Browsing by Author "Indra Hadikrishna"
Now showing 1 - 20 of 28
Results Per Page
Sort Options
Item analisis kista dentigerous, ameloblastoma, dan keratosis odontogenik pada radiografi panoramik dan cbct: scoping review(2021-07-12) MONICA SIREGAR; Suhardjo; Indra HadikrishnaLatar Belakang: Kesamaan gambaran radiografik dari kista dentigerous, ameloblastoma, dan keratosis odontogenik dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Gambaran radiograf dari lesi ini dapat dianalisis menggunakan radiografi panoramik dan CBCT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode apa yang dapat digunakan untuk menganalisis lesi tersebut, untuk mengetahui karakteristik lesi tersebut, dan untuk menentukan penggunaan CBCT dan radiografi panoramik dalam menegakkan radiodiagnosis. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan scoping review, melalui pencarian artikel-artikel yang berhubungan dengan topik penelitian di Pubmed, EBSCOHost, dan Google Scholar. Hasil: Lima puluh delapan studi dan laporan kasus ditinjau dalam penelitian ini. Penelitian ini menganalisis lesi tersebut menggunakan metode kuantitatif berdasarkan ukuran buccolingual, densitas, dan volume lesi menggunakan CBCT. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis batas dan bentuk, asosiasi, struktur internal, dan lokasi menggunakan radiografi panoramik dan CBCT. Berdasarkan kasus yang diteliti, ukuran, batas, dan bentuk lesi ini merupakan karakteristik yang paling tidak optimal dianalisis dengan radiografi panoramik dan CBCT. Kesimpulan: CBCT dapat menjadi gold standard dalam menganalisis kista dentigerous, ameloblastoma, dan keratosis odontogenik. Analisis citra CBCT dapat lebih objektif karena dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif untuk menghitung densitas, volume, dan ukuran ekspansi bukolingual.Item Deskripsi Pola Sidik Bibir Pria dan Wanita pada Sub-ras Deuteromelayu(2017-07-09) NINDYA PUSPITA AYU; Indra Hadikrishna; Dani Rizali FirmanCheiloscopy merupakan suatu metode identifikasi berdasarkan pola sidik bibir manusia yang merupakan metode penunjang atau bukti pendukung dalam suatu investigasi forensik untuk kepentingan hukum. Sidik bibir memiliki ciri khas tersendiri pada setiap individu, variasi ciri khas tersebut dipengaruhi oleh ras seseorang. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui deskripsi pola sidik bibir pria dan wanita pada sub-ras Deuteromelayu. Sidik bibir diperoleh dari 30 orang mahasiswa dan 30 orang mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dengan sub-ras Deuteromelayu. Sidik bibir diambil dengan metode fotografi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan software Adobe Photoshop CS6. Sidik bibir kemudian dikelompokan berdasarkan klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi. Hasil penelitian didapatkan bahwa sidik bibir tipe II merupakan tipe dominan pada sidik bibir pria maupun wanita. Tipe II ditemukan dominan pada pria sebanyak 54,17% dan pada wanita 46,57%. Sidik bibir tipe V tidak ditemukan dominan pada region manapun. Simpulan dari penelitian adalah deskripsi pola sidik bibir pria dan wanita pada sub-ras Deuteromelayu adalah sidik bibir tipe II.Item Efek Gel Klorheksidin 0,2 % terhadap Luka Pasca Pencabutan Gigi(2019-07-09) RIKA RAMADHANTI; Amaliya; Indra HadikrishnaPendahuluan: Proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses ini dapat terhambat oleh adanya komplikasi, seperti infeksi bakteri. Penggunaan antiseptik gel klorheksidin dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi bakteri, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi dan meningkatkan kualitas hasil penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek gel klorheksidin 0,2 % terhadap penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Metode: Dilakukan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Randomized-Controlled-Trial terhadap 32 pasien yang dibagi dalam kelompok perlakuan (diberikan gel klorheksidin 0,2 %) dan kelompok kontrol (diberikan gel plasebo) masing-masing 16 pasien yang akan dilakukan pencabutan gigi molar pertama rahang bawah regio kanan atau kiri. Penilaian didasarkan pada ukuran luka dan kategori penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada hari pertama dan ketujuh. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, diketahui nilai selisih rata-rata pengurangan luka pasca pencabutan gigi dalam arah buko-lingual pada hari ketujuh dan hari pertama masing-masing pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah 4,28 mm dan 2,16 mm, sedangkan secara mesio distal adalah 4,25 mm dan 1,84 mm. Hasil penilaian penyembuhan luka pasca pencabutan gigi didapatkan kategori baik, baik sekali, dan sangat baik sekali yang secara berurutan pada kelompok perlakuan sebanyak 5 pasien; 8 pasien; 3 pasien dan pada kelompok kontrol sebanyak 5 pasien; 10 pasien; 1 pasien. Simpulan: Penggunaan gel klorheksidin 0,2 % dapat secara signifikan membantu proses penyembuhan luka dilihat dari penyembuhan ukuran luka serta dari segi kualitas penyembuhan luka.Item EFEKTIFITAS APLIKASI EKSTRAK BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia l. merr) TERHADAP PENYEMBUHAN ALVEOLAR OSTEITIS PASCA PENCABUTAN GIGI MELALUI PEMERIKSAAN LUASAN FIBROBLAS, KERAPATAN KOLAGEN DAN JUML(2019-04-12) FAJAR REZANDARU; Indra Hadikrishna; Endang SjamsudinPendahuluan: Alveolar osteitis atau dry socket merupakan komplikasi yang paling umum terjadi setelah ekstraksi gigi. Insidensinya sekitar 1-4 % setelah prosedur ekstraksi gigi biasa, dan sekitar 30% setelah tindakan odontektomi gigi molar ketiga bawah. Bawang dayak (Eleutherine palmifolia (l.) merr) adalah salah satu tanaman yang terkenal diantara suku Dayak yang tinggal di pulau Kalimantan. Secara tradisional Eleutherine palmifolia (l.)merr digunakan sebagai obat di banyak belahan dunia. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi pemberian topikal gel ekstrak Eleutherine palmifolia (l.) merr terhadap penyembuhan luka alveolar osteitis sebagai komplikasi pasca pencabutan gigi pada tikus Sprague dawley dengan mengamati luasan sel fibroblas, kerapatan kolagen, serta jumlah osteogenesis. Metoda Penelitian: Penelitian ini menggunakan metoda penelitian eksperimental murni yang dilakukan pada hewan coba tikus Sprague dawley. Tikus dibagi dalam 3 kelompok, yaitu K1 (alveolar osteitis tidak diberi perlakuan aplikasi apapun), K2 (tikus alveolar osteitis dilakukan aplikasi pasta iodoform setiap 3 hari sekali), dan K3 (tikus alveolar osteitis dilakukan aplikasi topikal gel ekstrak Eleutherine palmifolia (l.)merr). Pada hari ke-3, 5 dan 10 dilakukan tindakan nekropsi dan pengambilan soket gigi berupa jaringan lunak bersama dengan jaringan kerasnya, kemudian dilakukan pembuatan preparat dan diberi pewarnaan masson trichrome untuk pemeriksaan terhadap fibroblas, kolagen dan osteogenesis. Hasil Penelitian: Aplikasi topikal gel ekstrak Eleutherine palmifolia (l.) merr memperlihatkan rata-rata luasan fibroblas dan kerapatan kolagen dan jumlah osteogenesis yang sebanding dengan pasta iodoform pada penyembuhan alveolar osteitis.Item Efektivitas kurkumin dalam mengatasi inflamasi dan nyeri pada rongga mulut : sebuah tinjauan literatur sistematis(2022-09-01) AZKA VIRA ASTARI; Indra Hadikrishna; Raden Tantry MaulinaPendahuluan: Inflamasi dan nyeri pada rongga mulut merupakan respon fisiologis tubuh yang terjadi pada rongga mulut sebagai akibat dari adanya tindakan invasif ataupun rangsangan yang bersifat nosiseptif. Kurkumin merupakan salah satu bahan alam yang diketahui memiliki potensi anti inflamasi dan analgesik. Tujuan dari tinjauan sistematis ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas kurkumin dalam mengatasi inflamasi dan nyeri pada rongga mulut sehingga dapat dijadikan sebagai dasar ilmiah dalam penelitian selanjutnya. Metode: Tinjauan sistematis ini menelaah penelitian mengenai efektivitas kurkumin untuk mengatasi inflamasi dan nyeri pada rongga mulut dengan metode uji acak terkontrol dari tahun 2011 hingga tahun 2021, dan dilakukan dengan mengikuti pedoman analisis PRISMA. Seluruh anggota tim penulis terlibat di dalam penetapan kriteria inklusi dan eksklusi untuk penetapan pemilihan artikel, ekstraksi data, serta evaluasi risiko bias. Pencarian artikel dilakukan dengan kata kunci dan kriteria inklusi melalui mesin pencarian Pubmed, ScienceDirect, dan Google Scholar. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan duplikasi, penapisan judul dan abstrak, serta keseluruhan isi artikel. Hasil: Total artikel yang teridentifikasi pada pencarian awal berjumlah 764 artikel. Penapisan dilakukan secara bertahap hingga menghasilkan sembilan artikel penelitian uji acak terkontrol yang ditelaah pada penelitian ini. Berdasarkan hasil penelaahan diketahui bahwa kurkumin menunjukkan keberhasilan yang signifikan dalam penatalaksaan berbagai kondisi inflamasi pada rongga mulut, termasuk diantaranya oral lichen planus, gingivitis, maupun inflamasi pasca tindakan bedah. Simpulan: Berdasarkan hasil tinjauan sistematis ini, dapat disimpulkan bahwa kurkumin efektif dalam mengatasi inflamasi dan nyeri pada rongga mulut.Item EFEKTIVITAS PLATELET RICH PLASMA TERHADAP DENSITAS TULANG PASCA ODONTEKTOMI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DITINJAU DARI RADIOGRAF CBCT-3D(2022-10-14) PUTRI NURFUADAH; Indra Hadikrishna; Harmas Yazid YusufProsedur odontektomi gigi menyebabkan trauma pada jaringan keras yang mempengaruhi proses penyembuhan. Platelet-Rich Plasma (PRP) sebagai perangsang pertumbuhan tulang, melepaskan faktor pertumbuhan dan berdiferensiasi ketika trombosit diaktifkan. Perubahan densitas tulang menggambarkan tahap awal dari remodeling tulang yang mendahului perubahan morfologi tulang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan densitas tulang pada aplikasi Platelet-Rich Plasma (PRP) pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dibandingkan dengan aplikasi Gelatin Sponge dan tidak diaplikasikan Platelet-Rich Plasma (PRP) atau Gelatin sponge berdasarkan radiograf Cone Beam Computed Tomography 3-Dimension (CBCT-3D). Penelitian ini dilakukan terhadap 48 subjek (16 laki-laki; 32 perempuan) yang menjalani tindakan odontektomi di Instalasi Rawat Jalan Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung, dengan metode Uji Acak Terkontrol (UAT) dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok I mendapatkan aplikasi Platelet-Rich Plasma (PRP), kelompok II Gelatin Sponge, dan kelompok kontrol. Setelah tindakan odontektomi, pada hari ke-30 pasca odontektomi dilakukan pemeriksaan CBCT 3D, untuk analisis densitas (HU) tulang. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian: kelompok Platelet-Rich Plasma (PRP) memiliki nilai densitas paling tinggi 94,05 HU, dibandingkan dengan kelompok kontrol 65,35 HU, dan kelompok Gelatin Sponge 64,00 HU. Hasil uji Kruskal-Wallis, tidak terdapat perbedaan signifikan densitas tulang, dengan nilai p = 0,649. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan densitas tulang pada aplikasi Platelet-Rich Plasma (PRP) pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga rahang bawah ditinjau dari radiograf CBCT 3D. Kata kunci: Platelet-Rich Plasma (PRP), densitas tulang, odontektomi, CBCT-3DItem Etiologi dan Patogenesis Ameloblastoma Tipe Unikistik berdasarkan Analisis Hasil Pemeriksaan Histopatologi(2020-04-24) AZZAH AQILLAH HARIANTO; Andri Hardianto; Indra HadikrishnaAmeloblastoma tipe unikistik merupakan ameloblastoma yang seringkali terjadi pada usia muda. Ameloblastoma tipe unikistik dapat terjadi akibat adanya transisi dari kista non-neoplastik ke kista neoplastik, transformasi ameloblastik epitel enamel yang tereduksi dari gigi yang sedang berkembang, ataupun degenerasi kistik ameloblastoma tipe solid. Namun, belum dapat ditemukan bukti yang meyakinkan untuk setiap patogenesis yang diusulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perkembangan etiologi dan patogenesis ameloblastoma tipe unikistik berdasarkan analisis hasil pemeriksaan histopatologi. Penelitian dilakukan menggunakan metode systematic review melalui pencarian jurnal pada PubMed, Google Scholar dan Scopus menggunakan kata kunci. Pada penelusuran tahap awal diperoleh 1109 jurnal yang kemudian diseleksi berdasarkan kriteria inklusi yaitu jurnal berbahasa inggris yang diterbitkan pada tahun 2017-2020, terindeks di Scopus, serta berkaitan dengan etiologi dan patogenesis ameloblastoma tipe unikistik berdasarkan analisis hasil pemeriksaan histopatologi, sehingga didapatkan 16 jurnal. Hasil analisis menyatakan bahwa etiologi dari ameloblastoma unikistik belum mengalami perbaharuan serta patogenesis dari ameloblastoma unikistik yang diketahui merupakan patogenesis molekularnya. Proses perkembangan lesi odontogenik terjadi karena adanya mutasi gen patogen yang mempengaruhi jalur persinyalan, dimana hal tersebut terjadi pada ameloblastoma unikistik. Mutasi yang sering terjadi adalah mutasi BRAF V600E yang termasuk ke dalam jalur persinyalan MAPK. Berdasarkan analisis level of evidence, dibutuhkan lebih banyak jurnal yang menggunakan desain studi minimal studi kohort prospektif yang di follow up dengan baik untuk memperkuat kesimpulan.Item Etiologi dan Patogenesis Kista Radikuler(2020-04-23) AJRINA FAUSTIN IZZATI; Indra Hadikrishna; Andri HardiantoPendahuluan: Kista radikuler merupakan kista odontogenik yang paling sering terjadi. Kista radikuler terbentuk akibat inflamasi setelah nekrosis pulpa. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri akibat karies maupun trauma. Trauma dapat terinvasi oleh bakteri atau steril. Terdapat lesi yang muncul akibat trauma steril dan memiliki kemiripan dengan kista radikuler yaitu, traumatic bone cyst. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan etiologi dan pathogenesis kista radikuler serta perbandingan pathogenesis dengan lesi akibat trauma steril. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur sistematik. Hasil: Terdapat 16 artikel yang memenuhi kriteria. Kista radikuler terbentuk akibat inflamasi setelah terjadi nekrosis dan melalui 3 tahapan. Apoptosis, sel mast dan makrofag berperan dalam proliferasi serta menghasilkan sitokin. Trauma menyebabkan perdarahan, gumpalan darah berdegradasi sehingga membentuk ruang lesi. Kesimpulan: Tidak ditemukan perkembangan terbaru mengenai etiologi dan patogenesis kista radikuler yaitu terbentuk dari sisa sel ERM akibat inflamasi setelah terjadi nekrosis pulpa akibat karies dan trauma pada gigi yang diikuti infeksi bakteri. Diketahui terdapat peranan dari apoptosis, sel mast, dan makrofag, tetapi belum diketahui secara detail.Item Evaluasi Fungsi Oral, Nyeri Orofasial dan Aktivitas Sosial Pasien Pasca Perawatan Kegawatdaruratan di SMF Bedah Mulut RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2018-07-16) AI RAFIKAH NURPRATIWI; Indra Hadikrishna; Raden Tantry MaulinaABSTRAK Gangguan fungsi oral, nyeri orofasial dan gangguan aktivitas sosial dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien. Evaluasi pasca perawatan kegawatdaruratan diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas terapi dalam manajemen nyeri orofasial serta pengembalian berbagai fungsi oral sebagai salah satu indikator peningkatan kualitas hidup pasien nyeri orofasial. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi fungsi oral, nyeri orofasial dan aktivitas sosial pasien setelah dilakukan tindakan kegawatdaruratan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 21 pasien ( 14 laki-laki; 7 wanita) di Staf Medis Fungsional (SMF) Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Indonesia yang telah mendapatkan diagnosa definitif, berupa infeksi odontogenik atau trauma oromaksilofasial dan telah menerima perawatan kegawatdaruratan berpartisipasi di dalam penelitian ini. Pasien yang dinyatakan memenuhi kriteria inklusi selanjutnya diwawancara dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari sembilan pertanyaan mengenai perbaikan fungsi oral, eliminasi nyeri dan serta pengembalian fungsi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Data yang diperoleh selanjutnya disusun dan dipresentasikan dalam bentuk tabel atau grafik. Uji perbandingan rata-rata dengan menggunakan Paired Sample T-test di digunakan untuk melihat perbedaan antara pra dan pasca perawatan. Nilai signifikansi ditetapkan p < 0.05. Hasil penelitian memperlihatkan pasien dengan infeksi odontogenik mengalami perbaikan fungsi oral hingga 60%, eliminasi nyeri hingga 70%, serta pengembalian fungsi aktivitas sosial hingga 70% pasca perawatan kegawatdaruratan. Sedangkan pasien dengan trauma oromaksilofasial mengalami perbaikan fungsi oral sebanyak 72.73%, eliminasi nyeri sebesar 72.73%, serta pengembalian fungsi aktivitas sosial sebanyak 54.55% pasca perawatan kegawatdaruratan. Analisis perbedaan nilai NRS sebelum dan sesudah perawatan memberikan hasil yang signifikan (p=0.000). Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa perbaikan fungsi oral, eliminasi nyeri, serta pengembalian fungsi aktivitas sosial pada pasien infeksi odontogenik serta trauma oromaksilofasial di SMF Bedah Mulut dan Maksilofasial RSHS telah berada pada kategori sedang.Item Evaluasi Sendi Temporomandibula Pasca Operasi Ortognatik dengan Metode Surgery First Orthognathic : Scoping Review(2023-07-12) AZRA ZHAFIRAH FAIZAH; Indra Hadikrishna; Abel Tasman YuzaAbstrak Pendahuluan: Kelainan dento skeletal didefinisikan sebagai penyimpangan kompleks maksilomandibula sehingga berdampak negatif pada hubungan gigi dan rahang. Bedah ortognatik adalah pilihan perawatan untuk memperbaiki kelainan dento skeletal. Surgery first orthognathic adalah salah satu jenis bedah ortognatik dimana prosedur pembedahan dilakukan sebelum perawatan ortodontik. Salah satu masalah yang dapat terjadi setelah dilakukan perawatan surgery first orthognathic adalah terkait dengan kelainan sendi temporomandibula (TMD). Penelitian ini bertujuan untuk memetakan penelitian yang sudah dipublikasi mengenai evaluasi sendi temporomandibula pasca surgery first orthognathic yang diperiksa melalui pemeriksaan klinis. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode scoping review yang berpedoman pada PRISMA-ScR. Mesin pencarian yang digunakan adalah PubMed, ScienceDirect, dan Scopus. Pencarian dilakukan menggunakan kata kunci ((surgery first orthognathic) OR (surgery first orthognathic approach)) AND (temporomandibular joint). Hasil: Total delapan artikel yang termasuk dalam kriteria inklusi. Total 119 pasien telah menjalani operasi ortognatik dengan metode surgery first orthognathic. Kondisi sendi temporomandibula (TMJ) pasca operasi didapatkan 25,2% pasien mengalami perbaikan TMD, 70,6% pasien tidak mengalami perubahan pada TMJ yang normal, dan 4,2% pasien mengalami TMD yang makin memburuk dibanding sebelum operasi. Simpulan: Berdasarkan hasil analisis seluruh artikel pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa surgery first orthognathic cenderung tidak menghasilkan perubahan pada pasien yang memiliki sendi temporomandibula yang normal sebelum operasi. Dalam beberapa kasus, surgery first orthognathic memiliki peluang untuk menyembuhkan tanda dan gejala TMD. Namun, terdapat kemungkinan risiko yang sangat kecil setelah dilakukan surgery first orthognathic yaitu tanda dan gejala TMD yang memburuk setelah operasi atau muncul onset baru TMD. Kata Kunci: Surgery first orthognathic, sendi temporomandibula, pemeriksaan klinisItem Evaluasi Tingkat Kepuasan Pasien Pasca Penatalaksanaan Nyeri Orofasial di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran(2018) RADEN KHANALYA TARISSA KAMILA; Indra Hadikrishna; Raden Tantry MaulinaPendahuluan: Nyeri orofasial merupakan segala jenis nyeri yang dirasakan di area wajah dan/atau rongga mulut. Mengingat dampak yang ditimbulkan terhadap kualitas hidup penderita, diperlukan penatalaksanaan nyeri orofasial yang efektif serta optimal. Indikator yang dianggap efektif untuk mengukur optimalitas serta efektivitas rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah tingkat kepuasan pasien. Tujuan: Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasan pasien nyeri orofasial yang telah mendapatkan perawatan atas keluhan nyeri orofasial di RSGM Unpad. Metode: Penelitian deskriptif ini dilakukan di Poli Klinik Spesialis Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM Unpad) pada 50 partisipan (11 laki-laki; 39 perempuan) berusia 18 hingga 66 tahun. Partisipan penelitian merupakan pasien nyeri orofasial yang telah mendapatkan perawatan. Tingkat kepuasan pasien dievaluasi dengan menggunakan kuesioner tingkat kepuasan pasien pasca perawatan nyeri orofasial dan terdiri dari delapan pertanyaan seputar pengalaman pasien selama melakukan prosedur perawatan nyeri orofasial di RSGM Unpad. Intensitas nyeri orofasial yang dialami pasien dievaluasi dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) sebelum dan setelah perawatan. Seluruh data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif serta uji beda, Hasil: Evaluasi tingkat kepuasan pasien berdasarkan pertanyaan yang diberikan di dalam kuesioner memeperlihatkan bahwa 98% partisipan merasa sangat puas terhadap perawatan yang diterima dengan rata-rata jumlah skor tingkat kepuasan sebesar 68,92. Selain itu, terjadi penurunan intensitas nyeri partisipan penelitian dengan rata-rata penurunan skor sebesar 1,38. Simpulan: Berdasarkan hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pasien-pasien nyeri orofasial yang telah melakukan perawatan atas keluhan nyeri orofasial yang dialami merasa puas terhadap perawatan yang diberikan oleh RSGM Unpad.Item Fibrous Dysplasia Kranofasial pada Pasien Anak dengan Sindroma McCune-Albright: Scoping Review(2023-07-12) ANISAH RIFDA SALSABILA; Indra Hadikrishna; Harmas Yazid YusufPendahuluan: Fibrous dysplasia (FD) adalah kelainan tulang langka non-neoplastik yang dikarakterisasikan dengan proliferasi berlebih pada proses pembentukan tulang oleh sel mesenkim. FD dapat timbul sebagai salah satu gejala klinis dari sindroma McCune-Albright (MAS). MAS memiliki triad gejala klinis khas yang terdiri dari FD, makula café-au-lait, dan hiperfungsi endokrinopati. FD dan MAS disebabkan oleh mutasi genetik post-zigotik, sehingga pasien akan lahir dengan penyakit FD. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan dan menganalisis pengaruh gejala klinis lain dari MAS terhadap lesi FD kraniofasial pada pasien anak. Metode: Penelitian dilaksanakan menggunakan metode scoping review. Pencarian artikel dilakukan pada database Scopus dan PubMed. Kriteria inklusi: artikel yang membahas mengenai karakteristik lesi FD kraniofasial yang berkaitan dengan MAS pada pasien anak, dipublikasikan dalam jangka tahun 2016-2023, dipublikasikan melalui jurnal internasional, full text, dan free article. Penyaringan sumber literatur dilaksanakan sesuai dengan protokol PRISMA-ScR. Hasil: Delapan artikel ditetapkan sebagai kriteria inklusi. Pengaruh dari uncontrolled GH excess terhadap patogenesis lesi FD dibahas pada seluruh artikel, diantaranya adalah meningkatnya risiko gangguan penglihatan/pendengaran (tujuh artikel), tampilan makrosefali (lima artikel), meningkatnya risiko regrowth pasca operasi (empat artikel), ekspansi lesi FD (empat artikel), dan meningkatnya morbiditas lesi FD (satu artikel). Pembahasan mengenai PP serta koeksistensinya dengan gejala uncontrolled GH excess dibahas pada satu artikel. Hipofosfatemia dibahas pada lima artikel. Simpulan: GH excess dan PP merupakan jenis hiperfungsi endokrinopati yang dapat memperparah patogenesis dan gejala klinis lesi FD. Pada pasien MAS dengan jumlah (skeletal burden) lesi FD yang masif kondisi hipofosfatemia akan meningkatkan risiko fraktur tulang dan rasa nyeri pada lesi FD.Item Gambaran Indikasi Pencabutan Gigi di Klinik Eksodonsia RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Tahun 2014-2018(2019-04-08) CYNTHIA DEIANIRA DEWI; Indra Hadikrishna; Endang SjamsudinPenyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang tersebar luas di Indonesia. Terdapat berbagai pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit gigi dan mulut, salah satunya adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi adalah tindakan mengeluarkan gigi dari soketnya. Pencabutan gigi dilakukan jika terdapat indikasi tertentu,seperti karies atau penyakit periodontal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran indikasi pencabutan gigi di klinik Eksodonsia RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Tahun 2014-2018. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif, Data diambil dari rekam medis pasien yang datang untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Terdapat 2165 gigi yang dicabut dari 1535 pasien. Hasil penelitian menunjukan indikasi pencabutan gigi tertinggi di Klinik Eksodonsia RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada tahun 2014-2018 adalah penyakit periodontal sebanyak 1465 gigi (67,67%), diikuti karies dan penyakit pulpa 517 gigi (23,88%), persistensi gigi sulung 76 gigi (3,50%, gigi dengan lesi patologis 60 gigi (2,80%), impaksi 14 gigi (0,64%), perawatan preprostetik sebanyak 11 gigi (0,50%), perawatan ortodontik sebanyak 10 gigi (0,50%), gigi supernumerary sebanyak 5 gigi (0,23%), gigi malposisi sebanyak 6 gigi (0,27%), dan gigi patah atau fraktur sebanyak 1 gigi (0.05%). Kesimpulan penelitian ini adalah penyakit periodontal merupakan indikasi pencabutan gigi yang paling banyak ditemui di Klinik Eksodonsia RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada tahun 2014-2018.Item Gambaran Pemakaian Antibiotik Pasca Ekstraksi Gigi oleh Dokter Gigi di Wilayah Kota Bandung(2021-07-09) ZAHRAH DIVA SHASYA; Indra Hadikrishna; Farah Asnely PutriPendahuluan: Tindakan ekstraksi gigi merupakan salah satu tindakan bedah mulut yang sering menggunakan antibiotik dalam prosedurnya. Antibiotik diberikan sebagai bentuk terapi atau pencegahan infeksi pasca tindakan ekstraksi. Studi menunjukan adanya penggunaan antibiotik secara tidak rasional yang dilakukan oleh dokter gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemakaian antibiotik pasca ekstraksi gigi oleh dokter gigi di Kota Bandung. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional menggunakan kuesioner. Sampel pada penelitian ini adalah dokter gigi umum dan spesialis di Kota Bandung. Penelitian ini diikuti oleh 296 dengan menggunakan proportionate stratified random sampling. Hasil: Antibiotik yang paling sering digunakan pada pasien pasca ekstraksi sederhana adalah Amoksisilin 500 mg (83,1%) dan Klindamisin 300 mg (24,3%). Durasi antibiotik yang paling banyak diberikan adalah 5 hari (46,2%). Penelitian ini menemukan adanya peresepan antibiotik pada tindakan ekstraksi gigi sederhana akar tunggal (54,9%) dan akar jamak. (39,2%), pulpitis irreversible (15,2%), serta pulpitis reversible (2%) Simpulan: Sebagian kecil dokter gigi di wilayah Kota Bandung masih memberikan antibiotik pada kondisi yang tidak memerlukan antibiotik, seperti pada tindakan pasca ekstraksi gigi sederhana, pulpitis irreversible, serta pulpitis reversible. Antibiotik berspektrum luas lebih sering diresepkan dengan tujuan untuk mencegah infeksi. Oleh karena itu, pemberian antibiotik pasca ekstraksi gigi sederhana dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasien, diagnosis, dan tingkat kesulitan pencabutan.Item Karakteristik Impaksi Molar Ketiga Rahang Atas pada Populasi Kota Bandung(2021-07-09) ALIFYA FAHIRA; Indra Hadikrishna; Yurika Ambar LitaPendahuluan: Gigi molar ketiga (M3) adalah gigi yang paling sering mengalami impaksi karena paling terakhir erupsi sehingga seringkali tidak memperoleh tempat yang cukup untuk erupsi karena tertahan oleh gigi di depannya. Karakteristik impaksi gigi M3 dapat berbeda pada setiap orang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik impaksi M3 rahang atas berdasarkan usia, jenis kelamin, klasifikasi, tindakan, dan anestesi pada populasi Kota Bandung. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data sekunder berupa rekam medis, dan radiografi panoramik di RSGM Unpad menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan karakteristik impaksi menggunakan klasifikasi berdasarkan Archer, Shiller, Jung dan Cho serta Killy dan Kay yang dianalisis melalui software ImageJ secara interobserver, dan intraobserver. Hasil diuji menggunakan metode perhitungan Kappa untuk reliabilitas data. Hasil: Terdapat 134 gigi impaksi dari 102 pasien kasus impaksi dengan 67 (66,34%) perempuan. Kasus impaksi gigi paling banyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun (60,4%). Impaksi Kelas B, 82 kasus (60,9%); distoangular, 76 kasus (56,72%); hubungan dengan sinus maksilaris Kelas 3, 70 kasus (52,24%); dan jumlah akar satu fusi, 87 kasus (64,93%) adalah kasus impaksi yang paling banyak ditemukan. Mayoritas tindakan dilakukan melalui odontektomi 89 kasus (87,25%) dan menggunakan anestesi lokal 65 (63,73%). Simpulan: Penelitian mengenai karakteristik M3 rahang atas, baik dalam hal posisi, angulasi, dan kaitannya dengan usia serta jenis kelamin, diperlukan dalam menegakkan diagnosis sehingga rencana perawatan dan tatalaksana yang dilakukan oleh klinisi menjadi lebih tepat dan aman. Radiografi panoramik masih dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi dan diagnosis dalam menyusun rencana perawatan walaupun memiliki keterbatasan.Item Karakteristik Kasus Di IGD RSGM Unpad Sebelum dan Selama Pandemi COVID-19 : Studi Retrospektif(2023-09-19) RAHIMAHULLAH KAMILATINNISA QURRATAAYUNI; Indra Hadikrishna; Endang SjamsudinPendahuluan :Pandemi COVID-19 berdampak pada mobilitas dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Regulasi pemerintah terutama untuk pelayanan kesehatan gigi yaitu hanya menerima pasien emergensi saja, bahkan beberapa negara menggunakan teledentistry karena dokter gigi basisnya prosedural, dimana menggunakan alat berhubungan dengan aerosol dan droplet manusia dan resiko tertularnya tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kasus di IGD RSGM Unpad sebelum dan selama pandemi COVID-19. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif melalui teknik total sampling dari data sekunder seluruh rekam medis pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad Bandung periode 2018-2022. Data yang dikumpulkan berupa data pasien dengan diagnosa penyakit, terapi, usia, dan jenis kelamin. Hasil: Pasien sebelum pandemi COVID-19 berjumlah 392 orang dengan diagnosa terbanyak adalah Gingivitis Kronis 123 (31,4%) kasus; dan Pulpitis Reversible 59 (15,1%). Selama pandemi COVID-19 jumlah pasien 136 dengan diagnosa terbanyak adalah Cleft Lip and Palate 33 orang (24,3%) kasus; dan Abses Mulut 17 (12,5%) kasus. Jenis kelamin perempuan (50,9%) lebih banyak mengunjungi IGD sebelum pandemi, sedangkan kunjungan laki-laki (62,5%) selama pandemi. Jenis tindakan berjumlah 593 dengan usia terbanyak 20 hingga 60 tahun. Simpulan: Jumlah kunjungan pasien IGD RSGM Unpad lebih banyak sebelum pandemi dengan jenis kelamin perempuan, dan kasus terbanyak Gingivitis Kronis serta Pulpitis Reversible. Selama pandemi jenis kasus terbanyak Cleft Lip and Palate dan Abses Mulut. Terapi terbanyak sebelum pandemi 139 skeling rahang atas dan bawah (33,2%) dan selama pandemi 52 konsultasi (29,9%) ada pada pasien dewasa muda.Item PENGARUH PENGGUNAAN MUSIK RELAKSASI DAN EFEK BINAURAL BEAT TERHADAP NADI, TEKANAN DARAH, DAN ENZIM ALFA AMILASE SALIVA SEBAGAI INDIKATOR KECEMASAN PADA PASIEN YANG AKAN MENJALANI PROSEDUR ODONTEKTOMI(2019-04-11) JENADI BINARTO; Indra Hadikrishna; Endang SjamsudinPendahuluan: Kecemasan dental merupakan permasalahan yang banyak dijumpai dalam praktik keseharian, utamanya pada saat akan dilakukan perawatan bedah odontektomi. Musik banyak digunakan dalam berbagai studi untuk mengurangi kecemasan, salah satunya adalah musik relaksasi. Musik relaksasi dapat diberikan tambahan efek binaural beat yang mampu memodifikasi gelombang otak menuju ke gelombang alfa (8-13Hz) sehingga menimbulkan respon relaksasi dan menurunkan respon-respon simpatis tubuh. Maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan musik relaksasi dan efek binaural beat dalam menurunkan parameter simpatis berupa denyut nadi, tekanan darah, dan enzim alfa amilase saliva sebagai indikator kecemasan pada pasien pra odontektomi. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penurunan tekanan darah, denyut nadi, dan enzim alfa amilase saliva pada pasien pra odontektomi setelah menggunakan musik relaksasi dengan efek binaural beat dan tanpa efek binaural beat, serta menganalisis perbedaan penurunannya pada kedua kelompok tersebut. Metoda Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental semu dan menggunakan rancangan acak kelompok. Seluruh subjek penelitian dibagi secara merata menjadi tiga kelompok. Kelompok I adalah kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan, kelompok II adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan musik relaksasi tanpa efek binaural beat, dan kelompok III adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan musik relaksasi dengan efek binaural beat. Seluruh subjek penelitian dilakukan pengukuran awal tekanan darah, denyut nadi, dan enzim alfa amilase. Setelah 20 menit intervensi perlakuan, selanjutnya dilakukan pengukuran kembali ketiga parameter tersebut. Hasil Penelitian: Subjek penelitian dalam kelompok musik relaksasi dengan efek binaural beat dan tanpa efek binaural beat mengalami penurunan tekanan darah, denyut nadi, dan enzim alfa amilase saliva secara signifikan (p<0,05) sesudah mendapatkan perlakuan. Sedangkan perbandingan antara kedua kelompok tersebut, penggunaan musik relaksasi dengan efek binaural beat menghasilkan penurunan tekanan darah dan enzim alfa amilase saliva yang signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan penggunaan musik relaksasi tanpa efek binaural beat.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN DEKSAMETASON SUBMUKOSA DENGAN PERORAL SETELAH ODONTEKTOMI MOLAR BAWAH DINILAI DARI KADAR ALFA AMILASE SALIVA DAN PEMBENGKAKAN(2020-01-03) JESSICA WEYNATA; Harmas Yazid Yusuf; Indra HadikrishnaOdontektomi merupakan tindakan bedah mulut minor untuk mengambil gigi impaksi. Prosedur odontektomi berpotensi menimbulkan pembengkakan wajah. Pembengkakan dapat diatasi dengan obat anti inflamasi. Deksametason merupakan anti inflamasi golongan kortikosteroid yang dapat menekan sistem imun. Inflamasi di rongga mulut mempengaruhi mekanisme sekresi saliva. Saliva mengandung biomarker alfa amilase yang dapat mengevaluasi inflamasi rongga mulut. Penggunaan deksametason peroral (enteral) maupun injeksi (parenteral) menimbulkan penekanan saraf otonom sehingga mempengaruhi kadar protein saliva. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi perbandingan efektivitas penyuntikan deksametason submukosa dengan peroral setelah odontektomi molar bawah berdasarkan kadar alfa amilase saliva dan pembengkakan wajah. Penelitian ini dilakukan pada 90 pasien dengan metode Uji Acak Terkontrol. Sampel dimasukkan ke dalam salah satu kelompok yaitu injeksi deksametason 8 mg dosis tunggal pada submukosa, tablet deksametason 0,75 mg tiga kali sehari selama 4 hari, serta kelompok kontrol yang mendapatkan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Pengukuran kadar alfa-amilase saliva dilakukan sebelum dan 2 jam setelah odontektomi sedangkan pembengkakan wajah diukur sebelum dan hari ke-1,3,7 pasca odontektomi. Data dikumpulkan dan dianalisis dengan ANOVA dan uji t untuk melihat perbandingan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pembengkakan dan kadar alfa amilase saliva berkurang secara signifikan (p < 0.05) untuk setiap kelompok perlakuan. Perbandingan antar kelompok juga memperlihatkan bahwa kelompok injeksi mengalami penurunan pembengkakan dan kadar alfa amilase saliva yang paling besar dan kelompok tablet juga mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dapat ditarik simpulan yaitu deksametason membantu mengurangi pembengkakan pasca odontektomi molar bawah. Terapi deksametason injeksi submukosa lebih efektif dibandingkan dengan terapi deksametason tablet.Item Perbandingan Rasa Nyeri pada Pasien yang Menerima Penyuntikan AMSA dengan Alat Suntik Konvensional dan Alat Suntik Berbasis Komputer dengan Musik(2018-07-11) JELITA PERMATASARI; Kirana Lina Gunawan; Indra HadikrishnaAlat dan teknik yang digunakan dalam perawatan gigi menjadi perhatian khusus dalam mengontrol rasa nyeri pada pasien. Tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir rasa nyeri pada tindakan anestesi salah satunya yaitu dengan menggunakan alat suntik berbasis komputer. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan jumlah subjek 18 orang, yang terdiri dari 4 laki-laki dan 14 orang perempuan. Subjek menerima dua kali penyuntikan AMSA dengan menggunakan alat suntik konvensional pada minggu pertama, dan alat suntik berbasis komputer dengan musik pada minggu kedua. Subjek mengisi Visual Analog Scale untuk menilai rasa nyeri yang dirasakan pada saat insersi jarum suntik, deposit cairan anestetikum, dan pelepasan jarum setelah menerima penyuntikan AMSA. Data diolah secara statistik untuk melihat perbandingan rasa nyeri antara kedua alat suntik tersebut. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada saat deposit cairan anestetikum (p0.05). Simpulan penelitian ini adalah alat suntik berbasis komputer lebih meminimalisir rasa nyeri pada saat deposit cairan anestetikum dibandingkan dengan alat suntik konvensional.Item PERBEDAAN APLIKASI SILICONE GEL SHEET DENGAN MICROPOROUS PAPER TAPE DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PADA PASIEN PASCA OPERASI LABIOPLASTI(2020-01-07) YOSSY YOANITA ARIESTIANA; Endang Sjamsudin; Indra HadikrishnaCelah bibir merupakan defek lahir fasial yang paling umum terjadi dan perlu dilakukan terapi secara bedah. Tujuan utama operasi pada celah bibir adalah untuk mengembalikan fungsi makan dan berbicara serta dapat diterima secara estetis. Terjadinya jaringan parut hipertrofik merupakan konsekuensi penyembuhan luka termasuk pada pasca labioplasti. Manajemen jaringan parut menggunakan silicon gel sheet (SGS) dan microporous paper tape (MPT) merupakan pilihan yang umum digunakan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan aplikasi SGS dan MPT dalam mencegah pembentukan jaringan parut hipertrofik pada pasca labioplasti. Penelitian ini dilakukan pada 30 pasien dengan celah bibir unilateral komplit yang telah di labioplasti menggunakan teknik Millard pada September 2018 hingga September 2019 di RSGM Unpad dan Yayasan Celah Bibir dan Langit-langit Bandung menggunakan metode eksperimental kuasi. Seluruh pasien dibagi menjadi tiga kelompok secara acak, Kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan, kelompok perlakuan I yang mendapatkan aplikasi SGS, serta kelompok perlakuan II yang mendapatkan aplikasi MPT. Evaluasi jaringan parut hipertrofik dilakukan dengan parameter subjektif Vancouver Scar Scale (VSS) dan parameter objektif menggunakan perangkat lunak Image-J. Pengambilan data dilakukan pada hari ke-7 pasca operasi dan hari ke-30 pasca operasi. Seluruh data yang terkumpul dievaluasi menggunakan uji t berpasangan dan uji Annova. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aplikasi SGS dan MPT dapat mencegah jaringan hipertrofik (p<0.05), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada aplikasi SGS dan MPT dalam pencegahan jaringan parut hipertrofik pasca labioplasti. Berdasarkan hasil yang diperoleh, tidak terdapat perbedaan pada aplikasi SGS dan MPT dalam pencegahan jaringan parut hipertrofik pasca labioplasti pasien celah bibir unilateral komplit.