Perikanan Laut Tropis (S1)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 2 of 2
  • Item
    APLIKASI PAKAN FUNGSIONAL ENZIM SEBAGAI SUPLEMEN TERHADAP PERTUMBUHAN BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii) DI KERAMBA JARING APUNG KABUPATEN PANGANDARAN
    (2023-09-01) AJENG AMIRAH YASMIN; Aulia Andhikawati; Rita Rostika
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian enzim papain pada pakan fungsional enzim (PFE) dengan dosis yang optimal sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan ikan bawal bintang tertinggi di Keramba Jaring Apung, Kabupaten Pangandaran. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2022 hingga bulan Desember 2022 dengan waktu pemeliharaan ikan selama 60 hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah A (pakan buatan dengan kandungan 5% enzim papain pada PFE), B (pakan buatan dengan kandungan 3,75% enzim papain pada PFE), C (pakan buatan dengan kandungan 2,5% enzim papain pada PFE), D (pakan buatan dengan kandungan 1,25% enzim papain pada PFE), dan E (kontrol). Pengaruh setiap perlakuan diuji dengan analisis sidik ragam (ANOVA) uji F pada selang uji 5%, apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Parameter yang diamati pada penelitian ini diantaranya kelangsungan hidup ikan (SR), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pemberian Pakan (EPP), kondisi usus ikan, serta kualitas air di lokasi penelitian. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah penggunaan pakan fungsional enzim mampu meningkatkan kelangsungan hidup ikan (SR), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pemberian Pakan (EPP), kondisi histologi usus pada ikan bawal bintang dan kualitas air di lokasi penelitian. Nilai pertumbuhan tertinggi pada penelitian ini terdapat pada perlakuan A (pakan buatan dengan kandungan 5% enzim papain pada PFE) dengan LPH sebesar 3,25±0,112%, EPP sebesar 80±6,164%, SR sebesar 100%, luas permukaan vili pada kondisi histologi usus ikan bawal bintang sebesar 2049,9 µm2, serta kisaran kualitas air di lokasi penelitian yaitu kadar oksigen terlarut (DO) dengan nilai berkisar 5,6 - 6,7 mg/L, suhu dengan nilai berkisar 27 – 29 oC, pH dengan nilai berkisar 7 – 8, dan salinitas dengan nilai berkisar 32 – 34 ppt.
  • Item
    Penggunaan Hormon Ovaprim dan HCG untuk Induksi Pemijahan Induk Lele Mutiara Transgenik G4 pada Pemeliharaan Indoor Hatchery
    (2018) ANISA TRI MARIANE; Ibnu Dwi Buwono; Lantun Paradhita Dewanti
    Ketersediaan benih ikan lele untuk mencukupi kebutuhan pembudidaya dapat dilakukan dengan meningkatkan keberhasilan pemijahan. Induksi pemijahan menggunakan hormon dapat mempercepat proses pemijahan serta meningkatkan kualitas telur yang dihasilkan. Hormon ovaprim memiliki fungsi merangsang ovulasi sedangkan Human Chorionic Gonadotropin (HCG) berfungsi membantu terjadinya proses pematangan gonad. Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh dosis kombinasi terbaik dari hormon ovaprim dan HCG untuk merangsang ovulasi dan penetasan telur ikan lele mutiara transgenik G4. Penelitian dilaksanakan di Hatchery Gedung 4, Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan Agustus hingga Oktober 2022. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan A ovaprim 0,4 ml + HCG 0,6 ml (transgenik G4), B ovaprim 0,5 ml + HCG 0,5 ml (transgenik G4), C ovaprim 0,6 ml + HCG 0,4 ml (transgenik G4), D ovaprim 0,4 ml + HCG 0,6 ml (non-transgenik G4) dengan pemeliharaan selama 60 hari. Performa reproduksi induk betina lele mutiara transgenik G4 dengan fekunditas relatif tertinggi terdapat pada perlakuan B sebesar 85.103 butir/kg induk. Dosis hormon terbaik untuk menginduksi pemijahan ikan lele mutiara transgenik G4 diperoleh pada perlakuan B yaitu dengan dosis (ovaprim 0,5 ml/kg berat induk betina dan HCG 0,5 ml/kg berat induk jantan). Performa pasca pemijahan pada pasangan induk perlakuan B menghasilkan derajat pembuahan (FR), derajat penetasan (HR), dan derajat kelangsungan hidup (SR) yang terbaik dengan presentase secara berurutan sebesar 88,150±0,883%, 90,056±0,421%, dan 88,034±0,469 %.