Browsing by Author "Sheizi Prista Sari"
Now showing 1 - 11 of 11
Results Per Page
Sort Options
Item Gambaran Intensitas Aktivitas Fisik pada Lansia dengan Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Garuda Kota Bandung(2018-08-09) TRIAS SETYANINGRUM; Sheizi Prista Sari; Taty HernawatyDM tipe II didapatkan pada 85-90% dari total penderita DM dan seringkali ditemukan pada lansia dengan gejala yang tidak tampak sehingga sering menyebabkan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan terjadinya komplikasi. Salah satu upaya untuk pencegahan komplikasi DM lebih lanjut adalah melakukan aktivitas fisik secara teratur. Pada kenyataannya, lansia peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) sudah rutin melakukan latihan fisik namun belum diketahui tentang intensitas aktivitas fisiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitas aktivitas fisik pada lansia dengan DM tipe II di Puskesmas Garuda Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan jumlah populasi sebanyak 32 lansia PROLANIS di Puskesmas Garuda Kota Bandung dengan menggunakan teknik total sampling. Penelitian menggunakan Baecke Physical Activity Questionnaire yang terdiri dari 17 pertanyaan yang dibagi ke dalam 3 domain aktivitas fisik, yaitu indeks kerja (8 item), indeks olahraga (5 item), dan indeks waktu luang (4 item). Hasil perhitungannya membagi kedalam intensitas ringan, sedang, dan berat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden berada pada intensitas aktivitas fisik sedang (46.9%) dan berat (53.1%). Dalam penelitian ini, aktivitas fisik dengan intensitas sedang bermakna baik karena berpengaruh terhadap gula darah. Aktivitas fisik dengan intensitas berat baik bagi gula darah, namun seiring bertambahnya usia dan adanya penuruan fungsional sebaiknya tidak dianjurkan bagi lansia agar terhindar dari risiko kelelahan. Kegiatan aktivitas fisik lansia dapat dikatakan sudah baik untuk mengontrol gula darah, namun pasien harus tetap memperhatikan aktivitas fisiknya terutama pada intensitasnya. Perawat dan pihak Puskesmas juga dapat berperan dalam melakukan evaluasi berkala terhadap terapi yang dilakukan oleh pasien baik dalam terapi non farmakologis dan farmakologisnya. Kata Kunci : Diabetes Melitus, Intensitas Aktivitas Fisik, Lansia Kepustakaan : 102 (1982-2017)Item GAMBARAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA CIPARAY JAWA BARAT(2017-11-01) FIRMANSYAH PUTRA FAJAR; Atlastieka Praptiwi; Sheizi Prista SariPara lansia memiliki kebutuhan dominan yang berhubungan dengan agama, makna, cinta dan memiliki, moralitas, dan menjelang ajal yang merupakan bagian dari kebutuhan spiritual. Kebutuhan spiritual apabila tidak terpenuhi akan menyebabkan meningkatnya depresi dan kesepian pada lansia. Para lansia yang tinggal di panti memiliki tingkat depresi dan kesepian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lansia yang berada dengan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spiritual dan pemenuhan kebutuhan spiritual pada lansia yang berada di BPSTW Ciparay Provinsi Jawa Barat. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan terhadap 43 lansia di BPSTW menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah Spiritual Needs Questionnaire (SpNQ) berbahasa Indonesia yang telah valid dan reliabel. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebutuhan spiritual dibutuhkan oleh para lansia. Berdasarkan domain kebutuhan spiritual, seluruh lansia menyatakan kebutuhan terhadap domain keagamaan. Proporsi lansia yang menyatakan kebutuhan kedamaian batin dan dukungan sosial sama besar (93,0%). Sedangkan sedikit lansia yang menyatakan kebutuhan terhadap domain keberadaan diri (76,7%). Untuk pemenuhan kebutuhan spiritual, 90,7% lansia menyatakan sudah terpenuhi untuk domain keagmaan. Lebih dari 60% lansia, menyatakan kebutuhan kedamaian batin, memberi secara aktif, keberadaan diri sudah terpenuhi. Sedangkan untuk dukungan sosial sekitar 50% sudah terpenuhi. Dapat disimpulkan bahwa dari seluruh domain kebutuhan spiritual, domain keagamaan yang paling dibutuhkan oleh para lansia, dan domain dukungan sosial yang paling banyak lansia rasakan belum terpenuhi. Diharapkan perawat yang berada di BPSTW dapat membantu para lansia untuk melakukan aktivitas spiritual dan pihak BPSTW dapat lebih memfasilitasi para lansia dalam memenuhi kebutuhan spiritual.Item Gambaran Resiliensi Remaja dengan Stunting di SMPN 2 Jatinangor(2017-09-05) RINA FAJAR SARI; Sheizi Prista Sari; Taty HernawatyRemaja dengan perawakan pendek (stunting) biasanya mengalami keterbatasan fisik, mengalami perilaku bermasalah, mengalami bullying (diejek dan diganggu), memiliki kesulitan untuk membangun hubungan interpersonal juga permasalahan psikososial. Remaja stunting perlu memiliki resiliensi yang tinggi agar mampu bangkit dan bertahan dalam situasi yang terjadi pada dirinya. Jika mereka mempunyai tingkat resiliensi yang rendah maka akan menimbulkan permasalahan psikososial yang semakin parah seperti depresi dan menarik diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran resiliensi remaja dengan stunting di SMPN 2 Jatinangor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 2 Jatinangor kelas VII dan kelas VIII yang mengalami stunting. Sampel yang diambil yaitu sebanyak 65 siswa dengan menggunakan teknik total sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen Resilience Scale for Adolescent (READ) yang telah diuji back translate methode dan dilakukan uji construct dengan nilai reliabilitas 0,86-0.90. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian responden (53,8%) atau sebanyak 35 orang memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedangkan sebagian responden lainnya (46,2%) atau sebanyak 30 orang memiliki tingkat resiliensinya rendah. Resiliensi tinggi di temukan mayoritas pada siswa berjenis kelamin perempuan. Simpulan dari penelitian ini diketahui bahwa hampir setengah siswa SMPN 2 Jatinangor yang mengalami stunting memiliki resiliensi tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan untuk lebih meningkatkan bimbingan konseling siswa dengan guru dan bekerjasama dengan perawat juga mengembangan kegiatan positif di sekolah seperti esktrakulikuler, organisasi maupun keagamaan seperti irema (ikatan remaja masjid) dan dilakukan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi remaja dengan stunting.Item Hubungan Keyakinan dengan Perilaku Berisiko Penularan HIV/AIDS pada Anak Jalanan di Kota Bandung(2016-07-18) ANGGI PUTRI ARIYANI; Urip Rahayu; Sheizi Prista SariKota Bandung menjadi daerah dengan penderita HIV/AIDS tertinggi di Jawa Barat. Anak jalanan merupakan salah satu kelompok yang berisiko tertular HIV/AIDS karena rentan melakukan berbagai perilaku berisiko penularan HIV/AIDS. Dari 144.889 anak jalanan di Indonesia, 8.581 anak telah terinfeksi HIV dan di Bandung sendiri dari 110 anak jalanan 20% telah positif HIV. Perilaku berisiko penularan HIV/AIDS dapat dipengaruhi secara langsung oleh keyakinan dibandingkan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keyakinan dengan perilaku berisiko penularan HIV/AIDS pada anak jalanan di Kota Bandung. Jenis penelitian adalah deskriptif korelasional dengan melibatkan 97 anak jalanan yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan dikembangkan sendiri oleh peneliti merujuk kepada instrumen yang telah baku berdasarkan teori Health Belief Model. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji Korelasi Spearman untuk mengetahui keeratan hubungan kedua variabel. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 91,8% anak jalanan memiliki keyakinan positif dan sebanyak 84,5% memiliki perilaku berisiko penularan HIV/AIDS yang rendah, perilaku berisiko yang hampir dimiliki oleh seluruh responden adalah memasang tindik sembarangan dan meminum alkohol. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan dengan besar hubungan -0,428 mengindikasikan hubungan yang cukup kuat. Hal ini menunjukan bahwa semakin positif keyakinan anak jalanan terhadap pencegahan HIV/AIDS, semakin rendah perilaku berisiko penularan HIV/AIDS. Implikasi dari hasil penelitian ini bagi institusi-institusi terkait adalah agar meningkatkan program pendampingan dan pengawasan pada anak jalanan dan berusaha untuk meningkatkan kembali keyakinan terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS pada anak jalanan agar perilaku berisiko penularan HIV/AIDS dapat dikendalikan.Item KEHIDUPAN KLIEN KANKER PAYUDARA DALAM MENJAGA KUALITAS HIDUPNYA:STUDI ETHNONURSING DIKABUPATEN GARUT(2017-01-20) WITDIAWATI; Laili Rahayuwati; Sheizi Prista SariKematian akibat kanker payudara masih menempati urutan pertama pada kasus baru kanker di Indonesia bahkan didunia. Estimasi jumlah kasus kanker payudara di Jawa Barat ketiga tertinggi di Indonesia. Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten penyumbang kanker payudara di provinsi Jawa Barat. Kondisi akibat dari proses penyakit akan membawa dampak terhadap kualitas hidup klien kanker payudara baik dari kondisi fisik, psikologi dan juga sosial. Berbagai pola perilaku untuk menjaga kualitas hidup dapat muncul dalam kehidupan klien kanker payudara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pola kehidupan klien kanker payudara dalam menjaga kualitas hidupnya di Kabupaten Garut. Teori Culture Care Diversity and Universality digunakan sebagai kerangka kerja dalam penelitian ini. Rancangan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif ethnonursing. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling pada 6 orang klien kanker payudara yang berada di Kabupaten Garut. Pengumpulan data dengan teknik wawancara dan observasi partisipasi. Transkripsi data di analisis menggunakan metoda analisis ethnonursing. Hasil penelitian menunjukan empat domain muncul sebagai pola enkulturasi kehidupan wanita Sunda dengan kanker payudara dalam menjaga kualitas hidupnya yaitu 1) pengabdian sebagai seorang istri dan seorang ibu pada wanita Sunda dengan kanker payudara dalam menjaga kualitas hidupnya, 2) pencarian pengobatan sepanjang kehidupan wanita Sunda dengan kanker payudara dalam menjaga kualitas hidupnya, 3) faktor-faktor yang mempengaruhi pola adaptasi klien kanker payudara dalam menjalani kehidupannya dan 4) Berkumpul bersama keluarga sebagai makna end of life. Kesimpulan penelitian menunjukan ada suatu pola enkulturasi dalam kehidupan wanita Sunda dengan kanker payudara dalam menjaga kualitas hidupnya. Pola tersebut saling berhubungan dan menjadi dasar perilaku wanita Sunda dengan kanker payudara di sepanjang kehidupannya sehingga membentuk suatu nilai dan norma budaya. Disarankan perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan kepada klien kanker payudara dengan menerapkan asuhan keperawatan yang kongruen dengan nilai budaya. Kata kunci : kehidupan, kanker payudara, kualitas hidup, ethnonursing Daftar Pustaka : 21 Buku, 74 Jurnal (2000 – 2016)Item Kemarahan pada Perempuan dengan Kanker Ginekologi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung(2016-07-15) ALIA ISNA YUDIANTI; Efri Widianti; Sheizi Prista SariPenelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka kejadian kanker ginekologi yang direspon secara psikologis berupa kemarahan maladaptif oleh perempuan yang mengidap kanker ginekologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemarahan pada perempuan kanker ginekologi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung. Penelitian dilakukan dengan desain deskriptif kuantitatif, variabelnya adalah kemarahan perempuan kanker ginekologi. Responden yang dilibatkan berjumlah 50 orang diambil berdasarkan accidental sampling yang diambil dalam tiga minggu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah STAXI-2 yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan validitas sebesar 0,85 dan reliabilitas sebesar 0,89. Data dianalisis menggunakan nilai mean dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Hasil dari penelitian menunjukkan hampir seluruh responden (92%) memiliki intensitas kemarahan (state anger) yang rendah, hampir seluruhnya (94%) memiliki sifat kemarahan (trait anger) rendah, sebagian besar responden (78%) memiliki nilai control out sedang dan control in sedang (84%), dan seluruh (100%) responden memiliki nilai indeks ekspresi kemarahan rendah. Sebagian besar responden memiliki intensitas dan sifat kemarahan rendah dan kurang mampu mengekspresikan kemarahannya. Responden cenderung menekan rasa marah tetapi sewaktu-waktu akan muncul dalam intensitas yang cukup kuat,. Disarankan untuk perawat agar dapat memberikan konsultasi dan terapi bagi pasien kanker ginekologi agar mereka dapat mengekpresikan kemarahannya secara adaptif.Item PENGARUH EDUKASI KESEHATAN TENTANG TANDA BAHAYA KOMPLIKASI KEHAMILAN DENGAN TEKNIK MEMBACA DAN DIBACAKAN BUKU KIA DI DESA RAHAYU KAB.BANDUNG(2016-07-14) EVA RAHMAYA DEWI; Yanti Hermayanti; Sheizi Prista SariPencegahan kematian ibu akibat komplikasi kehamilan perlu dilakukan, salah satunya memberikan informasi melalui edukasi kesehatan dengan cara pemanfaatan buku KIA. Penentuan metode dan media yang tepat mendorong pembelajaran yang efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh edukasi kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Rancangan penelitian menggunakan eksperimen semu (non equivalent control group design). Penelitian ini melibatkan 40 orang yang diambil menggunakan purposive sampling. Sampel dibagi kedalam dua kelompok yaitu 20 orang kelompok yang dibacakan dan 20 orang kelompok membaca sendiri buku KIA. Analisis data menggunakan uji Chi-Square, Kolmogorov-Smirnov, Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan pengetahuan pada kelompok yang dibacakan buku KIA(p=0,000). Tidak terdapat perbedaan pada kelompok yang membaca sendiri buku KIA (p=0,979). Terdapat pengaruh edukasi menggunakan buku KIA dengan metode dibacakan. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa metode dibacakan terbukti efektif untuk membantu ibu meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya komplikasi kehamilan sehingga metode ini dapat digunakan oleh petugas kesehatan sebagai metode alternatif untuk menanggulangi masalah komplikasi kehamilan. Kepustakaan : 60, 2002-2015Item Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Kanker Payudara Terhadap Pengetahuan dan Self Efficacy Pada Siswi Dalam Melakukan Sadari Di SMK Negeri 1 Kelapa Kampit(2017-01-28) SILFIA; Sheizi Prista Sari; Tetti SolehatiAngka kejadian kanker payudara terus meningkat di Indonesia. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia kanker payudara menempati urutan pertama rawat inap dan rawat jalan. Sedangkan data dari RS Dharmais dari tahun 2010-2013 kasus kanker payudara terus meningkat setiap tahunnya dan mulai mengenai usia lebih muda pada remaja putri. Untuk mencegah kejadian kanker payudara pada stadium lanjut maka diperlukan deteksi dini. Salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker payudara yaitu dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Namun banyak siswi belum melakukannya dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker payudara terhadap pengetahuan dan self-efficacy pada siswi dalam melakukan SADARI di SMK Negeri 1 Kelapa Kampit. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain one group pretest posttest design. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling menggunakan bantuan tabel acak. Sampel penelitian berjumlah 141 siswi. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker payudara terhadap pengetahuan dan self-efficacy pada siswi dalam melakukan SADARI di SMK Negeri 1 Kelapa Kampit dengan nilai pengetahuan selisih median 19,00-23,00, nilai Z -9,848 dan nilai p-value sebesar 0,000. Sedangkan nilai self-efficacy selisih median 47,00-67,00, nilai Z -10,057 dan nilai p-value sebesar 0,000. Pendidikan kesehatan melalui media video, demonstrasi dan leaflet efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan self-efficacy karena menjelaskan ide atau pesan yang disampaikan, membantu mengingat kembali apa yang disampaikan oleh peneliti. Metode dapat dijadikan metode pendidikan kesehatan oleh pihak sekolah atau perawat Puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan dan self-efficacy pada siswi dalam melakukan SADARI.Item PERSEPSI MASYARAKAT SEKOLAH TERHADAP UPAYA PENINGKATAN PERSONAL HYGIENE PADA ANAK SEKOLAH DASAR ; Studi Kualitatif Di SD Sukagalih Kecamatan Sukajadi Kota Bandung(2018-02-15) DENI MAISA PUTRA; Neti Juniarti; Sheizi Prista SariPersonal hygiene merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena termasuk dalam pencegahan primer yang spesifik, serta dapat mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan fisik dan kesehatan mental seseorang. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Pada anak usia sekolah, pemberdayaan masyarakat sekolah seperti orang tua, guru, anak, dan tenaga kesehatan dapat memberikan hasil yang positif untuk peningkatan personal hygiene pada anak. Akan tetapi kerjasama masyarakat sekolah untuk menggali persepsi masyarakat sekolah dalam meningkatkan personal hygiene pada anak masih belum optimal dilaksanakan, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali persepsi masyarakat sekolah terhadap upaya peningkatan personal hygiene pada anak di SD Sukagalih Kecamatan Sukajadi Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif eksploratif untuk menggali ide-ide atau persepsi secara mendalam dari partisipan. Pemilihan partisipan menggunakan teknik purposive sample. Sebanyak sembilan belas orang partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam pada orang tua, guru, masyarakat, dan tenaga kesehatan, sedangkan pada anak-anak dilakukan focus group discussion (FGD). Waktu penelitian bulan September sampai dengan bulan November 2017, analisis data menggunakan teori Braun and Clarke (2006). Hasil penelitian didapatkan empat tema dan beberapa subtema yang mendukung yaitu; Persepsi masayarakat sekolah terhadap pemahaman tentang personal hygiene, Persepsi masayarakat sekolah terhadap urgensi tentang personal hygiene, Persepsi masayarakat sekolah terhadap pemecahan masalah atau solusi masyarakat sekolah tentang personal hygiene, dan Persepsi masayarakat sekolah terhadap kerjasama dalam meningkatkan personal hygiene,. Saran yang dapat dilakukan adalah agar lebih meningkatkan lagi pemahaman tentang personal hygiene, sehingga masyarakat sekolah lebih mengerti dan memahami tentang personal hygiene pada anak agar tidak terjadi perbedaan persepsi tentang personal hygiene. Kesimpulan penelitian adalah untuk mengembangkan program peningkatan kesehatan anak khususnya personal hygiene, maka diperlukan kerjasama atau kesinergian peran serta masyarakat sekolah seperti orang tua, anak, guru, masyarakat, tenaga kesehatan dan dinas yang terkait. Meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat sekolah dalam memajukan kesehatan anak memerlukan penguatan dari semua sektor terkait. Dengan peran serta masyarakat yang baik, maka akan terjalin hubungan kemitraan yang kokoh untuk pengingat personal hygiene pada anak. Kata Kunci; Persepsi masyarakat sekolah, Personal hygiene, Anak usia sekolah.Item PREDIKTOR SELF CARE PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG MENGALAMI KOMPLIKASI DI KABUPATEN SUMEDANG(2018-01-15) ASWARDI; Laili Rahayuwati; Sheizi Prista SariPeningkatan prevalensi diabetes seiring dengan peningkatan prevalensi komplikasi pada diabetes melitus. Peningkatan komplikasi diakibatkan self care yang kurang baik. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dan paling dominan dengan self care diabetes melitus. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling dengan jumlah sampel 68 orang. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga September 2017 diwilayah kerja Puskesmas Situ Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Hasil penelitian ini dianalisis dengan uji spearman dan uji regresi liner. Penelitian menunjukkan ada hubungan searah antara variabel pengetahuan (p=0,011;r=0,307), self efficacy (p=0,001,r=0,397) dan dukungan keluarga (p=0,004,r=0,344) dengan kekuatan hubungan yang cukup kuat. Faktor yang paling berhubungan dengan self care diabetes melitus yaitu faktor self efficacy dengan nilai Standariezed Coefficients beta sebesar 0,354. Pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Situ telah banyak yang memiliki self efficacy baik. Self efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya melakukan self care. Kurangnya Self efficacy pada pasien diabetes melitus akan mengakibatkan kurangnya self care. Self care diabetes melitus berhubungan erat dengan self efficacy. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self efficacy pasien diabetes melitus yaitu dengan memberikan pelatihan manajemen diabetes melitus kepada perawat atau pengelola program Prolanis, Posbindu PTM maupun program diabetes melitus di Puskesmas Situ tentang cara meningkatkan self efficacy (training efikasi diri) dan memlalui pendekatan individu, keluarga dan masyarakat untuk meningatkan pengetahuanItem THE ASSOCIATION BETWEEN BELIEFS IN HEALTH BELIEF MODEL AND UTILIZATION OF VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERVICES AMONG MEN WHO HAVE SEX WITH MEN (MSM) AT BANDUNG CITY(2016-07-27) ABDUL AZIZ; Sheizi Prista Sari; Aat SriatiMen who have Sex with Men (MSM) were HIV related high risk group. They did unsafe sexual anal intercourse. In order to prevent HIV transmission, MSM should know their HIV status first by undergo Voluntary Counselling and Testing (VCT). In spite of its important role in the prevention and control of HIV and AIDS, VCT service was being utilized poorly by MSM, particularly in Bandung city. Thus, the objective of this research was to identify the association between beliefs in Health Belief Model (HBM) and utilization of VCT services among MSM in Bandung city. A correlational descriptive study was conducted in this research. The sample consisted of 97 MSM selected using purposive sampling. Instrument which used was consisted of 35 item with validity score 0.301-0.773 and reliability score 0.897-0.904. The data were analyzed using chi-square test (α = 0.05). The study found that 95% MSM (97.94%) had a positive belief about VCT services. In utilization VCT sercives, approximately 62.9% MSM did not utilized it. Bivariate analysis showed that belief in HBM was not associated with MSMs willingness to VCT (p=0.528). Nevertheless, MSMs willingness to VCT was associated with perceived susceptibility (p=0.000) and perceived barriers (p=0.000). The implication of this study for the correctional institution in order to enhance a special assistance program for MSM in Bandung city with focusing to how susceptible they are toward HIV and to explore further about their barriers to utilized VCT services, so the instruction and motivation can be provided to minimize those feelings.