Browsing by Author "Lusi Epsilawati"
Now showing 1 - 20 of 37
Results Per Page
Sort Options
Item Analisis Densitas Dan Bone Morfometri Radiograf Periapikal Pada Proses Osseointegrasi Implan Gigi(2022-07-12) RATIH TRIKUSUMADEWI LUBIS; Azhari; Lusi EpsilawatiTujuan : Untuk menganalisis gambaran radiograf proses osseointegrasi implan gigi dengan menggunakan modalitas radiograf periapikal digital pada hari ke-3,14,28 paska pemasangan implan. Metode : Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, menggunakan data primer berupa 12 data dari pemeriksaan radiograf periapikal masing-masing 4 data pada hari ke-3,14,28 yang berasal dari tulang tibia kelinci berjenis New Zealand White (Oryctolagus cuniculus) paska pemasangan implan gigi berbahan titanium alloy dengan ukuran 4x7cm, berbentuk tapered, coating SA (Sunblasted with Alumina Acid). Penilaian proses osseointegrasi secara radiografi didapatkan dengan hasil segmentasi region of interest (ROI). Pembuatan ROI disesuaikan dengan kriteria yaitu area kontur terluar thread implan gigi dari puncak, dasar dan lateral, kemudian dilanjutkan dengan membuat garis yang mencakup area osseointegrasi atau trabekula yaitu periimplant dengan lebar 1 mm dan panjang mengikuti panjang implan gigi. Setiap ROI dilakukan analisis densitas dan bone morfometri menggunakan perangkat open software ImageJ (Version 1.53c, Java1.8.0_72,64-bit) dengan Plugin BoneJ. Hasil : Analisis gambaran osseointegrasi implan gigi pada hari ke-3,14,28 dengan modalitas radiograf periapikal menghasilkan perbedaan yang signifikan (p0.05) tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Simpulan : Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini bahwa terdapat perbedaan nilai densitas dan trabecular thickness (Tb.Th) seiring dengan perubahan waktu penyembuhan dan tidak terdapat perbedaan nilai pada trabecular separation (Tb.Sp) dan trabecular number (Tb.N)Item Analisis Morfomerti Rahang Pasien Normal, Osteopenia dan Osteoporosis Wanita Postmanopause Melalui Radiografi Panoramik(2020-01-15) CHRISNA ARDHYA MEDIKA; Azhari; Lusi EpsilawatiPendahuluan: Osteoporosis dan osteopenia merupakan kondisi dimana kualitas tulang menurun yang dibuktikan dengan nilai DEXA yang rendah. Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan kadar hormon ekstrogen tubuh terutama pada wanita post menopause. Penurunan kualitas ini secara nyata terlihat secara mikrostruktur yang pastinya akan diikuti dengan penurunan morfometri secara makrostruktur. Mandibula merupakan tulang dimana pertumbuhan banyak terjadi, dimana analisis kualitas tulang sering dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk analisis morfometri rahang meliputi panjang, tinggi, lebar mandibula serta tinggi rahang melalui radiografi panoramik. Bahan dan metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi analitik. Populasi dan sampel yang digunakan adalah 57 data radiografi panoramik pasien osteopenia, osteoporosis dan normal yang sebelumnya dibuktikan denga pemeriksaan DEXA. Hasil : Penelitian ini menghasilkan data bahwa nilai panjang mandibula berkisar antara 90,25-90,27 mm, nilai lebar mandibula terendah pada osteoporosis (63,03 mm), begitu pula untuk tinggi mandibula dan tinggi rahang nilai terendah tetap pada pasien osteoporosis. Penelitian ini juga membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang bermaksa kecuali untuk lebar mandibula memiliki perbedaan yang berarti dengan niali p<0,05. Kesimpulan: simpulan penelitian yang dapat ditarik adalah morfometri dari pasien osteoporosis, osteopenia dan normal memiliki nilai panjang, lebar, tinggi mandibula serta tinggi rahang yang hampir sama dimana kelompok osteoporosis memiliki nilai paling rendah. Panjang, tinggi mandibula dan rahang tidak memiliki perbedaan nyata pada tiap kelompok sedangkan pada lebar mandibula terdapat perbedaan yang berarti dari semua kelompok pasien.Item ANALISIS TINGGI DAN DENSITAS TULANG ALVEOLAR PASIEN PERIODONTITIS KRONIS PRE DAN POST BEDAH FLEP DENGAN BAHAN CANGKOK TULANG ALLOPLASTIC DITINJAU DARI RADIOGRAF CBCT-3D(2017-01-17) I MADE AGUS ASTIKA; Lusi Epsilawati; Ria NoerianingsihPemeriksaan radiografi berperan dalam penilaian terhadap keberhasilan perawatan periodontitis kronis dan regenerasi tulang alveolar post terapi bedah flep dengan bahan cangkok tulang alloplastic. Keterbatasan radiografi konvensional menjadi dasar pengembangan teknik radiografi Cone Beam Computed Tomography Three Dimensional (CBCT-3D),yang dapat melihat kerusakan berbentuk krater, dan keterlibatan furkasi yang lebih baik serta adanya data kualitas/densitas tulang yang tidak dapat diperoleh pada radiografi intraoral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan radiograf CBCT-3D tinggi dan densitas tulang alveolar pasein periodontitis kronis pre dan post perawatan bedah flep dengan bahan cangkok tulang Alloplastic. Jenis penelitian yang digunakan deskriptif analitik dengan metode observasi yang bertujuan untuk melihat gambaran radiograf CBCT-3D tinggi dan densitas tulang alveolar pasein periodontitis kronis pre dan post perawatan bedah flep dengan bahan cangkok tulang alloplastic. Sampel delapan pasien periodontitis kronis dengan rentang usia 30-60 tahun dan sudah dirawat bedah flep dengan bahan cangkok tulang alloplastic dikontrol 6 bulan Hasil analisa statistik uji t-Test dependent menunjukan pengukuran tinggi dan densitas tulang tlveolar pada bidang koronal dan sagital Pre dan Post Bedah Flep Allopastic dengan nilai signifikansi <0,05 hal ini menunjukan adanya perbedaan tinggi dan densitas tulang alveolar post terapi bedah flep dengan cangkok tulang alloplastic. Simpulan penelitian ini adalah terdapat peningkatan tinggi dan densitas tulang alveolar post perawatan bedah flep dengan bahan cangkok tulang alloplastic pada pasien periodontitis kronis.Item Change of Knowledge after Dental Radiography Education among SMAN 1 Cipatat Students using Animation Media(2018-07-12) NUR ALYA BINTI NAZERIN; Anne Agustina Suwargiani; Lusi EpsilawatiDental radiography is one of mandatory examination used among the dental operator which helps in determine the definitive diagnosis of disease occurred in the oral cavity. However, the dental radiography still can produce unexpected hazard which is the X-ray radiation that may affect the human body. The purpose of this research was to know the change of knowledge after dental radiography education among SMAN 1 Cipatat Students using Animation Media. This research was designed with descriptive method. Thirty-two students from Class VI MIPA 2 in SMAN 1 Cipatat were selected as the respondents based on total sampling technique. The change of knowledge after dental radiography education using animation media was measured by giving a questionnaire before and after the education. The result of this research showed that the change of knowledge after dental radiography education among SMAN 1 Cipatat using animation media was increasing. For the pre-test survey, the amount of respondents with high level of dental radiography knowledge was 19 students (59.375%). While, for post-test survey, the amount of respondents with high level of dental radiography was 31 students (96.875%). As conclusion, it showed that the dental radiography knowledge has significance different after education using animation media.Item DEKSKRIPSI BENTUK KEPALA KONDILUS PADA PASIEN KLIKING DAN TIDAK KLIKING DI RSGM FKG UNPAD DENGAN MENGGUNAKAN RADIOGRAF PANORAMIK DIGITAL(2018-07-12) RAMZY RAMADHAN; Farina Pramanik; Lusi EpsilawatiSalah satu gejala klinis awal gangguan sendi temporomandibular adalah kliking, tetapi tidak semua penderita gangguan TMJ memperlihatkan gejala kliking. Kliking berkaitan dengan perubahan bentuk dan posisi kepala kondilus. Bentuk kepala kondilus dapat terlihat pada radiograf panoramik digital. Karena. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk kepala kondilus pada pasien kliking dan tidak kliking di RSGM Unpad dengan menggunakan radiograf panoramik digital. Jenis penelitian adalah deskriptif, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, sampel berjumlah 31 sampel radiograf panoramik digital pasien kliking dengan jumlah 11 dan tidak kliking dengan jumlah 20 pada bulan Juni dan Juli 2014 di RSGM Unpad. Hasil penelitian ini diperoleh bentuk kepala kondilus yang paling banyak ditemukan pada TMJ kliking adalah flattening, di sisi kanan adalah round dan di sisi kiri adalah flattening. Sisi kanan pasien tidak kliking mayoritas adalah round dan di sisi kiri mayoritas adalah round, pointed, dan flattening. Simpulan dari penelitian ini adalah bentuk kepala kondilus pada TMJ kliking dapat berbentuk normal atau patologis secara seimbang, pada TMJ tidak kliking mayoritas bentuk kepala kondilus kategori normal. Mayoritas bentuk TMJ pada TMJ kliking adalah flattening, tidak kliking adalah round.Item DESCRIPTION OF COMPLETE ROOT DEVELOPMENT OF MAXILLARY THIRD MOLARS BASED ON CHRONOLOGICAL AGE(2017-04-19) KERK XI ZHE; Lusi Epsilawati; Ria NoerianingsihDental development follows pattern hence is a good tool to evaluate one’s chronological age by using radiographic images. Third molars erupt the last and hence can used to indicate maturity. This tooth generally erupted at the age of 17-25 but the exact age when the root development is done is yet to be known. The aim of this research was to study the chronological age based on the root development of the third molars of the patient in RSGM Unpad. The method used is descriptive where the sample is collected from the panoramic radiorgraphs from radiology department of RSGM Unpad, patients age from 17-25 between the month of April - June 2016. Data will be categorized into 3 groups, according to the anatomy of root, and verified by supervisors before the final result is been tabulated and analyzed. For tooth 18, 60% of the female samples and 69% of the male samples were in category III. For tooth 28, 55% of the females samples and 77 of the male samples were in catergory III. Conclusion, most maxillary thid molars complete the root development in the age 23 and 25 in female for both maxillary third molars, age 22 in male.Item DESCRIPTION OF MANDIBULAR ASYMMETRY IN RSGM ADULT PATIENTS WITH PANORAMIC RADIOGRAPH(2017-03-19) KHOO HOU XUAN; Lusi Epsilawati; Ria NoerianingsihThe mandibular asymmetry will influence esthetic of facial appearance. The aim of this research is to descripted the mandibular asymmetry in Rumah Sakit Gigi dan Mulut UNPAD adult patients with using panoramic radiograph. This research is a simple descriptive research which the difference percentage of mandibular asymmetry between male and female and the mandibular length between right side and left side. Purposive sampling technique was used to determine the sample size in Radiology Department of RSGM from June until August of 2015. The data was analyzed by using asymmetry index and percentage. This study revealed that the higher percentage is mild asymmetry (male: 95% and female: 91.67%) followed by mandibular asymmetry (male: 5% and female: 8.33%) and complete symmetry (male and female: 0%). Other than that percentage of right side mandibular length longer than left side mandibular had 68.33%. In conclusion from the result can be seen that had mild asymmetry in between left and right side of mandible and right side of mandibular length will higher probability longer then left side of mandibular length. The result evidence that no linking between mandibular asymmetry with gender and ages.Item DESCRIPTION OF SNA DISTANCE BASED ON AGE IN INDONESIA POPULATION USING CEPHALOMETRIC RADIOGRAPHY(2017-03-09) MUHAMMAD RAHIMI BIN ROPLI; Suhardjo; Lusi EpsilawatiSNA is the landmark points that can be measured on cephalometric radiographs. The purpose of this study is to provide informations on the characters of the Indonesian population thus, able to identify the normal standardizations of the population by measurement of SNA distance using cephalometric radiography. The method of this research was a descriptive research with secondary data collected by purposive sampling technique from year of 2015 to 2016.. There were 53 cephalometric radiographs taken from Radiology Installation at RSGM UNPAD, males and females, measurements had been done using EzPax Plus software. SNA distance was measured from point of Sella (S) to Nasion (N) towards point A (SNA) in cephalometric radiograph based on age in Indonesia population. Based on the study, it can be concluded that the mean values, χ, mm of SNA distance based on age in Indonesia population was 113.9 mm for age group of 18-25 years old, 112.6 mm for age group of (26-35 years old) and 115.7 mm for age group of (36-40 years old). As conclusion, these results indicate that the highest mean value of SNA distance is 115.7 mm of the late adult age group which is 36-40 years old.Item Description of the Bone Quality in Female Based on Age with Panoramic Radiograph(2017-11-22) MUHAMMAD FIKRI BIN IDRUS; Azhari; Lusi EpsilawatiBone is a hard tissue consisting of classified protein and has a trabecular and compact structure. As per age increases, greater bone formation until 30 years old, after that the process is stabilize. By the time we reach age 40, greater bone resorption and less bone formation occur. Condyle is the center of growth and this reason that makes the condyle experience rapid change and used region of interest to know the change of bone quality. The purpose of this research is to find out what is the average width and bone density in the neck of a condylus, in female patient using a panoramic radiograph based on age. Descriptive research method was used and the sample taken in this cross sectional survey was secondary data of digital panoramic radiographs taken from patients who sought treatment in RSGM Sekeloa, Bandung for the period of January 2017 to April 2017 which were 60 female patients. The samples were divided to two groups between age 26-45 and age 46 and above as many as 30 samples per group. The mean for width of neck of condyle in female patients for age 26-45 is 9.12mm and for age 46 and above is 8.79mm. The mean for trabecular percentage of the neck of condyle in female patients is 34.11% for age 26-45 and 33.79% for age 46 and above. From this study, it can be concluded that average width and density of neck condilus of women`s age more than 46 years seen decrease when compared with previous age group.Item Deskripsi ketinggian Tulang Alveolar Pada Penderita Hipertensi Pengguna Calcium Channel Blocker Melalui Radiografi Panoramik(2019-07-15) NINA KUSUMA HARDINI; Lusi Epsilawati; Nunung RusminahPendahuluan: Hipertensi merupakan kelainan sistemik yang hampir ditemukan pada setiap individu. Prevelensi penderita hipertensi di Indonesia cukup banyak. Antihipertensi atau obat hipertensi yang sering digunakan oleh individu dari berbagai golongan sosial dan ekonomi yaitu Calcium Channel Blocker, namun obat antihipertensi ini memiliki efek samping yaitu kerusakan pada tulang atau osteoporosis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran ketinggian tulang alveolar pada penderita hipertensi pengguna Calcium Channel Blocker melalui gambaran radiografi. Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif sederhana dengan populasi seluruh radiograf panoramik penderita hipertensi pengguna Calcium Channel Blocker di instalasi radiografi RSGM Unpad sebanyak 26 radiograf. Pengukuran ketinggian tulang alveolar menggunakan metode RABL (Resorption of Alveolar Bone Loss) dan dihitung menggunakan software IC Measure. Hasil: Rata-rata ketinggian tulang alveolar pada perempuan yang tersisa 15,5 mm, sedangkan pada laki-laki 14,9 mm dan total rata-rata ketinggian tulang alveolar yang tersisa 15,2 mm. Perempuan memiliki rata-rata kerusakan tulang alveolar 2,8 mm, sedangkan pada laki-laki 3 mm dan total rata-rata kerusakan tulang alveolar pada penderita hipertensi pengguna Calcium Channel Blocker 2,9 mm. Pembahasan: Antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker memiliki kemampuan mengambat kalsium untuk masuk kedalam sel tubuh, sehingga konsumsi obat ini terus menerus dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kalsium terhambat masuk ke dalam sel tubuh terutama pada sel tulang termasuk tulang alveolar, sehingga obat antihipertensi ini kemungkinan berpengaruh pada penurunan tulang alveolar. Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan ketinggian tulang alveolar pada penderita hipertensi pengguna Calcium Channel Blocker.Item DESKRIPSI PROPORSI TINGGI DAN PANJANG TULANG MANDIBULA PENDERITA HIPERTENSI PENGGUNA CALCIUM CHANNEL BLOCKER PADA RADIOGRAF PANORAMIK(2019-04-01) NUR FAIZAH; Lusi Epsilawati; Belly SamPendahuluan: Radiograf panoramik telah digunakan secara rutin dalam kedokteran gigi, dan dapat menghasilkan gambaran bilateral dari mandibula untuk mengukur kualitas tulang melalui tinggi dan panjang mandibula. Calcium channel blocker (CCB) merupakan obat antihipertensi yang memiliki efek melebarkan arteri dengan menghambat aliran kalsium masuk ke sel otot polos dan otot jantung, dan diduga menyebabkan penurunan kualitas tulang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proporsi tinggi dan panjang tulang mandibula penderita hipertensi pengguna CCB pada radiograf panoramik. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel penelitian menggunakan metode total sampling dengan jumlah 19 radiograf panoramik, 6 laki-laki dan 13 perempuan. Tinggi mandibula diukur dari kondilus ke gonion dan panjang mandibula diukur dari gonion ke menton. Hasil: Tinggi dan panjang tulang mandibula penderita hipertensi pengguna CCB yang diperoleh adalah 62.29 mm dan 91.86 mm pada laki-laki, serta 55.68 mm dan 88.51 mm pada perempuan. Simpulan: Nilai proporsi tinggi tulang mandibula lebih kecil daripada proporsi panjang tulang mandibula penderita hipertensi pengguna calcium channel blocker, baik pada laki-laki maupun perempuan.Item Different in Height and Width of Maxillary Sinus Wall between Male and Female using Panoramic Radiograph(2017-03-10) LEW WEI KEN; Azhari; Lusi EpsilawatiMaxillary sinus initially referred to as antrum of highmore which also known as the largest and first paranasal sinus develop. Sexual dimorphism is one of its integral aspects as it is one of the initial steps in personal identification of an unknown cadaver and most bones that are conventionally used for sex determination are often recovered in fragmented especially in catastrophes like explosions and other mass disasters. Zygomatic bones and maxillary sinus remains intact although the skull and other bones may be badly disfigured in victims who are cremated. The purpose of this research is to find out is there any difference in height and width of maxillary sinus wall between male and female on panoramic radiograph. Research method is descriptive analytic that compares and contrasts with respect to variables in a situation to the sample of population which meet the demand of inclusion criteria.This research examine 50 panoramic radiograph which divided to 2 groups of sex and age of samples fixed at 20-40 years old. The results shows that average height and width of right and left maxillary sinus wall in male are higher than female. Average height of left and right wall of male are (31.46±3.09 and 30.47±3.18 mm) respectively showing statistically significant higher than female with 26.41±4.41 mm for right side and 26.06±4.49 mm for left side. The mean sinus width for male was 26.57± 3.23 and 26.3± 2.87 mm for right and left side respectively which only shows left width of maxillary sinus wall in male is significantly greater than that of female with 24.82± 3.17 mm for right side and 24.64± 2.85 mm for left side. In conclusion, significant differences was shown in right and left maxillary sinus heights and left maxillary sinus wall width between males and female whereas right maxillary sinus wall widths between male and female shows relatively or no significant differences measured using panoramic radiographs.Item Distribusi Variasi Suspek Kista Dentigerous Molar Ketiga pada Radiograf Panoramik berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Lokasi(2020-01-22) SALSABILA YASMINE; Lusi Epsilawati; Ria NoerianingsihPendahuluan: Kista dentigerous merupakan kista odontogenik kedua paling umum pada rahang. Variasi radiologis kista ini dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe sentral, lateral, dan sirkumferensial. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan radiograf panoramik karena jenis radiograf ini diindikasikan untuk melihat penyakit yang tidak terlihat secara klinis dan membutuhkan jangkauan luas rahang, seperti kista. Kista dentigerous lebih sering ditemukan secara kebetulan dalam pemeriksaan radiologi dental rutin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi variasi kista dentigerous molar ketiga pada radiograf panoramik berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lokasi. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah radiograf panoramik dengan lesi suspek kista dentigerous molar ketiga pada tahun 2016-2018 di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi RSGM Unpad. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 36 radiograf. Hasil: Variasi suspek kista dentigerous paling banyak berupa tipe sentral yaitu sebanyak 77,78% pada kelompok usia remaja akhir, tepatnya pada usia 19 dan 25 tahun dengan presentase keduanya sebanyak 16,67%. Variasi sentral suspek kista dentigerous paling banyak ditemukan pada pada wanita dengan presentase 58,30% dan pada rahang atas sebanyak 61,11%. Simpulan: Variasi suspek kista dentigerous molar ketiga di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi RSGM Unpad paling banyak berupa tipe sentral pada kelompok usia remaja akhir (19 dan 25 tahun), serta terjadi pada wanita dengan lokasi di rahang atas.Item Evaluasi Pola Radiograf dengan Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dalam Proses Penyembuhan Abses Alveolar(2023-07-13) ICHDA NABIELA AMIRIA ASYKARIE; Lusi Epsilawati; AzhariPendahuluan: Abses alveolar merupakan lesi inflamasi yang paling sering terjadi pada tulang alveolar mandibula maupun maksila. Pemeriksaan radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan oleh dokter gigi untuk membantu mendiagnosis, merencanakan perawatan bahkan mengevaluasi proses penyembuhan abses. Perubahan pola radiograf pada proses penyembuhan abses ini dapat dianalisis nilainya dengan melakukan image processing pada radiograf digital. Proses penyembuhan abses alveolar sangat erat kaitannya dengan proses angiogenesis dan osteogenesis, dimana Vaskular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan growth factor angiogenik paling kuat yang dapat menstimulasi terjadinya angiogenesis. Oleh karena itu, adanya sekresi VEGF dalam fase penyembuhan sangatlah penting pada proses regenerasi tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara jumlah partikel, luas partikel dan fraktal dimensi terhadap kadar VEGF pada proses penyembuhan abses alveolar. Metode penelitian: Penelitian in menggunakan 30 ekor tikus wistar yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok time series. Masing-masing sampel tikus wistar dievaluasi nilai pola radiograf dan kadar VEGF pada hari ke-5, 14 dan 21. analisa data dilakukan menggunakan SPSS 25 dengan uji Kruskal-wallis dan uji korelasi spearman. Hasil: Nilai rerata VEGF terendah pada hari ke-21 dan tertinggi pada hari ke-14. Nilai jumlah dan luas partikel tertinggi pada hari ke-21, dan nilai fractal dimension tertinggi pada hari ke-5. analisis statistik menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara pola radiograf dengan VEGF, hanya menunjukkan korelasi antara jumlah partikel dan VEGF di hari ke-14. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan adanya perubahan jumlah partikel, luas partikel, dan dimensi fraktal pada proses penyembuhan abses. Namun, tidak ada korelasi yang signifikan antara pola radiografi ini dan kadar VEGF dalam proses penyembuhan abses.Item Evaluasi Pola Radiograf dengan Nilai Osteoklas dan Osteoblas dalam Proses Penyembuhan Abses Alveolar(2023-07-13) DWI PUTRI WULANSARI; Azhari; Lusi EpsilawatiLatar Belakang: Abses alveolar yang terjadi akibat inflamasi di area periapikal akan menurunkan absorbsi sinar-X sehingga memberikan gambaran radiolusen pada radiograf. Sebaliknya, adanya proses penyembuhan tulang yang menyebabkan perbaikan matriks tulang dan fibrous akan meningkatkan absorpsi sinar-X. Namun, dalam radiografi konvensional diperlukan sekitar 30% perubahan mineralisasi agar lesi periapikal dapat dideteksi oleh sistem visual manusia. Kondisi abses alveolar dalam setiap fase penyembuhan kemungkinan memberikan pola yang berbeda pada radiograf sehingga perlu untuk mengetahui perubahan pola radiograf abses yang didasarkan pada biomarker tulang. Metode: Sebanyak 30 ekor tikus wistar dibagi dalam kelompok kontrol dan abses dan 3 time series. Pada sampel dilakukan anestesi intraperitoneal lalu dilakukan preparasi pada alveolar di area periapikal dan injeksi bakteri Streptococcus Mutans dan Pseudomonas Aeruginosa. Di setiap time series hari-5, hari-14 dan hari-21 dilakukan nekropsi dan pemeriksaan radiografi. Pola radiograf dihitung secara kuantitatif menggunakan software ImageJ. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk menghitung jumlah osteoklas dan osteoblas. Hasil: Dari hasil uji beda,nilai osteoklas berbeda secara signifikan antara kelompok kontrol dan abses (p0.05). Diskusi: Nilai osteoklas meningkat pada fase awal penyembuhan tulang, mengalami penurunan di fase-fase berikutnya, dan kembali meningkat di fase remodeling akhir. Sebaliknya osteoblas akan meningkat dan mencapai nilai puncaknya di fase remodeling awal. Nilai rerata pola radiograf yang terdiri dari jumlah partikel, luas partikel dan fraktal dimensi juga menunjukkan perbedaan di setiap fase. Jumlah partikel dan luas partikel mengalami peningkatan di setiap fase penyembuhan abses alveolar sedangkan nilai fraktal dimensi mengalami penurunan seiring berjalannya fase penyembuhan. Kesimpulan: Jumlah partikel, luas partikel dan fraktal dimensi merupakan pola radiograf yang mengalami perubahan seiring perubahan mineralisasi pada tulang alveolar yang ditandai dengan perubahan nilai marker tulang.Item Gambaran Distribusi Lesi Radiolusen dan Radioopak pada Geligi Geraham Rahang Bawah Ditinjau dari Radiograf Panoramik(2020-07-14) KARTIKA YUSRIYA DINANTI; Lusi Epsilawati; Ria NoerianingsihGambaran Distribusi Lesi Radiolusen dan Radioopak pada Geligi Geraham Rahang Bawah Ditinjau dari Radiograf Panoramik – Kartika Yusriya Dinanti – 160110160135 ABSTRAK Pendahuluan: Gigi geraham memiliki persentasi terkena lesi radiolusen maupun radioopak yang tinggi karena memiliki permukaan oklusal luas dibanding gigi lain dan terdapat anatomi pit and fissure menyebabkan peluang terjadinya infeksi atau karies yang merupakan proses awal terjadinya lesi periapikal. Kebanyakan lesi periapikal asimptomatik, evaluasi pada berbagai gejala dan tanda klinis sebagai dasar penentuan diagnosis seringkali tidak cukup adekuat sehingga dibutuhkan beberapa pemeriksaan lain yang menunjang. Metode: Jenis penelitian deskriptif dengan populasi adalah seluruh arsip radiograf panoramik yang mempunyai gambaran lesi radiolusen dan radioopak pada geligi geraham rahang bawah di Instalasi Radiologi RSGM Unpad tahun 2018 – 2019. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 150 radiograf panoramik. Hasil: Gambaran lesi radiolusen dan radioopak pada geligi geraham rahang bawah terjadi pada gigi 36 sebanyak (33%), gigi 46 sebanyak (25%), gigi 47 sebanyak (18%), gigi 37 sebanyak (14%), gigi 38 sebanyak (9%), gigi 48 sebanyak (1%). Serta ditemukan lesi radiolusen sebanyak (73%) dan lesi radioopak sebanyak (27%). Diskusi: Lesi radiolusen dan radioopak banyak ditemukan pada gigi geraham pertama dibandingkan geraham lainya karena geraham pertama erupsi pertama kali sehingga lebih awal terpapar. Simpulan: Dari hasil penelitian, didapatkan dari ketiga gigi geraham lesi radiolusen dan radioopak paling banyak ditemukan pada gigi geraham pertama dibandingkan geraham kedua dan ketiga. Selain itu, lesi radiolusen ditemukan lebih banyak dibandingkan radioopak. Kata kunci: gigi geraham, lesi radiolusen, lesi radioopak, radiograf panoramikItem GAMBARAN KETERLIBATAN FURKASI MELALUI RADIOGRAFI PANORAMIK DI RSGM UNPAD(2015-10-19) ALLDEA DI BANUASENZA; Ina Hendiani; Lusi EpsilawatiGambaran Keterlibatan Furkasi melalui Radiografi Panoramik di RSGM Unpad – Alldea Di Banuasenza – 160110110067 ABSTRAK Furkasi adalah area diantara akar dan mahkota gigi yang memiliki akar jamak. Istilah keterlibatan furkasi menunjukkan adanya kerusakan pada tulang yang terbentuk akibat invasi penyakit periodontal ke daerah bifurkasi dan trifurkasi pada gigi dengan akar banyak. Pemeriksaan radiografi pada daerah ini sangat membantu dalam melihat kondisi tulang alveolar dan kehilangan tulang pada daerah furkasi. Keterlibatan furkasi dapat terlihat adanya lesi radiolusen pada daerah sekitar furkasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keterlibatan furkasi melalui radiografi panoramik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran berdasarkan kelas dan gigi yang terlibat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pengambilan data dari foto radiografi Panoramik di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran Bandung pada bulan Oktober sampai Desember 2014. Hasil penelitian menunjukan bahwa urutan keterlibatan furkasi berdasarkan kelasnya adalah kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Urutan gigi yang paling banyak terlibat adalah gigi 36, 46, 37, 47, 26, 16, 17, dan 27. Disimpulkan bahwa keterlibatan furkasi melalui radiografi panoramik paling banyak adalah kelas 1 pada gigi 36. Kata kunci: keterlibatan furkasi, radiografi panoramik.Item Gambaran Ketinggian Tulang Kortikal Mandibula pada Penderita Hipertensi pengguna Calcium Channel Blocker melalui Radiograf Panoramik(2019-03-21) FITRICIA FEBRIVIDYA; Indrati; Lusi EpsilawatiPendahuluan: Calcium channel blocker merupakan obat antihipertensi yang efektif menurunkan tekanan darah, tetapi bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke otot polos pembuluh darah dan otot jantung dengan berikatan pada L-type calcium channel, sehingga berpengaruh terhadap proses metabolisme tulang dan diduga menyebabkan penurunan kualitas tulang. Salah satu cara untuk mengetahui penurunan kualitas tulang adalah dengan mengukur ketinggian tulang kortikal mandibula melalui radiograf panoramik dengan teknik Mental Index. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran ketinggian tulang kortikal mandibula pada penderita hipertensi pengguna calcium channel blocker melalui radiograf panoramik. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Populasi dan sampel menggunakan data sekunder radiograf panoramik penderita hipertensi pengguna Amlodipin (golongan calcium channel blocker) di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran Bandung pada bulan November 2018. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil: Diperoleh 35 data radiograf panoramik yang memenuhi kriteria. Hasil rata-rata ketinggian tulang kortikal mandibula pada penderita hipertensi pengguna calcium channel blocker pada usia 25-65 tahun adalah 2,86 mm dengan kecenderungan lebih tinggi pada kelompok usia 25-40 tahun dibandingkan kelompok usia 41-55 tahun dan kelompok usia 56-65 tahun. Pembahasan: Terjadi penurunan ketinggian tulang kortikal mandibula pada penderita hipertensi pengguna calcium channel blocker sebesar 0,05 mm dari ketinggian tulang kortikal mandibula normal. Simpulan: Terdapat penurunan ketinggian tulang kortikal mandibula pada penderita hipertensi pengguna calcium channel blocker melalui radiograf panoramik dengan teknik Mental Index.Item Gambaran Lesi Odontogenic Keratocyst pada Rahang Melalui Radiografi Panoramik: Scoping Review(2021-07-10) SRI SULASTRI; Lusi Epsilawati; Ria NoerianingsihPendahuluan: Odontogenic keratocyst (OKC) atau keratocystic odontogenic tumour (KCOT) merupakan lesi rahang kistik lokal paling agresif di rongga mulut dengan potensi pertumbuhan tinggi serta memiliki kecenderungan untuk kambuh. Karena sifatnya yang asimtomatik, lesi ini sering dilaporkan sebagai temuan insidental pada pemeriksaan radiografi. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan radiografi untuk menunjang diagnosis OKC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran lesi odontogenic keratocyst pada rahang melalui radiografi panoramik. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode scoping review berdasarkan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-analysis Scoping Review (PRISMA-Scr) mulai Februari 2021 hingga April 2021 secara daring. Pencarian literatur terkait topik dilakukan melalui basis data artikel ilmiah PMC NCBI, Pubmed NCBI, dan Garuda serta hand searching. Hasil: Total 16 artikel tercakup dalam penelitian ini dari 161 artikel secara keseluruhan. OKC terjadi pada rentang usia 8 – 82 tahun, ditemukan 55 lesi di mandibula dan 12 lesi di maksila. Sebanyak 52 lesi menunjukkan OKC berbatas jelas, 4 lesi di antaranya menunjukkan tepi sklerotik. Seluruh OKC dalam artikel tercakup memiliki struktur internal radiolusen. Pertumbuhan lesi OKC melibatkan jaringan sekitar, seperti 26 lesi berhubungan dengan gigi impaksi dan 2 lesi meresorpsi akar. Simpulan: Gambaran lesi odontogenic keratocyst pada rahang melalui radiografi panoramik yaitu paling sering pada usia dekade ke-1 dan ke-2 serta pada laki-laki, lesinya unilokular atau multilokular radiolusen berbatas jelas dengan tepi sklerotik atau scalloped, paling banyak ditemukan di mandibula posterior dan seringkali berhubungan dengan gigi impaksi molar ke-3, serta sedikit ditemukan resorpsi akar. Kata kunci: odontogenic keratocyst, tumor odontogenik, radiografi panoramikItem Gambaran Pengetahuan Radiografi di Bidang Kedokteran Gigi pada Siswa SMAN 1 Cipatat(2018-07-12) FAUZA RAIDHA; Lusi Epsilawati; Riana WardaniRemaja merupakan sosok yang membutuhkan perawatan gigi yang khusus disebabkan remaja sering mengalami beberapa masalah kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan dari perawatan gigi yang dilakukan akan lebih maksimal apabila ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Masyarakat harus mengetahui peran dan fungsi, minimnya bahaya radiasi yang dapat ditimbulkan, serta proteksi radiasi yang harus dilakukan pada pemeriksaan radiografi kedokteran gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan radiografi di bidang kedokteran gigi pada siswa SMAN 1 Cipatat. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian dilakukan di SMAN 1 Cipatat pada Februari 2018. Metode penelitian menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan persentase yang dikategorikan menjadi tiga kriteria objek pengetahuan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4,87% siswa memiliki pengetahuan yang tinggi, 59,75% memiliki pengetahuan yang sedang, dan 35,36% memiliki pengetahuan yang rendah megenai radiografi kedokteran gigi. Tiap variabel mempunyai rata-rata persentase yang menjawab benar. Berdasarkan rata-rata tersebut, pengetahuan yang paling rendah yaitu mengenai proteksi radiasi yaitu hanya sebesar 39,42%. Simpulan dari penelitian ini adalah gambaran pengetahuan radiografi di bidang kedokteran gigi pada siswa SMAN 1 Cipatat dinyatakan sedang, namun pengetahuan mengenai proteksi radiasi masih sangat rendah.