis morfometrik dan morfotektonik melalui citra landsat dan SRTM 30m yang digunakan dalam penelitian ini, memperlihatkan nilai Smf dan Vfl menunjukkan daerah tektonik aktif terlihat pada bagian utara cekungan Kendari, dan bagian selatan cekungan Kendari, sedangkan daerah erosi barat dan timur cekungan Kendari. Laju erosi cekungan Kendari adalah 108,01 Ton/ha/tahun, dengan Sub DAS Wanggu sebagai penyumbang sedimen yang paling tinggi sebessr 66,064.92 ton/tahun. Ukuran butir sedimennya dominan pasir,berasal dari beragam batuan, sortasi buruk, strongly negative skewness dan sangat dipengaruhi aktivitas sungai. Cekungan Kendari dapat dibagi berdasarkan aktifitas tektonik dan erosi yang tinggi hingga aktifitas tektonik dan erosinya rendah. Implikasinya terhadap penataan ruang kota Kendari dapat dikelompokkan kedalam 5 klas daya dukung lahan dari aspek karakter geomorfologinya, yaitu sangat tinggi, tinggi, menengah, rendah dan sangat rendah. Kata Kunci : Geomorfologi, Morfometrik, Morfotektonik, ErosiItem KLASIFIKASI DAN ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA PADA FORMASI BALIKPAPAN MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK STUDI KASUS : LAPANGAN BATUBARA SANGATTA, KALIMANTAN TIMUR(2017-04-14) IRFAN MARWANZA; Iyan Haryanto; Ahmad Helman HamdaniPendekatan geostatistik dengan parameter geometri dan kualitas batubara dapat dipertimbangkan secara sekaligus untuk menentukan klasifikasi dan estimasi sumberdaya batubara. Klasifikasi kondisi geologi endapan batubara di daerah Sangatta berdasarkan analisis geologi dan statistik didapat area Pit J dikategorikan kondisi geologi moderate - kompleks, area barat lapangan batuabara Sangatta digolongkan kedalam kondisi geologi moderat dan pada area bagian timur lapangan batuabara Sangatta digolongkan kondisi geologi kompleks. Pada saat ini pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara (SNI 5015:2011), khususnya pada parameter kondisi geologi dan jarak titik informasi masih bersifat kualitatif, sehingga perlu untuk disempurnakan menjadi bersifat kuantitatif dengan pendekatan geologi dan statistik. Hasil pendekatan geologi dan statistik pada lapisan batubara di daerah penelitian didapat hasil yang dapat mewakili semua kondisi geologi yang ada didalam SNI 5015 tahun 2011. Hasil analisis geostatistik ketebalan lapisan batubara, pada kondisi geologi sederhana, populasi data normal-unimodal, koefisien variasi 0,2-0,5, kesinambungan sampai dengan 500 m. Untuk mendapatkan klasifikasi sumberdaya tereka dibutuhkan jarak titik informasi 260-500 m, sumberdaya tertunjuk 100-260 m, sumberdaya terukur ≤100 m. Pada kondisi geologi kompleks, populasi data normal -bimodal, koefisien variasi >0,5, kesinambungan sampai dengan ≤50 m. Untuk mendapatkan klasifikasi sumberdaya tereka dibutuhkan jarak titik informasi 150-250 m, sumberdaya tertunjuk 50-150 m, sumberdaya terukur ≤50 m. Hasil analisis variogram untuk parameter kualitas batubara (kadar abu, kadar sulfur dan nilai calorific value), untuk kondisi geologi sederhana range sampai 1000 meter; untuk kondisi geologi moderat range sampai 500 meter; dan untuk kondisi kompleks range sampai ≤ 50meter. Usulan penyempurnaan SNI 5015 tahun 2011 khususnya parameter kondisi geologi dan jarak titik informasi dengan menggunakan perangkat statistik dan geostatistik yang didapat dari hasil analisis statistik dan analisis geostatistik ( meliputi nilai range, sill dan nugget effect dari variogram dan kriging), hasilnya dapat digunakan untuk membuat parameter kondisi geologi dalam SNI 5015 tahun 2011 menjadi bersifat kuantitatif, terukur dan dapat dengan mudah diterapkan.Item KOMPARTEMENTALISASI PROSPEK GAS METANA BATUBARA PADA FORMASI SAJAU BERDASARKAN STRUKTUR GEOLOGI SESAR DI CEKUNGAN BERAU BAGIAN TIMUR KALIMANTAN TIMUR(2014-04-20) AHMAD HELMAN HAMDANI; Edy Sunardi; Yoga Andriana SendjajaUntuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang timbul dari krisis energi global (energy doomsday) yang diakibatkan meningkatnya permintaan energy di masa depan; pada saat ini diberbagai belahan dunia mulai mengembangkan ide-ide penggunaan energi baru terbarukan, salah satunya adalah gas metana batubara (GMB) yang merupakan bahan bakar fosil yang efisien dan bersih terkait dengan cadangan batubara yang besar sebagai energi yang baru terbarukan. Cekungan Berau yang terletak di Kalimantan Timur merupakan salah satu cekungan batubara yang besar di Indonesia yang kaya akan gas metana batubara dengan kondisi struktur geologi yang rumit. Lapisan batubara Formasi Sajau di daerah penelitian didominasi oleh batubara non-banded, cerah, diklasifikasikan sebagai batubara lignit – sub bituminous C dengan nilai rata-rata reflektansi huminit 0,32% yang menunjukkan kondisi belum matang dan memiliki ketebalan 0,90 – 38 m. Gas metana batubara dalam Formasi Sajau terbentuk secara biogenik yang dapat menjadi target terbaik untuk pengembangan gas metana batubara secara ekonomis. Penelitian ini menyelidiki bahwa struktur sesar mengontrol terjadinya akumulasi dan pengayaan GMB dalam Formasi Sajau berdasarkan data eksplorasi sumur bor, geologi struktur dan adsorpsi gas metana. Studi terintegrasi yang meliputi analisis tektonik regional, struktur geologi makro, meso dan mikroskopis dilakukan untuk mengevaluasi lebih lanjut berbagai aspek evolusi tektonik, fitur struktur dan deformasi batubara serta keterkaitannya dengan kandungan gas metana batubara. Struktur rekahan mikro pada batubara (cleat) dan kekar gerus yang diukur di lapangan , dianalisis secara statistik dan kemudian ditafsirkan cara terjadinya struktur tersebut , terkait dengan kelurusan geologi struktur sesar makro yang berimplikasi kepada proses pembentukan dan penyimpanan gas metana batubara. Plot diagram pencar dan analisis regresi pengukuran klit mengungkapkan distribusi power-law¬ antara jarak sesar dengan jarak antar klit, bukaan klit, dan frekuensi klit, permeabilitas klit dan porositas klit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan GMB yang sebenarnya terutama dikendalikan oleh distribusi dan struktur geologi sesar. Sesar-sesar tersebut mengontrol perkembangan intensitas klit dalam batubara Formasi Sajau di cekungan Berau yang ditunjukkan oleh variabilitas kandungan gas metana batubara. Karakteristik reservoir gas metana batubara tergantung pada jarak terhadap sesar dan intensitas klit. Sesar normal barat-timur adalah hambatan untuk migrasi gas dan batas kompartemen reservoir. Di daerah yang dekat dengan sesar memiliki kandungan gas rendah, dan menjadi lebih besar di daerah yang jauh dari sesarItem Kondisi Sedimen Laut Teluk Jakarta Sejak Pleistosen Akhir(2022-08-26) FRANTO NOVICO; Hendarmawan; Cipta EndyanaOsilasi iklim utama selama Periode Kuarter secara signifikan mempengaruhi evolusi dan distribusi sistem pesisir purba hingga modern. Pada riset ini, penyelidikan difokuskan pada morfologi dan pengisi sedimen dari lembah yang ditorehkan selama Kuarter Akhir yang terendam di sepanjang pantai utara Pulau Jawa (Indonesia), menggunakan data geofisika, sedimentologi dan geokronologi resolusi tinggi. Hasil riset menunjukkan bahwa perkembangan spasial dan morfologi lembah yang tertoreh sebagian besar dikendalikan oleh fluktuasi eustatik glasial-interglasial saat Kuarter, didalamnya juga ditandai oleh setting penurunan regional. Lembah-lembah ditoreh selama dalam posisi lowstand Kuarter yang paling intensif dan sebagian besar isi lembah diekspos selama kenaikan permukaan laut pasca-glasial terakhir. Lembah-lembah torehan membentuk suksesi transgresif, terutama terdiri dari endapan fluvial pada bagian dasar (kemungkinan beramalgamasi dengan sekuen yang lebih tua) yang dilapisi oleh sedimen laut dangkal dan ditutup oleh endapan hemipelagic. Arsitektur sekuen Unit sedimentasi lembah sangat tergantung pada morfologi lembah (kedalaman torehan, lebar lembah, dan luas zona intertidal). Endapan laut dangkal terkandung di dalam lembah sempit dan linier yang sebagian besar berupa lumpur hemipelagic berlapis. Torehan vertikal dan pembentukan lembah terutama dikendalikan oleh tingkat fluktuasi permukaan laut saat tahap glasial. Bagian yang menarik dari riset ini adalah ekstensi lingkungan sistem paleodeltaik dari sistim lingkungan pengendapan kontinental menuju lepas pantai. Adapun implikasi dari riset ini adalah walaupun sebagian besar adalah sistem laut dangkal tertutup yang terletak jauh dari tepian landas kontinen, namun respons sistem sedimen dan konfigurasi stratigrafi berikutnya dapat secara efektif dipengaruhi oleh transisi iklim global Kuarter yang cepat dan tiba-tiba, dan juga oleh fluktuasi tinggi muka air laut fluktuatif. Kata kunci: Glasial Akhir Maksimum, arsitektur sedimen, torehan lembah, Laut Jawa, Teluk JakartaItem MODEL MORFOGENETIK AMFITEATER GEOPARK CILETUH BERDASARKAN SIMULASI TUMBUKAN METEORIT(2019-10-24) KHAIRUL UMMAH; Boy Yoseph Cahya Sunan Sakti Syah Alam; Mega Fatimah RosanaAmfiteater di Ciletuh merupakan fenomena alam berupa tebing berbentuk setengah lingkaran dengan ketinggian sekitar 400 meter. Proses kejadian tebing ini secara geologi masih belum diketahui dengan pasti. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kemungkinan adanya tumbukan meteorit sebagai kejadian awal pembentukan tebing amfiteater. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis citra penginderaan jauh, analisis geofisika, analisis petrografi, dan simulasi komputer untuk melacak jejak tumbukan meteorit. Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti tumbukan berupa morfologi semi lingkaran, struktur cekungan bawah tanah, batuan impaktit kuarsa Planar Deformation Features (PDF) dan shattercone, yang semuanya sesuai dengan karakteristik dampak tumbukan meteorit dari hasil simulasi komputer. Penelitian juga membuat model yang menjelaskan pembentukan amfiteater sebagai akibat dari tumbukan meteorit. Pemodelan komputer memperkirakan bahwa pada kala Pliocene telah terjadi tumbukan meteorit yang menimbulkan kawah selebar 13 km, memicu longsoran besar, dan membentuk sebuah amfiteater. Hasil penelitian ini menjadi bukti untuk mengajukan Ciletuh sebagai situs geologi struktur tumbukan meteorit. The amphitheater in Ciletuh is a natural phenomenon in the form of a semicircular cliff with 400 meters height. The origin process of this cliff is still unknown. This study aims to examine the possibility of meteorite impact as the initial trigger of the amphitheater forming. The research uses several methods to identify an impact structure including remote sensing image analysis, geophysical analysis, petrographic analysis, and computer simulations. The results show evidence of an impact structure in the form of semi-circular morphology, basin structure, Planar Deformation Features (PDF) quartz and shattercone rock, all of which are in accordance to the impact characteristics from a computer simulation. The study also makes a model that explains the formation process of an amphitheater as a result of meteorite impact. The computer modeling estimated that at Pliocene there was a meteorite collision created 13 km wide crater that triggered a mega slump and forming an amphitheater. The research results are evidence to propose Ciletuh amphitheater as an impact structure.Item MODEL SEMBURAN LUMPUR CIUYAH BERDASARKAN ANALISIS ISOTOP AKTIF 18O, DEUTERIUM DAN GEOKIMIA(2012) FAIZAL MUHAMADSYAH; Vijaya Isnaniawardhani; HendarmawanPada laporan ini, penulis menggunakan kata gunungan lumpur yang merupakan terjemahan dari mud volcano. Kata gunungan memberikan arti gunung-gunungan yaitu seperti gunung, kata ini diterjemahkan dari kata volcano yang artinya gunung berapi. Kata volcano pada mud volcano, tidak berarti sebagai gunung berapi, tetapi menunjukkan gejala seperti gunung berapi. Jadi mud volcano adalah lumpur yang keluar dari perut bumi bertahap dan bertumpuk dan lama kelamaan berbentuk seperti gunung lumpur yang suatu saat akan meledak ibaratnya erupsi pada gunung berapi. Oleh karena itu, penulis lebih cenderung menggunakan kata gunungan lumpur sebagai terjemahan dari kata mud volcano. Pada disertasi ini, ungkapan gunungan lumpur dan semburan lumpur akan sering digunakan untuk menggambarkan mud volcano. Gunungan lumpur adalah ekspresi permukaan dari lumpur yang berasal dari kedalaman dibawah permukaan. Topografi gunungan lumpur tergantung dari geometri saluran dan properti fisik material letusan yang dapat berupa morfologi kubah, sebaran lumpur dengan topografi yang rendah ataupun kerucut (Kopf, 2002). Gunungan lumpur terjadi dengan keluarnya material berupa batuan, cairan, atau gas dari formasi batuan di kedalaman yang mempunyai kondisi tekanan luap (overpressured), yang kemudian membentuk morfologi yang khas.Item MORFOTEKTONIK DAN VARIASI PENGOLAHAN CITRA DIJITAL DALAM PROSPEKSI PANAS BUMI GUNUNG SEULAWAH AGAM(2023-07-15) MUHAMMAD RONGGOUR PARDAMEAN SIAHAAN; Nana Sulaksana; Agus Didit HaryantoGunung Seulawah Agam merupakan salah satu gunung vulkanik aktif yang berada di Propinsi Aceh tepatnya di Kabupaten Aceh Besar. Gunung Seulawah Agam merupakan produk dari aktifitas tektonik patahan Sumatra, yakni patahan yang terbentang dari Teluk Semangko (Lampung) sampai ke Segmen Aceh dan terbelah menjadi Segmen Seulimeum. Potensi panas bumi di wilayah Gunung Seulawah Agam yaitu 282 MW di lapangan panas bumi Seulawah Agam dan 63 MW di lapangan panas bumi Ie Su’um. Salah satu metode dalam melakukan prospeksi geologi adalah menggunakan pendekatan morfotektonik dan pengolahan citra dijital. Aplikasi pengolahan citra dijital menggunakan citra radar yakni citra SRTM dan DEMNAS, sedangkan citra optis menggunakan citra Landsat-8. Analisis morfotektonik dilakukan dengan mengidentifikasi karakter morfologi secara kuantitatif akan menghasilkan indeks morfometri dalam drainage density (Dd), bifurcation ratio (Rb) dan circularity basin ratio (Rc), indeks morfotektonik dalam basin shape index (Bs), valley floor ratio (Vf) dan mountain front sinuosity index (Smf) dan morfostruktur dalam slope analisys (% lereng) dan lineament density (Ld). Citra radar digunakan untuk karakterisasi geologi permukaan seperti litologi, stratigrafi dan struktur geologi yang berkaitan dengan sistem panas bumi tipe vulkanik. Citra optis (Landsat-8) digunakan untuk mengidentifikasi anomali permukaan seperti sebaran termal permukaan dan sebaran mineral alterasi, pada tahapan ini menggunakan berbagai metoda seperti LST, NDVI, komposit RGB, band ratio, PCA dan DPCA. Zona outflow ditandai dengan densitas kelurusan rendah, morfologi tidak terdeformasi dan aktivitas tektonik rendah, sehingga mineral alterasi yang muncul adalah temperatur rendah. Zona upflow ditandai dengan densitas kelurusan tinggi, morfologi terdeformasi, aktivitas teknonik tinggi dan reservoir dangkal dan mineral alterasi yang teridentifikasi bertemperatur tinggi, yang umumnya berasal dari batuan beku pembentuk gunung api.Item Multi-Isotop (18O, 2H, 13C, 222Rn) dan Geokimia dalam Karakterisasi Hidrogeologi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu, Jawa Barat(2022-12-01) RASI PRASETIO; Johanes Hutabarat; HendarmawanLapangan panas bumi Wayang Windu telah memiliki kapasitas pembangkit listrik sebesar 227 MW dan direncanakan akan ditingkatkan lagi di masa depan. Salah satu aspek penting dalam pengembangan panas bumi yang berkelanjutan adalah pemahaman mengenai kondisi hidrogeologi lapangan tersebut, yang dapat diperoleh melalui metode isotop dan geokimia. Dalam studi ini, metode isotop khususnya 18O, 2H, 222Rn dan 13C diaplikasikan untuk: (1) mengevaluasi proses-proses fisik yang mempengaruhi komposisi isotop akibat eksploitasi; (2) memahami kaitan distribusi 222Rn dalam gas tanah dengan struktur dan zona permeabel; (3) memahami distribusi CO2 dalam gas tanah, asal-usulnya, serta kaitannya dengan proses transport 222Rn. Sampel air dan gas diambil dari manifestasi panas bumi berupa mata air panas dan fumarol serta sumur produksi untuk dianalisis kandungan kimianya serta isotop 18O dan 2H. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa semua mata air panas merupakan tipe bikarbonat dengan pH netral, kecuali yang terletak di daerah fumarol merupakan tipe asam sulfat. Fluida sumur produksi dengan TDS tinggi (brine) bertipe klorida, sementara fluida sumur produksi dengan TDS rendah (dilute) bertipe bikarbonat, yang mengindikasikan adanya lapisan kondensat di reservoir. Perhitungan geotermometer gas dan kation menunjukkan hasil yang mirip dengan temperatur pengukuran, yaitu antara 280 – 300 °C. Namun demikian, hasil perhitungan kesetimbangan gas – gas menunjukkan kenaikan temperatur dan penurunan fraksi uap dibandingkan dengan studi sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi dari sumber yang lebih panas dan dalam dengan saturasi cairan (liquid saturation) yang tinggi. Selain menunjukkan perbedaan daerah imbuhan antara fluida manifestasi panas bumi dengan fluida sumur produksi, komposisi isotop juga menunjukkan adanya proses fisik dalam reservoir yaitu: pendidihan, pemisahan uap pada temperatur yang berbeda (140 – 260 °C) dan fraksi uap yang berbeda (0,30 – 0,65), serta adanya proses pencampuran dengan air meteorik. Pengambilan sampel gas tanah untuk deteksi 222Rn, CO2 dan 13C dilakukan di 26 titik dengan kondisi geologis yang relatif homogen. Konsentrasi 222Rn yang tinggi dan anomali, yaitu di atas 8.500 Bq/m3 terdapat pada daerah selatan – barat daya dan berkorelasi dengan patahan Pejaten, patahan Banjarsari dan patahan Cibitung. Sebaliknya, konsentrasi 222Rn rendah terdapat di bagian utara, di mana terdapat sumur-sumur panas bumi yang sangat produktif. Sementara distribusi CO2 tanah relatif mirip dengan distribusi 222Rn di mana konsentrasi tinggi dan anomali terdapat di daerah selatan – barat daya, namun tidak berhubungan erat dengan struktur patahan. Data δ13C menunjukkan bahwa asal dari gas CO2 tanah di lokasi studi merupakan campuran antara magmatik, biogenik dan atmosferik dalam berbagai proporsi. Berdasarkan nilai rasio 222Rn/CO2, diperkirakan mekanisme transport 222Rn tidak tergantung CO2 sebagai gas pembawa.Item Peranan Aneka Variabel Pembentukan Air Asam Tambang Pada Tambang Batubara Formasi Balikpapan Dan Formasi Pulaubalang Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timursi(2023-02-09) SRI WIDAYATI; Dicky Muslim; R. Febri HirnawanABSTRAK Penambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis. Dampak lingkungan yang sering timbul dari kegiatan penambangan adalah terbentuknya potensi air asam tambang, diakibatkan oleh terberainya unsur sulfida dan berinteraksi dengan air, dan oksigen. Identifikasi awal tentang air asam tambang ini, bisa dilihat dari beberapa faktor, yaitu batuan pengapit batubara berupa data log bor, karakteristik batubara, dan air tanah di daerah penelitian. Untuk pengelolaan lingkungan secara holistik diperlukan analisis berbagai parameter, baik dari lingkungan pengendapan geologi, hubungan dengan karakteristik batubara maupun lapisan batuan dari formasi, dan kualitas air tanah. Nisbah batupasir/batulempung menjadi salah satu penentu, apakah daerah tersebut berpotensi asam atau tidak. Beberapa parameter tersebut berkorelasi dengan pembentukan secara Potensial Acid Forming (PAF) atau Non Acid Forming (NAF) air asam tambang di wilayah pembentukan batubara. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data primer dan sekunder. Data yang akan diolah berupa data log bor, karakteristik batubara dan air tanah pada voids atau pit di lokasi kegiatan tambang. Dalam penelitian ini, data yang dijadikan dasar untuk analisis menjawab hipotesis berupa data bor, data hasil analisis ultimat dan proksimat batubara, hasil uji statik PAF dan NAF perlapisan batuan dari formasi, serta hasil uji kondisi hidrokomia air tanah di lokasi penelitian. Dari hasil kajian lingkungan pengendapan dapat disimpulkan bahwa Formasi Pulaubalang lebih berpotensi membentuk air asam tambang. Hal ini disebabkan oleh tebalnya lapisan batulempung yang terbentuk, jika dibandingkan dengan Formasi Balikpapan. Karakteristik batubara Formasi Pulaubalang juga mempunyai kandungan total sulfur yang tinggi sebagai penyebab dalam pembentukan air asam tambang. Nilai total sulfur Formasi Pulaubalang rata-rata 0,9%(adb), sedangkan Formasi Balikpapan rata-rata 0,2% (adb). Hasil uji statistik terhadap hipotesis geologi pada daerah penelitian memperlihatkan bahwa Formasi Pulaubalang lebih berpotensi terbentuk air asam tambang daripada Formasi Balikpapan. Hal ini terbukti dari analisis nisbah batupasir/batulempung dengan kriteria PAF jika nilai tersebut < 1, uji statik terhadap data log bor juga memberikan hasil < 4,5 yang berpotensi PAF, analisis karakteristik batubara serta air tanah pada Formasi Pulaubalang < 5. Dari semua uji yang dilakukan menunjukkan bahwa Formasi Pulaubalang lebih berpotensi membentuk air asam tambang dibandingkan dengan Formasi Balikpapan. Kata kunci :Air Asam Tambang, NAF, Nisbah batupasir/batulempung, PAF.Item PERANAN KEGEMPAAN DALAM FENOMENA SEMBURAN LUMPUR DI WILAYAH SIDOARJO, JAWA TIMUR, INDONESIA(2017-10-10) KARYONO; Ildrem Syafri; AbdurrokhimErupsi spektakuler Lusi dimulai pada tanggal 29 Mei 2006 di timurlaut pulau Jawa, Indonesia, dan sampai saat ini masih aktif. Hasil-hasil dari penelitian yang pernah dilakukan belum dapat mengungkap secara tegas peranan kegempaan dalam fenomena semburan lumpur di wilayah Sidoarjo dan sekitarnya (daerah penelitian). Data primer kuantitatif yang diperoleh melalui observasi bawah permukaan dan observasi permukaan selanjutnya dianalisis untuk memperoleh pemahaman mengenai kegempaan, aktivitas erupsi Lusi dan hubungan antara kegempaan dengan erupsi Lusi. Daerah penelitian merupakan daerah seismik aktif dibuktikan dengan teridentifikasinya gempabumi mikro dan tremor. Gempabumi yang terjadi umunya mempunyai mekanisme sumber obligue strike-slip (sinistral) berarah timurlaut-baratdaya dan sebarannya bersesuain dengan aktivitas seismik Sesar Watukosek dan kompleks vulkanik yang bersebelahan. Model kecepatan gelombang seismik yang diperoleh memperlihatkan struktur kerak sederhana dengan kecepatan di permukaan 1,6 km/detik dan kecepatanya meningkat secara bertahap mencapai 7 km/detik pada kedalaman 20 km. Terdapat variasi lapisan kecepatan pada kedalaman dangkal (<11 km) yang mengindikasikan adanya perbedaan litologi berbagai formasi sedimen yang mengisi Basin Kendeng. Observasi visual dengan kamera terhadap Lusi menunjukan bahwa aktivitas erupsi Lusi dicirikan dengan siklus empat fase yang berulang secara konsisten yaitu 1). aktivitas gelembung regular, 2). geiser klastik, 3). geiser klastik disertai asap tebal yang tinggi, 4). fase tenang. Tremor yang terjadi di daerah Lusi disebabkan oleh aktivitas geiser yang terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal (sekitar 30 m). Perhitungan energi tremor menunjukan bahwa Lusi sekarang merupakan sistem yang stabil. Lusi merupakan contoh pertama suatu sedimentary-hosted hydrothermal system dengan aktivitas geiser yang didominasi meterial klastik.Item PREDIKSI TEKANAN PORI PADA FORMASI BATURAJA DAN TALANG AKAR SERTA MODEL GEOMEKANIKA DI LAPANGAN TAMBUN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA(2020-10-03) ASEP MOHAMAD ISHAQ SHIDDIQ; Ildrem Syafri; AbdurrokhimLapangan Tambun merupakan lapangan minyak bumi yang sudah diproduksikan sejak tahun 1999 dari Formasi Baturaja. Untuk mempertahankan atau meningkatkan produksinya, maka salah satu strategi yang dilakukan adalah melakukan pengeboran sumur pengembangan dengan sumur vertikal, berarah atau horizontal. Pengeboran minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang beresiko dan biaya tinggi, sehingga memerlukan prediksi tekanan pori dan pemodelan geomekanika yang mendukung dalam meminimalisasi permasalahan pengeboran dan bisa dijadikan dasar untuk pembuatan program pengeboran. Model geomekanika 1D yang dibuat memperlihatkan hubungan overburden stress, tekanan pori, minimum horizontal stress, maximum horizontal stress dan tekanan collapse.. Dari model ini akan dianalisis bagaimana pengaruh tektonik dalam pembentukan tekanan pori pada Formasi Baturaja (BRF) dan Formasi Talang Akar (TAF). Tekanan pori prediksi untuk BRF menggunakan metode yang berbeda dengan TAF dimana BRF adalah formasi karbonat. Metode modifikasi kompresibilitas (Azadpour et al, 2015) dipakai untuk memprediksi tekanan pori di BRF. Equivalent Depth Method (EDM), Eaton (1972) dan Ratio digunakan untuk prediksi tekanan pori di TAF. Deteksi ekspansi fluida pada Formasi BRF dan Formasi TAF adalah salah satu tujuan dalam penelitian ini. Hal ini memberikan informasi tentang faktor lain dalam pembentukan tekanan pori di formasi tersebut. Dengan menggunakan data 5 sumur penelitian akan dideteksi keberadaan ekspansi fluida di formasi ini. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa disequilibrium compaction adalah faktor utama pembentuk tekanan pori abnormal di Formasi Baturaja dan Formasi Talang Akar. Nilai ekponen metode Azadpour untuk Formasi BRF adalah &=0,82 dan pengaruh tektonik adalah kecil terhadap terbentuknya tambahan tekanan pori di Formasi BRF dan Formasi TAF. Dengan cara konvensional, besarnya pengaruh tektonik diperkirakan dengan membandingkan prediksi minimum horizontal stress dengan data Leak Off Test (LOT) dimana hasil validasi menujukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan (Pff:50–500 psi). Selain itu, dalam penelitian ini dibuktikan juga bahwa ekspansi fluida di BRF dan TAF tidak terjadi. Hasil plot sonic log dengan densitas shale pada 5 sumur yang diteliti menunjukkan bahwa penyebab overpressure adalah disequilibrium compaction. Data X-Ray Diffraction (XRD) di BRF menyatakan bahwa komposisi smectite dan illite sangat kecil. Temperatur tertinggi rata-rata di sumur adalah 80 C, sehingga pengaruh clay diagenesis adalah kecil. Verifikasi model geomekanika dengan permasalahan pengeboran sumuran menunjukkan kesesuaian. Kata kunci: tekanan pori, disequilibrium compaction, geomekanika, ekspansi fluidaItem Rheologi Lempung Piroklastik Dan Implikasinya Terhadap Kekuatan Jangka Panjang Dan Perilaku Bergantung Waktu, Studi Kasus: Lereng Selatan Dusun Lembang, Desa Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten B(2023-03-15) TONNY LESMANA BASKARI; Zufialdi Zakaria; Budi MuljanaKestabilan lereng tidak selalu tetap sepanjang waktu tetapi merupakan fenomena bergantung waktu yang berupa deformasi jangka panjang yang disebabkan oleh tegangan in-situ yang bekerja sepanjang waktu pada tubuh lereng. Oleh karena itu, perilaku bergantung waktu massa tanah merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng jangka panjang. Dengan mengetahui kestabilan lereng jangka panjang dan perilakunya terhadap waktu dapat menjadi acuan bagi para pemangku kebijakan dalam mitigasi bencana dan perencanaan wilayah suatu daerah. Untuk mengetahui karakteristik rheology Lempung Piroklastik Cililin, dilakukan uji rayapan geser di laboratorium terhadap sampel tanah yang diambil dari Lereng Selatan Dusun Lembang, Desa Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang dikenal sebagai kawasan rawan longsor. Lima belas sampel tanah disiapkan untuk uji rayapan geser laboratorium. Besarnya tegangan geser pada uji rayapan geser adalah 50% - 95% dari kekuatan puncaknya. Hasilnya berupa model rheology Burgers yang dipakai untuk memahami perilaku rayapan tanah, menentukan kuat geser jangka panjang tanah, memperkirakan penurunan parameter tanah sebagai fungsi dari waktu dan menghitung kestabilan lereng jangka panjang dan perilakunya terhadap waktu. Hasilnya menunjukkan bahwa kekuatan jangka panjang tanah berkurang 48,80% dari kekuatan puncaknya setelah 16 tahun. Kohesi (c) dan sudut geser dalam () berkurang dari 44,72 kPa dan 30,34o menjadi 21,82 kPa dan 15,94o, dan faktor keamanan lereng berkurang dari 2,047 menjadi 0,999. Di sisi lain, longsoran dipicu juga oleh kegempaan dan curah hujan. Kedua faktor tersebut dapat memicu longsoran yang lebih cepat dari kestabilitan lereng jangka panjang. Berdasarkan simulasi pengaruh kegempaan terhadap kestabilan lereng jangka panjang menunjukkan bahwa kegempaan berpengaruh terhadap kestabilan lereng jangka panjang dan merupakan salah satu faktor pemicu longsoran yang lebih cepat. Sebagai contoh, dengan periode ulang gempa T=10 tahun, kondisi kesetimbangan (Fk1) yang sebelumnya dicapai selama 16 tahun berkurang menjadi 10 tahun. Semakin besar koefisien gempa yang digunakan dalam perhitungan, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan. Curah hujan juga berperan penting dalam terjadinya longsoran tanah. Fakta menunjukkan bahwa tanah longsor banyak terjadi di musim hujan yang disebabkan oleh meresapnya air hujan ke dalam material pembentuk lereng membentuk zona jenuh air yang menyebabkan penurunan kuat geser material pembentuk lereng sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya longsor. Simulasi pengaruh durasi curah hujan terhadap kestabilan lereng jangka panjang dilakukan dengan asumsi hujan terjadi selama 6, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa durasi curah hujan berpengaruh terhadap kestabilan lereng jangka panjang. Sebagai contoh, pada umur lereng 0 tahun, kestabilan lereng menurun tetapi tidak signifikan hingga 48 jam. Stabilitas lereng menjadi tidak stabil (Fk<1,07) saat durasi hujan mencapai 72 jam. Pada seluruh umur lereng, semakin lama durasi curah hujan maka kestabilan lereng semakin turun. Kata Kunci: Rheology, Rayapan, Kuat Geser Jangka Panjang, Perilaku Bergantung Waktu, Kestabilan Lereng Jangka Panjang