Teknik Geologi (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item KANDUNGAN EMAS PADA SEDIMEN LAUT SEBAGAI INDIKASI BATUAN SUMBER DI PERAIRAN BAYAH-CIBOBOS, LEBAK, BANTEN(2013-03-19) HERSENANTO CATUR WIDIATMOKO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Kandungan emas letakan perairan Bayah-Cibobos termasuk ke dalam sebagian Geologi Lembar Leuwidamar (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Secara fisiografi masuk ke dalam Lajur pegunungan Selatan Jawa Barat. Sejak dua puluh tahun yang lalu, telah diketahui adanya kandungan emas dan perak di pesisir pantai. Kandungan emas letakan yang ada telah dimanfaatkan penduduk dengan cara mendulang dengan sebaran cukup luas dari pesisir pantai hingga ke dasar lauti. Tujuan penelitian untuk mengetahui batuan sumber emas yang terdapat dalam sedimen dasar laut dan pesisir pantai, dan mengetahui peran fraksi ukuran butir sedimen terhadap kandungan emasnya Metode penelitian meliputi pengukuran/pengecekan lapangan, sampling batuan sedimen laut, pengukuran batimetri, seismik, struktur geologi, analisis petrografi, mineralografi dan kimia batuan pada sedimen letakan , di pesisir dan laut perairan Bayah-Cibobos. Kandungan emas letakan pada sedimen dasar laut terakumulasi pada sedimen pasir berukuran sangat halus-kasar (0.125-2 mm). Hasil analisis mineral bijih, kimia unsur kandungan Au dan Ag berasosiasi dengan kandungan tinggi logam dasar Fe, Cu, Mn. Diketahui kadar Au 0,15-1,56 ppm, Ag 6,8-7,8 ppm, Fe 38,54-48,64 % dan Cu 4-18 ppm. Hasil uji statistik diketahui batuan sumber intrusi diorit, diorit kuarsa, fraksi ukuran butir berperan terhadap kandungan emas. Kata kunci: kandungan emas letakan, sedimen laut, fraksi ukuran butir , batuan sumber . ABSTRAK Kandungan emas letakan perairan Bayah-Cibobos termasuk ke dalam sebagian Geologi Lembar Leuwidamar (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Secara fisiografi masuk ke dalam Lajur pegunungan Selatan Jawa Barat. Sejak dua puluh tahun yang lalu, telah diketahui adanya kandungan emas dan perak di pesisir pantai. Kandungan emas letakan yang ada telah dimanfaatkan penduduk dengan cara mendulang dengan sebaran cukup luas dari pesisir pantai hingga ke dasar lauti. Tujuan penelitian untuk mengetahui batuan sumber emas yang terdapat dalam sedimen dasar laut dan pesisir pantai, dan mengetahui peran fraksi ukuran butir sedimen terhadap kandungan emasnya Metode penelitian meliputi pengukuran/pengecekan lapangan, sampling batuan sedimen laut, pengukuran batimetri, seismik, struktur geologi, analisis petrografi, mineralografi dan kimia batuan pada sedimen letakan , di pesisir dan laut perairan Bayah-Cibobos. Kandungan emas letakan pada sedimen dasar laut terakumulasi pada sedimen pasir berukuran sangat halus-kasar (0.125-2 mm). Hasil analisis mineral bijih, kimia unsur kandungan Au dan Ag berasosiasi dengan kandungan tinggi logam dasar Fe, Cu, Mn. Diketahui kadar Au 0,15-1,56 ppm, Ag 6,8-7,8 ppm, Fe 38,54-48,64 % dan Cu 4-18 ppm. Hasil uji statistik diketahui batuan sumber intrusi diorit, diorit kuarsa, fraksi ukuran butir berperan terhadap kandungan emas. Kata kunci: kandungan emas letakan, sedimen laut, fraksi ukuran butir , batuan sumber .Item DISTRIBUSI KASITERIT PADA SEDIMEN DASAR LAUT BERDASARKAN BATIMETRI DI PERAIRAN SINGKEP TIMUR KEPULAUAN RIAU(2013-03-19) MOH AKROM MUSTAFA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRACT The research of cassiterite distribution in seafloor sediment in East Singkep waters, Riau Islands, meant to know how far the distribution and cassiterite deposits content which accumulated in sea floor sediments. The activities methods in field, covering are determination of positioning, coastal sediment and sea floor sampling, sounding and seismic reflection data recording. Laboratories analysis consists of : grain size analysis, chemical analysis, mineragraphy and petrographic analysis. Based on minerals analysis in sea floor sediments in the study area were obtained cassiterite ranged between 0.2 ppm to 393 ppm. Cassiterite content predominantly found in seafloor sediments with grain size of sand to gravel which formed by weathering and sedimentation processes of granite rocks at Singkep Island. The depth of the seafloor (bathymetry) in the study area shows, the shallow with a depth of 5-8 meters located near the coast and southwest of the study area is filled by coarse fraction sediments are gravelly sands and sand. While on the part located in the Natuna Sea to the east with a depth of 15 meters filled with sandy silt sediment and silty sand. The statistical result shows that the distribution cassiterite in seafloor sediments in the study area is directly related to granitic rocks as a source rock correlation there is no significant difference between the content of major elements (SiO2) in the seafloor sediments and granitic rocks. Very strong correlation shown in cassiterite content and grain size, the further transport granitic rocks yield fewer and fewer content cassiterite in seafloor sediments. While the influence of the depth of the ocean floor (bathymetry) have shown a strong relationship with cassiterite deposits content in seafloor sediments in the study area have a tendency to accumulate in shallow water or near the shore tends to spread ABSTRAK Penelitian distribusi kasiterit pada sedimen dasar laut berdasarkan batimetri di Perairan Singkep Timur, Kepulauan Riau dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana sebaran dan besarnya kandungan mineral kasiterit yang terakumulasi pada sedimen dasar laut. Metode kegiatan di lapangan, meliputi penentuan posisi pengambilan contoh dan lintasan penelitian, pengambilan contoh sedimen pantai dan dasar laut, pengukuran kedalaman dasar laut dan perekaman data seismik pantul dangkal. Analisis laboratorium yang dilakukan meliputi analisis besar butir, analisis mineragrafi, analisis petrografi dan analisis geokimia. Kandungan kasiterit pada sedimen dasar laut di daerah penelitian berkisar antara 0,2 ppm hingga 393 ppm. Kandungan kasiterit dominan ditemukan pada sedimen dasar laut dengan ukuran butir pasir hingga kerikil sebagai hasil proses pelapukan dan sedimentasi dari batuan beku granit yang terdapat di Pulau Singkep. Kedalaman dasar laut (batimetri) daerah penelitian memperlihatkan, bagian yang dangkal dengan kedalaman 5-8 meter terletak di dekat pantai dan barat daya daerah penelitian yang diisi oleh sedimen fraksi kasar berupa pasir kerikilan dan pasir. Sedangkan pada bagian yang dalam terletak di bagian timur ke arah Laut Natuna dengan kedalaman 15 meter diisi oleh sedimen lanau pasiran dan pasir lanauan Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa distribusi kasiterit pada sedimen dasar laut di daerah penelitian terkait langsung dengan batuan granit sebagai batuan sumber dengan korelasi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kandungan unsur utama (SiO2) pada sedimen dasar laut dan batuan granit. Hubungan korelasi sangat kuat ditunjukkan pada kandungan kasiterit dan ukuran butir, makin jauh hasil transportasi batuan granit makin sedikit kandungan kasiterit pada sedimen dasar laut. Sedangkan pengaruh kedalaman dasar laut (batimetri) mempunyai hubungan kuat ditunjukkan dengan keterdapatan kasiterit pada sedimen dasar laut di daerah penelitian mempunyai kecenderungan terakumulasi pada perairan dangkal atau cenderung tersebar mendekati pantai.Item KARAKTERISASI TIPE FOSILISASI ELEPHAS HYSUDRINDICUS BERDASARKAN METODE ANALISIS SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) DAN PETROGRAFI(2013-01-21) GUSTI MANDIRI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenDitemukannya fosil gajah Blora Elephas hysudrindicus ini merupakan suatu fenomena geologi yang sangat luar biasa melihat dari keutuhan fosil satu individu gajah ini. Fosil ini ditemukan di Dusun Sunggun, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Metoda yang digunakan dalam penelitian Karakteristik tipe fosilisasi Elephas Hysudrindicus ini adalah metoda petrografi, dan Scanning Electron Microscope (SEM) yang dibuktikan dengan penggunaan metoda statistik yang sudah ditentukan. Variabel yang digunakan dalam metode petrografi dan SEM ini adalah melakukan penelitian mineral dari fragmen fosil Elephas hysudrindicus. Hal ini dimaksudkan untuk melihat mineral jenis apa saja yang terdapat dalam tulang fosil tersebut, dan berapa banyak persentase mineral dalam tulang dilihat dari sampel yang baik dan buruk. Pemisahan sampel fragmen fosil tersebut adalah untuk membandingkan hasil sampel yang baik dan buruk, untuk menentukan apakah fosilisasi tersebut termasuk tipe fosilisasi yang baik atau tidak. Unsur mineral pembentuk tulang adalah Kalsit/ Karbonat dan Collophane, sedangkan pada kasus sampel yang telah menjadi fosil pasti setidaknya dipengaruhi oleh oksidasi walaupun dalam jumlah persentase yang kecil. Dalam hal ini oksidasi tersebut mengubah mineral unsur pembentuk tulang menjadi Ilmenit-Magnetit-Oksida Besi.Item KELIMPAHAN DAN DIVERSITAS FORAMINIFERA BENTONIK KECIL RESEN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUBSTRAT SEDIMEN PADA DELTA PLAIN DAN DELTA FRONT DELTA MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR(2010) RD SHEILLA FARADELLA ARIEFANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSARI Daerah penelitian terletak di Delta Mahakam, Kalimantan Timur yang berumur Resen. Sebanyak 28 sampel sedimen permukaan delta plain dan 29 sampel permukaan delta front diteliti untuk mengetahui hubungan aneka variabel sedimen. Variabel-variabel sedimen tersebut adalah jenis substrat dan foraminifera (jumlah individu, jumlah komposisi dinding cangkang, dan diversitas spesies). Berdasarkan analisis pada delta plain dibagi menjadi 6 biofasies yaitu, Biofasies Paratrochammina globorotaliformis dengan zona lingkungan Intertidal - Shelf, Biofasies Globulina gibba dengan zona lingkungan Intertidal , Biofasies Paratrochammina simplissima dengan zona lingkungan Shelf, Biofasies Pseudoparella zhengae dengan zona lingkungan Shelf, Biofasies Lagena dengan zona lingkungan Shelf, dan Biofasies Paratrochammina globorotaliformis-Paratrochammina simplissima dengan zona lingkungan Intertidal - Shelf. Delta front dibagi menjadi 6 biofasies yaitu, Biofasies Ammonia beccarii A dengan zona lingkungan Inner Shelf-Shelf , Biofasies Ammonia beccarii B dengan zona lingkungan Inner Shelf-Shelf, Biofasies Ammonia beccarii C dengan zona lingkungan Inner Shelf, Biofasies Ammonia beccarii D dengan zona lingkungan Shelf, Biofasies Ammobaculites agglutinans dengan zona lingkungan Inner Shelf – Shelf, dan Biofasies Ammonia beccarii E dengan zona lingkungan Inner Shelf. Hasil uji statistik terhadap beberapa variabel sedimen pada delta plain menunjukkan bahwa dari 20 uji hubungan yang dilakukan, 10 uji menunjukkan hasil signifikan, sedangkan, pada delta front dari 25 uji hubungan yang dilakukan, 14 uji menunjukkan hasil signifikan. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa kelimpahan, diversitas, dan komposisi dinding cangkang foraminifera dipengaruhi oleh substrat sedimen terutama oleh sedimen pasir. Berdasarkan penyebaran biofasies,delta plain menunjukkan adanya perubahan lingkungan dari dangkal ke dalam, sedangkan pada delta front menunjukkan adanya perubahan lingkungan laut dangkal dan laut yang lebih dalam secara bergantian. ABSTRACT The reaserch is located at Recent Mahakam Delta, East Kalimantan. A total of 28 sediment samples of delta plain and 29 samples of delta front are studied to determine the relationship between various sediment variables. The variable sediments are include substrates adan foraminifera (number of spesies, composition of shell, and spesies diversity). Based on cluster analysis delta plain divided into 6 biofacies which are: Biofacies Paratrochammina globorotaliformis (Intertidal – Shelf Zone), Biofacies Globulina gibba (Intertidal Zone) , Biofasies Paratrochammina simplissima (Shelf Zone), Biofacies Pseudoparella zhengae (Environment Shelf), Biofasies Lagena (Environment Shelf), and Biofacies Paratrochammina globorotaliformis-Paratrochammina simplissima (Environment Intertidal – Shelf Zone). Meanwhile delta front biofacies is divided into 6 which are: Biofacies Ammonia beccarii A (Inner Shelf-Shelf Zone) , Biofasies Ammonia beccarii B (Inner Shelf-Shelf Zone), Biofasies Ammonia beccarii C (Inner Shelf Zone), Biofacies Ammonia beccarii D (Shelf Zone), Biofacies Ammobaculites agglutinans (Inner Shelf – Shelf Zone), and Biofacies Ammonia beccarii E (Inner Shelf). The statistic result of some variable sediments in delta plain shows that from 20 correlation only 10 with significance correlation. Meanwhile, in delta front there are only 14 significance correlation from 25 correlation. Base on those correlations, abundaces, diversity, and foraminifera shell composition are affected by substrate espcially sand substrate. Biofacies distribution in the delta plain shows there are enviromental changesfrom shallow water to deep water. On the other hand, biofacies distribution in the delta front shows there are enviromental changesfrom shallow water to deep water inturn.Item SISTEM AKIFER VULKANIK BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA AIRTANAH DAERAH LERENG UTARA GUNUNG KARANG DAN GUNUNG PARAKASAK KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN SERANG, PROPINSI BANTEN(2013-09-26) M NURSIYAM BARKAH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGunung Karang merupakan gunungapi yang tersusun oleh batuan vulkanik. Pada lereng bagian Utara Gunung Karang telah dilakukan penelitian geofisika untuk membuat model geologi bawah permukaan serta geometri cekungan airtanah. Terdapat empat cekungan air tanah yang telah teridentifikasi pada daerah penelitian, namun penjelasan mengenai sistem akifer belum dikemukakan pada penelitian tersebut. Penelitian mengenai karakteristik fisika-kimia airtanah dapat memberikan penjelasan sistem akifer yang ada dan sedang berlangsung pada keempat cekungan air tanah tersebut. Secara teoris, karakteristik fisika-kimia airtanah dapat mencerminkan proses-proses yang telah atau sedang bekerja pada airtanah. Karakteristik airtanah dipengaruhi oleh beberapa faktor: yaitu geomorfologi, sistem aliran permukaan, stratigrafi, struktur geologi, area tutupan lahan, dan bangunan air. Pada penelitian ini, karakterisasi fisika-kimia airtanah pada cekungan airtanah dilakukan dengan melakukan uji beda antara karakteristik airtanah pada satu cekungan dengan cekungan yang lainnya berdasarkan morfologi, daerah aliran sungai, dan cekungan airtanahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi morfologi dan aliran permukaan mempengaruhi beberapa karakteristik fisika-kimia pada masing-masing cekungan airtanah. Karakteristik fisika-kimia airtanah yang berbeda yaitu: temperatur air, pH, EC, TDS, dan kandungan ion SO4, HCO3, Ca, Na. Hubungan antara karakteristik fisika-kimia tersebut dalam satu cekungan airtanah dapat dijadikan acuan dalam memetakan sistem akifer yang telah dan sedang berlangsung pada masing-masing cekungan airtanah.Item KERAPATAN PENGALIRAN DAN KEMIRINGAN LERENG SEBAGAI INDIKATOR ANOMALI BOUGUER DI DAS CIMANUK BAGIAN HULU, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT(2013-01-21) JUKEPSA ANDAS; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara kerapatan pengaliran dan kemiringan lereng dengan nilai anomali bouguer sebagai karakteristik fisik batuan di DAS Cimanuk bagian hulu daerah Kabupaten Garut, provinsi Jawa Barat. Lokasi daerah penelitian secara geografis adalah 107° 42’ 3,53†BT - 108° 5’ 50,31†BT dan 7° 6’ 53,51†LS - 7° 24’ 41,88†LS. Dalam penelitian ini telah disusun tiga (3) hipotesis, yaitu: satu (1) semakin kecil nilai kerapatan pengaliran maka nilai anomali bouguer akan semakin besar; dua (2) semakin besar nilai kemiringan lereng maka nilai anomali bouguer akan semakin besar; (3) semakin kecil nilai kerapatan pengaliran maka nilai kemiringan lereng akan semakin besar. Metode yang dilakukan adalah dengan dibuat grid seluas 500 m x 500 m di daerah DAS Cimanuk bagian hulu, didapat grid sebanyak 3310 grid. Grid-grid tersebut berisi informasi variabel-variabel berupa kerapatan pengaliran, kemiringan lereng, nilai anomali bouguer, kerapatan kontur anomali bouguer, dan litologi. Satuan geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi empat (4) yaitu Satuan Pedataran, Satuan Perbukitan Landai, Satuan Perbukitan Agak Curam, dan Satuan Perbukitan Curam. Kerapatan pengaliran memiliki nilai antara 0 – 8,32 km/km2, kemiringan lereng antara 0 – 60,1 %, nilai anomali bouguer antara 100 – 840 mGal, dan kerapatan kontur anomali bouguer antara 0 – 3. Hubungan antara kerapatan pengaliran dengan nilai anomali bouguer adalah semakin renggang sungai-sungainya, resistensi batuan sebagai karakteristik fisik akan semakin keras. Hubungan antara kemiringan lereng dengan nilai anomali bouguer adalah semakin curam kemiringan lerengnya, resistensi batuan sebagai karakteristik fisik akan semakin keras. Hubungan antara kerapatan pengaliran dengan kemiringan lereng adalah semakin curam kemiringan lerengnya, semakin renggang sungai-sungainya. Hubungan antar variabel di daerah penelitian ini yaitu semakin renggang jarak antar sungainya, semakin curam kemiringan lerengnya, dan semakin besar nilai anomali bouguernya, maka semakin keras batuannya.Item LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PACIRAN BAGIAN BAWAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK GEOKIMIA DAN MIKROFASIES DI AREA WATUPUTIH, REMBANG, JAWA TENGAH(2023-06-26) DIAN NOVITA; Budi Muljana; Tidak ada Data DosenBatugamping berumur Pliosen dari Formasi Paciran bagian bawah yang tersingkap di wilayah Rembang Tengah sangat menarik untuk dikaji. Pengukuran stratigrafi rinci dengan skala 1:100 dengan total ketebalan batugamping 57,6 meter. Analisa mikrofasies menggunakan sayatan tipis menghasilkan 3 SMF (Standart Microfacies) yaitu burrowed biocklastic wackestone (SMF 9), bioclastic packstone with skeletal grain (SMF 10), dan rudstone abundant with algae/foraminifera (SMF18) dengan zona fasies (FZ) 7 dan 8 yaitu lingkungkan pengendapan pada paparan laguna dengan sirkusi pada lautan terbuka kemudian berubah menjadi paparan laguna tertutup. Dijumpai 6 spesies foraminifera bentik besar yaitu : Amphistegina, Alveolina, Cycloclypeus Heterostegina, Lepidocyclina dan Operculina. Kemunculan akhir dari Lepidocyclina. mengindikasikan batugamping terbentuk pada Pliosen Awal. Pengeplotan persentase kumpulan foraminifera pada Diagram Hallock mendapatkan hasil batugamping Formasi Paciran terendapkan pada lingkungan open platform, kemudian mengalami perubahan pendangkalan kearah sand shelf. Cekungan kembali mendalam diikuti dengan kembalinya lingkungan pengendapan di open platform. Analisa geokimia batuan berupa oksida utama menyebutkan adanya korelasi positif antara CaO dan LOI yang mengindikasikan bahwa batuan memiliki kandungan material organik/karbonat yang melimpah. Persentase kehadiran oksida pengotor pada batuan karbonat seperti SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 dijumpai dengan jumlah yang minimal mengindikasikan pada saat pembentukan batugamping sedikit mendapat pengaruh dari material detritus. Rasio Ca/Mg menunjukkan batugamping Paciran di lokasi penelitian masuk dalam kelompok pure limestone yang terbentuk pada cekungan jauh dari garis pantai. Nilai positif pada anomaly Ce menunjukkan air laut pada fase regresi dimana muka air laut turun. Anomali muka air laut berbeda dengan kurva eustasy global disebabkan oleh adanya tektonik local yang bekerja mendangkalkan cekungan. Rekonstruksi paleomorfologi menunjukkan bahwa tinggian berada di bagian utara dan selatan dari lokasi pengukuran stratigrafi. Cekungan pengendapan merupakan cekungan local yang terbentuk karena system patahan geser yang menghasilkan bentukan horst dan graben dimana karbonat dapat berkembang.Item ASOSIASI UNSUR TANAH JARANG PADA PROFIL LATERIT BATUAN INDUK ULTRABASA DI DAERAH WASILE, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA(2023-10-05) ADITYA FADHLURROHMAN PUTRANANDA; Euis Tintin Yuningsih; Mega Fatimah RosanaUnsur Tanah Jarang (UTJ) termasuk kedalam kelompok lantanida yang merupakan sumber daya strategis dan bernilai ekonomis pada berbagai aplikasi industri sehingga menjadi perhatian untuk eksplorasi sumber daya, ekstraksi berkelanjutan, dan aplikasi pada pengembangan teknologi. Pulau Halmahera yang terletak di bagian timur Indonesia terkenal memiliki kandungan deposit nikel sekunder yang terbentuk pada profil laterit. Selain nikel pada profil laterit mengandung UTJ dan mineral ikutannya yang cukup signifikan untuk dilakukan eksploitasi lebih lanjut. Akan tetapi penelitian mengenai UTJ beserta mineral ikutannya masih sedikit dilakukan khususnya pada lokasi penelitian yang terletak di Kecamatan Wasile, Halmahera Timur. Untuk itu dalam penelitian berfokus kepada karakteristisasi dan rekontruksi pembentukan profil laterit serta mendefinisikan kandungan unsur skandium dan potensi UTJ dengan tipe ion adsorpsi yang berkembang pada setiap horizon profil laterit. Terdapat dua profil pengamatan laterit yaitu AD-01 dan AM01 Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis petrologi secara megaskopis dan mikroskopis, serta analisis geokimia menggunakan XRF, XRD, ICP-MS. Hasil dari analisis petrologi menunjukan bahwa profil laterit terdiri atas lapisan limonit, saprolit, dan batuan dasar. Batuan dasar yang teramati merupakan jenis lherzolit serta serpentinit. Profil laterit lokasi penelitian terbagi menjadi jenis bauksitik-kaolinit, ferritik-kaolinit, dna laterit. Hasil analisis geokimia menunjukan peningkatan komposisi unsur skandium dan kehadiran UTJ pada zona saprolit. Pada horizon saprolit terdapat zona kaya akan mineral lempung/clay-zone. Lapisan ini dapat berperan sebagai media penyimpanan/host-mineral UTJ dari proses penyerapan (adsorpsi) ion. Kehadiran unsur-unsur ini menjadi potensi untuk korelasi terkait dengan genesis UTJ Ion Adsorption Type (IAT) dan klasifikasi deposit lebih lanjut.Item MORFOGENETIK ANTIKLINORIUM REMBANG IMPLIKASINYA TERHADAP CEKUNGAN AIR TANAH WATUPUTIH(2023-07-13) MUHAMMAD LUTHFI FATURRAKHMAN; Emi Sukiyah; Tidak ada Data DosenWatuputih merupakan salah satu kawasan strategis yang memiliki banyak manfaat untuk berbagai sektor baik industri maupun lingkungan. Batugamping Formasi Paciran yang dibudidaya untuk bahan baku industri menjadi salahsatu penunjang kegiatan pembangunan di Jawa Tengah. Watuputih juga merupakan salah satu Cekungan Air Tanah yang dimanfaatkan oleh warga sekitar. Penelitian mengenai kondisi litologi, tektonik dan morfologi penting untuk dilakukan mengingat banyaknya nilai strategis yang terdapat pada daerah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses-proses yang mempengaruhi pembentukan bentang alam Antiklinorium Rembang dan implikasinya terhadap keberadaan CAT Watuputih. Watuputih merupakan bagian dari Zona Antiklinorium Rembang sehingga memiliki bentukan morfologi yang khas dan dapat teramati menggunakan citra penginderaan jauh. Analisis citra Landsat 9 dan TerraSAR-X menggunakan metode band composite, principal component analysis dan image fusion dapat digunakan untuk mendeliniasi batas satuan batuan dan struktur geologi yang berkembang. Batuan sedimen di daerah penelitian menunjukan sebaran yang dipengaruhi oleh struktur geologi lipatan-lipatan en-echelon berarah relatif barat – timur. Uji regresi yang dilakukan pada kelurusan dan kekar menunjukan korelasi antara kontrol aktivitas tektonik terhadap pembentukan morfologi di daerah CAT Watuputih. Analisis morfotektonik pada 79 sub-DAS menggunakan 5 jenis indeks geomorfik yaitu Smf, Vf, Bs, SL dan Dd dilakukan untuk mengetahui tingkat aktivitas tektonik (IAT) di daerah penelitian. IAT tersebut menunjukan bahwa daerah CAT Watuputih memiliki tingkat deformasi yang lebih intensif dibandingkan daerah lainnya di Antiklinorium Rembang. Uji regresi yang dilakukan pada kelurusan dan objek hidrogeologi menunjukan korelasi antara densitas kelurusan terhadap kemunculan mata air di kawasan CAT Watuputih. Morfogenetik Antiklinorium Rembang dipengaruhi oleh aktivitas tektonik Kala Neogen Akhir dan berimplikasi terhadap kemunculan mata air dan potensi kebencanaan di daerah ini.Item POTENSI KEMBANG SUSUT PADA TANAH DAERAH JATIROKE, KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT(2023-02-22) ABDUL WAHID ASYKARULLOH; Zufialdi Zakaria; Agung MulyoPotensi pengembangan dan penyusutan tanah yang sering terjadi pada tanah material halus dapat dikaji dan diperhitungkan dengan pengujian sederhana di laboratorium seperti grain size distribution, Atterberg limit, free swell, shrinkage limit. Daerah penelitian berlokasi di Gunung Geulis dan wilayah sekitarnya, Kecamatan Jatiroke, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Berdasarkan geologi regional daerah tersebut termasuk kedalam formasi Quaternary Vulcanic Undifferentiated (Qyu), batuan yang tersebar pada daerah penelitian adalah batuan tuff ash dan tuff lapilli, apabila batuan tersebut terurai maka akan menjadi tanah mengandung tanah berukuran lempung hingga kerikil. Jenis tanah berdasarkan klasifikasi UCSC adalah MH dan ML, sebaran ukuran butiran dari lempung hingga pasir dan sedikit ada bongkah, nilai free swell test rendah hingga sedang, begitu pula dengan hasil shrinkage test. Potensi pengembangan dan penyusutan tanah hasil pelapukan batuan vulkanik pada daerah penelitian memiliki potensi rendah hingga menengah.Item Dinamika Perubahan Garis Pantai Terhadap Prediksi Zona Sebaran Bencana Tsunami Kota Padang, Sumatra Barat Tahun 2005-2021(2023-07-06) SUCI FITRIA RAHMADHANI Z; Teuku Yan Waliana Muda Iskandarsyah; Cipta EndyanaPadang menjadi salah satu kota yang berada di Pesisir Barat Pulau Sumatera. Kota Padang memiliki luas wilayah sekitar 64.996 Ha dengan total panjang garis pantai sekitar 68.126 Km. Dalam sejarah, Provinsi Sumatera Barat pernah dilanda tsunami pada tahun 1797 yang dipicu oleh longsor di bawah laut akibat gempa yang terjadi sebelumnya. Ketinggian gelombang tsunami diperkirakan mencapai 5 hingga 10 meter atau sekitar 1 km ke arah daratan yang diakibatkan gempa dengan kekuatan 8,8 SR. Para ahli memperkirakan adanya potensi bencana gempabumi yang berasal dari patahan lempeng megathrust di sepanjang Kepulauan Mentawai. Dengan upaya mitigasi secara dini dan optimal mampu untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh bencana tsunami. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran prediksi zona sebaran bencana tsunami, serta besaran perubahan garis pantai dari tahun 2005 hingga 2021 dan pengaruh perubahan garis pantai pada zona sebaran tsunami 5 dan 12 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan parameter garis pantai Kota Padang tahun 2005 hingga 2021 yang diperoleh dari Google Earth, administrasi, slope dan tutupan lahan yang akan diolah dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada software ArcGIS. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu Tsunami Inundation dengan membagi ketinggian genangan bencana tsunami menjadi tiga skala diantaranya, ketinggian genangan tsunami 3 meter dengan skala sebaran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam kecamatan di kota Padang yang terkena dampak dari bencana tsunami 5 dan 12 meter di atas permukaan laut diantaranya yaitu Kecamatan Padang Selatan, Padang Timur, Padang Barat, Padang Utara, Nanggalo, Koto Tangah dengan jarak landaan tsunami sekitar 0,14 hingga 2,7 kilometer ke arah daratan kota Padang. Perbedaan garis pantai dari tahun 2005 hingga 2021 menunjukkan perubahan luas zona sebaran bencana tsunami sekitar 78,69 hingga 91,51 Ha pada masing masing ketinggian air.Item Biostratigrafi Nannofosil dan Laju Sedimentasi, Batuan Eosen Formasi Elat Bagian Tengah, Kei Besar, Maluku Tenggara(2023-08-16) RATIH C F RATUMANAN; Budi Muljana; Vijaya IsnaniawardhaniPenelitian biostratigrafi dan laju sedimentasi dilakukan terhadap urutan batuan penyusun bagian tengah Formasi Elat. Metode lapangan yang dilakukan berupa pengukuran penampang terukur dan pengambilan sampel. Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan nannofosil yang kemudian dianalisis secara kuantitatif, dan dikalibrasi dengan kandungan foraminifera besar dalam menentukan lingkungan pengendapan. Formasi Elat bagian tengah tersusun oleh batugamping klastik dan batu lempung gampingan. Perubahan ukuran butir diperkirakan merefleksikan dinamika sedimentasi. Berdasarkan kandungan nannofosil yang terdapat dalam 48 sampel dari lintasan Holat, Ngurdu dan Mataholat, dapat dikenali 48 spesies. Terdapat tiga zona biostratigrafi nannofosil, dimulai dengan yang tertua adalah: Zona Reticulofenestra umbilica (NP16, berkisar 43,06 hingga 38,7 jtl), Zona Helicosphaera compacta (NP17, berkisar 38,7 hingga 37,9 jtl) dan Zona Helicosphaera eupratis (NP18, berkisar 37,9-36,8 jtl). Berdasarkan analisis biostratigrafi tersebut diketahui bahwa Formasi Elat diendapkan pada Eosen Tengah hingga Akhir (43,06 hingga 35,4 jtl), di daerah fore reef pada zona neritik. Rekonstruksi stratigrafi menunjukan perubahan kecepatan sedimentasi. Pada zona a (43,06-38,7 jtl) laju sedimentasi sebesar 0,47 m/jtl, pada zona b (38,7-37,9 jtl) menjadi lebih cepat sebesar 8,9 m/jtl, dan kemudian laju sedimentasi menurun pada zona c (37,9-35,4 jtl) menjadi 0,12 m/jtl. Bagian atas dari Formasi Elat di daerah penelitian ditandai dengan ketidakselarasan.Item Litofasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Elat, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku(2022-08-01) CHRISANY HUKUBUN; Yoga Andriana Sendjaja; AbdurrokhimDaerah Kei Besar dan sekitarnya merupakan bagian timur busur banda tepatnya pada zona lengkungan sistem busur banda bagian timur. Secara geologi daerah Kei Besar didominasi oleh batuan karbonat. Informasi mengenai fasies dan lingkungan pengendapan pada Formasi Elat secara mendalam berdasarkan batuan yang tersingkap masih sangat sedikit. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai asosiasi litofasies, lingkungan pengendapan serta sejarah sedimentasi Formasi Elat. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi 31 stasiun pengamatan dan pengukuran penampang stratigrafi pada 6 lintasan penelitian dan setelah itu disajikan dalam bentuk composite log dengan menggunakan parameter litofasies dan asosiasi litofasies. Hasil penelitian menunjukkan Formasi Elat didominasi oleh litologi kalkarenit dan batulempung. Terdapat 6 litofasies yang didapatkan pada daerah penelitian yaitu alternating calcarenite & shale, amalgamated calcarenite, blocky calcarenite, structurless mud, slump deposit dan coarsening upward calcarenite. Asosiasi litofasies yang dianalisis berdasarkan 5 lintasan penelitian menunjukkan lingkungan pengendapan daerah penelitian berdasarkan Wilson (1975) adalah Foreslope, Deep Shelf Margin dan Open Sea Shelf. Sedangkan berdasarkan Christopher G St C Kendall (2012) lingkungan pengendapan daerah penelitian adalah Lower Slope, Middle Fan dan Lower Fan. Sejarah pengendapan dimulai dengan terendapkannya litofasies alternating calcarenite & shale di bagian selatan Formasi Elat yang diendapkan dengan mekanisme arus turbidit. Formasi Elat ini juga secara umum memiliki karakter coarsening upward, thickening upward dan juga shallowing up. Semakin kearah Utara Formasi Elat maka batuan yang diendapkan berumur lebih muda dengan dominasi litofasies coarsening upward calcarenite, amalgamated calcarenite dan blocky calcarenite. Sedangkan litofasies slump dan structurless mud hanya ditemukan pada 1 stasiun pengamatan. Selama pengendapan Formasi Elat kondisi lingkungannya memiliki suplai sedimen yang besar, akomodasi yang sedikit, oksigen yang rendah dan sirkulasi air yang buruk yang diindikasikan dengan adanya litofasies coarsening upward calcarenite dan ditemukannya fosil jejak Nereites pada kalkarenit Formasi Elat.Item Potensi Penguatan Gelombang Gempabumi Cekungan Bandung Bagian Selatan Berdasarkan Analisis Mikrotremor(2023-10-26) ROBBY SETIANEGARA; Ismawan; Dicky MuslimBesarnya intensitas goncangan akibat gempabumi pada suatu wilayah tidak hanya bergantung kepada kekuatan (magnitudo) ataupun jarak terhadap sumber gempabumi akan tetapi sangat dipengaruhi juga oleh kondisi geologi setempat (site response). Penelitian ini dimaksudkan untuk memperkirakan tingkat penguatan gelombang gempabumi di wilayah Cekungan Bandung bagian selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi mikrotremor array dan mikrotremor single station, dimana pemodelan kondisi bawah permukaan didekati model sederhana dua lapis dengan mempertimbangkan kontras kecepatan gelombang S terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan gelombang S lapisan sedimen lunak di daerah ini berkisar antara 150 - 330 m/detik, sedangkan kecepatan gelombang S batuan yang mengalasi sedimen lunak berkisar 240 - 500 m/detik yang diduga masih merupakan fasies endapan danau yang lebih tua. Hasil perhitungan nilai penguatan gelombang gempabumi oleh lapisan sedimen lunak diperoleh nilai 1,05 - 1,80 dengan zona berpenguatan gelombang (site amplification) tinggi menempati pada pinggir cekunganItem Distribusi Mineral Dasar Laut dan Hubungannya Terhadap Karakteristik Sedimen Unit Resen di Perairan Tanjung Berikat, Bangka Tengah(2022-11-02) MUHAMMAD ZULFIKAR; Budi Muljana; Budi MuljanaPerairan Tanjung Berikat merupakan salah satu perairan di Kabupaten Bangka Tengah yang dilalui oleh jalur granit Asia Tenggara, sehingga memiliki berbagai potensi mineral plaser. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan dan distribusi mineral dasar laut, ukuran butir dan ketebalan unit sedimen resen, kedalaman dasar laut serta korelasi antar variabel tersebut satu sama lain. Metode yang dilakukan saat pengambilan data lapangan terdiri atas akuisisi data seismik pantul dangkal saluran tunggal, pengambilan sampel sedimen pantai (6 titik) menggunakan pemboran tangan (hand auger), dan pengambilan sampel dasar laut (18 titik) menggunakan pemercontoan comot (grab sampler). Pengolahan dan analisis data terdiri atas prosesing sinyal dan interpretasi data seismik, analisis mineralogi butir ayak, dan analisis besar butir (granulometri). Kemudian dilakukan uji hubungan/korelasi terhadap distribusi mineral dasar laut, ukuran butir sedimen, ketebalan unit sedimen resen, dan kedalaman dasar laut menggunakan uji korelasi pearson. Hasil analisis menunjukkan kandungan mineral pada unit sedimen resen terdiri dari kuarsa, ilmenit, piroksen, oksida besi, amfibol, muskovit, dan mineral lempung. Mineral-mineral ini terakumulasi dan terendapkan pada sedimen unit resen di kedalaman dasar laut berkisar antara 2,5-50 meter dengan bentuk morfologi pada bagian barat-tengah memiliki kemiringan lereng relatif landai, sementara pada bagian tengah-timur memiliki kemiringan lereng yang relatif curam. Ukuran butir pada sedimen unit resen (pantai dan laut) terdiri atas Pasir Lumpuran, Pasir, Pasir Kerikilan dan Pasir Sedikit Kerikilan dengan ketebalan berkisar antara 0.5-8.5 meter. Hasil uji korelasi pearson umumnya terdapat korelasi yang kuat antara distribusi mineral dengan kedalaman dasar laut dan ukuran butir sedimen. Hal ini disebabkan kandungan mineral pada suatu endapan akan dipengaruhi oleh jarak terhadap batuan sumber, dimana jarak terhadap batuan sumber telah direpresentasikan oleh kedalaman dasar laut dan ukuran butir. Sementara itu, uji korelasi pearson menunjukkan tidak ada korelasi antara distribusi mineral dasar laut dengan ketebalan sedimen. Hal ini diduga, akibat tidak adanya ketebalan yang menyerupai gosong pasir maupun littoral drift pada sedimen unit resen. Sehingga tidak terlihat adanya pola-pola distribusi mineral yang berhubungan dengan ketebalan sedimen unit resen.Item Magma Evolution and Plumbing System OF Gede Salak Volcano, Banten, Indonesia(2023-07-14) MUHAMMAD ALFATH SALVANO SALNI; Euis Tintin Yuningsih; Tsukasa OhbaThe study of volcanoes in northwest Java has been largely overlooked. In this study, an investigation of the magma evolution and plumbing system of the Gede Salak volcano in the area was conducted. A geological survey determined the lava unit and volcanism. Whole-rock geochemistry is utilized to determine magma type and evolution. Mineral chemistry analysis revealed the magmatic process and phenocrysts` origin. Geothermobarometry is employed to estimate temperature and pressure. The volcanism comprised the eruption of lava flows, sector collapse, and the eruption of lava domes. The magma evolution consists of type A (lava flow and peripheral dome) and type B (summit dome). The processes identified are amphibole fractionation, magma mixing, and crust assimilation. Phenocryst textures and chemistry implied open-system processes in the plumbing system involving three magma series: the felsic, intermediate, and mafic. Magma type A resulted from multiple mafic recharges on the felsic series, while type B resulted from the mixing of intermediate and mafic series. The felsic and intermediate phenocryst crystallization occurred at 933–948°C and 1010–1011°C in the midcrust at 14 km to 17 km depth. Meanwhile, the mafic series reside in the lower crust at 21 km depth and 1065–1087°C temperature.Item ANALISIS ZONASI KELAYAKAN TAMBANG BAHAN GALIAN BENTONIT DI KABUPATEN LEBAK(2023-09-18) ADE IHSANUDIN; Johanes Hutabarat; Mega Fatimah RosanaBased on the Banten Provincial government policy, where to increase local revenue is to carry out development activities in various fields. One of them is utilising natural resources such as mining by using existing science and technology but must consider environmental geological and non-geological aspects of the environment so that a mineable zone and mining reliance that does not overlap with the regional layout plan can be realised. Referring to the above, the researcher conducted an activity in the form of research on the Zoning Analysis of the Feasibility of Mining Non-Metallic Mineral Resources Bentonite Commodities in Lebak Regency, especially in Sajira, Curugbitung and Maja, this area was studied because of the abundant bentonite resources and easy access to the area. The research activity is divided into several stages, the research begins with the investigation stage, conducts several literature studies which are used as a reference for conducting research, then the field work stage or primary data collection, after that performs data analysis such as regional genetic unit analysis, spatial analysis, holistic valuation analysis regional genetic unit, and SWOT analysis, the last stage is making a result report. Based on the results of the regional genetic unit evaluation analysis, it can be concluded that Curugbitung and Sajra sub-districts have high potential or are very feasible to mine with potential values reaching above 200, while Maja sub-district has medium potential or is quite feasible to mine with a potential value of 162. Based on the factors of Strenght, Weakness, Opportunity and Threat or abbreviated as SWOT. Curugbitung and Sajira sub-districts can become the prime area for bentonite mining because of abundant reserves, close to road access, low landslide hazard level, high market share and in the RTRW included in the mining area plan. Keywords : bentonite, mining, regional genetic unitItem IDENTIFIKASI RISIKO BAHAYA GEOLOGI DI KAWASAN UNESCO GLOBAL GEOPARK CILETUH PALABUHANRATU(2022-08-18) FERDIAN BUDI AR-ROUF; Mega Fatimah Rosana; Cipta EndyanaKabupaten Sukabumi masuk dalam administrasi dengan cakupan paling luas di Provinsi Jawa Barat. Alhasil Kabupaten Sukabumi memiliki beragam potensi yang bisa dikembangkan terutama dalam sektor pariwisata. Ditetapkannya kawasan Ciletuh sebagai Geopark oleh UNESCO akan memberikan dampak naiknya wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Maka perencanaan pariwisata berkelanjutan perlu dilaksanakan. Perencanaan pariwisata berkelanjutan berisi tentang apa saja sektor destinasi wisata unggulan, pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur, perencanaan geoturism, ikut serta peran masyarakat, analisis dampak ekonomi, dan sebagailnya. Namun jika dilihat secara geografis dan analisis kegeologian pesona kawasan Geopark Ciletuh menyimpan bahaya geologi, baik tsunami, longsor dan gempa bumi, yang hingga saat ini masih belum tergambarkan jelas bagaimana tingkat bahaya di kawasan pariwisata ini. Penelitian ini bertujuan untuk membuatkan peta Bahaya Geologi Tsunami, Gempabumi dan Tanah Longsor di Kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu. Data yang digunakan berupa data DEM, Citra Satelit Sentinel 2B, peta RBI Lembar Kab. Sukabumi, Data Curah Hujan, dan Peta Jenis Tanah. Data-data ini berformat data raster dan data vector. Pengolahan data menggunakan ilmu Penginderaan Jauh dengan bantuan software Sistem Informasi Geografis. Hasil menunjukkan bahwa Kawasan Pariwisata Geopark Ciletuh dari ancaman bahaya geologi Tsunami, Gempabumi dan Longsor masuk dalam kategori tingkat bahaya sedang hingga tinggi. Oleh karena itu perlunya nanti kedepan dilakukan mitigasi kebencanaan yang tepat untuk mengurangi dampak kerusakan jika sewaktu-waktu terjadi bahaya bencana geologi.Item Rekonstruksi Perubahan Paleoseanografi Selama Holosen Di Perairan Arafura(2023-05-04) SWASTY ANINDA PIRANTI; Budi Muljana; Lia JurnaliahSebagai bagian dari wilayah Perairan Indonesia Timur yang dipengaruhi oleh beberapa dinamika iklim, sangat menarik untuk bisa memahami bagaimana kondisi lingkungan dan paleoseanografi di Perairan Arafura. Semua fenomena yang terjadi di laut akan mempengaruhi sedimen dasar laut yang diendapkan, sehingga penelitian core sedimen bisa menjadi salah satu metode rekontruksi paleoseanografi di Arafura. Untuk itu, PB rasio foraminifera, komposisi unsur kimia, dan besar butir dianalisis dari core ARAFURA-16 dengan Panjang core 220 cm yang diambil dari kedalaman air 62,5 m, ARAFURA-24 dengan panjang core 179 cm yang diambil dari kedalaman air 47,4 m, dikorelasikan dengan data core sedimen Aru-07 yang diambil dari barat Kepulauan Aru (kedalaman air 276 m) dengan panjang core 152 cm. Ketiga core sedimen diambil dari Laut Arafura dengan menggunakan gravity corer dari kapal Geomarin III. Data core ARAFURA-16 dan ARAFURA-24 dicuplik setiap interval 10 cm, begitu juga dengan Aru-07 yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Komposisi unsur dianalisis dengan menggunakan XRF Portable Scanner Thermo Scientific, sedangkan analisis ukuran butir sedimen dilakukan dengan menggunakan Particle Size Analyzer (Multisizer 3000) yang tersedia di laboratorium BBSPGL. Nilai PB rasio pada Arafura-16 berkisar antara 4,29% hingga 14,29% dan pada ARAFURA-24 berkisar antara 0,56% hingga 8,79%. Hasil analisis XRF menunjukkan kandungan Ca pada ARAFURA-16 dan ARAFURA-24 meningkat kearah top core secara drastis. Rasio komposisi unsur Ti/Ca dan Fe/Ca digunakan karena dianggap sebagai proksi untuk mengetahui terrigenous input dan sering digunakan dalam rekonstruksi paleoklimat. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai ln Ti/Ca dan Fe/Ca semakin kearah top core, nilainya cenderung menurun. Analisis ukuran butir pada kedua core secara umum memperlihatkan bahwa semakin kearah top core maka ukuran butir semakin kasar, selain itu analisis besar butir juga memperlihatkan hasil yang koheren terhadap jumlah kelimpahan foraminifera pada core ARAFURA-16 dan ARAFURA-24. Analisis radiocarbon dating dilakukan pada core ARAFURA-24 di interval kedalaman 163 – 179 cm dan diketahui umurnya 9,71 kyr BP. Model umur direkonstruksi dengan penanggalan radiokarbon 14C yang berasal dari sedimen organik, dikombinasikan dengan titik ikat nilai PB rasio dan komposisi unsur kimia, khususnya rasio log Ti/Ca. Hasilnya menunjukkan bahwa ARAFURA-24 telah terendapkan sejak 11,3 kyr BP dan ARAFURA-16 telah terendapkan sejak 24,5 kyr BP.Item SEBARAN DAN KUALITAS RESERVOIR BATUPASIR LAUT DALAM MIOSEN TENGAH: POTENSI EKSPLORASI BARU DI CEKUNGAN KUTEI DAN MAKASAR UTARA(2022-03-28) KUNTADI NUGRAHANTO; Ildrem Syafri; Budi MuljanaUpaya intensif terhadap eksplorasi pemboran laut dalam di daerah penelitian yang dilakukan pada tahun 1996-2014 telah mencatatkan beberapa temuan cadangan minyak dan gas yang signifikan, walaupun belum secara optimal menembus reservoir batupasir fasies laut dalam berumur Miosen Tengah, yang merupakan fokus daripada studi ini. Oleh karenanya penulis melakukan studi banding antara reservoir obyektif yang umumnya berlokasi di daratan dengan reservoir berumur Miosen Atas yang telah terbukti memproduksi hasil migas di lepas pantai laut dalam. Data yang digunakan meliputi singkapan batuan, sumur, dan seismik 2D. Umur datum beberapa indikator takson telah digunakan untuk menghubungkan sekaligus menyatukan marker yang bervariasi di seluruh wilayah studi menjadi beberapa marker biostratigrafi utama: M40M33, M45M40, M50M45 (Miosen Tengah), dan M65M50, M66M65, M70M66, M80M70 (Miosen Akhir). Semua marker ini kemudian diikat pada data seismik 2D sebagai horison interpretasi utama di dalam melakukan analisis seismik stratigrafi ke seluruh area studi yang tidak dijangkau oleh sumur pemboran. Identifikasi fitur-fitur seismik berupa kandidat batas-batas sekuen yangberhubungan dengan penurunan muka air laut relatif pada skala sub-regional di area daratan hingga lepas pantai merupakan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini diintegrasikan guna membuat peta lingkungan pengendapan (gross depositional environment / GDE) fasies kipas laut dalam pada lapisan batuan berumur Miosen Tengah, yang secara umum menunjukkan suksesi progradasi ke arah timur yang pergeseran lateral tepian paparannya bervariasi. Fasies reservoir dapat dikenali berdasarkan lito fasies batupasir, rasio net-to-gross / NTG, sortasi, dan ukuran butir terutama pada fasies delta berumur Miosen Tengah: FLU_SX, DC_SX, DC_SM, DC_SM, dan DF_SC, dan untuk fasies laut dalam berumur Miosen Akhir: SSWS, MSWS, SSPS, dan MSPS. Selanjutnya porositas dan permeabilitas yang diukur pada batuan inti bor tersebut dapat digunakan untuk menerangkan hubungan antara kualitas reservoir dengan komposisi batupasir maupun lito fasies. Sistem pengendapan berenergi tinggi terutama yang berhubungan dengan lito fasies FLU_SX, DC_SX, SSWS dan MSWS merupakan reservoir dengan kualitas terbaik; dan sebaliknya adalah lito fasies DF_SC, SSPS, dan MSPS. Hubungan antara porositas berbasis data inti batuan dengan kedalaman (depth of burial) secara umum dapat menggambarkan pola penurunan kualitas reservoir seiring bertambahnya kedalaman.