Fakultas Keperawatan
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Fakultas Keperawatan by Author "Aan Nur'aeni"
Now showing 1 - 20 of 61
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANGKA KEJADIAN LOW BACK PAIN PADA PERAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DI WILAYAH PROVINSI BANTEN(2017-09-11) DADANG ROCHMAN; Henny Suzana Mediani; Aan Nur'aeniLow back pain pada perawat apabila tidak ditangani dapat tidak hanya menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan yang berkepanjangan, frustasi, distres atau bahkan mengakibatkan cacat seumur hidup yang menurunkan kualitas hidup dari perawat itu sendiri, karier akan tetapi juga tentang kualitas pelayanan dan keamanan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor yang memengaruhi angka kejadian Low back pain pada perawat Intensive Care Unit Rumah Sakit di wilayah Provinsi Banten. Penelitiaan ini menggunakan analitik korelasional dengan potong lintang, sampel penelitian 82 perawat ICU, teknik pengambilan sampel dengan total sampling. Pengumpulan data dengan kuesioner dan observasi. Analisa data dengan Chi-square dan analisis regresi logistik ganda dengan model prediksi. Faktor pengetahuan p (0,001), tinggi badan p (0,021), frekuensi dinas malam p (0,003), dan berat badan dengan nilai p (0,021) memiliki hubungan yang bermakna dengan low back pain. Sedangkan faktor lingkungan ruang ICU p (0,668), masa kerja p (0,462), dan usia dengan nilai p (0,079) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan low back pain. Dari faktor yang berhubungan, didapatkan hasil faktor pengetahuan memiliki hubungan paling bermakna dengan kejadian low back pain (OR = 38,62). Penelitian ini terbukti memiliki pengaruh yang bermakna yaitu pengetahuan, tinggi badan, berat badan, dan frekuensi dinas malam, dimana pengetahuan faktor yang paling memengaruhi kejadian low back pain pada perawat ICU, karena pengetahuan merupakan dasar yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Meningkatkan pengetahuan perawat ICU tentang biomekanika tubuh dalam bekerja dan pentingnya menghindari masalah low back pain dengan edukasi dalam bentuk pelatihan dan pembuatan standar prosedur tetap perlu dilakukan. Penambahan jumlah perawat ICU untuk mengurangi jumlah beban dinas malam yang berlebihan, melakukan seleksi dan kriteria bagi perawat yang bekerja di ICU.Item Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Di Ruang GiICU RSUP. Dr.Moh.Hoesin Palembang(2017-07-13) YULIYANA KUMALADEWI; Sari Fatimah; Aan Nur'aeniVentilator associated pneumonia (VAP) adalah infeksi nosokomial yang paling sering terjadi di area kritis. VAP dapat meningkatkan lama rawat, meningkatkan biaya, menimbulkan kecacatan dan kematian di ICU. Selama periode Januari-Juli 2016 rata-rata kejadian VAP di ruang GICU adalah 4,25 ‰ dan merupakan infeksi nosokomial tertinggi di RSMH Palembang. Meskipun telah dilakukan pengendalian infeksi dan bundles pencegahan VAP di ICU, namun insiden VAP tetap muncul. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah skor APACHE II, lama pemakaian antibiotik, lama pemakaian ventilator, intubasi ulang dan kepatuhan kebersihan tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian VAP di ruang GICU RSMH Metode penelitian ini menggunakan desain observasi analitik dengan pendekatan kohort prospektif pada 61 responden yang memakai ventilator > 48 jam di ruang GICU RSMH Palembang selama periode Maret-Juni 2017. Pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik consecutive sampling. Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria klinis dan mikrobiologi pada Pneumonia 1 dengan instrumen CPIS. VAP terjadi pada 12 pasien (19,7%). Hasil uji bivariat menunjukkan ada pengaruh skor APACHE II (p:0,043), lama pemakaian antibiotik (p:0,023), intubasi ulang (p:0,001) dan lama pemakaian ventilator p:(0,001) terhadap kejadian VAP. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa intubasi ulang dan lama ventilator adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap VAP dengan probabilitas 92,2%. Intubasi ulang adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap VAP. Perawat harus lebih memperhatikan pasien risiko tinggi VAP yaitu pasien dengan skor APACHE II tinggi (> 20), lama antibiotik > 8 hari, intubasi ulang, lama ventilator > 5 hari. Perawat kritis harus melakukan pengkajian kesiapan ekstubasi dan weaning sedasi setiap hari, sedangkan RS harus membuat kebijakan dan pelatihan terkait pengambilan keputusan ekstubasi untuk mencegah insiden intubasi ulang yang dapat menyebabkan VAP.Item DEATH ANXIETY PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2016-07-14) RATU IRBATH K N; Efri Widianti; Aan Nur'aeniSindrom koroner akut (SKA) merupakan penyakit jantung yang terjadi secara progresif, sering terjadi perubahan secara mendadak serta mengancam nyawa. Beberapa penelitian menunjukkan sebagian besar pasien SKA mengalami kecemasan yang tinggi, namun penyebab kecemasan ini masih belum jelas. Salah satu kecemasan yang mungkin dialami yaitu death anxiety. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi death anxiety pada pasien sindrom koroner akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian desekriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional ini melibatkan 34 responden yang ditentukan dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu Templer Death Anxiety Scale (TDAS) dengan rentang nilai validitas 0,367-7,24 dan nilai reliabilitas cronbach α yaitu 0,806. Data dianalisis dengan menggunakan analisa deskriptif (frekuensi dan persentasi). Hasil penelitian menunjukkan 22 responden (64,7%) mengalami death anxiety tinggi dan 12 responen (35,3%) mengalami death anxiety rendah. Adapun berdasarkan analisis item, item pernyataan dengan nilai tertinggi yaitu "saya takut ketika berpikir tentang operasi yang harus dijalani" dan "saya takut mengalami sakaratul maut yang menyakitkan". Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lebih banyak responden yang mengalami death anxiety, sehingga perlu adanya upaya untuk menurunkan death anxiety pada pasien SKA. Upaya yang dapat ditempuh diantaranya dengan pendekatan spiritualitas dan pendidikan kesehatan terutama terkait tindakan operasi dan menghadapi sakaratul maut.Item DISTRESS HAUS DAN CARA PENGENDALIANNYA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2016-07-15) HENY JUNITA; Dian Adiningsih; Aan Nur'aeniPembatasan cairan harus dijalani oleh pasien hemodialisis yang membutuhkan terapi jangka lama. Hal ini membuat pasien mengalami ketidaknyamanan atau distress terhadap rasa haus yang dapat mengakibatkan Interdialytic Weight Gain (IDWG) meningkat, hingga kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi distress haus dan strategi pengendalian haus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 83 orang yang diambil dengan menggunakan teknik quota sampling. Pengambilan data menggunakan Thirst Distress Scale – Test (TDS-T) dengan nilai validitas antara 0,40-0,90 dan koefisien alpha croncbah 0,78. Terdiri dari 6 item pernyataan menggunakan skala likert 1 – 5, serta menggunakan instrumen strategi pengendalian haus yang terdiri dari 7 item pernyataan dengan nilai alpha’s cronbach 0,9, ditambah dengan pertanyaan terbuka tentang strategi lain yang digunakan untuk mengurangi distress haus. Data dianalisa menggunakan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengalami distress haus berat (48,2%) dan distress haus sedang (41,0%) dengan strategi pengendalian haus yang paling banyak dipilih ialah mengetahui/ mengukur jumlah cairan yang semestinya diminum (70 orang). Sedangkan untuk strategi pengendalian haus lain berdasarkan pertanyaan terbuka, responden lebih banyak memilih mandi dan menghindari cuaca panas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mengalami distress haus berat dan cenderung menggunakan strategi haus yang direkomendasikan oleh perawat. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan secara rutin dan berkelanjutan baik itu kepada pasien, keluarga, dan masyarakat luas terkait varians strategi untuk mengendalikan distress haus guna meminimalkan dampak berbahaya yang akan ditimbulkan.Item Distress Spiritual pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Rawat Inap di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung(2016-07-16) PUJILESTARI; Aan Nur'aeni; Dyah SetyoriniABSTRAK Masalah yang dialami oleh pasien kanker payudara meliputi aspek fisik, psikis dan sosial. Hal tersebut dapat mengakibatkan gangguan aspek spiritual. Selain itu, aspek spiritual juga kurang diperhatikan oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu pasien kanker payudara dapat mengalami distress spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distress spiritual pada pasien kanker payudara yang menjalani rawat inap di RSUP. Dr Hasan Sadikin Bandung. Rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif, teknik pengambilan responden menggunakan accidental sampling dan didapatkan sampel sebanyak 37 orang. Instrumen yang digunakan adalah pengembangan dari Spiritual Distress Assessment Tool (SDAT) dengan rentang validitas 0,442 - 0,886 dan nilai reliabilitas 0,914. Data dianalisis dengan menggunakan nilai rerata dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan 62,2% responden memiliki tingkat distress spiritual ringan, 32,4% responden memiliki tingkat distress spiritual sedang, dan 5,4% responden memiliki tingkat distress spiritual berat. Dimensi keseimbangan hidup memiliki nilai rerata skor dimensi yang paling tinggi (1,86) dan dimensi nilai dan keyakinan sub dimensi Need to mantain control memiliki nilai rerata skor dimensi yang paling rendah (0,89). Dapat disimpulkan mayoritas pasien memiliki tingkat distress spiritual ringan. Dimensi yang memiliki tingkat distress paling tinggi adalah dimensi keseimbangan hidup. Oleh karena itu peneliti menyarankan perawat untuk memberikan perhatian, keyakinan dan mendengarkan keluh kesah pasien agar pasien merasa termotivasi, percaya diri dan berkeyakinan dapat menyelesaikan masalahnya sehingga dapat meningkatkan spiritualitas pasien. Kata kunci : Distress spiritual, Kanker Payudara, Rawat Inap Kepustakaan : 61,1998-2015Item Distress Spiritual Pada Pasien Sindrom Koroner AKut yang Menjalankan Perawatan Intensif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2016-07-18) HELDA FITRIA WAHYUNI; Afif Amir Amrullah; Aan Nur'aeniMasalah yang dialami oleh pasien sindrom koroner akut tidak hanya meliputi aspek fisik, psikis dan sosial saja, tetapi juga spiritual. Faktanya di lapangan, hanya aspek fisik, psikologi, dan sosial yang mendapat intervensi. Selain itu, aspek spiritual jarang digali oleh petugas kesehatan. Sehingga pasien sindrom koroner akut beresiko mengalami distress spiritual. Ketika seseorang mengalami distress hal tersebut dapat berpengaruh terhadap pengeluaran hormon katekolamin yang dapat menurunkan sistem imun tubuh dan berdampak terhadap perburukan penyakit, dengan demikian aspek spiritual ini sangat perlu diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distress spiritual pada pasien sindrom koroner akut yang menjalankan perawatan intensif di RSUP. Dr Hasan Sadikin Bandung. Rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang selama bulan April-Mei, teknik pengambilan sampel menggunakan teknik accidental. Instrumen yang digunakan adalah pengembangan dari Spiritual Distress Assessment Tool (SDAT) dengan rentang validitas 0,33 - 0,45 dan nilai reliabilitas 0,80. Data dianalisis dengan menggunakan rerata dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan 82,35% responden memiliki tingkat distress spiritual ringan dan 17,65% responden memiliki tingkat distress spiritual sedang. Dimensi yang paling mengalami distress adalah sub dimensi Need for value acknowledgement dan dimensi yang paling rendah mengalami distress adalah sub dimensi Need to mantain control. Dengan demikian diharapkan tenaga kesehatan lebih memperhatikan kebutuhan pasien untuk dihormati mengenai nilai dan kepercayaan yang dianutnya.Item E-Learning dalam Pembelajaran Praktik pada Mahasiswa Keperawatan: Capaian Pembelajaran(2021-09-28) ALMAY RAYHAN ARRAFI; Aan Nur'aeni; Francisca Sri SusilaningsihPandemi Covid 19 dan revolusi industri 4.0 menjadikan pendidikan keperawatan harus dilakukan dengan e-learning pada pembelajaran praktikum. Pembelajaran praktikum secara e-learning pada masa pandemi mengalami kesulitan dalam menghasilkan capaian pembelajaran baik pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penggunaan e-learning akan menjadi arah pengembangan pembelajaran pada masa yang akan datang. Maka dari itu diperlukannya studi literatur sebagai gambaran pelaksanaan pembelajaran praktik dengan e-learning. Tujuan dari penelitian ini adalah menelusuri pelaksanaan pembelajaran praktik dengan e-learning dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran mahasiswa keperawatan. Studi literatur ini menggunakan metode scoping review dengan mengulas artikel yang berasal dari database seperti CINAHL, ProQuest, Science Direct, PubMed, dan search engine Google scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu “nursing student” AND “e-learning” OR “distance learning” OR “nursing education” AND “clinical competency” OR “learning objective” OR “pandemic” OR “pandemic Covid19”. Artikel hasil penelusuran artikel dilakukan penyeleksian dengan tahapan Prisma Flowchart berdasarkan beberapa kriteria seperti artikel Bahasa inggris, ketersediaan full text, artikel terbitan 10 tahun terakhir, dan artikel yang membahas tentang elearning dalam pembelajaran praktik untuk menentukan artikel yang layak untuk dilakukan studi. Analisis artikel dilakukan dengan analisis tematik yang disajikan secara naratif. Berdasarkan hasil penyeleksian artikel ditemukan 5.776 artikel yang sesuai dengan kata kunci dan tanpa duplikasi, 2.472 artikel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian 13 artikel yang masuk kedalam tahap analisis. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa metode e-learning diterapkan dalam pembelajaran sebagai pembelajaran pendukung menunjukan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam mencapai hasil pembelajaran dibandingkan sebagai pembelajaran utama. Platform pembelajaran praktik secara e-learning dapat menggunakan teknologi berupa website dan aplikasi. Media pembelajaran yang digunakan dapat berupa video, simulasi virtual, emulator, slideshare, gambar, dan kuis. Secara keseluruhan pembelajaran praktik keperawatan secara e-learning menunjukan capaian pembelajaran yang memuaskan pada aspek pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dalam tindakan, dan efikasi diri mahasiswa. Saran bagi institusi pendidikan keperawatan adalah menerapkan dan mengevaluasi strategi pembelajaran e-learning dalam pembelajaran praktik keperawatan antara lain kombinasi metode pembelajaran, platform pembelajaran yang mudah, konten yang interaktif, penyediaan feedback, penerapan self-directed learning approaches, dan dukungan dalam pengembangan strategi belajar mandiri sehingga pembelajaran praktik dapat mencapai capaian pembelajaran yang diharapkan.Item EMPATI MAHASISWA PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN(2022-02-23) WIANI SYAWALIA FITRI; Hana Rizmadewi Agustina; Aan Nur'aeniPerawat merupakan garda terdepan dalam tatanan pelayanan kesehatan yang berperan besar memberikan pelayanan yang berkualitas terhadap peningkatan kepuasan pasien. Dengan demikian mereka membutuhkan kemampuan empati untuk mengembangkan hubungan yang baik antara perawat dan pasien. Kemampuan empati mulai dikembangkan sejak mahasiswa mengikuti program sarjana keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan empati mahasiswa Profesi Ners keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. Penelitian yang berjenis deskriptif kuantitatif ini dilakukan kepada mahasiswa Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran angkatan 41 dan 42 (N=212) dengan teknik penarikan sampel total sampling. Peneliti menggunakan platform online untuk menyebarluaskan kuesioner Jefferson Scale of Physician Empathy - Nursing Student Version R (JSPE-R) versi bahasa Indonesia yang telah diuji validitas dan reabilitasnya untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan yang menjalani pendidikan profesi di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran memiliki skor empati yang tinggi, dengan skor rata-rata 108,85 (SD = 13,17). Berdasarkan hasil tes, 59,44 persen mahasiswa menunjukkan keterampilan empati yang sangat baik, sedangkan 40,56 persen menunjukkan keterampilan empati yang buruk. Sebagian besar peserta memperoleh nilai yang tinggi untuk komponen empati perspective-taking, compassionate care, dan standing in the patients` shoes (52,36 persen, 61,32 persen, dan 54,26 persen). Dengan demikian, mengembangkan program pendidikan yang dapat merangsang kemampuan empati di kalangan mahasiswa keperawatan merupakan suatu hal yang wajibItem Faktor Faktor Yang Melatarbelakangi Kecemasan Pada Pasien Dewasa Pre Operasi Jantung Di Rsup Dr Hasan Sadikin Bandung(2016-06-16) NENA RATINI; Aan Nur'aeni; Aat SriatiAdanya pasien dewasa pre operasi jantung yang batal operasi, salah satunya karena pasien mengalami kecemasan yang tidak terkaji secara dini yang dilatarbelakangi beberapa faktor yaitu kekhawatiran terhadap nyeri, kecacatan, ruang dan peralatan operasi serta kematian. Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran faktor-faktor yang melatarbelakangi kecemasan dan gambaran tingkat kecemasan pasien dewasa pre operasi jantung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, pengambilan sampel menggunakan accidental sampling didapatkan 30 responden selama 1 bulan. Kecemasan diukur menggunakan instrument Zung Self Anxiety Scale validitas 0,794-0,594 dan reliabilitas 0,944. Faktor-faktor yang melatarbelakngi kecemasan dilihat menggunakan checklist yang dikembangkan dari berbagai sumber. Data yang terkumpul dipersentasikan kemudian dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan pasien dewasa pre operasi jantung mengalami cemas ringan – sedang 40,00% dan cemas berat 33,33% serta 26,67% pasien tidak masuk ke dalam kategori cemas. Faktor-faktor yang melatarbelakangi kecemasan terdiri dari kekhawatiran terhadap nyeri setelah operasi 100%, kecacatan menetap 100%, kematian 100%, suasana ruang operasi 100%, nyeri saat operasi 95,45%, kecacatan sementara 90,9% dan peralatan operasi 81,8%. Hasil penelitian disimpulkan bahwa kecemasan pasien dewasa pre operasi jantung cukup tinggi, sebagian besar pasien mengalami kekhawatiran terhadap faktor-faktor yang melatarbelakangi kecemasan, pihak rumah sakit terutama tim bedah jantung di RSUP DR Hasan Sadikin Bandung harus lebih memperhatikan kondisi psikologis pasien selain kondisi fisiknya dan dibuatkan SOP tentang materi edukasi sesuai hasil penelitian, bimbingan rohani, adanya psikolog khusus untuk pasien pre operasi jantung sehingga kecemasan pasien menurun dan operasi berhasil dengan baikItem Gambaran Depresi pada Pasien Gagal Jantung di Rumah Sakit Al Islam Bandung(2016-07-13) RAFIANTI NUR FAUZIAH; Aan Nur'aeni; Titin SutiniPasien gagal jantung mengalami perubahan karena proses penyakit. Perubahan yang terjadi meliputi perubahan pada masalah fisik, kognitif, serta masalah psikososial. Depresi merupakan gangguan psikologis yang dapat terjadi pada pasien gagal jantung karena adanya perubahan tersebut. Depresi pada pasien gagal jantung dapat memperburuk status kesehatan salah satunya karena dapat menyebabkan meningkatnya agregasi platelet hingga dapat menimbulkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran depresi pada pasien gagal jantung di Rumah Sakit Al Islam Bandung. Penelitian menggunakan analisi data deskriptif kuantitatif dengan distribusi frekuensi. Penelitian menggunakan kuisioner Beck Depression Inventory II dengan rentang nilai validitas r = 0,39 – 0,52, p < 0,01 dan alpha cronbach 0,90. Responden penelitian berjumlah 51 orang dan diambil dengan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukan pasien gagal jantung di Rumah Sakit Al Islam Bandung masih ada yang mengalami depresi sedang sebanyak 3 orang (5,9%), depresi sebanyak 11 orang (21,6%) dan depresi ringan sebanyak 32 orang (62,7%). Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pasien gagal jantung di Rumah Sakit Al Islam Bandung masih banyak yang mengalami depresi ringan, dan ada yang mengalami depresi hingga depresi sedang. Untuk mencegah agar depresi yang sudah terjadi tidak berubah menjadi depresi yang lebih berat, perlu ada upaya penatalaksanaan depresi pada pasien gagal jantung, salah satunya dengan standar pengkajian gejala depresi yang diterapkan sebagai permulaan dalam mendeteksi gejala depresi. Dukungan emosional dan dukungan informasi juga dapat diberikan melalui pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga mengenai masalah penyakit dan masalah psikososial yang sering muncul, terutama depresi.Item Gambaran Kebutuhan Spiritualitas Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di RSUD dr. Slamet Garut(2019-09-01) RIANA HENDRA; Bambang Aditya Nugraha; Aan Nur'aeniABSTRAK Kebutuhan spiritualitas merupakan kebutuhan dasar yang sering terabaikan oleh pihak pelayanan kesehatan. Kondisi baik dan buruknya spiritualitas dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien PJK. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran kebutuhan spiritual dari pasien dengan penyakit jantung koroner di RSUD dr. Slamet berdasarkan 4 dimensi yaitu, kebutuhan reiligi, kebutuhan mendapatkan kedamaian, kebutuhan eksistensi diri, dan kebutuhan untuk memberi. Rancangan penelitian ini berupa deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini seluruh pasien PJK yang berjumlah 185 orang. Teknik pengambilan sampel ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang dan dilakukan selama 1 bulan. Data dikumpulkan dengan menggunakan intrumen Spiritual Needs Questionnare (SPnQ) dengan nilai realibilitas 0,70-0,90 dan nilai alpa 0,98. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan distribusi frekuensi yang dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu agak butuh, sangat butuh dan amat sangat butuh kebutuhan spiritual responden. Berdasarkan analisa data didapatkan hasil bahwa 98.0% menyatakan bahwa kebutuhan spiritualitas sangat dibutuhkan berdasarkan empat dimensi spiritualitas. Pada dimensi memberi dan mendapatkan kedamaian sebanyak 80% responden menyatakan sangat membutuhkan, dimensi eksistensi diri dan religi sebanyak 78% dan 70% responden menyatakan sangat membutuhkan. Hasil dari penelitian ini sebagian besar responden beranggapan bahwa kebutuhan spiritual itu sangat dibutuhkan. Maka dari itu diharapkan perawat mampu untuk lebih memperhatikan kebutuhan spiritual dengan memfasilitasi pemenuhan dari berbagai kebutuhan spiritual.Item Gambaran Kebutuhan Spiritualitas Pasien Gagal Jantung di RSUD dr. Slamet Garut(2019-07-18) NISA NURFADILA; Sandra Pebrianti; Aan Nur'aeniKebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap orang. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas sangat penting untuk proses penyembuhan yang bermakna sebagai upaya penerimaan terhadap penyakit yang dialaminya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kebutuhan spiritualitas pasien gagal jantung di RSUD dr. Slamet Garut berdasarkan 4 dimensi, yaitu kebutuhan religi, kebutuhan mendapatkan kedamain, kebutuhan eksistensi diri dan kebutuhan untuk memberi. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 68 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen Spiritual Needs Questionnaire (SpNQ). Analisis data menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan kategori dengan kelompok responden menganggap kebutuhan spiritualitas agak dibutuhkan, sangat dibutuhkan dan amat sangat dibutuhkan. Berdasarkan analisa data didapatkan hasil bahwa 91,2% responden menganggap kebutuhan spiritualitas sangat dan amat sangat di butuhkan. Berdasarkan dimensi kebutuhan memberi sebagian besar responden menganggap sangat dan amat sangat diperlukan yaitu 89,7%, dimensi kebutuhan keagamaan 85,3% responden menganggap sangat dan amat sangat dibutuhkan, dimensi kebutuhan kedamaian 66,2% responden menganggap sangat dan amat sangat dibutuhkan, dan dimensi eksistensi diri 58,8% responden menganggap sangat dan amat sangat dibutuhkan. Pada penelitian ini sebagian besar responden menganggap kebutuhan spiritualitas sangat penting. Oleh karena itu diharapkan perawat dapat melakukan mengkaji dan memperhatikan kebutuhan spiritual dengan memberikan intervensi keperawatan dan fasilitas kebutuhan spiritual dari berbagai dimensi kebutuhan spiritualitas.Item Gambaran Kesejahteraan Spiritual pada Pasien Gagal Jantung di Rumah Sakit Al-Islam Bandung(2016-07-25) NEZA NURFITRIANA; Titis Kurniawan; Aan Nur'aeniGagal jantung dapat menimbulkan masalah biopsikososiospiritual. Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memperkuat aspek spiritual yang diperlihatkan dengan kesejahteraan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesejahteraan spiritual pasien gagal jantung. Penelitian desktriptif kuantitatif ini melibatkan 51 pasien gagal jantung yang diambil dengan consecutive sampling. Data dikumpulkan menggunakan Spiritual Well-being Scale (SWBS) dengan nilai validitas 0,642 – 0,893 dan reliabilitas cronbach alfa 0,95. Kesejahteraan spiritual memiliki dua dimensi yaitu religion well-being (RWB) dan existential well-being (EWB). Kesejahteraan spiritual memiliki total rentang skor 20 – 120 dan dimensinya memiliki total rentang skor 10 - 60. Penelitian ini melihat nilai mean, SD, dan distribusi frekuensi. Semakin nilai mean responden mendekati skor maksimum maka semakin tinggi kesejahteraan spiritualnya. Hasil penelitian menunjukkan kesejahteraan spiritual responden berada pada tingkat menengah (mean = 78,41, ±5,11) dengan RWB lebih tinggi (mean = 42,33, ±2,95) dibandingkan EWB (mean = 36,08, ±3,12). Item “saya tidak memiliki hubungan pribadi yang memuaskan dengan Allah/Tuhan” adalah item RWB terendah (mean = 1,37, ± 0,96) dan “saya tidak tahu siapa saya, dari mana asal saya atau kemana tujuan saya” adalah item EWB terendah (mean = 1,41, ±0,85). Kesimpulannya kesejahteraan spiritual responden masih harus ditingkatkan. Perawat dapat melakukan pengkajian kesejahteraan spiritual secara berkala dan meningkatkan kesejahteraan spiritual dengan spiritual care yang lebih fokus terhadap EWB serta item kesejahteraan spiritual terendah yaitu hubungan dengan Allah/Tuhan dan membantu meningkatkan pemahaman makna serta tujuan hidup.Item Gambaran Kesejahteraan Spiritual Pasien Gagal Jantung di Rumah Sakit Al-Islam Bandung(2018-07-16) AGUNG MAULANA YUSUF; Tuti Pahria; Aan Nur'aeniPerubahan pada aspek fisik yang dialami oleh pasien gagal jantung dapat menimbulkan masalah psikologis dan spiritual yang akan berdampak buruk terhadap kesehatan pasien. Salah satu sumber koping yang dapat digunakan pada pasien dengan kondisi seperti ini adalah spiritualitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kesejahteraan spiritual pasien gagal jantung di RS Al-Islam Bandung. Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskripstif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien gagal jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan. Sampel diambil menggunakan teknik consecutive sampling selama satu bulan dan didapatkan sampel sebanyak 61 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen Spirituality Index of Well-Being. Analisis data deskriptif menggunakan nilai rata-rata dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan pasien gagal jantung di RS Al-Islam yang memiliki kesejahteraan spiritual tinggi sebanyak 53 orang (86,9%). Pada suvariabel life scheme sebanyak 55 orang (90,2%) masuk kedalam kategori tinggi. Pada subvariabel self-efficacy sebanyak 48 orang (78,7%) masuk kedalam kategori tinggi namun sebanyak 13 orang (21,3%) kategori rendah dengan nilai mean yang rendah pada 3 pernyataan. Kesimpulannya hampir seluruh responden memiliki kesejahteraan spiritual tinggi yang diperkuat oleh life scheme namun terdapat bagian dari self-efficacy yang masih perlu ditingkatkan diantaranya cara mengatasi beban hidup, kemampuan untuk membantu diri sendiri, dan pemahaman terkait penyakitnya. Untuk itu, penting sekali pemberian informasi terkait penyakit pasien guna meningkatkan kesejahteraan spiritual pasien yang dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien. Selain itu, pengelolaan secara fisik, psikologis dan sosial juga berperan penting dalam meningkatkan aspek self-efficacy.Item Gambaran Kualitas Hidup Pasien Penyakit Jantung Koroner Pasca Pandemi Covid-19 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2023-07-04) ERIKA ENURHASANAH; Irman Somantri; Aan Nur'aeniDi masa pandemi pemerintah mengeluarkan kebijakan salah satunya membatasi kunjungan dan klinik rawat jalan, keadaan ini membuat pasien yang menjalani rawat jalan lebih sedikit karena banyak pasien rawat jalan yang merasa cemas tertular virus Covid-19, hal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien PJK dan kemungkinan akan tetap berdampak sesaat setelah pandemi berakhir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien penyakit jantung koroner pasca pandemi covid-19 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasinya adalah penderita penyakit jantung koroner di Poliklinik RSHS Bandung. Pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner MacNew QLMI. Analisa data yang digunakan yaitu univariat, hasil analisa disajikan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan selanjutnya dibuat persentase. Hasil penelitian menunjukan (96%) responden dari 100 responden memiliki kualitas hidup yang baik dan hanya (4%) responden dengan kualitas hidup buruk. Hasil kualitas hidup berdasarkan sub variabel tertinggi adalah subvariabel emosional dengan median 6,00 selanjutnya sub variabel sosial dengan median 5,88 dan yang terakhir sub variabel fiaik dengan median 5,62. Kesimpulannya hampir seluruh responden memiliki kualitas hidup yang baik. Hal ini menunjukan bahwa adanya pandemi covid-19 tidak berdampak langsung pada kualitas hidup pasien PJK. Dapat dilihat dari sub variabel fisik, sub variabel emosional dan sub variabel sosial yang baik.Item Gambaran Pengetahuan dan Self Efficacy Anggota Padjadjaran Nursing Corps dalam Pemberian Pertolongan Pertama(2018-07-16) NADIYA MIFTAH KARIMA; Aan Nur'aeni; Ristina MirwantiPadjadjaran Nursing Corps (PNC) merupakan unit kegiatan mahasiswa fakultas yang memiliki tugas dalam melakukan pemberian pertolongan pertama. Pemberian pertolongan pertama dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan akan kemampuan diri (self efficacy) oleh penolonganya. Sampai saat ini, belum ada data yang menunjukkan bagaimana self efficacy anggota PNC dalam memberikan pertolongan pertama. Tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana gambaran pengetahuan dan self efficacy anggota PNC dalam pemberian pertolongan pertama. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional pada 65 orang anggota PNC angkatan 10, 11, dan 12 yang dipilih melalui teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Pengetahuan Pertolongan Pertama dan Wildernsess First Aid Self Efficacy Scale. Data dianalisis dengan analisa deskriptif kuantitatif yaitu mean dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 57 responden (87,7%) memiliki pengetahuan yang kurang dengan aspek pengetahuan kurang terbanyak pada masalah kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan dan 62 responden (95,5%) memiliki self efficacy yang tinggi dengan self efficacy tinggi terbanyak pada kemampuan menilai tanda-tanda vital dan self efficacy terendah pada kemampuan melakukan pengkajian tulang belakang. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan anggota Padjadjaran Nursing Corps (PNC) berada pada kategori pengetahuan kurang dengan self efficacy yang tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pemberian pertolongan pertama. Untuk itu, dibutuhkan pemberian materi dan metode pembelajaran lain disamping ceramah dan praktik seperti pembelajaran eksperimental dan simulasi. Selain itu, anggota PNC perlu didorong untuk meningkatkan kebiasaan membaca dan melakukan pengulangan terhadap materi yang telah diberikan dengan harapan pengetahuan mengalami peningkatan seiring dengan tingkat self efficacy yang sudah tinggi.Item GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SELF-EFFICACY MAHASISWA PROFESI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN DALAM MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU(2017-07-26) SELLY DESIANI; Ayu Prawesti Priambodo; Aan Nur'aeniResusitasi jantung paru (RJP) merupakan pertolongan pertama pada henti jantung. Pemberian RJP dipengaruhi oleh pengetahuan dan self-efficacy. Mahasiswa profesi dapat menjadi responder pertama kasus henti jantung di rumah sakit dan diharapkan sejak dini memiliki pengetahuan dan self-efficacy RJP yang tinggi. Namun belum ditemukan data mengenai self-efficacy mahasiswa profesi dalam melakukan RJP. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan dan self-efficacy mahasiswa profesi dalam melakukan RJP. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional pada 76 mahasiswa profesi yang dipilih menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner Pengetahuan dan Resuscitation Self-efficacy Scale dengan nilai validitas 0.56-0.84 dan nilai alpha 0.91. Data dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan uji Rank-Spearman. Hasil penelitian menunjukkan 49 responden (64,5%) memiliki pengetahuan cukup dan 73 responden (96,1%) memiliki self-efficacy yang tinggi. Hasil uji Spearman p-value 0.033 dan koefisien korelasi 0.245, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang rendah dengan arah positif antara pengetahuan dengan self-efficacy mahasiswa profesi Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran dalam melakukan RJP. Berdasarkan penelitian ini pengetahuan mahasiswa profesi berada pada kategori cukup dengan self-efficacy tinggi serta didapatkan hasil bahwa semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi pula self-efficacy, sehingga salah satu cara untuk meningkatkan self-efficacy ialah dengan meningkatkan pengetahuannya.Item GAMBARAN PREVALENSI DEPRESI PADA ORANG TUA ANAK SAAT HOSPITALISASI DI PEDIATRIC DAN NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT : A NARRATIVE REVIEW(2020-08-03) LINTANG TYAS ANANDA RIANI S.; Siti Yuyun Rahayu Fitri; Aan Nur'aeniSebagian orang tua merasa bahwa perawat & dokter masih kurang memperhatikan psikologisnya. Situasi ini akan berdampak adanya perkembangan gejala depresi bagi orang tua saat hospitalisasi anak di ruang perawatan intensif anak/bayi. Penelitian ini akan merangkum dan menganalisis tingkat prevalensi depresi yang telah dinilai pada penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi bagaimana gambaran prevalensi depresi pada orang tua yang anaknya menjalani hospitalisasi di ruang perawatan intensif anak. Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan pendekatan narrative review. Pencarian artikel berasal dari Science Direct, PubMed, EBSCOhost dan Google Scholar. Pemilihan literatur menggunakan kata kunci Depression AND Parent AND Hospitalization AND Pediatric Intensive Care OR Neonatal Intensive Care OR Critcal Care dengan kriteria tahun publikasi 2019-2020 berbahasa Indonesia dan Inggris dan Free access. Hasil pencarian didapatkan sebanyak 16 artikel yaitu 9 artikel penilaian depresi pada ibu, 1 artikel pada ayah dan 6 artikel pada keduanya (orang tua). Hasil analisis didapatkan sebanyak 22 nilai prevalensi depresi berdasarkan waktu pengukurannya yaitu sebesar 27,3% termasuk kategori sangat rendah, sebesar 36,3% termasuk kategori rendah, sebesar 27,3% termasuk kategori cukup tinggi, sebesar 9,1% termasuk kategori tinggi. Berdasarkan hasil review, tingkat depresi orang tua dari anak yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan intensif berada pada kategori rendah. Terutama pada saat 48 jam setelah masuk ruang perawatan intensif menunjukkan tingkat prevalensi tertinggi yaitu sebesar 77,6% orang tua mengalami depresi. Perawat perlu melakukan model asuhan keperawatan dengan pendekatan family centered care (FCC) dengan langkah awal melakukan identifikasi gejala depresi pada orang tua anak saat hospitalisasi di PICU/NICU.Item GAMBARAN PREVALENSI HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI RW 02 DESA JATI KECAMATAN TAROGONG KALER KABUPATEN GARUT(2018-10-16) YOGA ABDUL MANAF; Nina Sumarni; Aan Nur'aeniABSTRAK Hipertensi merupakan penyakit dengan tanda dan gejala yang tidak spesifik dan bisa menyebabkan kematian mendadak (silent killer), di garut belum ada penelitian yang mengukur banyaknya prevalensi hipertensi. Di kabupaten garut terdapat kecamatan tarogong kaler, masyarakatnya memiliki faktor resiko dan memiliki penderita hipertensi dan komplikasi akibat hipertensi yang cukup tinggi. Sehingga peneliti ingin melihat prevalensi yang ada pada masyarakat di RW 02 Desa Jati Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat di RW 02 Desa Jati Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut. Pengambilan sampel dengan teknik cluster sampling yang melibatkan responden yang telah memenuhi kriteria usia ≥35 tahun sebanyak 224 responden. Pengambilan data hipertensi menggunakan alat spigmomanometer aneroid, stetoskop tipe single chestpiece, kuesioner, dan catatan hasil pengukuran. Analisa data ini dengan menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan jumlah prevalensi hipertensi sebanyak 71%. Hasil distribusi frekuensi didapatkan hasil tekanan darah kategori normal sebanyak 28,6%, elevated sebanyak 22,3%, hipertensi tahap 1 sebanyak 16,5%, hipertensi tahap 2 sebanyak 32,6%. Mayoritas responden berada dalam kelompk usia 35-45 tahun sebanyak 54,9%, sebagian besar responden merupakan perempuan sebanyak 70,1%, pendidikan terakhir responden SD sebanyak 40,1%. Sebanyak 71,4% belum terdiagnosa hipertensi. Lama terdiagnosa hipertensi paling banyak berada pada kategori 1-5 tahun sebanyak 73,4%, dan 51,6% tidak mengkonsumsi obat secara teratur. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi hipertensi cukup tinggi sehingga penting bagi pihak pelayanan kesehatan untuk melakukan upaya-upaya preventif dan promotif terkait upaya pencegahan hipertensi primer ataupun sekunder. Kata kunci : Hipertensi, prevalensi hipertensi. Kepustakaan : 44, (2003-2018)Item GAMBARAN SELF EFFICACY POLISI DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR DI PANGANDARAN(2020-10-13) SYIFA MADARINA; Aan Nur'aeni; Ristina MirwantiOHCA atau Out-of-hospital Cardiact Arrest merupakan suatu kejadian henti jantung terjadi di luar rumah sakit dengan jumlah yang cukup tinggi. Polisi sebagai first responder yang paling berpotensi melakukan pertolongan pada kasus henti jantung di jalan raya,akan tetapi selama ini polisi belum pernah melakukan pertolongan salah satu faktor yang berkontribusi dalam melakukan tindakan bantuan hidup dasar ialah self efficacy. Self efficacy merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku seseorang termasuk tindakan dalam melakukan bantuan hidup dasar pada kasus gawat darurat dalam hal henti jantung, henti nafas, dan perdarahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi self efficacy polisi dalam melakukan tindakan bantuan hidup dasar di Pangandaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kuantitatif dengan populasi polisi aktif yang terdaftar sebagai anggota kepolisian di Kabupaten Pangandaran. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Resuscitation Self-Efficacy Scale yang telah dimodifikasi dengan menggunakan skala Likert. Analisa data menggunakan analisis univariat. Setelah didapatkan data, peneliti menghitung skor dengan cara mencari nilai tengah dan mengelompokkan responden, yakni self efficacy tinggi dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar polisi di Kabupaten Pangandaran memiliki self efficacy yang tinggi (89,3%). Berdasarkan domain self efficacy tinggi dimiliki oleh domain recognition (86,6%) & reporting (100%), sedangkan self efficacy rendah ada pada domain responding&rescuing (73,2%). Walaupun self efficacy polisi tergolong tinggi, tetapi masih banyak responden yang belum mempunyai keyakinan dalam melakukan RJP dengan baik, upaya yang dapat dilakukan ialah mengadakan pelatihan guna meningkatkan keterampilan BHD pada polisi di Pangandaran.