Browsing by Author "Deni Sumantri Latif"
Now showing 1 - 20 of 20
Results Per Page
Sort Options
Item CORRELATION OF CEPHALIC INDEX AND MAXILLARY DENTAL CROWDING OF 7-12 YEARS OLD CHILDREN IN RSGM(2017-03-14) WONG WENG SHUNG; Risti Saptarini Primarti; Deni Sumantri LatifEarly prediction of the potential risk in maxillary dental crowding can be useful for the practice of aesthetic dentistry as well as for effective orthodontic treatment. The purpose of this research is to examine whether the cephalic index can be a method in prediction of maxillary dental crowding of mixed-dentition stage children. The type of this research method is a cross sectional study. The population of this research is determined by periodic interval sampling in which the patients who came to RSGM in the month of November. Technique sampling used for this research is purposive sampling and fifty subjects were selected. Cephalic index was measured by using a spreading caliper, while maxillary dental crowding was assessed by matching photograph occlusal to the nearest resemblance on standardized photographs of IOTN. Data tabulation and analysis with Spearman’s correlation test. The results showed that there is relationship between cephalic index and maxillary dental crowding with rs = -0.68. As a conclusion, the p-value was 2.10126×10-8 < 0.05 which means that there is significant correlation of cephalic index and maxillary dental crowding of 7-12 years old children in RSGM when the value of cephalic index decreased, the value of maxillary dental crowding was increased or vice versa.Item Difference of the Dental Midline Before and After Fixed Orthodontic Treatment for Angles Class II Malocclusion by using Study Model(2018-07-04) NG SHIN HUI; Deni Sumantri Latif; Isnaniah MalikDental midline is an important factor of a smile since people are concerned about their appearance nowadays. Midline discrepancy are found in most people, perhaps most often seen in Class II malocclusion. The aim of this study is to determine the change in dental midline after patients with Angle’s Class II malocclusion received fixed orthodontic treatment in Dental Hospital, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Bandung. The study method used was descriptive analytics and sampling method was purposive sampling. The sample are the study models of 39 patients with Angle’s Class II malocclusion before and after fixed orthodontic treatment at Orthodontic Department of Dental Hospital, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University. The midline discrepancy were measured by a digital caliper. The data was presented in table form. The result shows that the dental midline deviation decreases after fixed orthodontic treatment. Moreover, the difference of the dental midline before and after fixed orthodontic treatment for Angle’s Class II malocclusion is significant (P<0.05). The conclusion indicates that there is a significant difference in dental midline in patient with Angle’s Class II malocclusion after fixed orthodontic treatment.Item Differences in Position of Permanent Maxillary First Molar Before and After Fixed Orthodontic Treatment in Angle Class II Measured from Second Palatal Rugae(2018-07-10) SOO YING YU; Deni Sumantri Latif; Isnaniah MalikPosition of maxillary first molar has its importance in assessing occlusion as the “key to occlusion” due to its anatomical placement to be more reliable and less restrained in taking their positions. The purpose of this study is to determine whether there will be any differences in position and distance of first molar before and after fixed orthodontic treatment in all Angle Class II cases that involved first premolar extracted during treatment. Purposive sampling technique was used in this research. Total of 40 patients in Orthodontic Department UNPAD were selected and their dental model casts before and after treatment were compared. The distance between medial 2nd palatal rugae and left and right central fossa of the first molar was projected to mid-palatal raphe line and was measured by using digital calliper with accuracy of 0.1mm. The data was analysed by using normality test with Shapiro Wilk method and dependent pair t-test. Statistically significant differences in distance were found between pre and post treatment. Left is (1.93±2.14) mm and right is (1.66±2.14) mm with p-value > 0.05. 87.5% of left maxillary first molar had mesial drifting and 12.5% had distal drifting. For right maxillary first molar, 80% of them having mesial drifting and 20% having distal drifting. This study concludes that there were significant position and distance changed in left and right maxillary first molar if compared before and after fixed orthodontic treatment.Item DIFFERENCES OF TOOTH SIZE DISCREPANCY (TSD) AMONG ANGLE CLASS I, II, III MALOCCLUSION IN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) UNIVERSITAS PADJADJARAN (UNPAD)(2017-03-19) TAN TENG TENG; Deni Sumantri Latif; Avi LavianaBolton analysis is used to identify any occlusal misfit that is caused by tooth size discrepancy, estimate overbite, overjet relationships, determine the effects of contemplated extractions on posterior occlusion and help in guiding orthodontic treatment planning in order to achieve optimal occlusion at the end of orthodontic therapy. The aim of the investigation was to compare tooth size discrepancy among different malocclusion groups. The study employed pre-treatment study models of 90 patients selected from the records of the Orthodontic Department, RSGM UNPAD. There were 30 Angle Class I, 30 Class II, and 30 Class III malocclusion patients. The mesio-distal dimensions of teeth were measured by using digital caliper with accuracy 0.01 mm. Anterior and overall ratios were calculated. Statistical analysis of the data was undertaken using normality test with Shapiro-Wilk method, Mann-Whitney Test and independent t-test. Statistically significant differences were found for the whole sample, where anterior and overall ratios were greater in Angle Class III (anterior ratio: 79,75% and overall ratio: 93,72%) followed by Class I (anterior ratio: 77,73% and overall ratio: 91,67%) and Class II (anterior ratio: 75,73% and overall ratio: 89,29%) malocclusion groups, respectively. There were significant differences of tooth size discrepancy among different malocclusion groups.Item Gambaran Lebar Interkaninus Rahang Atas Setelah Aktivasi Sekrup Ekspansi Pada Perawatan Ortodonti Lepasan(2019-04-11) NADA QISTHINA MALIK; Elih; Deni Sumantri LatifPendahuluan: Kasus dengan kekurangan ruangan dapat dilakukan perawatan ortodonti lepasan menggunakan sekrup ekspansi yang merupakan alat untuk melebarkan lengkung gigi. Lebar lengkung gigi dapat diukur salah satunya dengan cara menghitung lebar interkaninus. Lebar interkaninus merupakan salah satu parameter terpenting pada rencana perawatan ortodonti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran lebar interkaninus rahang atas setelah aktivasi sekrup ekspansi pada perawatan ortodonti lepasan untuk evaluasi keberhasilan perawatan. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur sampel sebanyak 14 pasang model studi pasien Klinik Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjajaran. Hasil dan Pembahasan: Hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata beda lebar interkaninus rahang atas dengan jarak waktu aktivasi 7-14 hari yaitu 0,58 mm dan nilai rata-rata beda lebar interkaninus rahang atas dengan jarak waktu aktivasi 7-21 hari yaitu 1,23 mm. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan nilai lebar interkaninus rahang atas sebelum dan setelah dilakukan perawatan dengan adanya peningkatan lebar interkaninus yang sesuai dengan fungsi sekrup ekspansi. Simpulan: Lebar interkaninus rahang atas sebelum aktivasi lebih kecil daripada lebar interkaninus rahang atas setelah dilakukan aktivasi sekrup ekspansi.Item Gambaran Lebar Interkaninus Rahang Bawah Setelah Aktivasi Sekrup Ekspansi Pada Perawatan Ortodonti Lepasan(2019-04-10) NADHIRA FATHIR RAHMANINGRUM; N. R. Yuliawati Zenab; Deni Sumantri LatifPendahuluan: Sekrup ekspansi adalah salah satu komponen aktif dalam alat ortodonti lepasan yang digunakan untuk melebarkan lengkung gigi. Evaluasi penggunaan sekrup ekspansi dapat dilakukan salah satunya dengan mengukur lebar interkaninus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran lebar interkaninus rahang bawah setelah aktivasi sekrup ekspansi pada perawatan ortodonti lepasan. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross sectional dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur lebar interkaninus pada 16 model studi rahang bawah pasien sebelum dan setelah 10 kali aktivasi sekrup ekspansi pada perawatan ortodonti lepasan di Klinik Ortodonti RSGM Unpad. Hasil dan Pembahasan: Lebar interkaninus rahang bawah mengalami kenaikan yang bermakna pada kelompok waktu per-aktivasi 7-14 hari sebesar 0,65 mm dan 7-21 hari sebesar 1,53 mm. Perubahan lebar interkaninus rahang bawah dengan waktu per-aktivasi 7-21 hari hampir dua kali lebih besar daripada 7-14 hari. Nilai standar deviasi dari seluruh data terbilang kecil, yaitu 0,77. Hal ini menunjukkan data memiliki keragaman yang sedikit atau bersifat homogen. Simpulan: Perawatan ortodonti lepasan dengan sekrup ekspansi pada rahang bawah mengahasilkan perubahan yang dapat dilihat dari peningkatan lebar interkaninus setelah 10 kali aktivasi.Item Penggunaan Konsultasi Daring oleh Pasien pada Bidang Ortodonti(2021-08-27) ASSYFA DIAN PUTRI; Deni Sumantri Latif; Gita GayatriPendahuluan: Penggunaan konsultasi daring oleh pasien pada bidang ortodonti menjadi alternatif untuk mengeluhkan permasalahan ortodonti dari rumah selama pandemi COVID-19 dan telah dilakukan di Indonesia tetapi belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau kegiatan penggunaan konsultasi daring oleh pasien pengguna alat ortodonti cekat dan pasien non-pengguna alat ortodonti. Metode: Penelitian observasional deskriptif dilakukan pada populasi pasien dokter gigi residen ortodonti angkatan 2017-2019 yang dirawat pada periode Maret 2020- Juni 2021 di klinik PPDGS ortodonti, RSGM Universitas Padjadjaran. Teknik pengambilan menggunakan purposive sampling dengan menetapkan kriteria inklusi dan ekslusi. Hasil dianalisis dengan stastistik deskriptif. Instrumen penelitian menggunakan survei daring yang telah dilakukan uji content validity dan uji face validity. Hasil: Terdapat 53 pasien pengguna alat ortodonti cekat dan 4 pasien non-pengguna ortodonti menggunakan Whatsapp© sebagai aplikasi pilihan dengan metode komunikasi pengiriman pesan tertulis. Keluhan pengguna alat ortodonti yaitu lepasnya braket dan kawat (39%) sehingga menyebabkan sariawan (37%). pasien non-pengguna alat ortodonti mengeluhkan gigi berjejal (57%). Kebanyakan pasien (89%) merespon positif terhadap konsultasi daring pada bidang ortodonti. Simpulan Penggunaan konsultasi daring oleh pasien pada bidang ortodonti menggunakan Whatsapp© untuk mengeluhkan permasalahan dan melakukan konseling. Pasien tetap memerlukan kunjungan ke dokter gigi untuk melanjutkan perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut.Item Penilaian Kemajuan Perawatan Ortodonti dengan Alat Ortodonti Lepasan Menggunakan Indeks PAR (Peer Assessment Rating) di RSGM Unpad(2019-07-17) ASTARI AYU PUTRI; Avi Laviana; Deni Sumantri LatifPendahuluan: Alat ortodonti lepasan dapat digunakan untuk merawat maloklusi ringan dan mencapai keseimbangan fungsi dan estetik yang baik. Keberhasilan perawatan ortodonti dapat diukur menggunakan salah satu indeks yang telah diterima secara universal, valid dan reliabel yaitu The Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kemajuan perawatan ortodonti dengan alat lepasan menggunakan Indeks PAR di RSGM Unpad. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross sectional dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menganalisis 82 pasang model studi rahang atas dan rahang bawah, yaitu 41 model studi sebelum mendapat perawatan dan 41 model studi setelah mendapat kemajuan perawatan ortodonti dengan alat lepasan di RSGM Unpad. Model studi yang memenuhi kriteria tersebut kemudian diukur menggunakan kaliper digital dan dinilai menggunakan Indeks PAR. Hasil dan pembahasan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara skor sebelum dan setelah perawatan ortodonti (p-value: 0,0109), terdapat 23 pasien (56,10%) masuk ke dalam kategori �buruk atau tidak ada perubahan�, 17 pasien (41,46%) masuk ke dalam kategori �ada perbaikan�, dan 1 pasien (2,44%) masuk ke dalam kategori �perbaikan besar�. Simpulan: Hampir setengah (43,90%) dari seluruh pasien yang dirawat ortodonti menggunakan alat lepasan di RSGM Unpad mengalami perbaikan.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TEKNIK MENYIKAT GIGI VERTIKAL DAN ROLL PADA PASIEN ALAT ORTODONTI CEKAT TERHADAP PLAK(2018-07-12) CAHYA WULANDA; Deni Sumantri Latif; H. Eky SetiawanPemeliharaan kesehatan gigi dan mulut adalah hal yang penting agar terhindar dari terjadinya karies dan kelainan periodontal. Sebagian besar pasien ortodonti merupakan kategori beresiko tinggi dalam penumpukkan plak sehingga menyebabkan kebersihan mulut kurang baik. Status kebersihan mulut dapat diketahui melalui pengecekan plak dengan menghitung indeks PHP-M (Patient Hygiene Performance Modification) untuk menilai jumlah rata-rata plak yang terdapat pada permukaan gigi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik menyikat gigi yang lebih efektif antara teknik vertikal dan roll. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental semu dengan teknik single blind. Populasi merupakan mahasiswa S1 aktif Universitas Padjadjaran, sedangkan sampel adalah populasi yang sesuai dengan kriteria. Diperoleh sampel sebanyak 28 orang menggunakan teknik snowball sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney dengan α = 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata indeks plak diantara kedua teknik menyikat gigi atau tidak signifikan. Simpulan penelitian ini adalah tingkat keefektivitasan antara teknik menyikat gigi vertikal dan roll pada pasien alat ortodonti cekat terhadap plak relatif sama.Item Perbandingan Sudut Nasolabial Pada Maloklusi Kelas I Skeletal Sebelum dan Setelah Perawatan Dengan dan Tanpa Pencabutan Gigi Premolar (Perawatan dengan Alat Ortodonti Cekat)(2020-07-26) SYAHIRA HANADHIA; Elih; Deni Sumantri LatifPendahuluan: Perawatan ortodonti dilakukan untuk mengoreksi maloklusi sehingga didapatkan oklusi yang baik dalam melakukan fungsi maupun estetika. Salah satu penilaian estetik dapat dilihat dari sudut nasolabial yang merupakan komponen utama dalam mengindikasikan posisi komponen dental maupun skeletal maksila. Perawatan ortodonti pada Maloklusi Kelas 1 Skeletal dapat dilakukan dengan pencabutan atau tanpa pencabutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara sudut nasolabial sebelum dan setelah perawatan dengan dan tanpa pencabutan gigi premolar. Metode: Metode penelitian berupa analitik komparatif dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sampel penelitian berupa sefalogram pasien usia minimal 18 tahun di Klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad tahun 2015-2019 sebanyak 84 pasang foto sebelum dan setelah perawatan. Pengukuran sudut nasolabial dilakukan menggunakan busur derajat. Hasil: Nilai rata-rata sudut nasolabial sebelum perawatan tanpa pencabutan sebesar 90,31o±10,55o menjadi 88,55o±10,88o dengan perbedaan sebesar -1,76° ± 7,81°. Nilai rata-rata sudut nasolabial sebelum perawatan dengan pencabutan empat premolar pertama sebesar 88,67o±10,14o menjadi 94,22o±9,31o dengan perbedaan sebesar 5,56° ± 8,25°. Perbandingan perubahan sudut nasolabial dengan pencabutan dan tanpa pencabutan sangat signifikan (p>0,01). Simpulan: Terdapat peningkatan sudut nasolabial setelah perawatan dengan pencabutan, terdapat penurunan sudut nasolabial setelah perawatan tanpa pencabutan, dan terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perubahan sudut nasolabial dengan pencabutan dan tanpa pencabutan.Item Perbandingan Tinggi dan Lebar Kondilus serta Kesimetrisan vertikal Mandibula pada Perawatan Ortodonti Maloklusi Kelas I(2021-09-16) NAJLA ANDINI SAPUTRO; Elih; Deni Sumantri LatifPendahuluan: Maloklusi merupakan faktor yang berkontribusi terhadap perubahan posisi sendi temporomandibular. Tujuan penelitian yaitu mengetahui perbandingan tinggi dan lebar kondilus serta kesimetrisan vertikal mandibula pada maloklusi kelas I sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat dengan dan tanpa pencabutan 4 premolar pertama. Metode: Penelitian analitik komparatif dengan sampel penelitian berjumlah 35 pasang radiografi panormik digital maloklusi kelas I dentoskeletal yang telah selesai dilakukan perawatan ortodonti cekat di RSGM Unpad terdiri dari kelompok dengan dan tanpa pencabutan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengukuran variabel menggunakan software Image J dan dianalisis dengan uji Paired t-test menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat perbandingan yang signifikan pada tinggi kondilus kiri pada kelompok tanpa pencabutan (p0,05). kesimetrisan vertikal mandibula sebelum perawatan sama dengan sesudah perawatan pada semua kelompok (p>0,05) Simpulan: Berdasarkan penelitian dengan pengamatan radiografi panoramik terdapat perbandingan signifikan terhadap tinggi kondilus kiri pada kelompok perawatan ortodonti cekat tanpa pencabutan. Namun pada lebar kondilus dan kesimetrisan vertikal mandibula tidak menghasilkan perbandingan signifikan pada kelompok tanpa pencabutan dan dengan pencabutan 4 premolar pertama.Item Perbedaan Garis Median Sebelum dan Setelah Perawatan dengan Alat Ortodonti Cekat pada Kasus Kelas III Angle pada Model Studi(2018-07-16) RANADHIYA MAITSA; Isnaniah Malik; Deni Sumantri LatifPenyimpangan garis median menjadi salah satu masalah yang terjadi pada maloklusi kelas III Angle. Perawatan ortodonti cekat menjadi salah satu metode dalam penatalaksanaan maloklusi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan garis median rahang atas dan rahang bawah sebelum dan setelah perawatan dengan alat ortodonti cekat pada kasus kelas III Angle pada model studi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan menggunakan 30 sampel model studi kelas III Angle dan dianalisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai garis median rahang atas sebelum perawatan adalah 1,04 mm dan setelah perawatan 0,44 mm. Pada rahang bawah rata-rata nilai garis median sebelum perawatan adalah 1,10 mm dan setelah perawatan 0,78 mm. Berdasarkan hasil perbandingan sebelum dan setelah perawatan didapatkan rata-rata nilai perbedaan garis median rahang atas sebesar 0,92 mm (p < 0,05) dan rahang bawah 0,93 (p < 0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang bermakna antara garis median sebelum dan setelah perawatan dengan alat ortodonti cekat pada kasus kelas III Angle pada model studi.Item Perbedaan jarak insisif pertama rahang atas terhadap rugae palatina kedua pada klasifikasi kelas I dan kelas II Angle(2023-01-11) MUHAMMAD IRSYAD SYAUQI; Melinda; Deni Sumantri LatifPendahuluan: Maloklusi dapat diartikan sebagai suatu keadaan oklusi yang tidak normal antara gigi dalam satu lengkung maupun dalam lengkung yang berlawanan. Kasus maloklusi dapat ditangani dengan perawatan ortodonti yang dapat dievaluasi dengan menggunakan rugae palatina. Beberapa penelitian menunjukan bahwa rugae palatina memiliki stabilitas yang tinggi sehingga sangat cocok untuk dijadikan sarana identifikasi dan evaluasi pada perawatan maloklusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jarak gigi insisif pertama rahang atas ke rugae palatina kedua pada kelas I Angle dan kelas II Angle mahasiswa 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Metode: penelitian ini merupakan penelitian analytical cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif pada laboratorium ortodonti FKG UNPAD, sample berjumlah 99 model studi mahasiswa 2015 dan 2016 yang dibagi menjadi 2 kelompok, kelas I Angle dan kelas II Angle. alat ukur yang digunakan adalah jangka sorong, model studi akan diukur jaraknya satu persatu dari gigi insisif ke rugae palatina kedua sebanyak 3 kali pengukuran lalu dicatat dan diambil nilai rata-ratanya. Hasil: Data dianalisis dengan uji statistik t yang menghasilkan hasil p-value>0,05 yang menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada 2 kelompok sample. Simpulan: Rugae palatina kedua dapat dijadikan sebagai titik referensi untuk mengevaluasi perawatan ortodonti dalam arah anteroposterior.Item Perbedaan jarak kaninus rahang atas terhadap rugae palatina kedua pada kelas I dan kelas II Angle(2023-01-11) MUHAMMAD SYAHID ABDILLAH; Deni Sumantri Latif; ElihPendahuluan: Rugae palatina memiliki pola unik yang bersifat individu dan dapat digunakan untuk indentifikasi individu, khususnya ketika terjadi kecelakaan, pembunuhan, dan bencana alam. Rugae palatina tidak akan mengalami perubahan ketika terkena bahan kimia, panas, penyakit atau trauma. Pengamatan rugae palatina sebagai objek penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu, rugae palatina bagian kanan median raphe dan rugae palatina bagian kiri median raphe. Pengamatan rugae palatina dilakukan pada kedua bagian kanan dan kiri median raphe bertujuan untuk menghasilkan analisis rugae palatina yang cukup spesifik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan jarak kaninus rahang atas terhadap rugae palatina kedua pada kasus kelas I Angle dan kelas II Angle mahasiswa 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analitik dengan studi cross-sectional dan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian adalah model studi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran angkatan 2015 dan 2016 yang berjumlah 99 model studi. Teknik pengambilan sampel penelitian adalah purposive sampling dan diukur menggunakan jangka sorong. Hasil: Hasil uji t-test dari rata-rata masing-masing kelompok memiliki hasil yang bervariasi. Kelompok model studi kelas I – kiri dengan kelas II – kiri, didapatkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai p-value 0.2901 (P>0.05). Sedangkan, untuk kelompok model studi kelas I – kanan dengan kelas II – kanan, didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p-value 0.0369 (P0.05). Simpulan: Perbedaan jarak gigi kaninus rahang atas terhadap rugae palatina kedua pada kelompok kelas I & II - kika, menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dengan kelompok lainnya. Uji statistik juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada kelompok sampel gabungan kiri dan kanan.Item PERBEDAAN JARAK MOLAR PERTAMA RAHANG ATAS KE RUGAE PALATINA KEDUA PADA KLASIFIKASI KELAS I DAN II ANGLE(2023-01-11) RACHEL YOSSEPINE; Deni Sumantri Latif; Iwa Rahmat SunaryoLatar Belakang: Maloklusi adalah hubungan gigi yang tidak harmonis secara estetik sehingga mempengaruhi penampilan seseorang serta keseimbangan fungsi pengunyahan maupun bicara. Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi maloklusi yang umum digunakan secara internasional sampai sekarang. Rugae palatina dapat digunakan sebagai titik referensi evaluasi perawatan ortodonti karena bersifat individual dan tidak berubah secara signifikan sepanjang hidup seseorang. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik deskriptif komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Pengukuran jarak gigi molar permanen pertama ke rugae palatina pada sampel dilakukan 2-3 kali dan ditarik rata-rata dari setiap model studi. Hasil rata-rata pengukuran di analisis dengan uji t-test independen. Hasil: Pada analisis perbedaan jarak molar pertama permanen rahang atas ke rugae palatina kedua pada maloklusi Kelas I dan Kelas II Angle regio 2 didapatkan hasil non-signifikan (p-value 0,6). Pada analisis perbedaan jarak molar pertama permanen rahang atas ke rugae palatina kedua pada maloklusi Kelas I dan Kelas II Angle regio 1 didapatkan hasil non-signifikan (p-value 0,09). Pada analisis perbedaan jarak molar pertama permanen rahang atas ke rugae palatina kedua pada maloklusi Kelas I dan Kelas II Angle regio 1 dan 2 didapatkan hasil non-signifikan (p-value 0,5). Simpulan: Hasil penelitian menunjukan Rugae Palatina Kedua dapat digunakan sebagai titik referensi ortodonti yang stabil.Item Perbedaan Lebar Interkaninus Rahang Bawah Pada Kelas I, II, dan III Dentoalveolar (Studi Institusional)(2023-07-13) MOCH NOER YUSDICIO RACHMAN; Deni Sumantri Latif; N. R. Yuliawati ZenabLatar Belakang: Maloklusi adalah suatu kondisi abnormal lengkung rahang atas dengan lengkung rahang bawah yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hubungan antara gigi, rahang dan otot disekitarnya sehingga menyebabkan gangguan fungsi mastikasi, artikulasi dan estetika. Sistem Klasifikasi Angle sering digunakan dalam penentuan maloklusi yang terbagi menjadi tiga kelas. Perawatan ortodonti diperlukan untuk mengembalikan fungsi dan susunan gigi kembali normal. Sebelum dilakukan perawatan ortodonti diperlukan foto intra dan ekstra oral, pemeriksaan foto radiologi, dan analisis model studi. Pengukuran lebar interkaninus rahang bawah merupakan salah satu pengukuran dalam analisis model studi yang digunakan untuk mengevaluasi lengkung gigi, diagnosis, rencana perawatan dan sebagai parameter dari lengkung gigi anterior rahang bawah. Metode: Penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Pengukuran jarak interkaninus rahang bawah diukur dari cups tip gigi kaninus kemudian diukur jarak dari kaninus kanan dan kiri rahang bawah. Hasil rata-rata pengukuran dianalisis dengan uji ANAVA, syarat dari uji tersebut adalah berdistribusi normal dan varians homogen yang harus ditentukan terlebih dahulu. Hasil rata-rata pengukuran dianalisis dengan uji ANAVA, dilanjutkan uji post hoc dengan t-test independent. Hasil: Hasil analisis perbedaan jarak interkaninus rahang bawah antara Kelas I, Kelas II, dan Kelas III didapatkan hasil tidak signifikan (p-value 0,64). Uji post hoc untuk menganalisis perbedaan antara Kelas I dan Kelas II (p-value 0,75), analisis perbedaan antara Kelas I dan Kelas III (p-value 0,46), dan analisis perbedaan antara Kelas II dan Kelas III (p-value 0,35) yang menunjukkan hasil tidak signifikan. Simpulan: Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebar interkaninus rahang bawah pada Maloklusi Angle Kelas I, Kelas II, dan Kelas III memiliki perbedaan yang tidak signifikan.Item Perbedaan Midline Sebelum dan Setelah Perawatan dengan Alat Ortodonti Cekat pada Kasus Kelas 1 Angle(2018-07-12) DWINDA SANDYARINI SUSANTO; Deni Sumantri Latif; N. R. Yuliawati ZenabPerbedaan midline merupakan hal yang terlihat jelas pada pasien dan dapat merugikan estetika dentofasial. Maloklusi kelas I Angle merupakan maloklusi yang paling sering dijumpai dengan kelainan yang banyak menyertai adalah gigi depan berjejal dan terjadi pergeseran midline. Perawatan ortodonti cekat dapat dilakukan untuk mengatasi masalah maloklusi 1 Angle yang ditandai dengan pergeseran midline. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan midline sebelum dan setelah perawatan dengan alat ortodonti cekat pada kasus kelas 1 Angle. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan judgmental sampling. Sampel penelitian ini sebanyak 30 pasang model studi pasien sebelum dan setelah perawatan ortodonti cekat di klinik Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi-Universitas Padjadjaran. Hasil penelitian ini menunjukan rata-rata perbedaan midline rahang atas pasien sebelum perawatan yaitu 0,78 mm. Rata-rata perbedaan midline rahang bawah pasien sebelum perawatan yaitu 1,27 mm. Rata-rata perbedaan midline rahang atas pasien yang telah dilakukan perawatan ortodonti adalah 0,18 mm. Rata-rata perbedaan midline rahang bawah pasien yang telah dilakukan perawatan ortodonti adalah 0,50 mm. Uji hipotesis komparatif yaitu wilcoxon matched pairs sign rank test sampel menunjukan hasil penelitian terdapat signifikansi perbedaan midline sebelum perawatan dan setelah perawatan dengan alat ortodonti cekat pada kasus kelas 1 Angle.Item PREVALENCE OF UPPER AND LOWER THIRD MOLAR IMPACTION IN PATIENTS WITH ANGLES CLASS II DENTO-ALVEOLAR MALOCCLUSION(2017-03-14) BERNIE CHANG SZE KUANG; Deni Sumantri Latif; Endah MardiatiThe aim of conducting this research is to obtain the prevalence of the upper and lower third molar impaction among patients with Angle’s class II dento-alveolar malocclusion visiting the Orthodontic Department of Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Sekeloa, Bandung from the year 2011 to 2016. The type of research conducted was a descriptive research. The sampling was purposive, drawn from a population of Angle’s class II dento-alveolar malocclusion totaling 32 panoramic radiographs taken from the year 2011 to 2016. The 32 samples that were included in the survey ranges from the age of 18 to 29 years old. The position of the third molars were assessed using Winter’s Classification of third molar impaction. The prevalence of impacted third molar in Angle’s class II dento-alveolar malocclusion in this study is 96.88%. Of the impacted third molars, the most common was four impacted third molars (53.125%) followed by two impacted third molars at 15.625%, three impacted third molars at 18.75% and one impacted third molar at 9.375%. The maxillary third molar impaction stands at 47.47% of all impacted third molars whereas the mandibular impaction is at 52.53%. According to Winter’s Classification, the most common angulation of impaction in this research is the mesioangular (46.46%) followed by the distoangular impaction (29.29%) and followed by vertical angulation (18.18%). Based on the present study, the prevalence of the impaction status of the Angle’s class II malocclusion patients visiting the Orthodontic Department of Rumah Sakit Gigi dan Mulut is 96.88%.Item Prevalensi Kelainan Skeletal dengan Indikasi Bedah Ortognatik di RSGM Unpad(2020-03-11) INTAN AZHARI RAHMAYANI; Deni Sumantri Latif; Abel Tasman YuzaPendahuluan: Maloklusi merupakan penyimpangan dari oklusi normal. Maloklusi dapat mengganggu fungsi pengunyahan, pernapasan, bicara, dan gangguan psikososial pasien yang berdampak negatif bagi kepercayaan diri pasien. Prevalensi maloklusi di Indonesia sudah mencapai 80%, maka untuk menurunkan prevalensi tersebut dapat dilakukan perawatan ortodontik. Pada pasien dengan kelaian skeletal, tidak dapat dirawat dengan perawatan ortodontik saja, namun dapat dilakukan bedah ortognatik dengan indikasi tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa prevalensi kelainan skeletal dengan indikasi bedah ortognatik di RSGM Unpad. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan menggunakan data retrospektif berupa rekam medis pasien yang melakukan perawatan ortodontik dari tahun 2015 sampai tahun 2019. Hasil: Dari 338 rekam medis yang diteliti, terdapat 71 sampel yang memenuhi kriteria. Sebanyak 60 pasien kelas II skeletal dan 11 pasien dengan kelas III skeletal. Dari 71 pasien, terdapat 57 pasien prempuan dan 14 pasien laki-laki. Pembahasan: Jika maloklusi skeletal tidak dilakukan perawatan dapat mengganggu kepercayaan diri pasien serta fungsional tubuh seperti gangguan pernapasan, penelanan, mastikasi, dan bicara. Bedah ortognatik dilakukan untuk memperbaiki proporsi dan keselaran wajah sehingga dapat meningkatkan penampilan wajah, kesejahteraan sosial dan fungsi tubuh. Perempuan lebih banyak melakukan perawatan karena perempuan lebih memiliki kesadaran estetik. Simpulan: Prevalensi kelainan skeletal dengan indikasi bedah ortognatik di RSGM Universitas Padjadjaran adalah 21%.Item Proporsi Klasifikasi Maloklusi Angle Mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran(2022-07-11) FADILA KHAIRUNNISA; Deni Sumantri Latif; N. R. Yuliawati ZenabPendahuluan: Maloklusi merupakan kondisi oklusi yang menyimpang dari keadaan normal, ditandai dengan ketidaksesuaian hubungan antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. Maloklusi dapat dicegah dan diperbaiki melalui perawatan ortodonti. Studi epidemiologi mengenai prevalensi maloklusi merupakan hal penting dalam merencanakan tingkat perawatan ortodonti yang tepat. Metode klasifikasi Angle relevan untuk dokter dan mencakup sebagian besar maloklusi yang diamati pada pasien. Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan oklusal molar pertama menjadi tiga kelas, yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi klasifikasi maloklusi Angle mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Metode: Penelitian observasional deskriptif dengan desain cross-sectional untuk mengetahui proporsi klasifikasi maloklusi Angle mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dengan memeriksa relasi gigi molar rahang atas dan rahang bawah. Populasi penelitian berjumlah 188 model studi dan didapatkan sampel sebanyak 120 model studi berdasarkan kriteria inklusi dan ekskulsi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan maloklusi kelas I sebanyak 82 sampel (68,33%), kelas II sebanyak 5 sampel (4,17%), kelas II subdivisi sebanyak 17 sampel (14,17%), kelas III sebanyak 9 sampel (7,5%), dan kelas III subdivisi sebanyak 7 sampel (5,83%). Simpulan: Maloklusi kelas I paling banyak terjadi diikuti dengan kelas II subdivisi, kelas III, kelas III subdivisi, dan kelas II pada mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.