DIPLOMASI INDONESIA DALAM PENGAMBILALIHAN FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) DARI SINGAPURA DI ERA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO

Abstract

Penelitian ini menganalisis tentang diplomasi Indonesia dalam pengambilalihan Flight Information Region (FIR) dari Singapura di era Pemerintahan Joko Widodo. Latar belakang masalah dari penelitian ini adalah belum terwujudnya pengambilalihan FIR dari Singapura atas kendali wilayah udara Indonesia di atas Kepulauan Riau dan Natuna, sejak Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan disahkan, proses pelayanan navigasi penerbangan yang sebelumnya di delegasikan ke negara lain harus dapat dilayani oleh lembaga pelayanan navigasi penerbangan sejak 15 tahun diberlakukannya undang-undang. Sebagai Langkah strategis Presiden Joko Widodo pada 18 September 2015 juga mengeluarkan instruksi Presiden tentang percepatan pengambilalihan FIR, dengan menugaskan sejumlah lembaga dan kementerian terkait untuk melakukan proses diplomasi dengan Singapura. Kepentingan Nasional Indonesia untuk mengambil alih sesegera mungkin pengelolaan FIR dari Singapura diantaranya dilatari oleh adanya pertimbangan kedaulatan, keselamatan penerbangan dan ekonomi. Analisis proses diplomasi Indonesia dalam pengambilalihan FIR dari Singapura dilakukan dengan melihat pada dua aspek, yaitu analisis atas diplomasi bilateral dan diplomasi multilateral. Posisi dari rezim internasional, seperti ICAO juga dilihat untuk melihat bagaimana kaitannya dengan proses diplomasi yang dibangun Indonesia. Untuk metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dimana data penelitian terdiri dari data primer maupun sekunder, untuk data primer di peroleh dari hasil wawancara dengan sejumlah informan dan data sekunder dari berbagai notulensi rapat, press release dan pemberitaan media. Data yang diperoleh kemudian dilakukan validasi, yaitu proses pengecekan atas keabsahannya dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Penelitian ini mengindentifikasi bahwa ketidakmampuan Indonesia untuk mengambil alih pengelolaan FIR dari Singapura di atas wilayah udara Natuna dan Kepulauan Riau, merugikan Indonesia dari segi kedaulatan wilayah udara dan ekonomi. Singapura memanfaatkan pengelolaan FIR bukan hanya sebagai sumber pendapatan mereka, tetapi juga untuk kepentingan latihan Angkatan Udaranya meski perjanjian DCA (Defense Cooperation Agreement) untuk Military Training Area (MTA) sudah berakhir pada tahun 2007. Hasil analisis menunjukan bahwa proses diplomasi bilateral Indonesia terhadap Singapura belum memberikan hasil yang signifikan meski ada kesepakatan tentang Framework for Negotiation of FIR Realignment pada 12 September 2019. Dalam strategi diplomasi multilateral, pemerintahan Joko Widodo juga membangun proses diplomasi dengan ICAO, tetapi proses diplomasi multilateral belum dilakukan kepada negara-negara dan perusahaan penerbangan yang telah bermitra dengan Singapura. Proses diplomasi pemerintah juga menjadi lemah karena di dalam kementerian dan lembaga terkait masih muncul pernyataan di media perihal belum pentingnya pengelolaan FIR, karena dianggap tidak terkait dengan kedaulatan.

Description

Keywords

Diplomasi, Indonesia, Flight Information Region (FIR)

Citation