Teknik Geologi (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Teknik Geologi (S2) by Subject "Air Tanah"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
Item KARAKTER AIR TANAH PADA DAERAH PROSPEK PANASBUMI SONGGORITI - G. KAWI, JAWA TIMUR(2011) ELLY YULIA ZAHRAH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSARI Batuan penyusun daerah panasbumi Songgoriti � Gunung Kawi, berupa batuan vulkanik berumur Kuarter, Teras Sungai dan alluvium. Indikasi adanya suatu sistem panas bumi di daerah penelitian diketahui berdasarkan adanya manifestasi permukaan berupa mataair panas/hangat, batuan ubahan hidrotermal, dan fosil �mud pool�. Deliniasi konfigurasi bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis, diintegrasikan dengan data geologi permukaan, dapat mengelompokkan aliran air tanah daerah penelitian, menjadi : �Reservoir Panasbumi atau aliran air tanah dalam atau airtanah regional� dan �air tanah dangkal atau air tanah dekat permukaan�. Berdasarkan klasifikasi fasies air menurut Black (Black, 1961 dalam Schwartz & Zhang, 2003), maka fasies air di daerah penelitian adalah : - Mataair panas/hangat : klorida-sulfat-bikarbonat, sodium-kalsium (Cl- SO4, Na-Ca) - Mataair Dingin : bikarbonat, kalsium-sodium (HCO3, Ca-Na) Plotting masing-masing unsur atau komponen kimia air dari sampel air pada diagram batang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya kecenderungan atau pola pada arah tertentu, dalam hal ini pada arah Barat - Timur dan Utara � Selatan. Plotting antara klorida dengan unsur-unsur lainnya, pada scattered diagram dari sampel mataair panas/hangat (MAP) dan mataair dingin (MAD), diantaranya adalah HCO3, SO4, Na, K, Ca, Mg, SiO2, Li, B, memperlihatkan kelompok mataair hangat dengan kelompok mataair dingin yang terpisah, dan tidak memperlihatkan adanya hubungan secara langsung diantara kedua kelompok tersebut. Kandungan kimia unsur SiO2, B, Na, K, Li, yang terdapat dalam air panas umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat dalam air dingin. Berdasarkan data tersebut, disimpulkan bahwa mataair dingin di daerah penelitian umumnya tidak mengindikasikan adanya pengaruh sistem panasbumi, kecuali mataair yang berada di sekitar mataair hangat, yaitu di Songgoriti dan Pujon. ABSTRACT Songgoriti - Gunung Kawi area composed of a Quaternary volcanic rocks, river terraces and alluvium. Indications of a geothermal system in the study area are known by their manifestations, i.e.: hot or warm springs, hydrothermal alteration minerals, and fossil of "mud pool". Delineation of subsurface configuration based on the distribution of rock resistivity value, integrated with surface geological data, could be grouped ground water flows in the study area into : �geothermal reservoir or regional flow� and �shallow groundwater flow or local ground water flow�. Geochemically, based on water facies classification of Black (Black, 1961 in Schwartz & Zhang, 2003), the water facies in the study area are: - Hot or warm Springs : chloride-sulphate-bicarbonate, sodium-calcium (Cl-SO4, Na- Ca) - Cold springs: bicarbonate, calcium-sodium (HCO3, Ca-Na) Plotting of each element or component of the water chemistry on the Bar Diagram was conducted to determine whether there is a trend or pattern in a particular direction, in this case the direction of the West - East and North - South. Chloride plot vs other elements, on Scattered Diagram of hot / warm (MAP) and cold springs (MAD), which are HCO3, SO4, Na, K, Ca, Mg, SiO2, Li, B. In the diagrams shown a group of warm springs with separate group of cold springs, and does not show any direct relationship between the two groups. The SiO2, B, Na, K, Li content in hot water are generally higher than that found in cold water. Based on these data, it is concluded that most of cold springs found in the study area does not give an indication of the influence of geothermal systems, except the cold springs that are located near the hot springs, in the area of Songgoriti and PujonItem KARAKTERISTIK AKUIFER BEBAS ZONA LIKUIFAKSI KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH(2022-08-30) DERRY PRASETYA PUTRA SANTOSA; Mohamad Sapari Dwi Hadian; Zufialdi ZakariaCekungan Air Tanah (CAT) Palu yang berada di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki Luas 417,77 km² sejak gempa berkekuatan 7,7 SR diduga mengalami deformasi dan mempengaruhi karakteristik air tanah khususnya Muka Air Tanah (MAT). Berdasarkan pemodelan geometri akuifer CAT Palu terdiri dari: akuifer bebas yang merupakan Formasi Aluvium dan Endapan Pantai (Qa), memiliki luas 412,69 km² dengan ketebalan 17,77 - 72.48 m, berada pada ketinggian 341 - -2,29 mdpl. Akuitar Bagian Atas yang merupakan Formasi Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (QTms), memiliki luas 391,1 km² dengan ketebalan 0.1 - 20,61 m berada pada ketinggian 268,52 - -20,06 mdpl pada bagian bawah. Akuifer tertekan berupa Formasi Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (QTms), memiliki luas 351,98 km² dengan ketebalan 20,58 - 86,51 m berada pada ketinggian 268,42 - -40,67 mdpl untuk bagian bawahnya. Akuitar Bagian Bawah ini terdiri dari Granit dan Granodiorit (Tmpi), Formasi Tinombo (Tts), Kompleks Batuan Metamorf (Km), Formasi Latimojong (Kls), memiliki luas 78,24 km² dengan ketebalan 3,01 - 4,1m berada pada ketinggian 181,91 - -29,09 mdpl. Pada keempat zona likuifaksi Likuifaksi Balaroa, Likuifaksi Petobo, Likuifaksi Jonooge, dan Likuifaksi Sibalaya pada saat sebelum dan sesudah bencana likuifaksi yang terjadi tidak ada perubahan pada kondisi MAT pada akuifer bebas yang berarti, jarak dari titik gempa tidak terlalu menunjukan perubahan yang signifikan pada besaran atau luas zona likuifaksi. Likuifaksi yang terjadi di sekitar CAT Palu ini terjadi akibat adanya pemicu yaitu gempa bumi, tanah yang tidak terkonsolidasi dengan baik dan MAT yang dangkal.Item Karakteristik Hidrogeokimia Air Tanah di Daerah Baleendah-Soreang, Bandung Selatan Provinsi Jawa Barat(2023-09-06) HILMAN NABIL SHIDIQ RAHMATULLOH; Bombom Rachmat Suganda; Mohamad Sapari Dwi HadianKawasan Soreang – Baleendah merupakan kawasan vulkanik yang merupakan bagian dari Cekungan Air Tanah Bandung Soreang bagian selatan. Kawasan vulkanik merupakan daerah resapan air tanah yang baik dan menjadi sumber air bagi masyarakat sekitar. Perkembangan wilayah di wilayah Soreang – Baleendah dapat mengakibatkan penurunan kualitas airtanah yang dipengaruhi oleh faktor alam dan antropogenik. Analisis hidrogeokimia air tanah penting dalam studi manajemen lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan fasies hidrogeokimia serta evolusi hidrogeokimia air tanah dan hal-hal yang mempengaruhinya di kawasan Baleendah – Soreang, Bandung Selatan. Hidrokimia air tanah ditentukan dengan analisis diagram kaku dan diagram piper, sedangkan analisis evolusi hidrogeokimia dilakukan dengan diagram piper segiempat Kloosterman. Berdasarkan sifat fisiknya, airtanah digolongkan sebagai airtanah tawar. Fasies hidrokimia air tanah didominasi oleh fasies CaHCO3 utama yang mewakili aliran air tanah menengah. Pengaruh aktivitas antropogenik dan pertukaran ion yang signifikan telah mempengaruhi evolusi air tanah dari air bikarbonat menjadi air tanah semi-bikarbonat dan akhirnya menjadi air fosil golongan Vc, ditunjukkan dengan adanya fasies NaHCO3, CaMgCl dan CaCl.Item KERENTANAN AIR TANAH PADA SUB-DAS CIKAO DAN KAITANNYA DENGAN SEBARAN KONTAMINASI AIR TNAAH YANG TERJADI DI KECAMATAN JATILUHUR DAN SEKITARNYA, PURWAKARTA, JAWA BARAT(2022-04-15) FAISHAL AZIZ; Mohamad Sapari Dwi Hadian; Teuku Yan Waliana Muda IskandarsyahPengembangan suatu kawasan mengakibatkan pertumbuhan penduduk meningkat. Peningkatan penduduk ini juga mengakibatkan kebutuhan akan air bersih juga meningkat. Air tanah yang merupakan salah satu sumber air bersih masyarakat, kualitasnya bergantung pada kondisi bawah permukaan. Sub DAS Cikao terletak di sebelah timur Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta. Sub DAS ini merupakan bagian dari DAS Citarum. Penurunan kualitas air tanah bisa diakibatkan karena terjadinya pencemaran. Untuk mengetahui tingkat kerentanan suatu daerah dapat dilakukan studi kerentanan airtanah. Salah satunya dengan metode DRASTIC. Metode ini menggunakan 7 parameter, yaitu jarak kedalaman muka air tanah (D), jumlah hujan (R), jenis media akuifer (A), jenis tanah (S), kemiringan lereng (T), jenis media zona vadose (I), dan konduktivitas hidraulik (C). Berdasarkan hasil analisis dengan metode DRASTIC, Sub DAS Cikao memiliki 3 tingkat kerentanan, yaitu Sedang Rendah (9,76 %), Sedang Tinggi (71,56 %), dan Tinggi (18,68 %). Faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kerentanan pada Sub-DAS Cikao, yaitu jarak kedalaman muka air tanah, dan Kemiringan Lereng. Berdasarkan hasil uji kimia air tanah, semua sampel yang diujian masih dalam ambang batas aman. Unsur besi (Fe) dan Nitrat (NO3) pada zona kerentanan sedang rendah (warna hijau tua)memiliki tingkat kandungan yang paling tinggi dibandingkan dengan zona kerentanan tinggi (warna kuning). Untuk pengembangan wilayah selanjutnya harap diperhatikan untuk zona-zona tingkat kerentanan, terutama aspek jarak dari permukaan ke muka air tanah dan kemiringan lerengnya.Item SISTEM AKIFER VULKANIK BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA AIRTANAH DAERAH LERENG UTARA GUNUNG KARANG DAN GUNUNG PARAKASAK KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN SERANG, PROPINSI BANTEN(2013-09-26) M NURSIYAM BARKAH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGunung Karang merupakan gunungapi yang tersusun oleh batuan vulkanik. Pada lereng bagian Utara Gunung Karang telah dilakukan penelitian geofisika untuk membuat model geologi bawah permukaan serta geometri cekungan airtanah. Terdapat empat cekungan air tanah yang telah teridentifikasi pada daerah penelitian, namun penjelasan mengenai sistem akifer belum dikemukakan pada penelitian tersebut. Penelitian mengenai karakteristik fisika-kimia airtanah dapat memberikan penjelasan sistem akifer yang ada dan sedang berlangsung pada keempat cekungan air tanah tersebut. Secara teoris, karakteristik fisika-kimia airtanah dapat mencerminkan proses-proses yang telah atau sedang bekerja pada airtanah. Karakteristik airtanah dipengaruhi oleh beberapa faktor: yaitu geomorfologi, sistem aliran permukaan, stratigrafi, struktur geologi, area tutupan lahan, dan bangunan air. Pada penelitian ini, karakterisasi fisika-kimia airtanah pada cekungan airtanah dilakukan dengan melakukan uji beda antara karakteristik airtanah pada satu cekungan dengan cekungan yang lainnya berdasarkan morfologi, daerah aliran sungai, dan cekungan airtanahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi morfologi dan aliran permukaan mempengaruhi beberapa karakteristik fisika-kimia pada masing-masing cekungan airtanah. Karakteristik fisika-kimia airtanah yang berbeda yaitu: temperatur air, pH, EC, TDS, dan kandungan ion SO4, HCO3, Ca, Na. Hubungan antara karakteristik fisika-kimia tersebut dalam satu cekungan airtanah dapat dijadikan acuan dalam memetakan sistem akifer yang telah dan sedang berlangsung pada masing-masing cekungan airtanah.