Ilmu Sastra (S3)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item SAPAAN DI KALANGAN REMAJA SUNDA KOTA BANDUNG: SATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK(2024-01-07) ASRI SORAYA AFSARI; Cece Sobarna; WahyaPenelitian disertasi ini berjudul Sapaan di Kalangan Remaja Sunda Kota Bandung: Satu Kajian Sosiolinguistik. Penelitian berfokus pada analisis: (1) sapaan dan bentuk sapaan yang digunakan oleh remaja Sunda Kota Bandung; (2) faktor sosial dan dimensi sosial yang memengaruhi pemilihan sapaan di kalangan remaja Sunda Kota Bandung. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menerapkan metode kombinasi (mixed methods). Lokasi penelitian berpusat di Kecamatan Bandung Kulon dan Ujungberung. Teori yang mendasari penelitian berkaitan dengan pemahaman kajian sosiolinguistik mengacu pada pandangan Meyerhoff (2006) juga Wargaudh dan Fuller (2015). Pemahaman sapaan yang berhubungan dengan bentuk sapaan dan variasinya mempertimbangkan teori dari Chaika (1982) dan Wargaudh (2002). Teori untuk mengkaji faktor sosial dan dimensi sosial yang memengaruhi pemilihan bentuk sapaan mempertimbangkan teori faktor dan dimensi sosial dari Holmes (2013). Penggunaan ranah sapaan mengacu pada teori ranah yang diajukan oleh Parasher (1980). Data yang dideskripsikan dan dikaji dalam penelitian ini bersumber pada data tulis sebagai data utama yang diperoleh dari kuesioner dengan jumlah responden 256 dan data lisan sebagai data pendukung yang diperoleh dari hasil wawancara. Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk sapaan yang digunakan oleh remaja Sunda pada ranah kekeluargaan sebagai berikut: istilah kekerabatan dalam bahasa Sunda dan non-Sunda, nomina lain, nama diri, nama panggilan; ranah ketetanggaan sebagai berikut: istilah kekerabatan dalam bahasa Sunda dan non-Sunda, nama diri, nama panggilan, nama pelesetan, pronomina, nomina lain, dan ragam bahasa gaul; ranah kekariban sebagai berikut: istilah kekerabatan dalam bahasa Sunda dan non-Sunda, nama diri, nama panggilan, nama pelesetan, pronomina, nomina lain, ejekan, dan ragam bahasa gaul; ranah pendidikan sebagai berikut: istilah kekerabatan dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, nama diri, nama panggilan, nomina lain, pronomina, dan ragam bahasa gaul; ranah transaksi sebagai berikut: istilah kekerabatan dalam bahasa Sunda dan non-Sunda, nama diri, nama panggilan, nomina lain, pronomina, ragam bahasa gaul, dan kosong dari sapaan (Ø); ranah lapangan kerja sebagai berikut: istilah kekerabatan dalam bahasa Sunda dan non-Sunda, nama diri, nama panggilan, nomina lain, pelesetan, profesi, dan ragam bahasa gaul. Faktor sosial dan dimensi sosial yang memengaruhi pemilihan sapaan adalah faktor latar belakang para penutur, pengaruh lingkungan, status pekerjaan, domisili, usia, penghormatan, kebiasaan, skala jarak sosial, skala satus, dan skala formalitas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja Sunda laki-laki lebih banyak menggunakan variasi bentuk sapaan daripada perempuan. Pada petutur lebih tua, remaja Sunda laki-laki kadang-kadang menyapa dengan nama diri sebagai penanda keakraban, sedangkan remaja perempuan lebih memilih istilah kekerabatan sebagai bentuk penghormatan.Item Kontribusi Tarekat dalam Membangun Multikulturalisme di Lombok Tahun 1966-2000(2023-08-18) ABDUL RASYAD; Mumuh Muhsin Z; Raden Muhammad MulyadiSebagai ajaran tasawuf yang diorganisasikan melalui tarekat, tarekat telah banyak berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang mencintai agama Islam. Sumbangan tarekat dalam dunia Islam sangat besar dalam mendidik dan memperbaiki kehidupan sosial masyarakat. Tarekat telah menjadi instrumen penting masyarakat muslim Lombok dalam memandang sesama manusia dalam kehidupan yang sederajat dalam keberagaman. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) menjelaskan masuk dan perkembangan tarekat di Lombok; (2) menjelaskan kondisi multikulturalisme di Lombok sebelum tahun 1966; (3) menganalisis kontribusi tarekat dalam membangun multikulturalisme di Lombok tahun 1966-2000; 4) menganalisis arti penting tarekat dalam membangun multikulturalisme di Lombok tahun 1966-2000. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarekat masuk ke Lombok bersamaan dengan masuknya Islam di Lombok pada abad XV dan XVI. Kondisi multikulturalisme di Lombok ditunjukkan oleh keberagaman etnik yang mendiami pulau Lombok seperti etnis Sasak sebagai penduduk asli, dan pendatang seperti Bali, Arab, Jawa, Bugis, Melayu, dan Tionghoa. Kontribusi tarekat dalam keberagaman ditunjukkan oleh peran tarekat Naqsyabandiyah, Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, dan Hizib Nahdlatul Wathan melalui jalur politik, pendidikan, dan sosial budaya. Arti penting tarekat dalam membangun multikuturalisme dapat dilihat melalui pemahaman atas tarekat sebagai basis pendidikan karakter dan pola pembentukan karakter dalam tarekat. Tarekat sebagai bagian dari kehidupan spiritual dalam perspektif kebinekaan di Lombok termasuk di Indonesia merupakan alternatif untuk menjawab berbagai masalah yang muncul yang dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan umat yang beragam. Sikap keagamaan yang telah ditunjukkan oleh para pengamal tarekat dalam perkembangan kehidupan keagamaan di Lombok dapat menjadi khazanah dalam melihat kerukunan dan sikap harmoni dalam kehidupan beragama di Indonesia.Item NASKAH SUNDA SERAT TASAWUF: SUNTINGAN TEKS, TRANSFORMASI, PENDIDIKAN DAN AKHLAK DAN HAKIKAT KEBAHAGIAAN(2024-01-12) YANI ROHMAYANI; Ade Kosasih; Titin Nurhayati MamunJudul penelitian disertasi ini adalah Naskah Sunda Serat Tasawuf : Suntingan Teks, Transformasi, Pendidikan Akhlaq.dan Hakikat Kebahagiaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi pendidikan akhlak berbasis ilmu tasawuf yang terkandung di dalam naskah Serat Tasawuf. Isinya antara lain tentang peringatan bagi setiap mukallaf (orang muslim yang akil balig) yang menghendaki kebahagiaan akhirat agar memelihara tujuh anggota badan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode filologi (metode standar) yang berkaitan dengan naskah, dan metode deskriptif analitik eksploratif yang berkaitan dengan kandungan naskah Serat Tasawuf (ST) yang dikaitkan dengan ilmu sastra dan pendidikan akhlak. Dengan berpedoman kepada dasar-dasar filologi, isi penelitian ini menghasilkan suntingan teks ST yang bersih dari kesalahan dan diduga mendekati aslinya dan dapat dipahami kandungannya oleh masyarakat luas. Berdasarkan analisis isi ditemukan bahwa teks ST memiliki hubungan antar teks dengan ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Al-Ghazaly. Melalui teks ST ajaran tasawuf Al-Ghazaly mengalami transformasi disesuaikan dengan kondisi masyarakat tempat pengarang berkarya. Pengarang ST mengajarkan kepada pembaca bahwa untuk mencapai kebahagiaan itu hendaknya diawali dari kemampuan menjaga tujuh anggota tubuh manusia agar cita-cita bahagia lahir batin dunia dan akhirat dalam rido Allah swt, dapat tercapai.Item Nama Keragaman Geologi sebagai Merek Geowisata pada Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark: Satu Kajian Toponimi(2019) KASNO PAMUNGKAS; Heriyanto; Eva Tuckyta Sari SujatnaKajian toponimi ini merupakan studi interdisipliner yang berusaha menerapkan teori linguistik pada nama keragaman geologi untuk menggali makna yang terkandung dalam keragaman geologi sebagai bagian dari geopark. Penelitian deskriptif kualitatif ini melibatkan analisis tipologi dan etimologi toponimi, pembentukan kata serta pengembangan makna denotasi ke arah konotasi dan metabahasa pada nama keragaman geologi Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp). Berdasarkan hasil analisis data, secara etimologis nama keragaman geologi CPUGGp terbentuk dari bahasa ibu atau bahasa daerah setempat (native) dan sebagian meminjam kosakata bahasa lain untuk unsur generik dan spesifik toponiminya (hybrid) karena menggunakan campuran antara bahasa lokal dengan bahasa pinjaman atau borrowing yang berasal dari bahasa lokal di tempat lain. Secara tipologis, terdapat 8 (delapan) jenis toponimi yang ditemukan pada data keragaman geologi CPUGGp yaitu toponimi descriptive, associative, occurrent/incident, eponyms, mythology, shift, manufactured, dan folk etymology. Secara morfologis, terdapat 3 (tiga) jenis pembentukan kata yaitu pembentukan kata tunggal, pembentukan kata ganda dan pembentukan kata multiproses yang tersebar pada 7 (tujuh) jenis keragaman geologi berdasarkan toponiminya. Dari hasil analisis morfologis, dapat ditemukan karakteristik bahwa nama keragaman geologi yang langsung merujuk pada objek toponiminya maka akan mengalami proses pembentukan kata tunggal seperti yang terjadi pada nama-nama keragaman geologi dengan tipologi toponimi descriptive, sebaliknya nama-nama keragaman geologi yang tidak langsung merujuk pada objek toponimi keragaman geologinya tetapi merupakan nama yang pernah dipakai oleh objek lain sebelumnya maka akan mengalami pembentukan kata multiproses karena nama tersebut mengalami proses pembentukan kata pada saat digunakan sebagai nama objek sebelumnya dan juga mengalami proses pembentukan kata pada saat digunakan sebagai toponimi keragaman geologi. Selanjutnya, secara semiotis penelitian ini memaknai toponimi keragaman geologi pada tataran denotasi sebagai penanda yang memiliki makna literal sesuai dengan proses pembentukan katanya dan mengalami pengembangan makna konotasi dan metabahasa. Sebagai merek geowisata, BIG WATERLANDSCAVE menggambarkan objek geowisata apa saja yang terdapat di CPUGGp dan merupakan konotasi dari CPUGGp sebagai geopark yang besar dan megah yang memiliki fungsi edukasi, konservasi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, penelitian linguistik interdisipliner ini diharapkan memberikan kontribusi positif pada dunia pariwisataItem Revitalisasi Pewarisan Tradisi Pembuatan Kerajinan Keramik di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta(2022-08-31) DENI YANA; Reiza D. Dienaputra; R. Agus Suherman SuryadimulyaPenelitian ini bertema revitalisasi pewarisan tradisi pembuatan kerajinan keramik di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi faktual dan menganalisis makna penting revitalisasi pewarisan tradisi pembuatan kerajinan keramik untuk mendapatkan model revitalisasi pewarisan tradisi pembuatan kerajinan keramik di Kecamatan Plered yang sesuai dengan tradisi lokal dan kebutuhan pengrajin di sentra. Penelitian dilakukan sejak 2018 hingga 2021 menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif (mix methods) dengan desain penelitian deskriptif. Seluruh data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi lapangan, kuesioner semi terstruktur pada 90 orang pengrajin, dan wawancara dengan 20 orang partisipan dari pihak pengrajin, tokoh masyarakat, pembina dari pihak pemerintah ditambah tokoh masyarakat sentra kerajinan keramik Sitiwinangun Kabupaten Cirebon dan seniman keramik Bizen Jepang. Hasil penelitian menunjukkan dalam tradisi pembuatan kerajinan keramik Plered hingga saat ini masih bertahan kepercayaan terhadap mitos, legenda, dan roh leluhur, serta adanya ritual tradisi dalam proses pembuatan keramik. Selain itu ada teknik dan istilah lokal, pembagian kerja antara pengrajin berdasarkan gender dan pengelompokan kategori pengrajin berdasarkan peran dan jenis produk yang dibuat. Tradisi tersebut telah diwariskan secara turun temurun hingga generasi ke-5 tetapi hal ini belum menjadi perhatian penting dalam program revitalisasi sentra yang telah dilaksanakan. Temuan penelitian ini berupa model revitalisasi pewarisan tradisi pembuatan kerajinan keramik Plered dalam bentuk pelatihan teknik produksi untuk pengrajin pemula, pendampingan desain untuk pengrajin senior, dan bantuan peralatan untuk semua kategori pengrajin dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang perumusan dan materinya mengacu pada cara pewarisan dan tradisi lokal di sentra.Item MAKNA IDEASIONAL DALAM STRUKTUR GENERIK ARTIKEL JURNAL INTERNASIONAL BEREPUTASI DENGAN SUBJEK LANGUAGE AND LINGUISTICS: KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL(2023-01-30) WAWAN HENDRAWAN; Eva Tuckyta Sari Sujatna; Nani DarmayantiPenelitian ini menginvestigasi makna ideasional dalam tahapan dan langkah segmen pendahuluan, metode, hasil, dan diskusi artikel riset jurnal internasional bereputasi dengan subjek language and linguistics. Makna ideasional dalam tahapan dan langkah segmen pendahuluan, metode, hasil, dan diskusi dianalisis menggunakan framework linguistik sistemik fungsional dari Halliday (1994) dan analisis genre dari Swales (1990, 2004) dan Cotos, Huffman & Link (2015). Pendekatan dan metode riset yang diaplikasikan adalah kualitatif (Creswell, 2003) dan deskriptif (Kothari, 2004), sedangkan analisis data menggunakan analisis teks (Frey, Botan, & Kreps, 1999) dan statistik deskriptif (Sugiyono, 2012). Pendekatan kualitatif, metode deskriptif, analisis teks, dan statistik deskriptif diaplikasikan karena penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, menginterpretasi, dan mengimplikasikan fenomena penggunaan bahasa yang berhubungan dengan realisasi makna ideasional dalam data yang ditelaah. Adapun data penelitian adalah segmen pendahuluan, metode, hasil, dan diskusi (IMRaD) yang berasal dari lima artikel penelitian empiris. Jumlah keseluruhan data adalah 20 dan dipilih secara bertujuan. Hasil riset menemukan tiga tahapan dan 17 langkah dalam segmen pendahuluan, tiga tahapan dan 15 langkah dalam segmen metode, empat tahapan dan 10 langkah dalam segmen hasil, dan empat tahapan dan 13 langkah dalam segmen diskusi. Analisis makna ideasional—transitivitas menemukan enam proses yaitu material, relasional, verbal, mental, eksistensial, dan perilaku, dengan proses material mendominasi dan proses perilaku paling jarang. Dominasi proses material mengindikasikan bahwa riset adalah proses pendeskripsian peristiwa dan aktifitas yang terjadi di dalamnya. Sebaliknya, langkanya proses perilaku mendemonstrasikan bahwa proses ini bukanlah proses yang sering diaplikasikan dalam penulisan artikel riset. Implikasi penelitian ini adalah memfasilitasi para penulis pemula ketika menulis artikel riset untuk dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi dan menyediakan bahan ajar terkait dengan topik menulis artikel riset.Item REPRESENTASI IDEOLOGI DALAM KARYA FIKSI PEREMPUAN PENULIS LEKRA(2023-02-03) DAVID SETIADI; Widyonugrahanto; Lina Meilinawati RahayuDisertasi ini membahas isu sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin yang tercermin dalam beberapa karya perempuan penulis Lekra yang terdiri dari Sugiarti Siswadi, S. Rukiah Kertapati, Sudjinah dan Sulami. Keempat Perempuan ini merupakan bagian organisasi sayap Partai Komunis Indonesia (PKI) yaitu Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan ideologi politik dan isu-isu feminis sebagai bagian dari ideologi personal keempat penulis sebagai perempuan yang terefleksi dalam karya sastra. Kelindan antara ideologi politik dan perspektif feminis penting untuk melihat bagaimana keempat penulis menjembatani kedua isu tersebut untuk menunjukkan ketaatan terhadap kebijakan partai dan menarasikan suara perempuan dalam karya-karya yang diciptakan. Dengan berlandaskan pada cara kerja naratologi dan politik feminis, sejumlah 33 karya yang tercipta pada rentang tahun 1950-an sampai 1960-an dianalisis untuk mencari muatan secara tersurat maupun tersirat. Penelitian ini menunjukkan bahwa karya-karya keempat penulis digunakan untuk propaganda partai sebagai bagian dari metode kerja Turun ke Bawah (Turba) dengan tujuan untuk merekam, mengabarkan dan memberi masukan pada rakyat sebagai bentuk kerja seni. Isu gender yang diangkat keempat perempuan penulis ini merupakan refleksi kehidupan perempuan seperti kepemimpinan perempuan, peran sebagai ibu dan istri, serta gerakan perempuan. Narasi dan penggambaran tokoh dalam karya yang dibahas mengafirmasi ideologi berkesenian Lekra. Karya yang dibahas dapat diargumentasikan menujukkan negosiasi penulis terhadap ideologi partai dan perannya sebagai perempuan.Item Representasi Kelas dan Gender dalam Serial Remaja Keluarga Cemara Karya Arswendo Atmowiloto(2023-04-29) IDA FARIDA; Aquarini Priyatna; Lina Meilinawati RahayuKeluarga Cemara, serial fiksi remaja karya Arswendo Atmowiloto, bercerita tentang keluarga kelas menengah yang jatuh miskin, yang kemudian mengalami stigma dan dimarginalisasi oleh masyarakat kelas menengah di sekitarnya. Penggambaran anggota keluarga dan interaksi mereka dengan tokoh lain menunjukkan bahwa walaupun modal ekonomi mereka berkurang, keluarga ini tetap mempertahankan habitus mereka sebagai kelas menengah. Serial ini menunjukkan bahwa keluarga miskin ini menanggapi stigmatisasi dan marginalisasi dari kelas menengah dengan menerima ketidakmampuan mereka memiliki modal ekonomi tetapi menolak mengakui ketidakmampuan memiliki modal budaya yang dimiliki anggota masyarakat kelas menengah. Penolakan tersebut menunjukkan agensi yang mereka bangun dalam menegosiasi posisi mereka di lingkungan kelas menengah, namun upaya tersebut ditolak oleh anggota kelas menengah. Penolakan ini mengisyaratkan bahwa serial ini menguatkan diskriminasi sosial pada kelas yang lebih rendah. Serial ini juga menyajikan tokoh Abah (bapak) sebagai sumber otoritas (atau “hukum”) dalam sebuah keluarga patriarkal—sejalan dengan konfigurasi maskulinitas hegemonik Indonesia “bapakisme”, yang merupakan ideologi dominan pada periode Orde Baru Indonesia. Serial ini juga memberikan penggambaran bapak sebagai seseorang yang berusaha memberdayakan anggota keluarga perempuan dalam keluarganya, namun penyajian yang sekadarnya hanya menguatkan penerapan ideologi tersebut. Alih-alih memotret sebuah keluarga miskin yang mempertahankan posisinya di kalangan kelas menengah dan memberdayakan perempuan dalam masyarakat patriarkal, serial ini mengajegkan stereotipe karakteristik kelas-kelas sosial dan stereotipe gender yang konvensional. Saya berargumentasi bahwa serial ini tetap menguatkan karakteristik kelas dan gender yang stereotipikal, sehingga dapat dikatakan bahwa ia mengandung unsur tokenisme. Akan tetapi, serial ini dapat memberi jalan bagi interpretasi teks yang terbuka yang dapat mendorong pembaca remaja untuk mempertanyakan struktur sosial yang mereka tempati.Item KONSTRUKSI MASKULINITAS DALAM SUBKULTUR METAL BANDUNG(2021-04-25) HINHIN AGUNG DARYANA; Raden Muhammad Mulyadi; Aquarini PriyatnaABSTRAK Dinamika sosial dalam ranah musik metal Bandung telah lama membangun wacana kritis tentang musik metal dan maskulinitas. Beragamnya karakter subgenre metal kemudian mempengaruhi lahirnya persona metal yang merepresentasikan model maskulinitas hegemonis dan alternatif. Beragam model maskulinitas ini secara terus menerus diproduksi melalui musik, lirik, dan tubuh selama hampir tiga dekade. Situasi ini melahirkan gerakan sebagian besar laki-laki metal yang menentang konstruksi maskulinitas yang telah mapan di lingkungan subkultur metal Bandung. Penentangan ini diwujudkan dalam sikap dan perilaku sadar gender dengan menampilkan perilaku egaliter di ruang publik dan domestik yang tercermin dalam lirik dan perilaku yang lebih menghargai, dan menentang kekerasan perempuan. Penelitian ini mengeksplorasi konstruksi maskulinitas dalam subkultur metal Bandung. Data penelitian dikumpulkan dengan menerapkan metode etnografi karena menawarkan aspek praktis dan metodologis yang secara umum mengacu pada pekerjaan pemaknaan perilaku, pengetahuan, dan artefak budaya yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan 20 musisi metal laki-laki profesional asal Bandung, berusia 39-44 tahun, sudah menikah, dan muslim. Penelitian ini menyelidiki strategi musisi laki-laki metal Bandung dalam perannya sebagai musisi metal, ayah, dan suami di tengah budaya Muslim yang dominan di Bandung dan Indonesia. Fokus penelitiannya terhadap perilaku dan praktik maskulinitas yang ditampilkan musisi-musisi metal Bandung di ruang publik atau domestik. Teori dramaturgi Goffman digunakan sebagai teori utama untuk mempertajam serta memahami persoalan maskulinitas dalam subkultur metal Bandung di ruang publik. Persoalan tentang konstruksi maskulinitas musisi metal Bandung di ruang domestik akan dibahas menggunakan teori struktur relasi gender Connell. Selain kedua teori tersebut, digunakan pula teori-teori pendukung seperti teori persona Marshall dan teori semiotika Barthes untuk memahami gejala secara utuh. Hasil analisis menunjukkan bahwa persona metal ditampilkan melalui aspek musik dan ekstra-musikal yang mencakup lirik, logo, pakaian, perlakuan tubuh, tata panggung, aksesoris, dan video musik. Maskulinitas yang disosialisasikan rezim gender Negara, keluarga, dan ajaran agama turut memapankan persona musisi-musisi metal Bandung. Model maskulinitas yang dikonstruksi menjadi indikator bagaimana Negara, keluarga, agama, dan lingkungan metal mengatur relasi gender musisi-musisi metal Bandung. Temuan lainnya adalah negosiasi maskulinitas laki-laki metal Bandung diwujudkan dalam perilaku menghormati perempuan baik istri, ibu, maupun teman-teman perempuannya. Perilaku sadar gender itupun diwujudkan dalam sikap kemitraan sejajar, berbagi pekerjaan domestik, berbagi keputusan, pengasuhan anak, bersama-sama mencari nafkah untuk keluarga, dan anti kekerasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subkultur metal Bandung mengonstruksi model maskulinitas normatif dan alternatif secara bersamaan. Konstruksi maskulinitas yang terjadi di ruang publik dan domestik saling mempengaruhi peran-peran yang ditampilkan di kedua ruang tersebut. Ketika berperan sebagai musisi metal mereka membangun persona laki-laki metal yang menampilkan atribusi tangguh, kuat, ofensif, dan ramah perempuan. Melalui peran suami dan ayah mereka menampilkan model maskulinitas alternatif yang bersedia melakukan negosiasiv dengan pasangannya. Dengan demikian, model maskulinitas alternatif yang dibangun adalah maskulinitas yang menampilkan laki-laki tangguh dan tegas tetapi lebih suportif, egaliter dan sensitif gender. Laki-laki ideal dalam perspektif subkultur metal Bandung bukan lagi persoalan atribusi yang melekat dengan maskulinitas normatif, tetapi persoalan kemanusiaan. Realitas yang dipraktikkan menjadi penanda bahwa maskulinitas alternatif memiliki peluang besar dalam membentuk subkultur metal yang mendefinisikan ulang peran, kekuasaan dan pembagian kerja dalam perspektif gender tradisionalItem PROSES, STRATEGI DAN RESISTENSI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN ULAMA (NYAI) PADA PONDOKPESANTREN SALAFIYAH DI KABUPATEN CIREBON(2023-02-20) AHMAD FAUZAN; Teddi Muhtadin; HazbiniDisertasi ini menganalisis kepemimpinan nyai (Nyai) di Pondok Pesantren Salafiyah Kabupaten Cirebon dengan mengidantifikasi dampak positif, ekosistem pesantren, kemudian memaparkan proses, strategi dan resistensi kepemimpinan nyai. Penelitian ini merupakan penelitian kajian budaya dengan metode etnografi di tiga pondok pesantren Kabupaten Cirebon yang berbeda yang melibatkan tiga Nyai sebagai pimpinan pesantren, diantaranya Nyai Masriyah Amva, Nyai Afwah Mumtazah dan Nyai Eni Khunaeniyah. Data dikumpulkan melalui observasi di lapangan, media sosial dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak positif kepemimpinan nyai adalah pesantren menjadi lebih maju karena nyai lebih peka terhadap perubahan yang adai di masyarakat. Ekosistem pesantren yang nyai gunakan adalah ekosistem yang bernuansa modern, terutama ekosistem digitalisasi sebagai penunjang kemajuan pesantrennya. Sedangkan pemaparan proses, nyai memiliki proses perjalanan panjang akan menghasilkan kepemimpinan yang lebih kuat dan kreatif. Strategi yang mereka gunakan dalam memajukan pesantren adalah sisi nilai-nilai maskulinitasnya (berani, aktif, kuat, dan popularitas), sedangkan resistensiya adalah segala unsur yang selama ini dilarang oleh orang-orang normatif patriarkal, tetapi nyai tetap fokus melakukannya dan hasilnya pesantren lebih maju dan mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat maupun pemerintah. Jadi keunggulan kepemimpinan nyai adalah ia lebih peka terhadap perubahan yang adai di masyarakat, kepekaan ini yang melahirkan ide-ide kreatif dalam membangun pesantrennya.Item CROSSPLAYING DAN PERFORMATIVITAS GENDER PADA KOMUNITAS COSPLAY SEBAGAI BAGIAN DARI BUDAYA POPULER DI BANDUNG(2022-10-12) ASEP ACHMAD MUHLISIAN; Aquarini Priyatna; Yuyu Yohana RisagarniwaDisertasi ini mengkaji cara performativitas gender digambarkan oleh crossplayer Female-to-Male (F2M) dan Male-to-Female (M2F) dengan mengubah identitas laki-laki dan perempuan dengan atribut yang melekat padanya. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi-Etnografi di Bandung yang melibatkan 18 subjek penelitian berusia 19-29 tahun. Data dikumpulkan melalui observasi di lapangan, media sosial dan wawancara mendalam. Hasil data menunjukkan bahwa crossplay F2M dan M2F adalah usaha untuk menunjukkan dan mengubah maskulinitas dan femininitas yang diidentifikasi dengan atribusi laki-laki dan perempuan normatif. Citra maskulin dan feminin ideal dalam crossplay F2M dan M2F masing-masing terwujud dalam empat karakter khas, yaitu ikemen, bishounen, shouta, dan reverse trap untuk F2M serta bishoujo, lolita, gyaru dan trap untuk crossplay M2F. Selain itu, persona crossplayer pun dibangun melalui costest, performace di atas panggung, costreet, photses dan interaksi dengan komunitas untuk membangun persona front stage di ruang publik. Kelindan identitas gender sehari-hari dan performativitas gender crossplay terlihat dari identitas gender yang dimainkan di ruang publik sebagai pelarian dari kesehariannya dan negosiasi citra gender ideal dari fantasi menjadi kenyataan berdasarkan motivasi crossplayer menampilkan yang difantasikan. Selanjutnya, varian gender yang ditampilkan oleh crossplayer sebagai identitas laki-laki dan perempuan dalam crossplay F2M dan M2F tercerminkan dengan jelas dalam konvensi. Namun, identitas tersebut tidak terlihat saat memasuki ruang sosial yang mengekalkan heteronormatif gender. Sistem partiarki, agama, keluarga dan streotipe gender di lingkungan kerja memengaruhi crossplayer dalam menunjukkan keragaman gender. Relasi kuasa yang muncul dalam ruang sosial dan domestik yang sangat mengekalkan heteronormativitas tersebut menyebabkan beberapa crossplayer berusaha bernegosiasi dengan karakter yang akan dimainkan saat crossplay.Item Dinamika Sosial Ekonomidi Pulau Batam (1824-2005)(2021-02-11) BUNARI; Nina Herlina Sukmana; Mumuh Muhsin ZPenelitian disertasi ini mengkaji tentang dinamika sosial ekonomi Pulau Batam sejak Traktat London hingga masa Otorita Batam. Adapun tujuan penulisan yaitu, merekontruksi Pulau Batam dari masa Kolonial hingga masa Reformasi, menganalisis dampak kebijakan pengembangan pulau Batam masa Kolonial hingga Orde Baru (1824-1998) terhadap masyarakat, menganalisis dampak kebijakan pengembangan pulau Batam masa Reformasi (1998-2005) terhadap masyarakat dan pengaruh Singapura dan Malaysia dalam perkembangan Pulau Batam. Metode penelitian yang digunakan dalam disertasi ini adalah metode sejarah. Hasil penelitian disertasi yaitu Nong isa sebagai peletak dasar bermulanya sejarah Batam sejak era kolonial. Pulau Batam juga menjadi basis perjuangan dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Saat terjadinya konfrontasi Indonesia-Malaysia, Pulau Batam dijadikan basis logistik dan tempat merancang strategi perjuangan. Upaya menjadikan Pulau Batam menjadi daerah industri makin berkembang di masa B.J. Habibie dengan konsep “Teori Balon” dan “Benelux” serta Konsep SIJORI. Pengembangan Pulau Batam memiliki dampak positif seperti luasnya peluang pekerjaan. Sedangkan dampak negatif, pengembangan Pulau Batam belum merata ke wilayah pesisir yang masih jauh ketertinggalan. Selain itu, “Teori balon” dalam konsep SIJORI yang diharapkan membawa dampak pada balon-balon kecil (Pulau Batam) belum terwujud dengan maksimal.Item Ekspresi Verbal, Pola Pemulihan Kompetensi Bahasa, dan Efek Transfer Lintas-Linguistik pada Pasien Afasia Bilingual Sunda-Indonesia: Kajian Neurolinguistik(2020-10-06) RIKI NASRULLAH; Dadang Suganda; WagiatiPenelitian ini berjudul “Ekspresi Verbal, Pola Pemulihan Kompetensi Bahasa, dan Efek Transfer Lintas Linguistik pada Pasien Afasia Bilingual Sunda-Indonesia: Kajian Neurolinguistik”. Intinya mengkaji ekspresi verbal pada tuturan penyandang afasia bilingual Sunda-Indonesia, menelaah pola-pola pemulihan kompetensi bahasanya, dan mengkaji efek transfer intas linguistik pada proses pemuluhan kompetensi berbahasa pasien afasia bilingual Sunda-Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yang mendasarkan diri atas longitudinal case study (studi kasus longitudinal). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Secara teoretis, pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan neurolinguistik. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada pasien atau keluarga pasien (istri/suami, ayah/ibu, atau anak) dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah disediakan. Data sekunder didapatkan dengan cara melihat data rekam medis. Penelitian ini mengambil lokasi di dua rumah sakit, yatu Rumah Sakit Alislam Kota Bandung dan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta. Pengambilan data telah dilaksanakan selama enam bulan secara periodik dan berkala. Sebanyak 4 (empat) orang responden dijadikan sampel penelitian yang telah ditetapkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Terhadap keseluruhan sampel tersebut dilakukan pengambilan data secara bertahap, masing-masing tiga kali. Tahap 1 adalah masa akut (yaitu 14 hari terhitung sejak serangan strok). Tahap 2 adalah dua minggu pascaakut. Tahap 3 dilakukan satu bulan setelah tahap 2. Semua data yang diperoleh dianalisis secara mixed mothods (metode kombinasi). Analisis penelitian ini menggabungkan dua bentuk pendekatan, yaitu kualitatif dan kauntitatif. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal: 1) secara bervariasi, beberapa gelaja bahasa yang muncul dari tuturan penyandang afasia bilingual Sunda-Indonesia adalah: a) jargon-jargon neologistik, b) penggantian kata, c) parafasia verbal, d) jargon semantic, e) ekolalia, f) tegun, g) perseverasi, dan h) agramatisme. 2) pasien AS dan SH pada penelitian ini mengalami pola pemulihan selektif; terjadi ketika satu bahasa tidak dipulihkan; pasien ED pada penelitian ini mengalami pola pemulihan asimetris; satu bahasa pulih sampai batas tertentu terlebih dahulu tetapi mulai mengalami penurunan kompetensi ketika bahasa lainnya mulai pulih; dan pasien SU pada penelitian ini mengalami pola pemulihan simetris; terjadi ketika kedua bahasa mengalami gangguan dengan tingkat defisit yang sama dan dipulihkan pada tingkat yang sama pula. 3) kesamaan dan kemiripan beberapa aspek linguistik pada bahasa Sunda dan bahasa Indonesia memungkinkan adanya pengaruh transfer lintas linguistik pada proses pemulihan kompetensi berbahasa pasien afasia bilingual Sunda-Indonesia. Hal ini telah terbukti, salah satunya dalam penelitian ini, dari kasus ED yang memperlihatkan adanya pengaruh bahasa Sunda yang dapat meningkatkan kompetensi bahasa Indonesia pada saat proses pemulihan bahasa berlangsung.Item Pemertahanan, Inovasi, dan Difusi Leksikal Bahasa Melayu Riau di Kabupaten Kampar: Kajiangeolinguistik(2020-01-28) JULI YANI; Wagiati; Cece SobarnaThis dissertation is entitled " Riau Malay Lexical Retention, Innovation, And Diffusion In Kampar District: Geolinguistic Study". The research method used is a qualitative method that describes descriptive data. Data collection methods and techniques used are refer to the methods of proficiency and record techniques. The analytical methods and techniques used are the matching method and the comparative relationship technique. This research was conducted at nine observation points in Kampar District. Samples of informants at each point of observation amounted to one person. The research instrument used for the interview was a list of questions containing 441 questions. Based on the overall analysis of the data that the Malay Malay language lexical retention in Kampar District which experienced a form of lexical innovation was 164 gloss with 390 variants, which consisted of full lexical innovation with 66 gloss with 162 variants while maintaining the lexical origin of 66 gloss 66 variant and innovative lexical 66 glos 96 variants. Furthermore, as many as 85 phonetic innovations with 173 variants by maintaining the lexical origin of 85 glos 85 variants and innovative lexical 85 glos 88 variants, and meaning innovations as many as 6 glos with 6 variants by maintaining the original lexical 2 and innovative lexical 4. The original lexical pemertahan looks as much , 66 glossos 66 variants on full lexical innovation, 85 glossaries 85 variants on phonetic innovation, and 2 glossos on meaning innovation. This, it seems, is that this lexical origin only retains its existing form. So this is called passive defense. Furthermore, innovative lexical defense holds 66 glossos 96 variants in full lexical innovation, 85 glossos 88 variants in phonetic innovation, and innovative lexical 4 meaning innovations. This, it seems that this innovative lexical, maintains by adding new elements called innovative elements. So this is called active detention. In total, this study contained 220 maps. The map that contains innovative variants in Riau Malay is only 158 maps. The remaining 62 maps contain variations in geographical diffusion. Based on the observation point, the result of data phenomenon in the field, that which often experiences diffusion is the observation point (1), (2), (3), (8) and geographically, diffusion in the Malay language of Riau moves from west to east, it appears on the phenomenon of data in the field that, gradual geographical distribution at the point of observation, the spread starts from the point of observation (1), gradually to the point of observation (2), gradually to the point of observation (3), and finally the distribution directly to the point of observation (8) , which is observed and seen by distribution based on the scale of the map direction. The observation points (1), (2), (3) are in the westward position while the observation point (8) is in the eastward position.Item TRADISI IDUL GHADIR DAN RESPONS ORGANISASI MASSA ISLAM DI JAKARTA DAN BANDUNG(2020-08-28) AGUS MASRUKHIN; Dadang Suganda; Reiza D. DienaputraFokus penelitian ini tentang tradisi Idul Ghadir dan respon ormas-ormas Islam di sekitar Jakarta dan Bandung.Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konstruksi tradisi Idul Ghadir, mengungkap faktor-faktor lahirnya tradisi perayaan Idul Ghadir serta memetakan dan menganalisis berbagai reaksi ormas Islam terhadap tradisi Idul Ghadir. Penelitian ini menggunakan metode penelitian budaya dalam bentuk deskriptif kualitatif dengan tahapan-tahapan mencakup, pendekatan Personal experience, mengunjungi lapangan berarti mengembangkan hubungan personal langsung dengan orang-orang yang diteliti. Empathic Neutrality, netralitas peneliti mengacu pada sikap peneliti menghadapi temuan penelitian. Dynamic systems, melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang, serta mendeskripsikan dan memahami proses dinamis yang terjadi. Sedang untuk mengungkapkan dan menganalisis konstruksi dan respon tradisi Idul Ghadir, peneliti menggunakan teori challenge and response, teori budaya, teori konstruksi sosial serta dibantu dengan analisis framing. Sumber data penelitian berasal dari berbagai dokumumen ormas Islam, jurnal, buku-buku serta wawancara mendalam dari berbagai nara sumber dan responden pengurus ormas Syiah dan ormas Sunni. Hasil penelitian mengungkapkan perkembangan budaya perayaan Idul Ghadir di Jakarta dan Bandung baik dari wujud budaya mentifact, socifact dan artefact. Dalam perkembangannya tradisi Idul Ghadir dipengaruhi faktor budaya eksternal dan internal, seperti mengikuti pakem tradisional umat Syiah negara Iran dan akulturasi dengan budaya lokal. Tradisi ini secara mentifact mendapat tantangan dan respon dan berbagai ormas Sunni karena dianggap pelecehan terhadap kepemimpinan khalifah-khalifah sebelum Ali as. namun dari sisi socifact dan artefact terjadi kontroversi sikap.Item Sistem Transitivitas Bahasa Lampung: Kajian Linguistik Sistemik Fungsional(2022-06-16) AFRIANTO; Nani Darmayanti; Eva Tuckyta Sari SujatnaBahasa Lampung merupakan salah satu bahasa di Indonesia yang tergolong dalam bahasa terancam punah, oleh karenanya penelitian ini bermaksud mengeksplorasi dan mengembangkan aspek gramatikal dan dapat menjadi rujukan dalam mengkaji bahasa daerah. Lebih jauh, penelitian kualitatif ini mengarah pada pengeksplorasian, pengonstruksian, dan pendeskripsian klausa-klausa yang didapatkan dari pepancokh dan buku pelajaran bahasa Lampung. Klausa-klausa tersebut dikaji untuk mengkonstruksi sistem transitivitas yang merupakan realisasi dari metafungsi ideasional dan penelitian ini menemukan bahwa bahasa Lampung memiliki sistem ini. Sebagai catatan, penganalisisan dan pemodelan sistem transitivitas didasarkan pada fenomena kebahasaan dan karakteristik dalam bahasa Lampung, artinya bahwa penelitian ini tidak menyesuaikan bahasa ini pada teori melainkan dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan struktur klausa yang apa adanya (natural). Terdapat enam tipe klausa yang diindikasikan dengan enam tipe proses, yaitu material, mental, relasional, verbal, perilaku, dan eksistensial. Setiap proses hadir dalam sebuah klausa, akan tetapi ditemukan juga bahwa sebuah klausa bahasa Lampung dibentuk tanpa adanya proses dan ini terjadi pada klausa relasional. Kondisi ini disebut proses relasional zero. Selain proses, sebuah klausa terdiri dari partisipan dan sikumstansi. Penting untuk dicatat bahwa konstituen yang berperan sebagai partisipan memiliki fungsi dan peran yang berbeda, misalnya pada klausa material, aktor merujuk pada pelaku, sasaran merujuk pada entitas yang dikenai suatu pekerjaan, dan range merupakan kolokasi dari suatu proses. Selain itu, bahasa Lampung memiliki konfigurasi sirkumstansi yang bervariasi, ditemukan delapan tipe, yaitu spasial, temporal, cara, perihal, tujuan, peran, kebersamaan (accompaniment), dan kausal. Kemudian, sirkumstansi yang dapat hadir di awal, di tengah (sebelum atau sesudah proses), dan di akhir klausa dapat dibentuk dalam tiga formasi (kata, kelompok kata/frasa, dan klausa). Lebih lanjut, klausa bahasa Lampung juga dapat dibedakan berdasarkan struktur konstituen yang dimiliki dan ditemukan tiga tipe, yaitu interogatif, imperatif, dan pasif. Sebuah klausa interogatif dicirikan dengan hadirnya kata tanya, seperti ‘apikah’, ‘api’, ‘sapa’, ‘dipa’, ‘kunpa’, ‘ulah api’, ‘ghepa’, and ‘pira/pigha’ dan terdapat dua tipe klausa interogatif; polaritas dan non polaritas. Di lain sisi, klausa imperatif dicirikan dengan konfigurasi dari empat konstituen (proses, partisipan, pemarkah negasi (dang), dan ‘tulung’). Selanjutnya, klausa pasif ditandai dengan pertukaran sasaran dan pelaku dan perubahan bentuk proses. Adapun proses pasif dibentuk melalui afiksasi di mana proses direalisasikan oleh kombinasi prefiks (di-, ti-) dan verba.Item PERUBAHAN BUNYI BAHASA ARAB ALQURAN OLEH PENUTUR BAHASA SUNDA DALAM PELAFALAN SURAT-SURAT PENDEK: KAJIAN FONETIS DAN FONOLOGIS(2021-02-08) DEDI SULAEMAN; Dian Indira; Gugun GunardiDisertasi dengan judul “Perubahan Bunyi Bahasa Arab Alquran oleh Penutur Bahasa Sunda dalam Pelafalan Surat-Surat Pendek: Kajian Fonetis dan Fonologis” ini membahas perubahan bunyi bahasa Arab Alquran oleh penutur Sunda dalam melafalkan surat-surat pendek Alquran. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan bunyi bahasa Arab oleh penutur bahasa Arab Alquran dan penutur bahasa Sunda dalam melafalkan surat-surat pendek; dan (2) membuat kaidah-kaidah perubahan bunyi bahasa Arab Alquran oleh penutur bahasa Sunda. Terdapat dua payung teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori fonetik & fonologi Alquran (Nasution 2012) serta fonologi & gramatika Sunda (Djajasudarma, 2013). Teori fonetik mencakup bagaimana suatu bunyi tertentu bisa dihasilkan mulai dari tempat artikulasi, cara artikulasi dan penyuaraannya. Teori fonologi digunakan untuk menentukan bagaimana bunyi tertentu berbeda dengan bunyi yang lain dengan makna yang berbeda. Teori fonologi juga digunakan untuk melihat sifat-sifat perubahan bunyi yang bersifat fonetis—tidak mengubah makna atau fonemis—mengubah makna. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis kontrastif terapan, yang bertujuan untuk memecahkan masalah pedagogis. Peneliti mengikuti empat langkah teknik analisis kontrastif, yaitu: 1. Mengumpulkan data bunyi dari dua bahasa. 2. Mendeskripsi bunyi tersebut dengan menggunakan Praat. 3. Mengidentifikasi fitur bunyi berdasarkan fonetik artikulatoris dan 4. Memformulasikan perubahan bunyi berdasarkan sifat perubahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 perubahan bunyi bahasa Arab Alquran oleh penutur bahasa Sunda dalam pelafalan surat-surat pendek Alquran. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut. (1) Pelesapan bunyi glotal hambat bersuara [ʔ], (2) bunyi dental geseran tak bersuara [θ] menjadi alveolar geseran tak bersuara [s], (3) bunyi faringal geseran tak bersuara [ħ] menjadi glotal geseran [h] (4) bunyi velar geseran tak bersuara [χ] menjadi glotal tak bersuara [h] (5) bunyi dental geseran tak bersuara [ð] menjadi alveolar hambat bersuara [d] (6) bunyi alveolar geseran bersuara [z] menjadi palatal hambat bersuara [d͡ʒ] (7) bunyi palato alveolar geseran tak bersuara [ʃ] menjadi alveolar geseran tak bersuara [s], (8) bunyi faringal alveolar tak bersuara [ṣ] menjadi alveolar geseran tak bersuara [s], (9) bunyi faringal hambat bersuara [ḍ] menjadi alveolar hambat bersuara [d], (10) bunyi faringal alveolar hambat tak bersuara [ṭ] menjadi alveolar hambat tak bersuara [t], (11) bunyi faringal geseran bersuara [ʕ] menjadi vokal nasal [˜], (12) bunyi velar geseran bersuara [ɣ] menjadi velar hambat bersuara [ɡ], (13) l bunyi `abiodental geseran tak bersuara [f] menjadi bilabial hambat tak bersuara [p], (14) bunyi uvular hambat tak bersuara [q] menjadi velar hambat tak bersuara [k], (15) bunyi vokal panjang menjadi pendek. Sifat perubahan bunyi bahasa Arab Alquran oleh penutur Sunda terdiri dari pelesapan, fortifikasi, lenisi, pemendekan dan bunyi faringal geseran bersuara [ʕ] menjadi vokal nasal [˜]. Adapun dari 177 bunyi yang diteliti, 123 bunyi bersifat fonetis—tidak mengubah makna dan 54 bunyi bersifat fonemis—mengubah makna.Item Struktur Skematis dan Fitur Leksiko-gramatikal pada wacana kelas bidang teknik: kajian linguistik sistemik fungsional(2022-06-16) HERI KUSWOYO; Eva Tuckyta Sari Sujatna; Lia Maulia IndrayaniPenelitian ini bertujuan (1) mengkaji dan menjelaskan tahapan-langkah pada wacana kelas bidang teknik di Delf University of Technology, Belanda dalam mencapai tujuan sosialnya, (2) mengkaji dan menjelaskan fitur-fitur leksiko-gramatikal yang merealisasikan makna metafungsional (ideasional, interpersonal, dan tekstual) pada fase pembukaan, fase diskusi, dan fase penutup. Teori yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada teori-teori dari Eggins (2004), Swales (1990), Halliday (1994), Halliday dan Matthiessen (2004, 2014), Christie (2002), dan Schleppegrell (2001). Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif konten dengan tujuh perkuliahan teknik pada Delf University of Technology, Belanda sebagai sumber datanya yang diperoleh dari www.cosmolearning.org. Teknik purposive-sampling dengan tiga kriteria: bukan penutur asli bahasa Inggris, latar belakang pendidikan, dan lama pengalaman mengajar digunakan untuk memilih partisipan. Data dikumpulkan melalui teknik perekaman video dan dianalisis menggunakan pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) (Halliday, 1994). Pemeriksaan sejawat dan kecukupan referensial juga dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas dan validitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pada fase pembukaan terdapat tiga tahapan, yaitu memulai kelas, melakukan pemanasan, dan menjelaskan kegiatan perkuliahan. Tahapan memulai kelas terdiri dari dua langkah, yakni memberikan salam dan memberikan sinyal dimulainya kelas. Tahapan pemanasan terdiri dari empat langkah, yaitu mengulas perkuliahan sebelumnya, melakukan housekeeping, mengemukakan tujuan perkuliahan, dan menjelaskan rencana kegiatan perkuliahan. Kemudian, tahap menjelaskan kegiatan perkuliahan tidak memiliki langkah. Pada fase diskusi ditemukan tiga tahapan, yakni menjelaskan kerangka perkuliahan, menempatkan perkuliahan dalam konteks, dan mengulas perkuliahan. Terakhir, fase penutup juga menunjukkan tiga tahapan, yaitu menjelaskan kerangka pekerjaan rumah, melakukan pendinginan, dan mengadakan perpisahan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa (2) proses relasional merupakan fitur leksiko-gramatikal yang sering digunakan pada seluruh tahapan dan langkah dalam merealisasikan makna ideasional. Temuan ini menunjukkan bahwa penjelasan suatu entitas seperti teori maupun konsep lebih banyak dilakukan. Selanjutnya, fitur Mood indikatif-deklaratif adalah jenis Mood yang paling sering digunakan dosen teknik dalam merealisasikan makna interpersonalnya. Hal ini mengindikasikan bahwa klausa-klausa yang diujarkan memberikan informasi penting seperti teori maupun konsep. Terakhir, fitur tema tekstual, tema interpsersonal, tema topikal, dan tema gabungan ditemukan dalam merealisasikan makna tekstual. Hal ini menunjukkan bahwa klausa-klausa yang diujarkan dibuat saling terkait sehingga tujuan komunikatif dapat tercapai. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tahapan-langkah beserta fitur leksiko-gramatikalnya dapat digunakan oleh penutur bukan bahasa Inggris untuk mencapai tujuan komunikatif pada wacana kelas.Item GANGGUAN BERBAHASA PADA PENDERITA AFASIA WERNICKE DALAM PERSPEKTIF NEUROLINGUISTIK: Studi Kasus pada Penderita Afasia Dewasa Pascastrok(2023-02-16) MUTIARA INDAH NIRMALA DEWI; Dadang Suganda; VitrianaABSTRAK Judul penelitian ini adalah “Gangguan Berbahasa pada Penderita Afaasia Wernicke Dalam Perspektif Neurolinguistik, fokus kajian dalam riset ini adalah gangguan berbahasa pada pasien pascastrok dewasa penderita afasia Wernicke, dengan rumusan masalah yang dirinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut; (1) Bagaimana kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh penderita afasia Wernicke dewasa pascastrok? (2) Bagaimana bentuk gangguan dan proses produksi bahasa pada penderita afasia Wernicke dewasa pascastrok? (3) Bagaimana model terapi produksi bahasa bagi penderita afasia Wernicke dewasa pascastrok? Kajian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analitis, dengan pendekatan neurolinguistik yang berfokus pada penderita afasia pascastrok. Berdasarkan seluruh hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa gangguan berbahasa afasia Wernicke yang terjadi pada penderita pascastrok memiliki karaterisktik yang berbeda untuk setiap individu. Hal ini bergantung pada jenis strok dan tingkat kerusakan yang dialami. Penderita afasia Wernicke pascastrok secara umum mengalami penurunan kemampuan berbahasanya meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantis dan pragmatis. Penderita afasia Wernicke memerlukan bentuk terapi yang lengkap dan berkesinambungan, khususnya pada penderita yang pernah mengalami strok. Model terapi khusus untuk penderita afasia Wernicke pascastrok, yakni terapi pemulihan fisik dan fisiologis pascastrok, terapi pemulihan komeptensi berbahasa, dan terapi motivasi. Kata kunci: afasia Wernicke, gangguan berbahasa, neurolinguistik, pascastrok viiItem REPRESENTASI DAN IDEOLOGI KEPEMIMPINAN RIDWAN KAMIL DALAM AKUN INSTAGRAM @ridwankamil : ANALISIS WACANA KRITIS MULTIMODAL(2022-10-04) ZAKIE ASIDIKY; Eva Tuckyta Sari Sujatna; Inu Isnaeni SidiqDisertasi ini berjudul ‘Representasi dan Ideologi Kepemimpinan Ridwan Kamil dalam Akun Instagram @ridwankamil: Analisis Wacana Kritis Multimodal’. Disertasi ini mengkaji kiriman-kiriman pada akun Instagram resmi Ridwan Kamil, @ridwankamil, yang ditinjau dari pendekatan kritis yang difokuskan pada pengungkapan (1) strategi tekstual multimodal Ridwan Kamil, (2) representasi Ridwan Kamil sebagai seorang pemimpin, dan (3) ideologi kepemimpinan Ridwan Kamil dalam kiriman-kiriman tersebut. Metode yang digunakan dalam disertasi ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan Analisis Wacana Kritis Multimodal (AWKM). Metode dan pendekatan tersebut dipilih karena kiriman-kiriman dalam akun Instagram @ridwankamil terdiri atas moda gambar dan moda linguistik atau caption. Hasil penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa (1) kiriman-kiriman dalam akun resmi Instagram Ridwan Kamil, @ridwankamil, terdiri atas tema-tema yang beragam. Moda-moda gambar dalam kiriman RK tersebut mempunyai makna visual yang beragam. Dari sudut pandang makna representasional, moda-moda gambar tersebut menggambarkan apa yang RK lakukan baik sebagai seorang walikota ataupun sebagai masyarakat sipil biasa. Dari sudut pandang makna interaktif, moda-moda gambar tersebut mayoritas berfungsi untuk menawarkan informasi kepada pengikutnya apa yang ia kerjakan. Dari sudut pandang makna komposisional, moda-moda gambar dalam kiriman akun Instagram RK banyak berpusat kepada program kerja yang sedang dilakukan dan beberapa kiriman berpusat kepada RK sebagai partisipan utamanya. Sementara itu, keterangan gambar atau caption yang digunakan dalam kiriman-kiriman akun Instagram RK, @ridwankamil, berfungsi untuk (i) memberikan informasi atau keterangan tentang apa yang dimaksud oleh moda-moda visual dari setiap kiriman terkait kegiatan-kegiatan yang RK lakukan dan (ii) menuntut informasi terntentu dan tindakan berupa ajakan untuk melakukan hal-hal baik dari pengikut atau pembacanya. Kemudian, makna-makna visual dan fungsi-fungsi bahasa dalam kiriman-kiriman Instagram RK secara koheran dan multimodal membentuk tindakan-tindakan komunikatif yang bertujuan untuk berinteraksi dengan audiensnya. Adapun Tindakan-tindakan multimodal komunikatif tersebut bersifat informatif dan direktif yang cenderung mengarah ke arah positif; (2) tindakan-tindakan komunikatif multimodal tersebut kemudian secara wacana mampu merepresentasikan Ridwan Kamil secara positif sebagai seorang pemimpin dan calon Gubernur Jawa Barat. Representasi tersebut muncul karena Ridwan Kamil menjadikan tindakan-tindakan komunikatif multimodalnya tersebut sebagai komoditas interaksinya dengan para pengikut di akun Instagram pribadinya; serta (3) ideologi kepemimpinan Ridwan Kamil yang tersirat, baik itu dalam tindakan-tindakan komunikatif multimodal ataupun moda gambar dan moda visualnya tersebut, adalah menggunakan kekuasaannya untuk mengedepankan nilai-nilai keislaman yang toleran, nilai-nilai kebersamaan atau kerjasama, nilai-nilai kebahagiaan, nilai-nilai kebinekaan, dan nilai-nilak kesundaan ‘silih asih, silih asah, silih asuh’ dalam memimpin kota Bandung. Ideologi-ideologi kepemimpinannya tersebut pun tentunya menjadi sebuah komoditas tersembunyi yang RK tawarkan untuk para pendukung dan pengikutnya agar mereka semakin yakin untuk mendukungnya di Pilkada Gubernur Jawa Barat sehingga ia memperoleh dukungan suara yang membuatnya memenangkannya. Selain itu, dengan menawarkan ideologi-ideologi kepemimpinannya tersebut, RK pun mencoba mencari dukungan atau suara dari pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat lainnya serta mencoba meraih simpati dari calon pemilih yang belum menentukan pilihannya. Kemudian, ideologi-ideologi kepemimpinan yang sudah RK tanamkan dalam kiriman-kiriman akun @ridwankamil seolah mencerminkan kedinamisan gaya kepemimpinannya selama memimpin kota Bandung. Selain itu, ideologi-ideologi kepemimpinannya tersebut pun kemudian mampu secara sosial memperkuat identitas virtual Ridwan Kamil sebagai seorang pemimpin yang baik di mana pengikut akun Instagramnya.