Ilmu Sastra (S3)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Sastra (S3) by Author "Aquarini Priyatna"
Now showing 1 - 6 of 6
Results Per Page
Sort Options
Item CROSSPLAYING DAN PERFORMATIVITAS GENDER PADA KOMUNITAS COSPLAY SEBAGAI BAGIAN DARI BUDAYA POPULER DI BANDUNG(2022-10-12) ASEP ACHMAD MUHLISIAN; Aquarini Priyatna; Yuyu Yohana RisagarniwaDisertasi ini mengkaji cara performativitas gender digambarkan oleh crossplayer Female-to-Male (F2M) dan Male-to-Female (M2F) dengan mengubah identitas laki-laki dan perempuan dengan atribut yang melekat padanya. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi-Etnografi di Bandung yang melibatkan 18 subjek penelitian berusia 19-29 tahun. Data dikumpulkan melalui observasi di lapangan, media sosial dan wawancara mendalam. Hasil data menunjukkan bahwa crossplay F2M dan M2F adalah usaha untuk menunjukkan dan mengubah maskulinitas dan femininitas yang diidentifikasi dengan atribusi laki-laki dan perempuan normatif. Citra maskulin dan feminin ideal dalam crossplay F2M dan M2F masing-masing terwujud dalam empat karakter khas, yaitu ikemen, bishounen, shouta, dan reverse trap untuk F2M serta bishoujo, lolita, gyaru dan trap untuk crossplay M2F. Selain itu, persona crossplayer pun dibangun melalui costest, performace di atas panggung, costreet, photses dan interaksi dengan komunitas untuk membangun persona front stage di ruang publik. Kelindan identitas gender sehari-hari dan performativitas gender crossplay terlihat dari identitas gender yang dimainkan di ruang publik sebagai pelarian dari kesehariannya dan negosiasi citra gender ideal dari fantasi menjadi kenyataan berdasarkan motivasi crossplayer menampilkan yang difantasikan. Selanjutnya, varian gender yang ditampilkan oleh crossplayer sebagai identitas laki-laki dan perempuan dalam crossplay F2M dan M2F tercerminkan dengan jelas dalam konvensi. Namun, identitas tersebut tidak terlihat saat memasuki ruang sosial yang mengekalkan heteronormatif gender. Sistem partiarki, agama, keluarga dan streotipe gender di lingkungan kerja memengaruhi crossplayer dalam menunjukkan keragaman gender. Relasi kuasa yang muncul dalam ruang sosial dan domestik yang sangat mengekalkan heteronormativitas tersebut menyebabkan beberapa crossplayer berusaha bernegosiasi dengan karakter yang akan dimainkan saat crossplay.Item Imperium dan Kota: Sttultur Naratif Cerita-cerita Sherlock Holmes Karya Arthur Conan Doyle dalam Ekonomi Global(2019-01-14) ARI J. ADIPURWAWIDJANA; Aquarini Priyatna; Tidak ada Data DosenPenelitian ini menganalisis korpus cerita-cerita karya Arthur Conan Doyle yang lazim dikenal sebagai kanon Sherlock Holmes. Studi ini dilakukan dengan asumsi bahwa karya-karya tersebut merefleksikan dan mengindikasi-kan wacana kultural dan sosial-politik global di jelangan abad kesembilan belas ke abad kedua puluh di negeri-negeri pasar industri penerbitan Britania. Penelitian ini secara khusus juga memperhatikan didistribusikannya cerita-cerita yang termasuk dalam kanon Sherlock Holmes ke dalam khazanah bacaan yang ada di Hindia Belanda di awal abad keduapuluh. Untuk melakukan kajian tersebut penelitian ini merujuk terutama kepada tulisan-tulisan seminal Edward Said, Benedict Anderson, dan Frederic Jameson serta tulisan lain seperti oleh Benita Parry, Doris Jedamski, Lennard Davis, dan Anne McClintock sebagai kerangka teoretis dan model metodologis dalam melakukan studi materialis kultural terhadap teks sastra untuk memetakan dan memaparkan relasi antara produk budaya dan kondisi ekonomi-politik nyata. Dalam kerangka semacam itu, karya sastra diletakkan dalam konteks kondisi ekonomi yang ada terutama industri penerbitan. Penelitian ini menghasilkan berapa temuan. Pertama, tampak ada unsur-unsur asing/kolonial yang termarkah dalam teks-teks kanon Sherlock Holmes sebagai azimat imperial dan sebagai carut tubuh pribadi, politik, dan linguistik yang terfigurasi baik secara gamblang sebagai transposisi tropologis maupun secara samar pada struktur naratifnya. Kedua, cerita-cerita tersebut menggambarkan unsur-unsur asing/kolonial sebagai sumber tindak kriminal dan memberinya tempat dalam struktur naratif melalui modifikasi terhadap formula cerita detektif yang beralur ganda. Ketiga, cerita-cerita yang ada menunjukkan adanya upaya meregulasi unsur-unsur asing/kolonial tersebut dengan mendomestikasinya melalui investigasi dan narativisasi. Selain itu, hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kanon Sherlock Holmes, baik yang asli maupun yang adaptasi ke dalam bahasa Melayu Pasar, yang menunjukkan hubungan erat antara kondisi lokal di wilayah metropolitan seperti London dan ranah kolonial di benua Amerika, Afrika, dan terutama Asia. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan betapa globalisasi yang telah mapan sejak abad kesembilanbelas merupakan mekanisme yang yang signifikan dalam formasi budaya kosmopolitan hingga saat ini sekaligus menggambarkan variasi sikap terhadap proses itu yang berosilasi antara penolakan terhadapnya dan penerimaannya sebagai keniscayan historis.Item Implementasi Nilai-nilai Kesundaan dalam Pendidikan Inklusif di SDN Tunas Harapan(2018-12-27) ROHIMAT; Aquarini Priyatna; Teddi MuhtadinPenelitian ini mengungkapkan dan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai pendidikan inklusif dengan pandangan hidup orang Sunda melalui Budaya Sunda yang terdapat dalam permainan tradisional dan ungkapan-ungkapan tradisional di masyarakat Sunda. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus di SDN Tunas Harapan Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum warga sekolah, yakni kepala sekolah, pegawai sekolah, dan penjaga kemanan berikut komite dan perwakilan orang tua mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di SDN Tunas Harapan. Pendidikan inklusif tercermin melalui visi misi sekolah, yang mengejawantah dalam bentuk kurikulum, proses belajar mengajar, sikap guru dan semua staf sekolah, interaksi di luar kelas antara guru dan murid, juga antara guru dengan guru, dan sekolah dengan masyarakat, terutama orang tua murid. Manfaat pendidikan inklusif telah terasa bagi warga sekolah dan masyarakat sekitar. Secara ideologis, pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi yang paling penting untuk mempromosikan dan mencapai masyarakat yang inklusif.Item Konsep Mistik Jawa pada Puisi-Puisi Karya Sapardi Djoko Damono(2021-02-01) HERI ISNAINI; Lina Meilinawati Rahayu; Aquarini PriyatnaPenelitian ini dilatarbelakangi oleh asumsi dasar bahwa puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono mengandung gagasan mistik Jawa. Objek penelitian ini adalah 13 antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono dari tahun 1969 sampai tahun 2017. Pembahasan penelitian ini menggunakan teori stilistika tekstual dan teori hermeneutika Paul Ricoeur. Teori stilistika tekstual digunakan untuk mengkaji penggunaan unsur bahasa dalam sebuah teks. Unsur-unsur stilistika tekstual yang dibahas pada penelitian ini adalah unsur gaya bahasa pada tataran bentuk puisi, bunyi, citraan, majas, dan diksi. Adapun penafsiran tanda-tanda dalam puisi dibahas melalui teori hermeneutika dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: (1) puisi ditempatkan sebagai teks yang otonom; (2) puisi dipahami dengan cara mengobjektivasi strukturnya; (3) mendata tanda-tanda dan simbol; (4) menafsirkan tanda-tanda dan simbol; (5) mengaitkan kode-kode simbolik dengan hal-hal di luar teks; dan (6) pemaknaan teks. Pembahasan penelitian ini difokuskan pada konsep mistik Jawa dengan cara memaparkan tatanan struktur dan kode simbolik yang muncul secara literal serta tanda-tanda dengan frekuensi yang berulang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono mengandung konsep mistik Jawa yang muncul dalam bentuk kode simbolik pada struktur puisi yakni pada tataran bentuk, bunyi, diksi, citraan, majas, dan tema. Selain itu, gagasan mistik Jawa ditemukan dalam kode-kode simbolik yang memiliki relasi dengan teks lain. Pemaknaan puisi tersebut menegaskan konsep mistik Jawa sebagai bagian dari kesadaran manusia Jawa akan asal-usulnya, kesadaran akan tugasnya di dunia sebagai pelestari alam dan menjaga keseimbangan kosmos serta kesadaran akan Tuhan sebagai kekuatan yang mengatur kehidupan manusia. Pemaknaan tersebut dibangun dalam kerangka konsep mistik Jawa sangkan paraning dumadi, memayu hayuning bawana, dan manunggaling kawula Gusti. Ketiga konsep mistik Jawa tersebut membangun kesadaran ideal tentang manusia sejati sebagai bagian dari tujuan pokok ajaran mistik Jawa. Dengan demikian, penelitian ini menawarkan upaya pengembangan nilai-nilai ajaran mistik Jawa pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono sekaligus menegaskan kepenyairannya serta menunjukkan nilai-nilai keyakinan manusia Jawa pada puisi-puisinya.Item KONSTRUKSI MASKULINITAS DALAM SUBKULTUR METAL BANDUNG(2021-04-25) HINHIN AGUNG DARYANA; Raden Muhammad Mulyadi; Aquarini PriyatnaABSTRAK Dinamika sosial dalam ranah musik metal Bandung telah lama membangun wacana kritis tentang musik metal dan maskulinitas. Beragamnya karakter subgenre metal kemudian mempengaruhi lahirnya persona metal yang merepresentasikan model maskulinitas hegemonis dan alternatif. Beragam model maskulinitas ini secara terus menerus diproduksi melalui musik, lirik, dan tubuh selama hampir tiga dekade. Situasi ini melahirkan gerakan sebagian besar laki-laki metal yang menentang konstruksi maskulinitas yang telah mapan di lingkungan subkultur metal Bandung. Penentangan ini diwujudkan dalam sikap dan perilaku sadar gender dengan menampilkan perilaku egaliter di ruang publik dan domestik yang tercermin dalam lirik dan perilaku yang lebih menghargai, dan menentang kekerasan perempuan. Penelitian ini mengeksplorasi konstruksi maskulinitas dalam subkultur metal Bandung. Data penelitian dikumpulkan dengan menerapkan metode etnografi karena menawarkan aspek praktis dan metodologis yang secara umum mengacu pada pekerjaan pemaknaan perilaku, pengetahuan, dan artefak budaya yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan 20 musisi metal laki-laki profesional asal Bandung, berusia 39-44 tahun, sudah menikah, dan muslim. Penelitian ini menyelidiki strategi musisi laki-laki metal Bandung dalam perannya sebagai musisi metal, ayah, dan suami di tengah budaya Muslim yang dominan di Bandung dan Indonesia. Fokus penelitiannya terhadap perilaku dan praktik maskulinitas yang ditampilkan musisi-musisi metal Bandung di ruang publik atau domestik. Teori dramaturgi Goffman digunakan sebagai teori utama untuk mempertajam serta memahami persoalan maskulinitas dalam subkultur metal Bandung di ruang publik. Persoalan tentang konstruksi maskulinitas musisi metal Bandung di ruang domestik akan dibahas menggunakan teori struktur relasi gender Connell. Selain kedua teori tersebut, digunakan pula teori-teori pendukung seperti teori persona Marshall dan teori semiotika Barthes untuk memahami gejala secara utuh. Hasil analisis menunjukkan bahwa persona metal ditampilkan melalui aspek musik dan ekstra-musikal yang mencakup lirik, logo, pakaian, perlakuan tubuh, tata panggung, aksesoris, dan video musik. Maskulinitas yang disosialisasikan rezim gender Negara, keluarga, dan ajaran agama turut memapankan persona musisi-musisi metal Bandung. Model maskulinitas yang dikonstruksi menjadi indikator bagaimana Negara, keluarga, agama, dan lingkungan metal mengatur relasi gender musisi-musisi metal Bandung. Temuan lainnya adalah negosiasi maskulinitas laki-laki metal Bandung diwujudkan dalam perilaku menghormati perempuan baik istri, ibu, maupun teman-teman perempuannya. Perilaku sadar gender itupun diwujudkan dalam sikap kemitraan sejajar, berbagi pekerjaan domestik, berbagi keputusan, pengasuhan anak, bersama-sama mencari nafkah untuk keluarga, dan anti kekerasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subkultur metal Bandung mengonstruksi model maskulinitas normatif dan alternatif secara bersamaan. Konstruksi maskulinitas yang terjadi di ruang publik dan domestik saling mempengaruhi peran-peran yang ditampilkan di kedua ruang tersebut. Ketika berperan sebagai musisi metal mereka membangun persona laki-laki metal yang menampilkan atribusi tangguh, kuat, ofensif, dan ramah perempuan. Melalui peran suami dan ayah mereka menampilkan model maskulinitas alternatif yang bersedia melakukan negosiasiv dengan pasangannya. Dengan demikian, model maskulinitas alternatif yang dibangun adalah maskulinitas yang menampilkan laki-laki tangguh dan tegas tetapi lebih suportif, egaliter dan sensitif gender. Laki-laki ideal dalam perspektif subkultur metal Bandung bukan lagi persoalan atribusi yang melekat dengan maskulinitas normatif, tetapi persoalan kemanusiaan. Realitas yang dipraktikkan menjadi penanda bahwa maskulinitas alternatif memiliki peluang besar dalam membentuk subkultur metal yang mendefinisikan ulang peran, kekuasaan dan pembagian kerja dalam perspektif gender tradisionalItem Representasi Kelas dan Gender dalam Serial Remaja Keluarga Cemara Karya Arswendo Atmowiloto(2023-04-29) IDA FARIDA; Aquarini Priyatna; Lina Meilinawati RahayuKeluarga Cemara, serial fiksi remaja karya Arswendo Atmowiloto, bercerita tentang keluarga kelas menengah yang jatuh miskin, yang kemudian mengalami stigma dan dimarginalisasi oleh masyarakat kelas menengah di sekitarnya. Penggambaran anggota keluarga dan interaksi mereka dengan tokoh lain menunjukkan bahwa walaupun modal ekonomi mereka berkurang, keluarga ini tetap mempertahankan habitus mereka sebagai kelas menengah. Serial ini menunjukkan bahwa keluarga miskin ini menanggapi stigmatisasi dan marginalisasi dari kelas menengah dengan menerima ketidakmampuan mereka memiliki modal ekonomi tetapi menolak mengakui ketidakmampuan memiliki modal budaya yang dimiliki anggota masyarakat kelas menengah. Penolakan tersebut menunjukkan agensi yang mereka bangun dalam menegosiasi posisi mereka di lingkungan kelas menengah, namun upaya tersebut ditolak oleh anggota kelas menengah. Penolakan ini mengisyaratkan bahwa serial ini menguatkan diskriminasi sosial pada kelas yang lebih rendah. Serial ini juga menyajikan tokoh Abah (bapak) sebagai sumber otoritas (atau “hukum”) dalam sebuah keluarga patriarkal—sejalan dengan konfigurasi maskulinitas hegemonik Indonesia “bapakisme”, yang merupakan ideologi dominan pada periode Orde Baru Indonesia. Serial ini juga memberikan penggambaran bapak sebagai seseorang yang berusaha memberdayakan anggota keluarga perempuan dalam keluarganya, namun penyajian yang sekadarnya hanya menguatkan penerapan ideologi tersebut. Alih-alih memotret sebuah keluarga miskin yang mempertahankan posisinya di kalangan kelas menengah dan memberdayakan perempuan dalam masyarakat patriarkal, serial ini mengajegkan stereotipe karakteristik kelas-kelas sosial dan stereotipe gender yang konvensional. Saya berargumentasi bahwa serial ini tetap menguatkan karakteristik kelas dan gender yang stereotipikal, sehingga dapat dikatakan bahwa ia mengandung unsur tokenisme. Akan tetapi, serial ini dapat memberi jalan bagi interpretasi teks yang terbuka yang dapat mendorong pembaca remaja untuk mempertanyakan struktur sosial yang mereka tempati.