TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGURUS PANTI ASUHAN SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP PERKAWINAN ANAK ASUHNYA MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KHI

Abstract

Abstrak Perkawinan bukan merupakan perbuatan hukum saja, tetapi juga merupakan perbuatan keagamaan. Karena sah atau tidaknya perkawinan tergantung pada agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam suatu perkawinan tentu saja diperlukan syarat dan rukun perkawinan. Salah satunya adalah adanya seorang wali nikah sehingga perkawinan tersebut menjadi sah baik menurut hukum ataupun agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan status dan kedudukan hukum pengurus panti asuhan sebagai wali nikah terhadap perkawinan anak asuhnya serta untuk menemukan kepastian hukum mengenai akibat dari perkawinan yang dilakukan oleh pengurus panti asuhan yang menjadi wali nikahnya anak asuh tersebut. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang dititikberatkan pada penggunaan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier baik berupa peraturan perundang-undangan, literature hukum serta bahan-bahan lain yang mempunyai hubungan dengan pengurus panti asuhan yang bertindak sebagai wali nikah dalam pelaksanaan perkawinan anak asuhnya. Spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian dengan melukiskan dan menemukan fakta-fakta mengenai status dan kedudukan hukum tentang pengurus panti asuhan yang bertindak sebagai wali nikah terhadap pelaksanaan perkawinan anak asuhnya. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa wali nikah yang dilakukan oleh pengurus panti asuhan terhadap perkawinan anak asuhnya memang tidak di perbolehkan baik secara hukum islam maupun peraturan yang lainnya. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak mengatur tentang wali nikah dan Pasal 23 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan kalau Wali Nasab sudah tidak ada, maka untuk sahnya perkawinan harus menggunakan Wali Hakim dari Kantor Urusan Agama atau wali yang lebih berhak. Akibat hukum bagi perkawinan yang dilakukan oleh pengurus panti asuhan yang bertindak sebagai wali nikah dalam pelaksanaan perkawinan anak asuhnya adalah pabila suatu saat wali yang lebih berhak datang dan perkawinan tersebut telah dilaksanakan, sebagaimana yang diatur pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 71 Komplasi Hukum Islam, wali yang lebih berhak dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan.

Description

Keywords

Pengurus panti asuhan, wali nikah, Tidak ada keyword

Citation

Collections