PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI BERDASARKAN HUKUM ADAT MASYARAKAT MATRILINEAL DI MINANGKABAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
No Thumbnail Available
Date
2012-08-13
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Abstract
Masyarakat Indonesia memiliki bermacam
kelompok masyarakat yang hidup dengan karakter nilai dan norma yang berbeda-beda
seperti norma dalam sistem patrilineal, matrilineal, dan bilateral yang mana salah
satunya mengatur nilai tentang hukum waris. Masyarakat Minangkabau memiliki
bentuk sistem kekerabatan matrilineal yang mengambil jalur garis keibuan dalam kekerabatannya.
Karakteristik dari Masyarakat Matrilineal di Minangkabau salah satunya yang
menjadi ciri khas ialah adanya harta yang disebut dengan harta pusaka tinggi.
Harta ini merupakan harta yang diwariskan oleh nenek moyang Masyarakat
Minangkabau sejak dahulu menurut garis keibuan secara kolektif untuk masyarakat
sekaum. Hal yang paling fundamental dalam hukum Adat Minangkabau adalah
falsafah adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah. Namun hukum Kewarisan Islam sendiri tidak mengenal
kewarisan kolektif. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis dan
mengkaji tentang pewarisan harta pusaka tinggi berdasarkan hukum adat
masyarakat Matrilineal Minangkabau dan pandangan Hukum Islam mengenai pewarisan
harta pusaka tinggi berdasarkan hukum adat masyarakat Matrilineal Minangkabau.
Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara
menyeluruh dan sistematis melalui suatu proses analisis dengan menggunakan
peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum serta menggunakan cara
pendekatan yuridis kualitatif dengan mencari hukum yang hidup di masyarakat.
Perolehan data dilakukan melalui studi kepustakaan yaitu suatu teknik
pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur yang dapat memberikan
landasan teori dengan masalah yang dibahas.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pewarisan
harta pusaka tinggi diwariskan menurut garis keibuan dari mamak kepada kamanakan
secara kolektif dan kemudian harta tersebut dipegang oleh perempuan tertua
menurut garis keibuan yang disebut amban
puruak dan dijaga oleh laki-laki tertua yang disebut mamak kapalo warih. Pandangan Hukum Islam
mengenai pewarisan harta pusaka tinggi adalah seperti harta wakaf yang pernah
dilakukan Khalifah Umar Bin Khatab kepada Penduduk Khaibar yang hasil dari
pengolahan harta tersebut boleh dinikmati bersama akan tetapi tidak boleh
diwariskan secara terbagi-bagi, yang mana hal ini telah menjadi ijtihad bagi para ulama dalam memandang harta
pusaka tinggi sebagai harta kolektif.
Description
Keywords
Adat, Hukum Islam, Minangkabau