PENERAPAN LAHAN BASAH TERAPUNG BERSUMBU UNTUK PERBAIKAN KUALITAS AIR PADA EKOSISTEM LENTIK (STUDI KASUS: EMBUNG GEDEBAGE, BANDUNG, INDONESIA)
No Thumbnail Available
Date
2018
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efisiensi kualitas air menggunakan sistem lahan basah terapung dan bersumbu di Embung Gedebage, Kota Bandung dibandingkan dengan sumber air dari limbah domestik yang dipantau setiap dua minggu dari bulan September sampai Desember 2020. Untuk mengetahui efisiensi dari berbagai segi dalam penelitian ini dilakukan sub penelitian yaitu penelitian skala lapangan dengan membuat konstruksi lahan basah terapung bersumbu (lbtb) menggunakan media apung masing-masing berukuran 2 x 2 m = 4 m2 sebanyak 576 unit yang dilengkapi sumbu menggunakan tanaman Heliconia densiflora (pisang hias), pada penelitian skala lapangan diuji pula plankton (fitoplankton dan zooplankton) sebagai bioindikator kualitas air, identifikasi bakteri yang berperan dalam perbaikan kualitas air, serta asesmen kualitas air berdasarkan indeks. Sub penelitian lainnya yaitu skala pot untuk melihat secara lebih detail perbaikan kualitas air berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sebanyak tiga ulangan menggunakan tiga jenis tanaman yaitu Heliconia psittacorum (pisang hias), Cyperus haspan (papyrus), dan Eleocharis dulcis (purun tikus) ditambah kontrol yang dipantau setiap dua minggu. Analisis biaya-manfaat dengan membandingkan biaya investasi serta manfaat tidak langsung berupa biaya pengeluaran teknologi lainnya dilakukan untuk menilai kelayakan secara ekonomis.
Metode yang digunakan pada analisis skala lapangan adalah perbandingan kualitas air antara sumber air dengan embung setelah melalui perlakuan selama waktu retensi 14 hari dengan baku mutu air Kelas II pada Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 yang didukung uji statistik Multivariate Analysis of Variance (MANOVA), uji lanjut T2 Hotelling, dan uji interval kepercayaan simultan, serta penilaian kualitas air menggunakan indeks pencemaran dan indeks kualitas air. Hubungan plankton sebagai bioindikator dilakukan mengggunakan Canonical Correspondence Analysis (CCA) setelah sebelumnya dilakukan identifikasi dan penghitungan kelimpahan, uji keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman, indeks dominansi Simpson (D), indeks status trofik/trophic state index (TSI), dan indeks tingkat trofik/trophic level index (TLI). Populasi dan identifikasi bakteri dilakukan menggunakan pour plate dengan pengenceran bertingkat menggunakan pereaksi terkait. Benefit to Cost Ratio (BCR) analysis dilakukan untuk menilai kelayakan ekonomis lbtb yang dibangun.
Hasil perbaikan kualitas air berdasarkan parameter fisika (TDS, TSS, dan suhu air), parameter kimia (pH, BOD, COD, DO, ammonia, nitrat, nitrit, nitrogen organik, total nitrogen, total fosfat, Boron, dan total deterjen), serta parameter biologi (fecal coliform, total coliform, dan klorofil-a) menunjukkan efisiensi perbaikan kualitas air setelah waktu retensi dua minggu yang bervariasi antara 12,4 % sampai 3,6 kali dan perbaikan indeks kualitas air dari tercemar berat/buruk menjadi tercemar ringan/agak baik, tetapi kondisi trofik masih menunjukkan terjadinya eutrofikasi. Kondisi eutrofikasi ditunjukkan juga oleh kelimpahan tertinggi fitoplankton Genus Microcystis. Hasil penelitian skala pot menunjukkan secara statistik antara lbtb bersumbu dan tanpa sumbu tidak terdapat perbedaan signifikan dalam penurunan beban pencemar karena ada faktor lain yang menghambat pertumbuhan bakteri, namun berdasarkan analisis biomassa penggunaan sumbu dapat meningkatkan penyerapan beban pencemar oleh tanaman. Berdasarkan analisis biaya-manfaat, penurunan beban pencemar dari limbah domestik dengan penerapan LBTB lebih ekonomis dibandingkan dengan SPALD-T (Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik-Terpadu).
Description
Keywords
Lahan basah terapung bersumbu (LBTB), skala lapangan, skala pot