S3 - Doktor
Permanent URI for this community
Browse
Browsing S3 - Doktor by Author "Budi Setiabudiawan"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
Item ASOSIASI ANTARA POLIMORFISME GEN SLC22A1 rs2282143, rs628031, rs622342 DAN FARMAKOKINETIK METFORMIN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2(2020-07-30) VYCKE YUNIVITA KUSUMAH DEWI; Rovina; Budi SetiabudiawanDiabetes Melitus (DM) tipe 2 masih menjadi epidemi di Indonesia. Penelitian terdahulu mendapatkan farmakokinetik obat lini pertama untuk pasien DM tipe 2; metformin, dipengaruhi oleh farmakogenetik gen SLC22A1 yang menyandi transporter OCT1 dalam mentransport metformin masuk dan keluar sel sehingga memengaruhi farmakokinetik metformin. Pemeriksaan farmakogenetik diperlukan pada pasien DM tipe 2 yang menggunakan metformin, untuk membuktikan pengaruh genetik terhadap farmakokinetik metformin. Belum ada data mengenai farmakogenetik gen SLC22A1 rs2282143, rs628031, rs622342, dan farmakokinetik metformin pada pasien DM tipe 2 di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi antara polimorfisme gen SLC22A1 rs2282143, rs628031, rs622342 dan farmakokinetik metformin pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik potong lintang. Sebanyak 117 bahan biologi tersimpan (BBT) DNA diambil dari penelitian TANDEM di Pusat Studi Infeksi Klinis, FK Unpad. Dilakukan pemeriksaan polimorfisme gen SLC22A1 rs2282143, rs628031, dan rs622342 dengan metode Sanger sekuensing PCR. Hanya 35 subjek dari 117 yang dapat dianalisis dalam penelitian farmakokinetik metformin. Sebanyak 20 sampel BBT diambil dari penelitian terdahulu dan 15 sampel diambil secara prospektif. Pada setiap subjek diambil sampel darah pada jam ke 0, 1, 2, dan 5 setelah subjek minum metformin, kemudian diukur konsentrasi metformin dengan UPLC. Parameter farmakokinetik (Cmax, AUC0-5, dan tmax) metformin dianalisis dengan software WinNonLin. Penelitian dilakukan di Gedung RSP FK Unpad pada bulan Januari 2017 sampai Desember 2018. Perbedaan rerata Cmax dan AUC0-5 metformin antara subjek dengan dan tanpa polimorfisme gen SLC22A1 rs2282143, rs628031 dan rs622342 dianalisis dengan uji t tidak berpasangan, dan nilai tengah tmax metformin dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Parameter farmakokinetik metformin pada pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa polimorfisme gen SLC22A1 rs2282143, rs628031 dan rs622342 adalah Cmax 2,4 (0,8) mg/L dan 2,6 (0,8) mg/L, p=0,495, AUC0-5 9,1 (3,0) mgh/L dan 10,4 (2,8) mgh/L, p=0,250, dan tmax 1,9 (0,9-5,0) jam dan 1,6 (1,0-5,2) jam, p=0,216. Tidak ada asosiasi antara polimorfisme gen SLC22A1 rs2282143, rs628031, rs622342 dan farmakokinetik metformin pada pasien DM tipe 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis farmakogenetik gen SLC22A1, SLC22A2, SLC22A3, SLC29A4, dan farmakokinetik metformin pada pasien yang baru terdiagnosis DM tipe 2. Pemeriksaan genetik dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan respon obat untuk mengetahui adanya pengaruh genetik terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik obat tersebut. Apabila terbukti adanya pengaruh, maka faktor genetik dapat menjadi salah satu faktor perhatian dalam pertimbangan penyesuaian dosis obat untuk mencapai target terapi.Item ASOSIASI KADAR IGF-1, TSH, T4 BEBAS, VITAMIN 25(OH)D, KALSIUM, FOSFOR, DAN MAGNESIUM DENGAN KEJADIAN PERAWAKAN PENDEK PADA ANAK USIA 24−59 BULAN(2023-08-29) NOVINA; Yoyos Dias Ismiarto; Budi SetiabudiawanPertumbuhan seorang anak merupakan proses interaksi faktor genetik, endokrin, nutrisi, dan lingkungan. Seorang anak dikatakan memiliki perawakan pendek bila panjang/tinggi badan menurut usia dibawah -2 SD kurva WHO Child Growth Standards 2006 (WHOCGS 2006). Seorang anak bertambah tinggi badannya melalui proses osifikasi endokondral jaringan kartilago di ujung lempeng pertumbuhan yang dipengaruhi oleh kadar IGF-1, TSH, FT4, vitamin 25(OH)D, kalsium, fosfor, dan magnesium. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kadar IGF-1, TSH, FT4, Vitamin 25(OH)D, kalsium (Ca), fosfor (Ph), dan magnesium (Mg) antara perawakan pendek underweight, perawakan pendek berat badan (BB) normal dan perawakan normal BB normal serta mengetahui asosiasi kadar IGF-1, TSH, FT4, vitamin 25(OH)D, Ca, Ph, dan Mg dengan kejadian perawakan pendek anak usia 24−59 bulan. Penelitian analitik potong lintang menggunakan data registri dan BBT 225 anak (84 perawakan pendek underweight, 70 perawakan pendek BB normal, 71 perawakan normal BB normal berdasarkan kurva WHOCGS 2006) berusia 24−59 bulan bertempat tinggal di Kabupaten Bandung selama periode Mei−Agustus 2021. BBT disimpan pada suhu -80 oC. Uji statistik t-student, chi-kuadrat, Mann Whitney, Kruskal Walis, ANOVA, analisis regresi linier berganda, dan analisis regresi logistik dipakai untuk melihat perbandingan karakteristik dasar, perbedaan kadar IGF-1, TSH, FT4, vitamin 25(OH)D, Ca, Ph, dan Mg antar kelompok serta asosiasinya dengan kejadian perawakan pendek pada anak usia 24−59 bulan. Pada penelitian ini, didapatkan kadar IGF-1, TSH, FT4, Ca, Ph, dan Mg bermakna lebih rendah pada anak perawakan pendek underweight dibanding dengan perawakan pendek BB normal dan perawakan normal BB normal (semua nilai P<0,05). Uji regresi linier berganda dengan mengendalikan variabel perancu menunjukkan selisih bermakna rerata kadar IGF-1, TSH, FT4, vitamin 25(OH)D, Ca, Ph, dan Mg perawakan pendek underweight lebih rendah dibanding dengan perawakan normal BB normal secara berturut-turut 40,406 ng/mL; 0,329 μIU/mL, 0,175 ng/dL; 2,131 ng/mL; 0,320 mg/dL; 0,794 mg/dL; dan 0,086 mg/dL (semua nilai P<0,05). Kadarnya tidak berbeda bermakna antara perawakan pendek BB normal dan perawakan normal BB normal (semua nilai P≥0,05). Terdapat asosiasi kadar IGF-1, FT4, Ca, Ph, dan Mg dengan kejadian perawakan pendek anak usia 24−59 bulan dengan uji regresi logistik (semua nilai P<0,05). Disimpulkan bahwa kadar IGF-1, TSH, FT4, Vitamin 25(OH)D, Ca, Ph, dan Mg lebih rendah pada perawakan pendek underweight dibanding dengan perawakan pendek BB normal dan perawakan normal BB normal dan terdapat asosiasi kadar IGF-1, FT4, Ca, Ph, dan Mg dengan kejadian perawakan pendek anak usia 24−59 bulan.Item HUBUNGAN KADAR VITAMIN D, ENZIM ᾱ-HIDROKSILASE (CYP27B1) DAN 24-hidroksilase (CYP24A1) IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN BAYI KECIL MASA KEHAMILAN DAN GAMBARAN HISTOPATOL(2020-11-03) SETYORINI IRIANTI; Yusuf Sulaeman Effendi; Budi SetiabudiawanPertumbuhan janin terhambat dan Bayi KMK merupakan masalah kesehatan penting karena menyumbangkan morbiditas dan mortalitas perinatal kedua setelah prematuritas. Semakin banyak bukti adanya hubungan kejadian PJT dan KMK dengan defisisiensi VD (VD), yang juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena prevalensinya dalam kehamilan bervariasi antara 13,2% -77,3%. Diperkirakan rendahnya VD ibu dapat mengubah gambaran plasenta menjadi patologis, yang akhirnya menghambat transport nutrisi dan oksigen dari ibu ke fetus, sehingga dapat menurunkan pertumbuhan janin, yang akhirnya akan menghasilkan bayi dengan KMK. Metabolisme VD dipengaruhi oleh ekspresi enzim 1α-hidroksilase (CYP27B1) dan 24-hidroksilase (CYP24A1). Tujuan penelitian ini untuk melihat adanya hubungan antara kadar VD, enzim 1α-hidroksilase (CYP27B1), 24-hidroksilase (CYP24A1) ibu hamil dengan kejadian bayi KMK, dan gambaran histopatologis plasenta. Penelitian ini merupakan kelanjutan studi kohor yang dilakukan pada 304 ibu hamil dari Bandung, Cimahi, Waled, dan Sukabumi. Terdapat 203 ibu hamil yang berhasil diikuti sejak trimester satu hingga persalinan dan terpilih menjadi subjek studi kasus kontrol bersarang untuk membandingkan kasus bayi KMK dan non KMK. Didapat 33 orang ibu yang melahirkan bayi KMK dan 34 non KMK. Pemeriksaan usg dan VD dilakukan secara serial pada trimester II dan III dan dilakukan pemeriksaan kadar enzim 1α-hidroksilase (CYP27B1) dan enzim 24-hidroksilase (CYP24A1) plasenta. Analisis bivariat dan regresi logistik dilakukan untuk menentukan hubungan antar variabel yang diteliti. Pada penelitian ini terdapat hubungan status 25(OH)D pada trimester II dan III dengan kejadian bayi KMK. Terdapat hubungan kadar 1,25(OH)2D serum ibu hamil trimester II dan III dengan kejadian bayi KMK. Terdapat hubungan kadar enzim 1α-hidroksilase (CYP27B1) dan 24-hidroksilase (CYP24A1) ibu hamil trimester II dan III dengan kejadian bayi KMK dengan nilai p=0,007 (p≤0,05) untuk enzim 1α-hidroksilase (CYP27B1) dan p<0,001 (p≤0,05) untuk enzim 24-hidroksilase (CYP24A1). Kadar enzim 1α-hidroksilase (CYP27B1) dan 24-hidroksilase (CYP24A1) ibu hamil trimester III memiliki hubungan terhadap gambaran histopatologis plasenta dengan nilai p=0,017 (p≤0,05) untuk 1α-hidroksilase (CYP27B1) dan p=0,050 (p≤0,05) untuk 24-hidroksilase (CYP24A1). Gambaran histopatologis abnormal yang berhubungan dengan defisiensi VD adalah fibrin deposit di plasenta sehingga menyebabkan bayi KMK. Ibu hamil trimester II dengan status 1,25(OH)2D defisiensi berat memiliki risiko KMK sebesar 3,32 kali, sedangkan ibu hamil trimester III dengan status 1,25(OH)2D defisiensi berat memiliki risiko bayi KMK sebesar 26,67 x dan risiko gambaran histopatologis plasenta sebesar 8 kali bila dibandingkan dengan yang memiliki status 1,25(OH)2D defisiensi ringan-sedang.Item HUBUNGAN KADAR VITAMIN D, INTERLEUKIN-4, INTERLEUKIN-10, DAN EKSPRESI CD23+ DENGAN ASMA BRONKIAL PADA ANAK STUNTED-UNDERWEIGHT(2023-09-15) GARTIKA SAPARTINI; Cissy Rachiana Sudjana Prawira; Budi SetiabudiawanStunted merupakan faktor risiko terjadi wheezing. Vitamin D menekan respons Th2 (IL-4) dan meningkatkan aktivitas sel Treg (IL-10). CD23+ (low-affinity receptor IgE) berperan penting dalam proses inflamasi alergi. Kadar vitamin D rendah serta peningkatan IL-4 dan CD23+ ditemukan pada anak stunted dan asma. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar vitamin D, IL-4, IL-10, dan ekspresi CD23+ dengan asma bronkial pada anak stunted-underweight. Penelitian kasus-kontrol dilakukan terhadap anak stunted berusia 24–59 bulan di seluruh puskesmas Kabupaten Bandung selama periode Oktober 2021– Oktober 2022 secara consecutive sampling, diperlukan minimal 85 subjek yang terbagi menjadi beberapa kelompok. Pemeriksaan kadar 25(OH)D, IL-4, dan IL-10 dilakukan dengan metode ELISA, CD23+ (persentase, mean fluorescence intensity/MFI dan absolute cell count) dengan flow cytometry beads, serta dilakukan analisis bivariabel dan multivariabel. Pada penelitian ini didapatkan 99 anak stunted terdiri dari 17 stunted- underweight-asma (kasus), 20 stunted-gizi baik-asma,19 stunted-underweight-tanpa asma, 19 stunted-gizi baik-tanpa asma, dan 24 normal-asma (kontrol). Proporsi ayah, ibu, dan saudara kandung dengan atopi pada anak stunted-asma lebih besar (p=0,038; p=0,001; p=0,025). Defisiensi vitamin D terjadi pada 52,9% anak stunted- underweight-asma dengan median kadar 25(OH)D ≤19,3 (15,3–24,59) ng/mL. Pada kelompok stunted-underweight-asma, kadar 25(OH)D lebih rendah (p=0,046), sedangkan IL-4 lebih tinggi (p=0,004). Tidak ada perbedaan bermakna kadar IL-10 dan CD23+ pada berbagai kelompok. Rasio kadar IL-4/IL-10 pada anak stunted- asma dan stunted-underweight-asma secara bermakna lebih tinggi dibanding dengan normal-asma. Pada uji regresi logistik ganda, kadar 25(OH)D ≤19,3 ng/mL, kadar IL-4 >1,607 pg/mL, dan CD23+ (MFI) >764 berhubungan dengan timbulnya asma bronkial pada stunted-underweight (p=0,008; p=0,008; dan p=0,015). Disimpulkan bahwa kadar vitamin D rendah, IL-4 tinggi, dan ekspresi CD23+/MFI tinggi, dengan pengecualian kadar IL-10 berhubungan dengan kejadian asma bronkial pada anak stunted-underweight.Item PERAN VITAMIN D PADA PROPORSI SEL DAN EKSPRESI HLA-DR MONOSIT INTERMEDIA PENYANDANG THALASSEMIA-BETA MAYOR YANG DISTIMULASI Mycobacterium Tuberculosis(2018-11-03) MOHAMMAD GHOZALI; Budi Setiabudiawan; Lelani ReniartiKombinasi anemia dan transfusi darah seumur hidup pada pasien thalassemia-β mayor dapat berujung pada akumulasi zat besi. Makrofag yang berperan ganda, selain sebagai sentral pada regulasi zat metal reaktif toksik ini di tingkat seluler, juga sebagai sel imun bawaan, apabila terdapat disregulasi zat besi dapat menimbulkan kelainan respons imun, sehingga mereka rentan terhadap infeksi. Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi memudahkan pasien dengan kelainan genetik hemoglobin ini terinfeksi iron-loving bacteria, Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Monosit sebagai pra-makrofag membentuk subset monosit aktif intermedia (CD14++CD16+) pro-inflamasi yang mengekespresikan HLA-DR untuk aktivasi sistem imun adaptif. Adanya integrasi sinyal reseptor vitamin D dan sistem imun monosit memberikan peluang modulasi respons yang optimal. Suatu studi potong lintang observasi laboratorium yang mengaplikasikan flow cytometry, dilakuan untuk mengetahui status kecukupan vitamin D, sekaligus mengetahui hubungan proporsi sel serta ekspresi HLA-DR subset monosit intermedia dengan kadar vitamin D [25(OH)Vit.D dan 1,25(OH)2Vit.D] dan feritin, yang secara ex vivo distimulasi antigen Mtb. Studi ini mengikutsertakan 58 pasien thalassemia-β mayor yang berkunjung ke Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Februari-Maret 2018. Uji beda Wilcoxon dan korelasi Spearman dengan P < 0,05 digunakan untuk menganalisis kemaknaan hasil studi. Defisiensi dan insufisiensi vitamin D didapatkan pada 85% dan 5% populasi penyandang thalassemia-β mayor, sementara 12% adalah normal. Terdapat perbedaan bermakna pada proporsi sel subset monosit intermedia antara sebelum dan setelah stimulasi Mtb [20.8% (6.13-38.8) vs. 22.8% (11.5-51.8); P = 0.0002]. Korelasi negatif antara kadar vitamin D dan populasi subset monosit intermedia sebelum dan setelah stimulasi Mtb yang signifikan juga ditemukan pada studi ini [(P=0.005, r=-0.32) vs. (P=0.01, r=-0.36) dan (P=0.05, r=-0.25) vs. P=0.01, r=-0.33)]. Walaupun tidak signifikan, terdapat penurunan ekspresi HLA-DR pasca stimulasi Mtb. Tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar vitamin D dan ekspresi HLA-DR pada studi ini. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar feritin dan proporsi sel serta ekspresi HLA-DR subset monosit intermedia sebelum dan setelah stimulasi Mtb. Penyandang thalassemia-β mayor dengan hiperferitinemia dan defisiensi vitamin D, adanya peningkatan proporsi monosit pro-inflamasi, (CD14++CD16+) yang tidak sejalan dengan ekspresi HLA-DR pasca stimulasi Mtb menunjukkan suatu kelainan respons imun seluler bawaan dan adaptif monosit terhadap pajanan infeksi, khususnya oleh Mtb. Adanya integrasi sistem transduksi sinyal respons imun monosit dan metabolisme vitamin D, studi ini memberikan landasan ilmiah awal akan peran penting imunomodulasi vitamin D pada respons pro-inflamasi monosit intermedia (CD14++CD16+). Penelitian selanjutnya mengenai sistem transduksi sinyal efektor monosit serta aktivasi reseptor vitamin D perlu dilakukan untuk pembuktian lebih lanjut peran vitamin D pada inflamasi persisten penyandang thalassemia-β mayor.