Ilmu Lingkungan (S3)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Lingkungan (S3) by Subject "Defisit Anggaran Bencana"
Now showing 1 - 1 of 1
Results Per Page
Sort Options
Item TRANSFER RISIKO DEFISIT PEMBIAYAAN BENCANA GEMPA BUMI MELALUI ASURANSI DAN OBLIGASI HIJAU Studi kasus di Kota Mataram, Lombok, NTB(2017) BAMBANG SETYOGROHO; Dicky Muslim; HendarmawanLetak Indonesia pada zona tumbukan tiga lempeng tektonik dan termasuk bagian dari Pasific ring of fire menjadi salah satu penyebab kerap terjadinya bencana alam. Bencana alam yang terjadi terbagi atas bencana geologi yakni gempa bumi, aktivitas vulkanik, tsunami, longsor dan bencana non geologi yakni banjir, kebakaran hutan-lahan (karhutla), kekeringan, banjir bandang dan abrasi pantai. Sedangkan bencana jenis lainnya disebabkan oleh bencana hidroklimatologi dan eksploitasi alam berlebihan yang tidak mengindahkan kaidah konservasi alam dan lingkungan. Dalam beberapa dekade terakhir diberbagai wilayah Indonesia telah terjadi bencana alam secara simultan, yang menimbulkan kerugian materi yang besar serta memakan banyak korban jiwa. Salah satu bencana yang tergolong besar yaitu gempa Lombok pada tahun 2018 dengan magnitude sebesar 7,0 M yang menyebabkan kerusakkan bangunan dan infrastruktur, kerugian finansial mencapai Rp12,15 Triliun. Dalam penelitian ini sebagai studi kasus di Kota Mataram, kerusakan bangunan menimbulkan kerugian sekitar Rp446,76 Miliar. Gempa ini mengakibatkan defisit yang dalam pada anggaran kota Mataram untuk biaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, dibandingkan anggaran bencana yang hanya sebesar Rp9,54 miliar. Tujuan penelitian ini adalah meneliti transfer risiko defisit anggaran melalui asuransi bencana dan penerbitan obligasi di pasar modal berupa obligasi daerah berwawasan lingkungan atau Obda-hijau (greenbonds). Greenbonds yang diterbitkan Pemerintah daerah ditampung dalam DKBD (Dana Kumpulan Bencana Daerah). Penggunaan dana kumpulan ini khusus untuk pembayaran subsidi asuransi bencana serta biaya rehabilitasi & rekonstruksi yang tidak di tanggung oleh klaim asuransi bencana. Beberapa metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda Superimposed yaitu menganalisa korelasi antara zona kerentanan berdasarkan mikrozonasi dengan zona gradasi tingkat kerusakan bangunan serta variasi nilai kerugian finansial. Metoda komparasi digunakan untuk menganalisa tingkat defisit anggaran kota Mataram, anggaran bencana pada APBD sebesar 2,14% dari total biaya keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi, menyebabkan defisit yang sangat dalam sebesar 97,86%. Perhitungan polis asuransi bencana menggunakan metoda pertanggungan parsial sebesar 20% dari populasi rumah di kawasan yang ditutup asuransi bencana serta metoda asuransi parametrik dengan index klaim pada magnitude gempa ≥ 5,0 M. Berdasarkan tarif polis asuransi OJK, Mataram termasuk zona tarif 5 (lima) senilai 1,6o/oo per-tahun,diperolehbiayapolissebesarRp2,28Miliarper-tahunatausenilai0,51% dari biaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditanggung pemerintah. Sebagai pembanding adalah metoda perhitungan asuransi TCIP (Turkish Catastrophe Insurance Pool) dan JEC (Japan Earthquake Insurance). Biaya polis asuransi menjadi beban dana akumulasi obda- hijau didalam DKBD. Akhirnya, dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerbitan obda-hijau dapat menjadi solusi bagi pemerintah daerah dalam menanggulangi biaya bencana, dengan mentransfer defisit anggaran dalam menghadapi ancaman bencana alam. Rehabilitasi dan rekonstuksi pemukiman di kawasan yang terdampak dapat dilakukan dengan konsep Enviromental friendly build back better.