Agribisnis (S1)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Agribisnis (S1) by Author "ADE SANDI SAMSUDIN"
Now showing 1 - 1 of 1
Results Per Page
Sort Options
Item Bagi Hasil Penyakapan Pada Usaha Tani Padi ( Studi Kasus Di Kelurahan Setianagara, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat(2023-01-09) ADE SANDI SAMSUDIN; Iwan Setiawan; Tidak ada Data DosenADE SANDI SAMSUDIN. 2021. Bagi Hasil Penyakapan pada Usaha Tani Padi di Kelurahan Setianagara Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Di bawah bimbingan Iwan Setiawan. Penyakap (penggarap) adalah petani yang mengusahakan lahan milik orang lain dan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dimana petani penyakap yang bertindak sebagai manajer. Risiko usaha tani ditanggung bersama dengan pemilik tanah dan penyakap hal ini sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang No 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil namun di lapangan sering kali tejadi hal-hal yang tidak sesuai dengan UU tersebut dan lebih mengutamakan hukum kebiasaan sehingga pembagian risiko usaha tani bisa menjadi tidak adil karena seluruh risikonya bisa jadi ditanggung penyakap, kecuali pajak tanah dibayar oleh pemilik dalam sistem bagi hasil. Besar bagi hasil tidak sama untuk setiap daerah, biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh tradisi daerahnya masing-masing. Hasil yang dibagi ialah hasil bersih, yaitu hasil kotor sesudah dikurangi biaya-biaya yang harus dipikul bersama seperti benih, pupuk, tenaga ternak, biaya menanam, biaya panen, dan zakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagi hasil penyakapan pada usaha tani padi di Kelurahan Setianagara Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Desain pada penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dan teknik penelitiannya menggunakan studi kasus. Informasi yang diperoleh berasal dari hasil wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini merupakan petani sebagai pemilik lahan dan penggarap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem bagi hasil usaha pertanian yang diterapkan di Kelurahan Setianagara tidak menggunakan perjanjian bagi hasil menurut Undang-Undang No 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian tapi mereka melakukan perjanjian bagi hasil yang mendasarkan pada hukum adat kebiasaan yang sudah turun temurun dilakukan yakni perjanjian berdasarkan pada persetujuan dan kesepakatan antara pihak pemilik tanah dan calon penggarap yang dilakukan secara lisan dengan dasar kepercayaan.