Fakultas Kedokteran Gigi
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Fakultas Kedokteran Gigi by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 2412
Results Per Page
Sort Options
Item KADAR KOLESTROL WANITA PREMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE(2012-07-26) NITA CATTLEYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGangguan kardiovaskular umumnya jarang ditemukan pada wanita dalam masa reproduktif, akan tetapi prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan berakhirnya masa reproduktif wanita (menopause). Gangguan kardiovaskular berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Menopause terjadi karena berhentinya aktivitas dari fungsi folikular ovarium, menyebabkan berakhirnya siklus menstruasi secara permanen. Wanita menopause tidak menghasilkan hormon estrogen yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan laju metabolisme tubuh dan merendahkan kadar kolesterol. Tidak adanya estrogen dalam tubuh wanita menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol. Selain menopause, proses penuaan yang berkaitan dengan meningkatnya berat badan dan kurangnya aktivitas fisik, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kadar kolesterol pada wanita. Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi literatur. Studi literatur ini dilakukan untuk membahas mengenai kadar kolesterol pada wanita premenopause dan pascamenopause. Hasil studi pustaka menunjukan adanya peningkatan kadar kolesterol total (TC) dan low-density lipoprotein (LDL) yang disertai penurunan kadar high-density lipoprotein (HDL) setelah wanita mengalami menopause.Item PREVALENSI NURSING MOUTH CARIES PADA ANAK PRASEKOLAH TAHUN 2012(2012-07-27) RINE DIANEGIANTY; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenNursing Mouth Caries merupakan bentuk karies yang sangat spesifik pada anak-anak dan bayi. Biasanya terjadi pada anak 2-4 tahun serta menyerang gigi sulung anterior rahang atas, gigi sulung molar pertama rahang atas dan bawah serta kaninus rahang bawah. Hal tersebut dapat terjadi karena kebiasaan tertidur sambil menghisap botol yang berisi cairan manis (susu formula) dalam jangka waktu yang panjang. Tujuan penelitian untuk mengetahui jumlah anak serta prevalensi NMC pada anak prasekolah di Kota Cimahi. Metode penelitian adalah deskriptif dengan teknik survei. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan total sampel 315 anak prasekolah dari 13 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Hasil penelitian menunjukkan 234 anak atau 74,3% mengalami nursing mouth caries dan 81 anak atau 25,7% tidak mengalami nursing mouth caries. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi nursing mouth caries pada anak prasekolah di Kota Cimahi Tahun 2012 adalah 74.3 % atau ¾ dari jumlah sampel yang diperiksa. Kata kunci : NMC, Prasekolah. ABSTRAK Nursing Mouth Caries is a very specific form of dental caries in children and infants. Nursing Mouth Caries occurs in children aged of 2-4 years old and attack maxillary anterior primary teeth, maxillary and mandibulary first primary molar and mandibulary primary canine. Nursing Mouth Caries happens because of the habit of falling asleep while sucking a bottle containing sweet liquids (baby formula) in prolonged period of time. The aim of this research was to determine the number and the prevalence of preschool children suffering from nursing mouth caries at Cimahi. The research method was descriptive with survey technique. Samples selected by cluster random sampling technique, consisted of 13 kindergartens with 315 preschool children as total sample. The result shows that 234 preschool children or 74.3% have nursing mouth caries and the rest of 81 preschool children or 27.5% do not have nursing mouth caries. The conclusion of this research is that prevalence of Nursing Mouth Caries in preschool children at Cimahi in 2012 is74.3 % or ¾ of the number of samples examined. Keyword: NMC, Preschool.Item PERBEDAAN HASIL PENGUKURAN FREEWAY SPACE PADA POSISI DUDUK TEGAK DENGAN DAN TANPA ELEKTROMIOGRAF(2012-07-30) STEVANI MONIKA HALIM; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Pengukuran freeway space sangat penting dalam pembuatan gigi tiruan, karena tanpa dimensi vertikal yang tepat maka akan menimbulkan ketidaknyamanan dan masalah pada stomatonagtik pada pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran freeway space pada posisi duduk tegak dengan dan tanpa elektromiograf. Metode pengukuran freeway space pada posisi duduk tegak dengan dan tanpa menggunakan elektromiograf bersifat deskriptif komparatif, dengan metode pengambilan sampel purposive sampling, dilakukan pada 10 mahasiswa FKG UNPAD angkatan 2008 laki-laki dan perempuan yang telah memenuhi kriteria. Hasil penelitian ini dianalisis dengan uji statistik t student, menunjukkan perbedaan yang signifikan pada pengukuran dengan dan tanpa elektromiograf dengan posisi duduk tegak. Rata-rata freeway space dengan elektromiograf sebesar 2,38 mm dengan standard deviasi 0,44 mm, sedangkan tanpa elektromiograf sebesar 1,69 mm dengan standart deviasi 0,46 mm. Rata-rata freeway space pada laki-laki dengan elektromiograf sebesar 2,51 mm dengan standard deviasi 0,15 mm, sedangkan tanpa elektromiograf sebesar 1,68 mm dengan standart deviasi 0,43 mm. Rata-rata freeway space pada perempuan dengan elektromiograf sebesar 2,35 mm dengan standard deviasi 0,49 mm, sedangkan tanpa elektromiograf sebesar 1,69 mm dengan standart deviasi 0,50 mm. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pengukuran freeway space dengan elektromiograf pada posisi duduk tegak lebih besar daripada tanpa elektromiograf, freeway space laki-laki dengan dan tanpa elektromiograf tidak lebih besar daripada perempuan. Kata kunci : Freeway Space, Elektromiograf, Dimensi Vertikal Differences Freeway Space Measurement Results in Upright Sitting Position between without and with Electromiograph – Stevani Monika Halim 160110080075 ABSTRACT Measurements of the vertical dimension is very important because without the proper vertical dimension will created stomatognatic problem. This study aims to determine the accurate measurements of FWS with and without electromyography. Measurements of FWS in an upright sitting position with and without use electromyograph done on 10 students FKG UNPAD of 2008 class who have met the criteria. This descriptive comparative study using purposive sampling methods. The results of this study were analyzed by t Student test statistics, showed significant differences in the measurements with and without electromyograph in upright seating position. The average FWS of 2.38 mm with electromyograph with standard deviation of 0.44 mm, whereas without electromyograph of 1.69 mm with a standard deviation of 0.46 mm. Average FWS in men with electromyograph of 2.51 mm with a standard deviation of 0.15 mm, whereas without electromyograph of 1.68 mm with a standard deviation of 0.43 mm. Average FWS in women with electromyograph of 2.35 mm with a standard deviation of 0.49 mm, whereas without electromyograph of 1.69 mm with a standard deviation of 0.50 mm. Conclusion the study show that measurements of FWS with electromyograph in an upright seating position is greater than without electromyograph, FWS of men with and without electromyograph no larger than females. Key words: Freeway Space, Electromyography, Vertical DimensionItem GAMBARAN PERAWATAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN PLAT TITANIUM(2012-07-31) NICKY ARVIANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Fraktur maksilofasial adalah terputusnya kontinuitas tulang-tulang pembentuk wajah seperti mandibula, maksila, tulang nasal, zygoma, palatum, tulang frontal, dan tulang orbita. Metode perawatan fraktur maksilofasial adalah dengan reduksi tertutup atau reduksi terbuka fiksasi internal dengan menggunakan plat titanium. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran kasus fraktur maksilofasial yang difiksasi dengan menggunakan plat titanium dan mengetahui sejauh mana penggunaan plat sebagai alat fiksasi pada perawatan fraktur maksilofasial di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan teknik accidental sampling mengenai kasus-kasus fraktur maksilofasial yang difiksasi dengan menggunakan plat titanium di Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Jumlah total sampel penelitian adalah 135 buah rekam medis pasien dengan diagnosis fraktur maksilofasial. Hasil penelitian memperlihatkan penggunaan plat titanium sebesar 82,24% dari keseluruhan kasus fraktur maksilofasial. Simpulan penelitian yaitu plat titanium digunakan sebagai alat fiksasi pada sebagian besar kasus fraktur maksilofasial di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Kata kunci : fraktur maksilofasial, plat titanium, reduksi terbuka, fiksasi internal. iv Description of Maxillofacial Fracture Treatment Using Titanium Plate – Nicky Arviana - 160110080051 ABSTRACT Maxillofacial fracture is a condition of facial bones discontinuity as in mandible, maxilla, nasal, zygoma, palate, frontal and orbital. Treatment method of maxillofacial fractures areclose reduction or open reduction internal fixation using titanium plates. The aim was to describe maxillofacial fracture cases fixated using titanium plates and to determine the further use of titanium plates as a fixation device at Department of Oral and Maxillofacial Surgery Padjadjaran University Faculty of Dentistry - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. The research was a descriptive retrospective study with accidental sampling technique about maxillofacial fracture cases fixated using titanium plates at Department of Oral and Maxillofacial surgery RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. The samples were 135 medical records diagnosed with maxillofacial fractures. The result shows the use of titanium plates are 82,24% of total maxillofacial fracture cases. The conclusion is titanium plates are used in more than a half of maxillofacial fracture cases treated at RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Keywords : Maxillofacial fracture, titanium plate, open reduction, fixation device, internal fixation. vItem EVALUASI SUBJEKTIF PEMAKAIAN GIGI TIRUAN CEKAT PADA PASIEN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT(2012-07-31) PRILINAR HARDIYANTI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Evaluasi perawatan setelah pemasangan gigi tiruan cekat pada pasien dapat dilakukan dengan cara subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menggunakan kuesioner Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14). Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data evaluasi subjektif pemakaian gigi tiruan cekat dengan pada pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan teknik survei. Sampel diperoleh sebanyak 12 orang dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 5 orang yang memakai mahkota pasak merasa tidak nyaman dan merasa kurang puas saat makan. Selain itu, 4 dari 7 orang yang memakai gigi tiruan jembatan merasa kurang nyaman saat mengunyah. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa masalah yang paling banyak ditemukan selama 7-10 hari memakai gigi tiruan cekat adalah responden merasa tidak nyaman, merasa kurang puas saat makan, dan merasa kurang nyaman mengunyah. Kata Kunci: Evaluasi subjektif, gigi tiruan cekat, OHIP-14 ABSTRACT Evaluation of treatment after post-cementation of fixed prostheses in patients can be done in a subjective manner. Subjective evaluation is done by using Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14) questionnaire. The purpose of this study was to obtain subjective evaluation data of patients treated with fixed prostheses in the Dental Hospital, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University. This study was a descriptive study with survey techniques. Samples size was 12 people that collected by purposive sampling. The result shows that 2 of 5 people who wear post crown feel uncomfortable and feel unsatisfied when having diets. In addition, 4 of 7 people who wear fixed partial denture feel less comfortable to chew. Based on the results of the study, concluded that the most problems experienced by respondents for 7-10 days wearing fixed prostheses are feeling uncomfortable, feeling unsatisfied when having diets, and feeling less comfortable to chew. Keywords: Subjective evaluation, fixed prostheses, OHIP-14Item GAMBARAN KEMAJUAN PERAWATAN DENGAN SEKRUP EKSPANSI RAHANG ATAS PADA CROWDING RINGAN(2012-07-31) ESTER VANIA SULAEMAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang ditujukan untuk memperbaiki susunan gigi dan oklusinya. Perawatan ini membutuhkan waktu yang panjang, sehingga sifat kooperatif pasien sangat berpengaruh dalam kemajuan perawatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kemajuan perawatan pada pasien dengan crowding ringan yang dirawat dengan sekrup ekspansi rahang atas pada alat ortodonti lepasan di Klinik Profesi Ortodonti. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria yang ditentukan. Data diperoleh dari 20 model cetakan rahang pasien dengan crowding ringan yang dirawat menggunakan sekrup ekspansi rahang atas pada alat ortodonti lepasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemajuan perawatan dicapai dengan mengaktivasi sekrup ekspansi secara rutin hingga terjadi pertambahan lebar lengkung gigi serta jarak gigi 14-24 dan 16-26. Simpulan dari penelitian ini adalah pada umumnya kemajuan perawatan dicapai setelah aktivasi sekrup ekspansi sejumlah 9-10 kali, dan diperoleh ruang untuk memperbaiki susunan gigi pada pasien dengan crowding ringan. Faktor yang memberikan pengaruh bermakna dalam kemajuan perawatan adalah jumlah aktivasi dan interval aktivasi sekrup ekspansi. Kata kunci: sekrup ekspansi rahang atas, crowding ringan Description of Maxillary Expansion Screw Treatment Progress in Mild Crowding. Ester Vania Sulaeman - 160110080063 ABSTRACT Orthodontic treatment is a treatment for religning teeth arrangement and its occlussion. It is a long treatment, so a cooperative patient will influence a successful treatment. This research was provided to know the treatment progress in patients with mild crowding who was treated by maxillary expansion screw at The Profession Clinic of Orthodontic. This research used a descriptive method. A technique which used to take the sample was purposive sampling. Data was taken from 20 study casts of patients with mild crowding who had treated with maxillary expansion screw on a removable appliances. The result of this research shows that the treatment progress is achieved by activating the expansion screw frequently until the width of teeth’s curve as well as the range of 14-24 and 16-26 increase. Conclusion of this research is the treatment progress was generally achieved after activating the expansion screw 9-10 times, and provided space to realign teeth in patients with mild crowding. The number of maxillary expansion screw activation and its range are the factors that give a big influence for this treatment progress. Keywords: maxillary expansion screw, mild crowdingItem PREVALENSI PLAK PADA PERMUKAAN ANATOMIS LANDASAN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN AKRILIK SAAT PENYESUAIAN PERTAMA(2012-07-31) RISNA HARTANTRY; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Pengukuran dan penilaian plak pada gigi tiruan dapat memberikaninformasi mengenai status kesehatan mulut yang berkaitan dengan pemakaiangigi tiruan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi ditemukannyaplak pada permukaan anatomis landasan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik saatpenyesuaian pertama. Penelitian ini bersifat deskriptif. Dengan teknik purposive samplingdiperoleh sampel 22 buah gigi tiruan sebagian lepasan akrilik. Pengukuran danpenilaian plak dilakukan dengan teknik planimetrik. Prevalensi plak pada permukaan anatomis landasan gigi tiruan sebagianlepasan saat penyesuaian pertama adalah 86,36% dengan rata – rata skor plak5,83%. Prevalensi plak paling tinggi adalah pada gigi tiruan sebagian lepasanrahang bawah yaitu 63,64% dan dengan pola kehilangan gigi kelas III Kennedyyaitu 54,54%. Simpulan dari penelitian ini yaitu prevalensi plak pada permukaananatomis landasan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik saat penyesuaian pertamasangat tinggi. Kata kunci : prevalensi plak, gigi tiruan sebagian lepasan akrilik, teknik planimetrik, klasifikasi Kennedy ABSTRACT Measurement and assessment of denture plaque can provide informationabout oral health status related use of denture. The aim of this study was todetermine the prevalence of denture plaque found on anatomical surface ofacrylic base removable partial denture (RPD) at first adjustment. This is a descriptive study. By using purposive sampling technique, 22RPDs was taken as samples. Measurement and assessment of plaque usedplanimetric assessment. Prevalence of denture plaque on anatomical surface of acrylic base RPDat first adjustment is 86,36% and the average plaque score is 5,83%. Thehighest prevalence is mandible RPD by 63.64% and Kennedy class III by54.54%. The conclusions of this study is prevalence of denture plaque onanatomical surface of acrylic base RPD at first adjustment is very high. Key words : prevalence of plaque, removable partial dentures, planimetric assessment, Kennedy classificationItem DESKRIPSI DENSITAS TULANG ALVEOLAR PASCAAKTIVASI ALAT ORTODONTI LEPASAN MENGGUNAKAN PENCITRAAN CONE BEAM COMPUTED TOMOGRAPHY 3D(2012-08-01) SARAH NOORHALANNA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Densitas tulang alveolar merupakan kepadatan unsur mineral pada daerah tertentu di tulang alveolar. Salah satu penyebab penurunan densitas tulang alveolar adalah karena gaya yang diaplikasikan dari alat ortodonti. Nilai densitas dapat diukur menggunakan alat radiografi, yaitu Cone Beam Computed Tomography (CBCT). Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan nilai densitas tulang alveolar pascaaktivasi alat ortodonti lepasan dan memberikan informasi pencitraan keadaan densitas kepada dokter gigi dengan menggunakan CBCT. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling. Sebanyak 6 orang sampel diberikan paparan radiasi dengan teknik CBCT sesaat setelah dilakukan aktivasi antara rentang 8-12 kali. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai densitas tulang alveolar pascaaktivasi alat ortodonti lepasan sebesar 642,3 HU untuk anterior maksila dan 706 HU untuk anterior mandibula. Selain itu, nilai densitas terrendah didapatkan pada tulang alveolar di daerah servikal gigi. Sehingga dapat disimpulkan terjadi penurunan nilai densitas tulang alveolar pascaaktivasi alat ortodonti lepasan pada regio anterior mandibula dan di tulang alveolar sekitar servikal gigi. Kata Kunci : Densitas Tulang Alveolar, Alat Ortodonti Lepasan, Cone Beam Computed Tomography 3D Description of Alveolar Bone’s Density After Removable Orthodontic Appliances Activation Using Cone Beam Computed Tomography 3D – Sarah Noor Alanna – 160110080053 ABSTRACT The density of alveolar bone was density of minerals in some certain areas in alveolar bone. Decrease in the density of alveolar bone could be caused by force which was produced by application of removable orthodontic appliances. The value of alveolar bone’s density could be measured by radiography imaging technique named Cone Beam Computed Tomography (CBCT). The objective of this research was to describe value of the alveolar bone’s density in postactivation of removable orthodontic appliances and to provide information for dentists about alveolar bone’s density imaging using CBCT technique. This study was a descriptive research which used an accidental sampling. Six patients were given exposure to radiation with CBCT technique shortly after carried out the orthodontic appliances activation in the range of 8-12 times. The result shows the average of value of alveolar bone’s density in postactivation of removable orthodontic appliances are 642.3 HU in the anterior region of maxilla and 706 HU in anterior region of mandible. Besides, the lowest value of alveolar bone’s density is obtained in cervical region of the teeth. In conclusion, there is a decrease in the density of alveolar bone in post-activation of removable orthodontic appliances in anterior region of mandible and in cervical region of the teeth. Keywords: The density of alveolar bone, removable orthodontic appliances, Cone Beam Computed Tomography 3DItem GAMBARAN KECEPATAN ALIRAN SEKRESI SALIVA PADA PENGGUNA BRONKODILATOR ANTIKOLINERGIK(2012-08-01) SARAH NILAM TIRJANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Penggunaan bronkodilator antikolinergik pada penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) berdampak pada kecepatan aliran sekresi saliva yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kecepatan aliran sekresi saliva pada pengguna bronkodilator antikolinergik. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan terhadap 30 pasien pengguna bronkodilator antikolinergik di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat pada bulan Februari 2012 dengan rentang usia 20 - lebih dari 60 tahun yang dibagi kedalam tiga kelompok usia (20 – 39, 40 – 59 dan lebih dari 60 tahun). Metode pengumpulan saliva yang digunakan adalah metode spitting tanpa stimulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan aliran sekresi saliva ratarata dari masing-masing kelompok usia naracoba tersebut berada di bawah nilai normal kecepatan aliran sekresi saliva tanpa stimulasi (0,3 ml/menit), yaitu 0,25 ml/menit, 0,22 ml/menit, dan 0,15 ml/menit. Simpulan dari penelitian ini diketahui bahwa kecepatan aliran sekresi saliva pada pengguna bronkodilator antikolinergik mengalami penurunan, dimana 50% dari jumlah naracoba mengeluhkan adanya kekeringan pada rongga mulut (serostomia). Kata kunci: saliva, kecepatan aliran sekresi saliva, bronkodilator, antikolinergik, serostomia. ABSTRACT Usage of anticholinergic bronchodilator in patients with asthma and chronic obstructive pulmonary diseases (COPD) impacts the salivary flow rates. The purpose of this study is to obtain a description of salivary flow rates in anticholinergic bronchodilator users. The study method that used is a descriptive with purposive sampling techniques. The study conducted at Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) onto 30 patients that using anticholinergic bronchodilator on February 2012 with range from 20 to above 60 years old age that divided into three age groups (20 – 39, 40 – 59, and above 60 years old). The saliva collecting method that used is spitting method without stimulation. The average salivary flow rates from each of age group are 0.25 ml/minute, 0.22 ml/minute and 0.15 ml/minute, respectively. These average salivary flow rates lies below normal value of salivary flow rates without stimulation (0.3 ml/minute). This study concludes that the salivary flow rates from the anticholinergic bronchodilator patients are decreased which 50% of the patients are complaint about dry mouth (xerostomia). Key words : saliva, salivary flow rates, anticholinergic, bronchodilator, xerostomia.Item THE PREVALENCE OF MALPOSITION THIRD MOLAR WITH TRAUMATIC ULCER(2012-08-01) TUN SHAFIQAH BT TUN ABD MAJID; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRACT Malposition third molar is a condition when the third molar is erupted but in an abnormal position and relation to maxilla and mandible. Due to a frequent mechanical abrasion between the third molar and oral mucosa, a traumatic ulcer resulted. Hence, this research aims to determine the prevalence of traumatic ulcer in regards to a malposed third molar in Oral and Maxillofacial Surgery Department, Rumah Sakit Hasan Sadikin in a periodic of August 2008 to August 2011. The samples taken were all medical records which stated the coveted diagnosis which satisfied the variables of the age, gender and malposed third molar. The method of this research was descriptive retrospective study by using secondary data. This research ratiocinates that the prevalence of malposition third molar with traumatic ulcers is 0.012% with tooth 18 caused most traumatic ulcer. Females predominant this condition and it is common in the third decade of age. Keyword: Malposition ∙ Third molar ∙ Traumatic ulcer ABSTRAK Malposisi gigi molar ketiga adalah suatu kondisi gigi molar ketiga yang telah erupsi tetapi mempunyai hubungan yang abnormal terhadap maksila dan mandibula. Pada kondisi seperti ini seringkali terjadi gesekan atau tekanan mekanik antara gigi dengan mukosa mulut sehingga terbentuk ulkus yang dikenal sebagai ulkus traumatik. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat prevalensi terjadinya ulkus traumatik yang berkaitan dengan malposisi gigi molar ketiga di Instalasi Ilmu Bedah Mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dari Agustus 2008 sampai dengan Agustus 2011. Sampel diambil dari rekam medis yang menyatakan diagnosis yang dimaksudkan dan memenuhi semua kriteria yang ditentukan, yaitu usia, jenis kelamin dan gigi molar ketiga yang malposisi. Metode penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa prevalensi malposisi gigi molar ketiga dengan ulkus traumatik adalah sebesar 0.012%, dengan gigi 18 malposisi yang paling banyak menimbulkan ulkus traumatik, wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki, dan paling sering terjadi pada usia dekade ketiga. Kata kunci : Malposisi ∙ Molar ketiga ∙ Ulkus traumatikItem THE EFFECTIVITY OF TABLE SUGAR AND ASPARTAME ON THE GROWTH OF STREPTOCOCCUS MUTANS(2012-08-01) LEONG LI SHAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRACT Streptococcus mutans is a bacteria which needs sucrose for growth. Table sugar is sucrose, aspartame is a methyl ester of a dipeptide of aspartic acid and phenylalanine which is an artificial sweetener. Aspartame is unique because it tastes very much like table sugar but it does not cause dental caries like table sugar does. This experiment was done by combining table sugar and aspartame to study the effectivity of 20% table sugar, 20% table sugar+0.2% aspartame and 0.2% aspartame on the growth of Streptococcus mutans. The method used in this study was experimental by streaking on TYCSB, a type of selective medium for the growth of Streptococcus mutans and the sucrose concentration was varied using 20% table sugar, 20% table sugar+0.2% aspartame and 0.2% aspartame. The results of this experiment show that Streptococcus mutans grew when streaked on TYCSB when sucrose concentration was substituted with 20% table sugar but it did not grow with 20% table sugar+0.2% aspartame and 0.2% aspartame. The conclusion of this study is that Streptococcus mutans does not grow in TYCSB substituted with aspartame 0.2% and table sugar 20%+aspartame 0.2% but Streptococcus mutans grows when sucrose is substituted with table sugar 20%. Key words: Aspartame, Table sugar, Sucrose, Streptococcus mutans ABSTRAK Streptococcus mutans adalah bakteri yang memerlukan sukrosa untuk pertumbuhannya. Gula meja adalah sukrosa, aspartam adalah pemanis sintetis yang merupakan sejenis dipeptida yang terdiri dari asam aspartat dan fenilalanina. Aspartam unggul karena mempunyai rasa manis yang mirip gula meja dan tidak merusak gigi. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengkaji pengaruh dengan mengkombinasi gula meja 20%, gula meja 20%+aspartam 0.2% dan aspartam 0.2% terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans. Metode eksperimen ini adalah menggunakan teknik penggarisan pada TYCSB, yang merupakan medium selektif untuk pertumbuhan Streptococcus mutans. Sukrosa pada TYCSB diganti dengan gula meja 20%, gula meja 20%+aspartam 0.2% dan aspartam 0.2%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Streptococcus mutans masih tumbuh pada TYCSB dengan gula meja 20% tetapi Streptococcus mutans tidak tumbuh pada TYCSB dengan gula meja 20%+aspartam 0.2% dan aspartam 0.2%. Kesimpulannya, Streptococcus mutans tidak dapat tumbuh ketika sukrosa pada TYCSB diganti dengan aspartam 0.2% dan gula meja 20%+0.2% aspartam namun Streptococcus mutans tetap tumbuh jika sukrosa diganti dengan gula meja 20%. Kata kunci: Aspartam, Gula meja, Sukrosa, Streptococcus mutansItem GAMBARAN MIKROSKOPIS GIGI SEHAT, GIGI DIBAKAR DAN GIGI DIRENDAM AIR ACCU GUNA KEPENTINGAN VISUM DI BIDANG FORENSIK KEDOKTERAN GIGI(2012-08-01) RANDY ROZANO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Gigi merupakan jaringan keras yang tahan akan panas maupun asam, sehingga gigi memiliki peranan penting sebagai bahan pertimbangan forensik kedokteran gigi. Manusia memiliki bentuk gigi yang sama sekitar satu banding dua miliar. Rangsang panas dan asam itu sendiri dapat merubah tampilan baik makroskopik maupun mikroskopik gigi tersebut. Hal ini yang menjadi bahan pembanding yang menarik dalam kepentingan peradilan dan identifikasi forensik kedokteran gigi. Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen untuk mengetahui perubahan mikroskopik jaringan keras gigi pada kasus gigi terbakar dan kasus gigi mendapat perlakuan asam keras. Sampel yang digunakan adalah tujuh gigi, dengan rincian satu gigi normal sebagai pembanding, tiga gigi dibakar dan tiga gigi direndam dalam larutan air accu. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop pada pembesaran 40x pada setiap gigi. Didokumentasikan dengan cara difoto dan dibandingkan dengan gigi sehat. Hasil penelitian diperoleh dengan memperhatikan dan membandingkan struktur mikroskopis serta diperoleh gambaran perbedaan-perbedaan pada gigi dan yang diberi perlakuan dengan gigi normal. Simpulan penelitian ini adalah pada gigi yang dibakar terlihat hilangnya enamel di cemento-enamel junction akibat proses karbonisasi paparan panas sehingga menyebabkan keretakan mikro pada lapisan enamel dan penipisan tubulus dentin, sedangkan pada gigi yang direndam air accu (asam keras) terlihat perubahan warna enamel, keretakan mikro akibat pengeroposan pada enamel dan menipisnya tubulus dentin serta hilangnya batas antara sementum dan dentin. Kata kunci: Gigi, Mikroskopis, Panas, Asa ABSTRACT The hard tissue of the teeth is resistant to heat and acid, so that the teeth have an important role as a material consideration of forensic dentistry. The humans have the same shape of the teeth around one in two billion. The stimuli of burn with high temperature and sour can be change the picture of macroscopic and microscopic tooth. This is the subject of an interesting comparison in the interests of justice and identification of dentistry. This research was a quasi experiment to know a change of microscopic teeth on the hard cases tooth-burning and the case hard acid treatment.. The sample used were seven teeth, with details of one normal as a comparison, three teeth burned and three teeth soaked in a solution of water of accu.. Observations were made using the microscope at 40x enlarged on each tooth. The tooth was documented by means of a photographed and compared with healthy teeth. The results of this study was obtained by observing and comparing the microscopic structure and the obtained differences in the teeth and treated with the picture of normal teeth. Conclusion of this research is on the tooth are burned was visible loss of enamel at the cement-enamel junction as a result of the process of carbonization heat exposure so as to cause a breach of micro on the outer layer of the tooth enamel and thinning of dentin tubules, while the teeth are in the soak water accu (strong acid) seen change in color of enamel, micro cracks due to defective enamel and depletion of tubulus dentine and loss of boundary between the cementum and dentine Keywords: tooth, Microscopic, Heat, Acid iv Bismillahirrohmanirrohiim, PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu terpanjatkan kepada Rasulallah SAW dan keluarganya serta para sahabatnya atas perjuangan dan amanah yang tak pernah padam sampai akhir jaman. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti sidang sarjana strata I (S-1) pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat di selesaikan. Untuk kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Eky S. Soeria Soemantri, drg.,SP.Ort.(K)., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2. Drg. Hj. Murnisari Darjan, MS., selaku pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta arahan selama penyusunan skripsi ini. v 3. Fahmi Oscandar, drg., M.Kes Sp. RKG selaku pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta arahan selama penyusunan skripsi ini. 4. DR. Eriska Riyanti ,drg.,SP.KGA. selaku dosen wali yang selalu memberikan arahan dan dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG UNPAD Bandung 5. Seluruh staf dosen yang telah banyak memberikan sumbangan ilmu selama menjalankan pendidikan di FKG UNPAD. 6. Seluruh staf perpustakaan dan karyawan di bagian akademis FKG UNPAD yang telah membantu penulis selama mengikuti kuliah serta penulisan skripsi ini. 7. Keluarga Papa, Mama, Cica dan keluarga besar penulis yang senatiasa mendukung dalam do’a, semangat dan kasih sayang yang sangat besar. 8. Saudari Cendera Kartika Sari yang selalu memberikan doa, kasih sayang dukungan serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman terbaik dan seperjuanganku, Te-em Harqad dan Nanda, serta Wien, Jagat, Gigih, dan Aisa. Beserta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang senatiasa memberikan semangat dan dukungan bagi penulis. Semoga Allah SWT berkenan melimpahkan berkah atas segala amal baik semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. vi Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran gigi khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bandung, April 2012 vii PenulisItem GAMBARAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN DALAM HAL PROFIL PASIEN DAN KARAKTERISTIKNYA(2012-08-02) RAHMAT IBRAHIM; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan penyakit mulut yang paling umum terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran profil pasien SAR dan karakteristik SAR khususnya di instalasi penyakit mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (RSGM FKG Unpad). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif dengan cara mengambil data pada semua kasus SAR yang ada dalam kartu rekam medis di instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad periode Juli 2009 – Juli 2011. Data ini mencakup profil pasien SAR yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan; serta karakteristik SAR yang terdiri dari tipe, lokasi, lamanya penyembuhan, dan penatalaksanaan SAR. Hasil penelitian ini didapatkan profil pasien SAR sebagian besar terjadi pada: (1) perempuan 74,23%, (2) rentang usia 20-29 tahun 84,66%, (3) tingkat pendidikan universitas 52,15%, dan (4) pada ibu rumah tangga (IRT) dan pasien yang tidak bekerja 84,66%. Sedangkan, karakteristik SAR sebagian besar terjadi pada: (1) tipe SAR minor 96,32%, (2) lokasi mukosa labial 44,29%, (3) durasi sembuh 7-14 hari 63,19%, dan (4) obat antiseptik 64,32%. Simpulan dari penelitian ini adalah gambaran profil pasien SAR lebih banyak terjadi pada perempuan, usia 20-29 tahun, tingkat pendidikan universitas, dan pekerjaan IRT dan pasien yang tidak bekerja. Sedangkan, gambaran karakteristik SAR lebih banyak terjadi pada tipe SAR minor, lokasi mukosa labial, durasi sembuh 7-14 hari, dan penatalaksanaan yang umum diberikan adalah obat antiseptik. Kata kunci: SAR, profil pasien SAR, karakteristik SAR The Description of Recurrent Aphthous Stomatitis Patient’s Profile and Its Characteristic – Rahmat Ibrahim – 160110080089 vii ABSTRACT Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is the most common oral diseases. This study aims to know the description of RAS patient’s profile and its characteristic, especially in installation of oral medicine Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (RSGM FKG Unpad). The method of this study was retrospective descriptive by collecting all the data on the existing RAS cases from the medical record in the installation of Oral Medicine RSGM FKG Unpad during July 2009 - July 2011 period of time. This data divided into RAS patient’s profiles which consists of gender, age, education level, and occupation; and also RAS characteristic which consists of RAS type, location, duration of healing, and treatment of RAS. These results showed that RAS patient’s profiles occurs majority in (1) 74.23% female, (2) 84.66% in 20-29 years range of age, (3) 52.15% patients in the level of university, (4) 84.66% happen mostly in housewife and unemployee patients. RAS characteristics occurs majority in (1) 96.32% as minor type of RAS, (2) 44.29% the location at labial mucosa, (3) 63.19% healing period within 7-14 days, and (4) 64.32% treated with antiseptic. The conclusion that the description of RAS patient’s profiles is more common in women, aged 20-29 years, the level of study is in university, and happen mostly in housewife and unemployee patients. The description of RAS characteristics is more common in minor type of RAS, location at labial mucosa, healing period within 7-14 days, and most of treatment by antiseptic. Keywords: RAS, patient profiles of RAS, characteristics of RASItem PENINGKATAN PH SALIVA SESUDAH MENGONSUMSI KISMIS (THOMPSON SEEDLESS RAISIN) PADA MAHASISWA KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN.(2012-08-02) AYU VIDYA PUTRI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Kismis mengandung fruktosa dan glukosa yang dapat memberikan rangsang rasa manis. Rangsang rasa manis dapat meningkatkan sekresi saliva. Mengonsumsi kismis dapat memengaruhi pH saliva.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sebelum mengonsumsi kismis dan setelah mengonsumsi kismis terhadap pH saliva. Penelitian ini merupakan eksperimental semu, dengan menggunakan uji Wilcoxon dalam analisis data statistik. Penelitian dilakukan pada 38 orang mahasiswaklinik FKG UNPAD, denganusia rata-rata 18-24 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur pH saliva sebelum dan sesudah mengonsumsi kismis (Thompson seedless raisin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pH saliva sebelum mengonsumsi kismis adalah 6,87 dan sesudah mengonsumsi kismis adalah 7,20. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan signifikan pH saliva sebelumdansesudah mengonsumsikismis(Thompson seedless raisin). Simpulandaripenelitianinimenunjukanbahwaterdapatperubahan pH saliva sebelum dan sesudah mengonsumsi kismis, dengan adanya peningkatan nilai pH saliva sesudah mengonsumsi kismis (Thompson seedless raisin). Kata Kunci : Kismis, Thompson seedless, pH Saliva ABSTRACT Raisins contains fructose and glucose which can provide a sweet taste stimuli. Sweet taste stimuli can increase the secretion of saliva. Consuming raisins may effect on saliva pH. The purpose of this study was to find out the changes of saliva pH before and after consuming raisins. This study was quasi-experimental used the Wilcoxon test statistical analysis.This study was conducted on 38 clinical students of the Faculty of Dentistry Padjadjaran University, in the 18-24 ages range. This study was conducted by measuring saliva pH before and after consuming raisins. The result of this study shows the average of saliva pH before consuming raisins is 6,87 and after consuming raisins is 7,20. That is shown significant increase between saliva pH before and after consuming raisins. The conclusion of this study shows the difference of saliva pH before and after consuming raisins (Thompson seedless raisin), with the increasing of saliva pH after consuming raisins (Thompson seedless raisin). Keywords : Raisins, Thompson seedless, saliva pH. viiItem ANALISIS DIMENSI LINEAR MODEL GIPS HASIL CETAKAN ALGINAT STABILITAS TINGGI YANG MENGALAMI PENUNDAAN PENGECORAN(2012-08-02) MUHAMMAD ERLANGGA MY; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Stabilitas dimensi cetakan alginat sangat penting untuk mendapatkan model yang akurat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan signifikan dimensi linear pada model gips yang dihasilkan dari cetakan alginat stabilitas tinggi yang mengalami penundaan pengecoran selama 5 hari. Penelitian dilakukan secara eksperimental laboratoris menggunakan 20 sampel terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok I dan III merupakan model gips hasil pencetakan alginat stabilitas tinggi dan konvensional yang langsung dilakukan pengecoran. Kelompok II dan IV merupakan model gips hasil pencetakan alginat stabilitas tinggi dan konvensional yang ditunda selama 5 hari dalam wadah dengan kelembaban 100%. Perubahan dimensi diukur pada diameter bagian atas dalam arah bukal-lingual, distal-mesial, serta jarak antar gigi menggunakan jangka sorong digital merk Mitutoyo berskala 0,01 mm. Hasil rata-rata diameter mesial-distal (a) kelompok I, II, III sebagai kontrol, dan IV adalah 8,410 mm, 8,520 mm, 8,420 mm, dan 8,620 mm. Rata-rata diameter mesial-distal (b) adalah 8,314 mm, 8,416 mm, 8,315 mm, dan 8,513 mm. Rata-rata jarak antar gigi (c) adalah 13,312 mm, 13,240 mm, 13,316 mm, dan 13,191 mm. Rata-rata diameter bukal-lingual (d) adalah 8,411 mm, 8,530 mm, 8,410 mm, dan 8,608 mm. Rata-rata diameter bukal-lingual (e) adalah 8,350 mm, 8,441 mm, 8,340 mm, dan 8,524 mm. Data diuji secara statistik dengan metode ANOVA (α = 0,05). Simpulan penelitian ini menunjukan model gips hasil pencetakan alginat stabilitas tinggi yang mengalami penundaan pengecoran selama 5 hari mengalami perubahan secara signifikan. Kata kunci : cetakan alginat, penundaan pengecoran, model gips, dimensi linear ABSTRACT Dimensional stability of alginate impression is important to obtain an accurate cast. This study was to find the linear dimensional changes of the cast made from delayed pour high stability alginate impression after 5 days. This experimental laboratory study used 20 samples, divided into 4 groups. First and third group were the generated cast produced by immediately pour into high stability and conventional alginate impressions. Second and fourth group were the generated cast produced by delayed pour into alginate impression for 5 days in storage with 100% humidity. Dimensional changes were measured in the upper part of the cast from buccal-lingual and mesial-distal direction and also measured in the outer distance between the upper cast used Mitutoyo digital caliper scaled 0.01 mm. The result of mesial-distal (a) diameter average of group I, II, III as control, and IV were 8,410 mm, 8,520 mm, 8,420 mm, and 8,620 mm. Meanwhile, diameter averages of mesial-distal (b) were 8,314 mm, 8,416 mm, 8,315 mm, and 8,513 mm. The averages of distance between each teeth (c) were 13,312 mm, 13,240 mm, 13,316 mm, and 13,191 mm. The diameter averages of buccal-lingual (d) were 8,411 mm, 8,530 mm, 8,410 mm, and 8,608 mm. The diameter averages of buccal-lingual (e) were 8,350 mm, 8,441 mm, 8,340 mm, and 8,524 mm. The data were analyzed using ANOVA (α = 0.05). The result show there were significant linear dimensional changes on gypsum cast made from high stability alginate impression and then poured after 5 days. Keyword: alginate impression, delayed pour, gypsum cast, linear dimensionalItem EFEKTIFITAS LARUTAN DAUN SIRIH MERAH TERHADAP PLAK(2012-08-02) BLOFOMA M VERANSA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenEfektifitas Larutan Daun Sirih Merah Terhadap Plak–Blofoma Mohentaeses Veransa-160110080049 iv ABSTRAK Pengendalian plak secara kimiawi terbukti efektif dalam membantu mengurangi pembentukan plak pada gigi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas larutan daun sirih merah terhadap pencegahan pembentukan plak pada gigi. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu dengan design cross-over dan sistem double blind. Sampel dipilih dari mahasiswi angkatan 2008 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran secara purposive sampling sebanyak 30 orang.. Subjek penelitian mendapatkan dua kali perlakuan yaitu berkumur dengan larutan daun sirih merah atau berkumur dengan air mineral sebanyak tiga kali sehari selama dua hari. Penilaian plak dilakukan pada hari ketiga dengan menggunakan indeks plak Quigley dan Hein modifikasi dari Turesky, Gilmore dan Glickman. Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan uji t tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berkumur menggunakan larutan daun sirih merah, nilai plaknya lebih kecil, sedangkan subjek penelitian yang berkumur dengan air mineral, nilai plaknya lebih tinggi. Perhitungan secara statistik memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara berkumur dengan larutan daun sirih merah dan air mineral. Kesimpulan penelitian ini adalah berkumur dengan larutan daun sirih merah efektif untuk mencegah pembent ukan plak pada gigi. Kata kunci : sirih merah, plak gigi, indeks plak. Effectivity of Pipper Crocatum Leaf Solution on Plaque–Blofoma Mohentaeses Veransa–160110080049 v ABSTRACT Chemical plaque control has been proven effective to help descreasing plaque growth. This research is conducted to find out the effectivity Pipper crocatum leaf solution for controlling dental plaque. The type of this research is a quasi-experimental research using the crossover design and the double blind system. The research sample consist of 30 female student of Faculty of Dentistry of Padjadjaran University, chosen by purposive sampling. The research subject get treated two times, that is, rinsing with Pipper crocatum leaf solution or rinsing with mineral water three times in two days. Plaque is assessed using Quiqley and Hein Index-Modified by Turesky, Gilmore and Glickman. The plaque is scoring on the third day. The data is being analyzed by the t test independent. Research results indicate that in the research subject rinsing with Pipper crocatum leaf solution there is a descrease in plaque, whereas in research subjects who rinsing with mineral water there is an increase in plaque. Statistical calculations give the results that there are significant differences in plaque value between rinsing with Pipper crocatum leaf solution and mineral water. The conclusions of this research is that rinsing with Pipper crocatum leaf solution effective to prevent dental plaque growth. Key words : pipper crocatum, dental plaque, plaque indexItem PREVALENSI KISTA DENTIGEROUS AKIBAT IMPAKSI GIGI MOLAR TIGA BAWAH .(2012-08-02) HANIFAH NURAINI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Kista dentigerous merupakan kista odontogenik perkembangan yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi, terjadi akibat akumulasi cairan antara epitel email tereduksi, paling sering terjadi pada molar tiga mandibula. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar prevalensi kista dentigerous pada pasien akibat impaksi gigi molar tiga bawah yang berkunjung ke bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis pasien selama periode Juli 2006 – Juni 2011. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 316 (0,78%) kasus kista oromaksilofasial pada periode tersebut. Kista dentigerous merupakan jenis kista odontogenik terbanyak yang ditemukan yaitu sebesar 48,64%. Kista dentigerous paling banyak disebabkan oleh impaksi gigi molar tiga bawah yaitu sebesar 13,89%. Penderita kista dentigerous akibat impaksi gigi molar tiga bawah pada laki-laki sama jumlahnya dengan perempuan yaitu masing-masing sebesar 50%. Kelompok umur yang paling banyak menderita kista dentigerous akibat impaksi gigi molar tiga bawah adalah kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebesar 40%. Terapi yang paling sering dilakukan adalah enukleasi sebanyak 100%. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kista dentigerous paling banyak disebabkan impaksi gigi molar tiga bawah, dengan frekuensi pada laki-laki sama dengan perempuan, paling banyak diderita oleh kelompok umur 41-50 tahun, dan terapi yang paling banyak dilakukan adalah enukleasi. Kata kunci: kista dentigerous, impaksi, molar tiga bawah ABSTRACT Dentigerous cyst is an odontogenic cyst that surrounds the crown of an impacted tooth, caused by fluid accumulation between the reduced enamel epithelium and the enamel surface, usually associated with mandibular third molars. The purpose of this study was to find out the prevalence of dentigerous cyst caused by impaction of mandibular third molar at the oral and maxillofacial surgery department of Dr. Hasan Sadikin hospital Bandung. This was a descriptive survey study. Samples were taken from the data of patient’s medical record from July 2006 until June 2011. The result of this study showed the number of oromaxillofacial cyst cases in that period was 316 (0,78%). Dentigerous cyst was the most common odontogenic cyst (48,64%). Dentigerous cyst most commonly caused by impaction of mandibular third molar (13,89%). The amount of male and female patients with dentigerous cyst was the same (50% each). Age group that suffered dentigerous cyst due to impaction of mandibular third molars the most was ages of 41-50 years (40%). The most choosen therapy was enucleation (100%). The conclusion of this study showed that dentigerous cyst due to impaction of mandibular third molars was the most common, with the same frequency in male and female, the most common age group was 41-50 years, and therapy that mostly choosen was enucleation. Key words: dentigerous cyst, impaction, mandibular third molarItem GAMBARAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PENGENDARA SEPEDA MOTOR YANG MENGGUNAKAN HELM.(2012-08-02) ERZA KURNIAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Fraktur maksilofasial banyak terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terutama pada pengendara sepeda motor. Hal ini sangat dipengaruhi oleh penggunaan helm, baik helm terbuka maupun tertutup. Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan di Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai fraktur maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor yang menggunakan helm. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama periode Januari 2009 – November 2011 tercatat 116 pasien dari 759 kasus fraktur (15,28%). Fraktur akibat kecelakaan sepeda motor banyak terjadi pada laki-laki (80,17%) daripada perempuan (19,83%). Berdasarkan jenis helm, fraktur maksilofasial akibat kecelakaan sepeda motor banyak terjadi pada pengguna jenis helm half face (86,33%) lebih besar dari pengguna helm full face (13,67%). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa fraktur maksilofasial akibat kecelakaan sepeda motor tercatat 116 kasus. Jenis frantur maksilofasial yang paling sering terjadi adalah fraktur dentoalveolar. Fraktur maksilofasial akibat kecelakaan sepeda motor lebih banyak terjadi pada laki-laki. Katakunci : fraktur maksilofasial, helm, kecelakaan sepeda motor ABSTRACT Many of maxillofacial fractures in trafic accidents, especially occurred to motorcyclists. The fractures is strongly influenced by the use of helmets, either half face or full face helmets. The research was design as a descriptive study and conducted in Oral and Maxillofacial Surgery RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. The objective itself is to obtain information about the fractures occurred to motorcyclist using helmets. Within the period of January 2009 – November 2011, the study result recorded amount of 116 out of 759 fracture cases (15,28%). Based on its occurrence 80,17% happened to male, and 19,83% happened to female motorcyclist. The study also recorded that based on type of helmets, the occurred of accident those using half face type 86,33% and 13,67% in those using full face type. The study concluded that maxillofacial fracture in motorcycle accidents recorded 116 fracture cases. Type of maxillofacial fractures the most commonly occur due to motorcyclist accident is dentoalveolar fracture. Maxillofacial fracture in motorcycle accidents often occurred in males Keywords : maxillofacial fracture, helmets, motorcycle accidents viiiItem PEMILIHAN RESTORASI GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK(2012-08-02) ARAWINDA PARAMITHA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Perawatan endodontik bertujuan untuk menjaga fungsi gigi dalam lengkung rahang. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kegagalan perawatan endodontik seringkali disebabkan kegagalan restorasinya dibandingkan dengan kegagalan perawatan endodontik itu sendiri. Syarat intervensi minimal dalam konservasi tidak menjadi prioritas dalam preparasi akses. Akses preparasi membutuhkan pembuangan atap kamar pulpa yang merupakan pemersatu dinding-dinding kavitas, mengakibatkan gigi menjadi lebih rentan terhadap fraktur. Kehilangan struktur gigi dalam jumlah besar akan mengurangi kekuatan dari gigi, karena itu restorasi yang digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang harus tepat dan dapat bertahan dalam jangka waktu lama pada gigi. Hal ini menyebabkan pemilihan restorasi setelah perawatan endodontik menjadi sangat penting. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan endodontik adalah restorasi setelah perawatan endodontik yang adekuat. Restorasi gigi setelah perawatan endodontik sangat bergantung pada sisa jaringan gigi sehat yang tersisa, sehingga diharapkan klinisi dapat memilih jenis restorasi yang sesuai pada gigi setelah perawatan endodontik agar didapatkan hasil yang optimal dari perawatan endodontik. Kata kunci: Restorasi Gigi, Perawatan Endodontik ABSTRACT The aim of endodontic treatment was to maintain the function of teeth in the arch. Some studies suggest that the failure of endodontic treatment is oftenly caused mainly by failure of restoration than endodontic treatment itself. Minimum intervention in terms of conservation is not a priority in access preparation of access. Access requires banishment of roof preparation, resulting in more susceptible to fracture. Loss of tooth structure in bulk will reduce the strength of tooth, because its restoration used to replace missing structure must be appropraite and may persist for a long time on the tooth. This led to selection of restoration is very important. There are several requirements for restoration can survive in long term. One of factors that influence the success of endodontic treatment is the adquate restoration. Clinicians are expected to choose the appropriate type of restoration on tooth after endodontic treatment, in order to obtain optimal results of endodontic treatment. Key words: Tooth restoration, Endodontic treatmentItem PENGGUNAAN ALAT STABILISASI PADA PENANGANAN FRAKTUR DENTOALVEOLAR ANAK(2012-08-02) ASRI FITRIASARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya disebabkan trauma. Pasien trauma pada anak berbeda dengan orang dewasa meskipun memiliki luka yang serupa. Pasien anak memiliki kemampuan penyembuhan cepat dan komplikasi yang minimal karena vaskularisasi yang baik dari wajah dan kemampuan pertumbuhan yang merupakan sifat pada anak untuk beradaptasi. Tindakan menggunakan alat stabilisasi atau biasa disebut alat stabilisasi bertujuan untuk menjaga agar retakan, patahan, atau pergeseran gigi dapat dipertahankan pada posisi normal. Alat stabilisasi yang baik diupayakan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi anak. Anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiografi diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dentoalveolar. Rencana perawatan fraktur dentoalveolar secara umum adalah reposisi dan fiksasi gigi yang mengalami trauma. Simpulan studi literatur ini menyatakan bahwa penanganan fraktur dentoalveolar akan berhasil jika perawatan segera dilakukan dengan alat serta metode stabilisasi tergantung pada tingkat kerusakan jaringan, morfologi, dan perkembangan gigi. Alat stabilisasi dengan teknik adhesif merupakan pilihan perawatan yang cukup ideal untuk penanganan fraktur dentoalveolar pada anak karena mudah diaplikasikan, nyaman, dan cukup adekuat untuk memfiksasi gigi yang mengalami fraktur atau luksasi. Kata Kunci: Fraktur, Dentoalveolar, Anak, Alat Stabilisasi vi