Kedokteran (S1)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 399
  • Item
    RASIO KOMPONEN DARAH YANG TELAH DITES REAKSI SILANG DENGAN YANG DITRANSFUSIKAN DI RUMAH SAKIT DOKTER HASAN SADIKIN PADA TAHUN 2010
    (2012-07-23) FADLAN AZIMAN HERYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pengujian reaksi silang komponen darah Whole Blood (WB) dan Packed Red Cells (PRC) dilakukan secara rutin di bank darah Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin. Komponen darah dites reaksi silang untuk nantinya diserahkan kepada bagian yang meminta. Tetapi ada kalanya darah yang telah dites reaksi silang tidak diambil atau dikembalikan. Hal ini tentu saja membuat waktu, tenaga, dan biaya yang dilakukan untuk tes reaksi silang menjadi sia-sia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio jumlah darah yang telah dites reaksi silang (yang diminta) dan jumlah darah yang ditransfusikan (yang diserahkan), atau Crossmatch to Transfusion ratio (C/T ratio). Penelitian dilakukan dengan metode retrospektif deskriptif, menggunakan formulir permintaan darah sebagai sumber informasi. Melihat hasil C/T ratio dapat dicari cara untuk menanggulangi pelaksanaan tes reaksi silang yang sia-sia. Hasil penelitian ini memperlihatkan C/T ratio untuk WB sebesar 16.3 sedangkan untuk PRC sebesar 1.8. Hasil C/T ratioWB lebih besar dari yang disarankan (Crossmatch test for blood component Whole Blood and Packed Cells is routinely done in Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin’s blood bank. The crossmatched blood then send to departement that asked for it. But sometimes the crossmatched bloods are unused or being sent back. This makes all the money, time, work that has been used for the test become useless. The aim of this study is calculating the Crossmtched/Tranfusion ratio for WB and PRS in Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin’s blood bank. This is a descriptive retrospective study, using blood request form as the source of information, we count the amount of blood that demanded, and issued, then we calculate the C/T ratio. Using the C/T ratio that we found we could find the way to avoid doing useless crossmatch test. The result shows C/T ratio fro WB is 16.3, while for PRC is 1.8. C/T ratio for WB is bigger than the recommendation (strategies to make it more effective is needed.
  • Item
    Frekuensi Fraktur dan Penyebabnya pada Pasien Osteogenesis Imperfecta yang Berobat ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Tahun 2018-2022
    (2023-07-13) EGIDIA LISTI ADESANDIKA; Yoyos Dias Ismiarto; Tidak ada Data Dosen
    Fraktur pada pasien Osteogenesis Imperfecta (OI) memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum dan dapat terjadi karena trauma yang bersifat ringan atau tanpa adanya riwayat trauma terlebih dahulu. Penelitian ini berfokus pada frekuensi fraktur dan penyebabnya pada pasien OI di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS) tahun 2018-2022. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional yaitu mengambil data rekam medis pasien Osteogenesis Imperfecta (Q.78) tahun 2018-2022. Pengambilan data dilakukan di bagian Instalasi Rekam Medis RSHS. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode total sampling. Data yang diambil meliputi karakteristik umum pasien, frekuensi fraktur, penyebab fraktur, lokasi fraktur, tipe OI, dan riwayat pengobatan. Sebanyak 43 pasien yang didiagnosis OI, terdapat 27 pasien memenuhi kriteria inklusi. Frekuensi fraktur pasien OI selama periode penelitian paling banyak yaitu 1 kali (37.04%). Berdasarkan penyebabnya, fraktur lebih sering diakibatkan oleh trivial trauma (72.58%) dan lainnya tidak diketahui penyebabnya (27.42%). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu total fraktur yang dialami oleh 27 orang pasien OI selama periode penelitian yaitu sebanyak 69 kali. Rata-rata frekuensi fraktur pasien OI setiap tahunnya yaitu 1.08 kali. Berdasarkan tipenya pasien OI tipe I, III, dan IV memiliki rata-rata kejadian fraktur per tahunnya yaitu 0.70 kali, 2.57 kali, dan 1.29 kali. Penyebab terjadinya fraktur pada pasien OI sebagian besar karena trivial trauma.
  • Item
    Tingkat Keberhasilan Terapi Konservatif pada Prematur Kontraksi
    (2023-07-14) SHALMA MAGHFIRA KHAIRUNISSA; Andi Rinaldi; Adhi Pribadi
    Pendahuluan: Kelahiran prematur yang disebabkan oleh kontraksi prematur dapat dicegah dengan cara pemberian terapi konservatif untuk memperpanjang usia kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi konservatif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional. Subjek penelitian adalah data rekam medis pasien ibu hamil dengan kontraksi prematur di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 1 Januari – 31 Desember 2022. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah data rekam medis yang tidak lengkap, pasien kontraksi prematur yang menerima perawatan hingga usia kehamilan lebih dari 37 minggu, serta pasien kontraksi prematur dengan penyulit. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Hasil: Jumlah subjek penelitian adalah 130 dari 296 pasien ibu hamil dengan kontraksi prematur di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode penelitian. Keberhasilan terapi konservatif pada penelitian ini terjadi pada 110 pasien. Pasien kontraksi prematur paling banyak berusia 20 – 35 tahun dengan usia kehamilan antara 30 – 34 minggu, serta penyulit terbanyak adalah infeksi. Pasien dengan terapi konservatif yang gagal paling banyak dapat mempertahankan usia kehamilan hingga 34 minggu dan 36 minggu dengan skor APGAR terbanyak 7 – 10. Kesimpulan: Tingkat keberhasilan terapi konservatif pada kontraksi prematur di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebesar 84,6%. Pasien dengan terapi konservatif yang gagal paling banyak melahirkan di usia 34 dan 36 minggu dengan skor APGAR paling banyak 7 – 10. Kata Kunci: Kontraksi prematur, tingkat keberhasilan terapi konservatif, kelahiran prematur.
  • Item
    PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI TINGKAT AKHIR FARMASI UNPAD TERHADAP PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
    (2023-07-14) MAZAYAZKA ZAHIYA SHOFI; Elsa Pudji Setiawati Sasongko; Kuswandewi Mutyara
    Osteoporosis masih menjadi masalah kesehatan umum karena angkanya yang masih tinggi. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup sehingga sangat penting dilakukan pencegahan dengan perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan terdiri atas tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Acuan dari seseorang yang dipercaya masyarakat, seperti tenaga kesehatan, termasuk ke dalam faktor pendorong perilaku kesehatan. Mahasiswi farmasi merupakan calon tenaga kesehatan yang akan menjalankan profesi sebagai apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswi tingkat akhir farmasi Unpad terhadap pencegahan osteoporosis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional menggunakan data primer yang didapat dari pengisian kuesioner penelitian yang sudah diuji. Data dikumpulkan pada bulan Juni 2023. Terdapat 60 mahasiswi tingkat akhir Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran mengikuti penelitian ini. Data yang sudah terkumpul dilakukan analisis secara univariat dan diperoleh hasil tingkat pengetahuan 100% responden dalam kategori baik, tingkat sikap 51,7% dalam kategori negatif, dan tingkatan tindakan 70% tidak melakukan tindakan pencegahan osteoporosis. Dengan pengetahuan baik yang sudah dimiliki, mayoritas responden belum memiliki sikap dan tindakan yang baik.
  • Item
    EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH TERHADAP FAGOSITOSIS BAKTERI OLEH MONOSIT
    (2023-07-14) MUHAMMAD RAIHAN RAMDHAN; Eko Fuji Ariyanto; Muhammad Hasan Bashari
    Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia masih tinggi, di antaranya Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) 9,3% dan diare 8%. Penyakit infeksi menjadi penyebab kematian kedua tertinggi pada kelompok usia > 55 tahun setelah penyakit pada sistem peredaran darah. Buah naga merah (Hylocereus lemairei (Hook.) Britton & Rose) memiliki manfaat bagi kesehatan, namun saat ini kulit buah naga merah belum dimanfaatkan. Ekstrak etanol kulit buah naga juga telah diketahui berpotensi sebagai antioksidan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak kulit buah naga merah terhadap fagositosis bakteri oleh monosit. Penelitian dilakukan dengan tahapan: pembuatan ekstrak etanol kulit buah naga merah, pengambilan sampel darah manusia dan isolasi peripheral blood mononuclear cells (PBMC) dan monosit, pemberian ekstrak etanol kulit buah naga merah ke dalam sumuran monosit, pengujian bakteri uji menggunakan Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Escherichia coli ATCC 25922, pengambilan dan pengkulturan bakteri uji, dan penghitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah naga merah dengan konsentrasi 10 μg/ml menghasilkan efek yang paling besar dalam meningkatkan jumlah S. aureus yang difagositosis, yaitu sebesar 4,31% dan ekstrak dengan konsentrasi 5 μg/ml meningkatkan jumlah E. coli yang difagositosis sebesar 1,26%. Analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antargrup (p > 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah naga merah tidak memberikan efek yang bermakna terhadap fagositosis bakteri oleh monosit.
  • Item
    Angka dan Karakteristik Klinis Pasien Infeksi Jamur Invasif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Tahun 2020 - 2022
    (2023-07-14) ARIELLA ALESSANDRO; Nisa Fauziah; Intan Mauli Warma Dewi
    Pendahuluan. Infeksi jamur invasif merupakan sekelompok jenis infeksi jamur dengan mortalitas tinggi yang masih terbengkalai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian dan karakteristik klinis pasien infeksi jamur invasif yang dirawat di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Metode. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan potong lintang berupa data sekunder rekam medis dari pasien yang pernah terdiagnosis infeksi jamur invasif pada tahun 2020 – 2022 di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Jumlah sampel ditentukan dengan metode total sampling. Hasil. Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi infeksi jamur invasif di RS Hasan Sadikin pada tahun 2020-2022 adalah 0,04%. Penyebab infeksi jamur invasif terbanyak dari 35 sampel yang diperoleh adalah Cryptococcus spp. dan Candida spp. Tanda dan gejala klinis yang paling sering muncul adalah demam dan penurunan kesadaran. Terdapat 18 pasien yang merupakan penderita HIV/AIDS. Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan cryptococcal antigen (CrAg). Pasien dengan keterlibatan paru-paru juga banyak ditemukan, dengan gambaran radiologi mencakup konsolidasi, infiltrat, dan opasitas ground glass. Angka kematian pasien dari penelitian ini adalah 51,43%. Simpulan. Prevalensi penyakit jamur invasif di RSUP Dr. Hasan Sadikin cukup rendah dan paling sering terjadi pada pasien HIV/AIDS. Meskipun demikian, angka kematian dari infeksi jamur invasif cukup tinggi. Penegakkan diagnosis dini secara definitif serta pemberian obat antijamur yang tepat penting dilakukan untuk memperbaiki outcome pasien infeksi jamur invasif. Kata Kunci: Infeksi jamur invasif, Penyakit jamur invasif
  • Item
    Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) dan Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan (RLPTB) pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan
    (2023-11-06) LUTHFIYAH DAMAYANTI; Gaga Irawan Nugraha; Eko Fuji Ariyanto
    Latar belakang: Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi dan ditandai oleh tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90 mmHg. Salah satu faktor risiko hipertensi adalah obesitas sentral yang dapat diindikasikan oleh Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) dan Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan (RLPTB). Tujuan: untuk mengetahui RLPP dan RLPTB pada penderita hipertensi di Kelurahan Cibeber, Cimahi Selatan. Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) yang menggunakan data sekunder berupa data pasien hipertensi dari penelitian working group kardiometabolik periode Januari 2022 - Juli 2023 di Kelurahan Cibeber. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling dan didapatkan 173 subjek penelitian berusia 46-65 tahun. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak statistika (SPSS). Hasil: Hipertensi stage 1 menjadi kategori yang paling banyak ditemukan (38,7%), diikuti oleh hipertensi stage 2 (36,4%), prehipertensi (19,6%), dan tekanan darah normal (5,2%). Rerata RLPP, yaitu 0,90 (laki-laki ) dan 0,89 (perempuan), sedangkan rerata RLPTB, yaitu 0,54 (laki-laki) dan 0,59 (perempuan). RLPP kategori lebih paling banyak ditemukan pada subjek dengan hipertensi, yaitu hipertensi stage 1 (53 orang) dan hipertensi stage 2 (49 orang). RLPTB kategori lebih paling banyak ditemukan pada subjek dengan hipertensi, yaitu hipertensi stage 1 (56 orang) dan hipertensi stage 2 (55 orang). Simpulan: Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang masih banyak terjadi. RLPP dan RLPTB yang melebihi nilai cut-off point lebih banyak ditemukan pada subjek dengan hipertensi. Oleh karena itu, perlu adanya promosi kesehatan dan upaya pencegahan dengan mengelola RLPP dan RLPTB untuk menurunkan risiko hipertensi.
  • Item
    Karakteristik Penderita Kelainan Refraksi yang Terjaring Program Pemeriksaan Mata Berbasis Komunitas oleh Rumah Sakit Mata Cicendo
    (2023-07-14) NURJANAH SRIYANTI; Nina Ratnaningsih; Mayang Rini
    Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika mata tidak mampu memfokuskan cahaya secara tepat pada retina yang menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Kelainan refraksi dan presbiopia masih menjadi salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan yang berdampak pada penurunan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita kelainan refraksi dan presbiopia yang terjaring program pemeriksaan mata berbasis komunitas oleh Rumah Sakit Mata Cicendo. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif melalui pendekatan cross sectional. Data penelitian berupa data sekunder hasil program pemeriksaan mata berbasis komunitas oleh Rumah Sakit Mata Cicendo tahun 2022. Subjek penelitian adalah penderita kelainan refraksi dan presbiopia yang mengikuti program pemeriksaan mata berbasis komunitas dari Januari-Desember tahun 2022. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah total sampling. Penelitian ini menemukan sebanyak 810 (35,62%) dari 2.274 orang mengalami kelainan refraksi dan presbiopia. Sebagian besar penderita kelainan refraksi dan presbiopia adalah perempuan (67,53%). Kelainan refraksi dan presbiopia paling banyak terjadi pada rentang usia 44-51 tahun (23,46%). Sebagian besar subjek mengalami presbiopia (49,38%). Sebanyak 65,19% subjek mengalami gangguan penglihatan dekat akibat presbiopia dan presbiopia disertai kelainan refraksi lain. Presbiopia paling banyak terjadi pada perempuan (32,35%). Sebagian besar penderita presbiopia berada pada rentang usia 44-51 tahun (15,8%). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa proporsi penderita kelainan refraksi dan presbiopia dalam penelitian ini adalah 35,62%. Sebagian besar subjek adalah perempuan dengan diagnosis yang paling banyak ditemukan adalah presbiopia. Sebagian besar subjek mengalami gangguan penglihatan dekat akibat presbiopia dan presbiopia disertai kelainan refraksi lain.
  • Item
    KARAKTERISTIK GANGGUAN SALURAN CERNA FUNGSIONAL PADA ANAK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI JATINANGOR
    (2023-07-14) NUR WAHYU SAPITRI; Yudith Setiati Ermaya; Tisnasari Hafsah
    Abstrak: Latar belakang: Remaja merupakan populasi yang mempunyai resiko terkena berbagai permasalahan kesehatan salah satunya adalah gangguan saluran cerna fungsional atau functional gastrointestinal disorders (FGID). Gangguan saluran cerna fugsional pada remaja relatif tinggi, dengan gejala yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik dan kehidupan sekolah yang buruk. Data kasus gangguan saluran cerna fungsional pada remaja di Indonesia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gangguan saluran cerna fungsional pada anak sekolah menengah pertama di Jatinangor. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kategorik, dengan pendekatan potong lintang, serta menggunakan metode random sampling dalam pemilihan subjek. Dilakukan pada bulan Mei 2023 pada siswa SMPN 1 Jatinangor dan SMPIT Imam Bukhari yang berusia 11-15 tahun. Sumber data yang dipergunakan adalah data primer yang diperoleh melalui pengisian kusioner R4PDQ (Rome IV Diagnostic Questionnaire on Pediatric Functional Gastrointestinal Disorder Child). Hasil: Dari 270 subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi, hasil penelitian menunjukan bahwa 123 orang subjek mengalami gangguan saluran cerna fungsional (45,5%). Masing-masing diantaranya sebanyak 80 orang (29,7%) termasuk kedalam klasifikasi konstipasi fungsional, 29 orang (10,8%) abdominal migrain, 11 orang (4,1%) dispepsia fungsional, 2 orang (0,7%) sindrom iritasi usus besar dan 1 orang (0,3%) nyeri perut fungsional – tidak spesifik. Berdasarkan jenis kelamin, tiap klasifikasi lebih banyak terjadi pada perempuan. Berdasarkan usia, tiap klasifikasi lebih banyak terjadi pada usia 13 tahun. Kesimpulan: Jumlah kasus gangguan saluran cerna fungsional pada siswa sekolah menengah pertama di Jatinangor relatif tinggi, dengan klasifikasi paling banyak terjadi yaitu konstipasi fungsional.
  • Item
    Karakteristik Klinis Pasien Low Vision Anak di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Pada Tahun 2021
    (2023-08-16) AMELIA NAFISAH RAHMA; Susanti Natalya Sirait; Elsa Gustianty
    Introduction: In Indonesia, low vision poses a significant public health issue, especially to children, which could lead to challenges in performing daily activities and diminished quality of life. Purpose: To describe the clinical characteristics of pediatric patients with low vision diagnosis in Cicendo Eye Hospital Bandung. Methods: All medical records of low vision patients aged 0-17 at Cicendo Eye Hospital Bandung during 2021 were reviewed. Data collected were patient’s age, gender, area of origin, main diagnosis of low vision cause, visual acuity, and low vision aids and/or rehabilitation given. Result: From 172 medical records reviewed, majority of patients were male (54.07%). The age group of 10-17 years had the largest proportion (38.95%). Majority of patients lived in Bandung and its surroundings (51.16%). A total of 52.33% patient experienced moderate visual impairment and 34.3% experienced severe visual impairment. Most common anatomical cause of low vision was posterior segment abnormality, with Retinopathy of Prematurity as the main cause (13,37%), followed by retinal dystrophy (12.79%). Low vision aid that was most commonly prescribed were glasses, followed by telescope. Conclusion: Pediatric low vision patients at Cicendo Eye Hospital were mostly male, in the age group of 10-17 years, and lived in Bandung and its surrounding. The most common classification of low vision cause was posterior segment abnormality, with Retinopathy of Prematurity as the main diagnosis. The most widely used low vision aids were glasses. Keyword: Low vision, clinical characteristic, moderate vision impairment, severe visual impairment
  • Item
    PENGEMBANGAN INSTRUMEN KUESIONER PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK (PMBA) : uji reliabilitas
    (2024-01-21) ABIDZAR BAYHAQI; Tisnasari Hafsah; Dimas Erlangga Luftimas
    Anak yang mengalami stunting akan memiliki IQ yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menderita stunting, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan otak yang tidak tepat. Selain itu, hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan fungsional dan membahayakan perkembangan kognitif dan fisik. Meskipun frekuensi stunting pada anak meningkat secara signifikan, prevalensi stunting di Indonesia telah meningkat dari 37,3% pada tahun 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018. Terdapat dua rentang prevalensi untuk masalah kesehatan masyarakat ini: 30–39% dan 40% atau lebih tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memastikan apakah komite yang menyelidiki fungsi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga (PMBA) layak dilakukan. Membentuk sebuah komite yang dapat diandalkan dan dapat diterapkan secara praktis adalah salah satu tujuan penelitian ini, karena hal ini akan menjamin bahwa komite tersebut dapat menangani permasalahan yang ada.
  • Item
    AAPTAMINE EFFECT OF CANCER CELL GROWTH INHIBITION ON 3-DIMENSIONAL MODEL BREAST CANCER CELLS
    (2023-07-14) ILHAM IZDIHAR AINAN ZAHRA; Muhammad Hasan Bashari; Savira Ekawardhani
    Breast cancer remains as global health challange, representing the most commonly diagnosed cancer in woman worldwide. Breast cancer ranks first as the highest incidence of cancer surpassing lung cancer in Indonesia. HER2+ as one of the subtype of breast cancer accounts for poor prognosis in patients as well as developing resistance to first line treatment known such as trastuzumab. Aaptamine is secondary metabolite compound derived from Aaptos suberitoides has been discovered to have anti-cancer activity. This study aimed to investigate the cancer cell growth inhibition effect on 3D breast cancer cell culture (spheroid assay). HCC1954 breast cancer cell line were used as spheroids representing trastuzumab-resistant HER2+ breast cancer cell. Spheroids were grouped into negative control and serial treatment group consisting 40 µM, 80 µM, and 120 µM concentration of aaptamine. Cancer cell growth inhibition was analyzed using spheroid growth assay observed under inverted microscope with 100x magnification on day 0, 4th and 8th. This study revealed that there was statistically significant size reduction of spheroids treated with 80 µM and 120 µM compared to control group on 8th day (p value < 0.05). In conclusion, aaptamine inhibited cell growth on 3D cell culture of trastuzumab-resistant HER2+ breast cancer cells.
  • Item
    EKSPLORASI DAYA HAMBAT CHISOPATEN A TERHADAP Mycobacterium Tuberculosis MENGGUNAKAN METODE MICROSCOPIC OBSERVATION DRUG SUSCEPTIBILITY (MODS) ASSAY
    (2023-07-14) ANIS NIDA HANIFAH; Lidya; Dian Ayu Eka Pitaloka
    Peningkatan prevalensi tuberkulosis (TB) resistan obat menekankan kebutuhan terhadap pencarian agen kimia baru untuk mengembangkan obat anti- TB. Chisopaten A, sebuah senyawa triterpenoid yang diisolasi dari batang Chisocheton patens Blume, menunjukkan aktivitas terhadap InhA (enoyl acyl carrier protein reductase) dari Mycobacterium tuberculosis (MTB) melalui pendekatan komputerisasi. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi aktivitas anti- TB chisopaten A secara in vitro. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) chisopaten A terhadap strain MTB H37RV ditentukan menggunakan metode microscopic observation drug susceptibility (MODS) assay. Chisopaten A menunjukkan aktivitas hambatan terhadap MTB H37RV dengan nilai KHM 20,83 µg/mL. Hasil ini mendukung chisopaten A sebagai agen anti-TB baru. Studi in vitro lanjutan dan uji hewan diperlukan untuk memperdalam pemahaman terhadap potensi anti-TB chisopaten A.
  • Item
    Characteristics of Patients Liver Elastography of Chronic Hepatic B and C in Hasan Sadikin General Hospital 2020-2022
    (2023-07-14) ANDI NAWAL AZ ZAHRAH PUTRI BATARI; Eka Surya Nugraha; Eko Fuji Ariyanto
    Hepatitis B virus (HBV) and Hepatitis C Virus (HCV) are still considered to contribute to a serious problem in Indonesia. HBV infection is still high among young adults, so many of HBV patients are undiagnosed, and HCV infection is still high among the general population. Liver fibrosis is a main determinant to determine chronic liver disease. One of the ways to monitor and diagnose inflammatory changes of the liver in Hepatitis patients is liver elastography, with a tool named Fibroscan®. This tool has high reliability to assess liver fibrosis and cirrhosis in patients with Hepatitis B, Hepatitis C, and NAFLD. This is due to its noninvasive use and high diagnostic accuracy to perform liver elastography. The lack of Fibroscan® registries and research articles in Indonesia made this study the first one to confirm the characteristics of Chronic Hepatitis B and C patients in Hasan Sadikin General Hospital.
  • Item
    KARAKTERISTIK GANGGUAN SALURAN CERNA FUNGSIONAL PADA ANAK SEKOLAH MENENGAH ATAS DI JATINANGOR, JAWA BARAT, INDONESIA
    (2023-07-14) FATACHA SYIFA MUFLICHA; Mia Milanti Dewi; Yudith Setiati Ermaya
    Pendahuluan: Gangguan saluran cerna fungsional adalah sekumpulan keluhan subjektif pada saluran cerna bagian tengah yang dapat dialami secara berulang tanpa adanya bukti kelainan fisik dan abnormalitas pemeriksaan. Gangguan ini umum terjadi pada anak atau remaja dan dapat mempengaruhi kualitas hidup. Namun, data kasus gangguan saluran cerna fungsional pada remaja masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik gangguan saluran cerna fungsional pada anak sekolah menengah atas di Jatinangor. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kategorik, pendekatan potong lintang, serta metode random sampling dalam pemilihan subjek. Dilakukan bulan Mei 2023 pada siswa SMAN Jatinangor dan SMAS Darul Fatwa yang berusia maksimal 18 tahun dengan menggunakan kuesioner R4PDQ (Rome IV Diagnostic Questionnaire on Pediatric Functional Gastrointestinal Disorder Child). Analisis data diolah dalam bentuk tabel distribusi n dan %. Hasil: Dari 401 subjek yang sesuai kriteria inklusi, diperoleh 142 subjek mengalami gangguan saluran cerna fungsional (35,4%). Masing-masing diantaranya konstipasi fungsional 92 orang (22,9%), abdominal migrain 40 orang (10%), dispepsia fungsional 7 orang (1,8%), nyeri perut fungsional tidak terspesifikasi 2 orang (0,5%), serta sindrom iritasi usus besar 1 orang (0,2%). Berdasarkan jenis kelamin, tiap klasifikasi lebih banyak terjadi pada perempuan. Berdasarkan usia, tiap klasifikasi lebih banyak terjadi pada usia 17 tahun. Kesimpulan: Jumlah kasus gangguan saluran cerna fungsional pada siswa sekolah menengah atas di Jatinangor sebesar 35,4%. Klasifikasi paling banyak terjadi yaitu konstipasi fungsional 22,9%. Pada tiap klasifikasi lebih banyak terjadi pada perempuan dan usia 17 tahun
  • Item
    IMPACT OF PHYSICAL EXERCISE ON MUSCLE MASS CHANGES IN STUDENTS INVOLVED IN THE OUTDOOR CLUBS BASIC TRAINING AFTER 7 WEEKS EXERCISES
    (2023-07-13) ALIFIANSYAH MUHARRAM; Leonardo Lubis; Dimas Erlangga Luftimas
    Background: Regular physical activity, including aerobic and strength training, is essential for maintaining physical health and may result in increased muscle mass. The aim of this study was to determine the impact of physical exercise on changes in muscle mass in student’s who participated in the basic training program of an outdoor club. Methods: This was an observational analytic study of 20 male and 30 female college students who joined basic training of students outdoor club. Data collection was performed from May to June 2022 in Jatinangor, Sumedang, West Java. Data of muscle mass assessed by bioelectrical impedance analyzer and processed using the formula to determine the muscle mass index (MMI). The statistical analysis was processed using paired t-test with normal distribution of data. Results: In both male and female subjects, there was an increase in MMI, with a mean increase from 10.1 to 10.4 kg/m2 for males and 9.0 to 9.5 kg/m2 for females. Furthermore, there was a significant increase in the average profile of MMI in both subjects between the pre and post measurements after seven weeks, with a p-value ≤ 0.050. Conclusion: Physical exercise increased muscle mass in both, male and female subjects.
  • Item
    Karakteristik Klinis Glaukoma Uveitis di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Cicendo Bandung Tahun 2021-2022
    (2023-07-14) REFANDI DWI ANDRIANTO; Raden Maula Rifada; Elsa Gustianty
    Glaukoma terjadi pada sekitar 20% pasien uveitis. Glaukoma uveitis merupakan komplikasi uveitis yang dapat terjadi akibat inflamasi intraokular yang cukup serius. Tujuan: Mengetahui karakteristik klinis glaukoma uveitis berdasarkan gambaran klinis dan penatalaksanaan di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Cicendo tahun 2021-2022. Metode: Penelitian ini menggunakan metode retrospektif deskriptif dan rancangan potong lintang (cross-sectional) dengan subjek data sekunder berupa rekam medis elektronik pasien Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung yang memiliki diagnosis glaukoma uveitis dalam kurun waktu Januari 2021 – Desember 2022. Hasil: Selama periode penelitian, didapatkan 162 pasien (228 mata) yang memenuhi kriteria inklusi. Sebagian besar pasien adalah perempuan dengan persentase 66%. Uveitis anterior (44,3%) adalah jenis uveitis yang paling sering ditemukan. Rerata TIO awal kunjungan adalah 30,1 mmHg. Sebanyak 114 mata (50%) berada pada visus di bawah 3/60. Infeksi (41,4%) merupakan penyebab uveitis yang paling sering ditemukan. Sebanyak 107 mata (46,9%) dilakukan proses pembedahan. Terjadi penurunan rerata TIO pada setiap periode kontrol. Simpulan: Glaukoma uveitis banyak ditemukan pada perempuan dengan rerata usia 48,6 tahun. Uveitis anterior dengan penyebab infeksi merupakan jenis dan penyebab uveitis paling sering terjadi. Tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah kombinasi trabekulektomi, ekstraksi lensa, dan implantasi IOL. Penurunan TIO terjadi pada setiap periode kontrol.
  • Item
    CLINICAL CHARACTERISTICS AND MANAGEMENT OF PEDIATRIC EYE TRAUMA IN NATIONAL TERTIARY EYE CARE IN INDONESIA
    (2023-07-14) ALYA PUTRI AXA; Primawita O.Amiruddin; Sesy Caesarya
    Eye trauma is a major cause of vision problems in children, leading to visual impairment and blindness. This issue has significant global implications, affecting children psychologically and socially. Each year, around 1.6 million people become blind as a result of eye trauma. According to the American Academy of Pediatrics, 66% of all eye traumas occur in individuals under 16 years old, with the highest occurrence between ages 9 and 11. This study aims to determine the clinical characteristic and management of eye trauma in pediatric patients at the National Eye Center-Cicendo Eye Hospital. A retrospective descriptive study was conducted using medical records of pediatric patients aged 0 - 18 years who experienced eye trauma from January to December 2022. There were 190 patients included in this study. The majority of patients were male (69.47%) and the most common age group affected was 6 - 12 years (33.16%). Leading causes of ocular trauma were blunt trauma (58.95%) with toys being the primary cause. The right eye was more frequently affected (49.47%). Initial visual acuity varied, but improvements were observed in the final visual acuity for most cases. The common management for ocular trauma in this study is operative or medical procedures (67,37%) This study provides valuable information on the characteristics and management of ocular trauma in children, which can contribute to the development of prevention strategies and appropriate interventions. Understanding the patterns of eye trauma and implementing comprehensive care can help prevent blindness and minimize visual impairment.
  • Item
    CLINICAL FEATURES AND MANAGEMENT OF NON-SEGMENTAL VITILIGO PATIENTS IN WEST JAVA, INDONESIA: A RETROSPECTIVE STUDY
    (2023-07-14) KHALISA HUMAIRAH TAUFIK; Erda Avriyanti; Tidak ada Data Dosen
    Purpose: Vitiligo is an acquired depigmenting disorder characterized by the destruction of functional melanocytes in the dermis, causing vitiliginous patches that have no pigment. The persons affected by vitiligo are stigmatised, leading to low self-esteem and negative psychological impact. Segmental vitiligo (SV) and non-segmental vitiligo (NSV) are the types of vitiligo. The NSV is the most common type of vitiligo and characterized by bilateral distribution of lesions and may progress to the severe type of NSV. NSV has a poor response to medical treatment and depigmentation may recur after therapeutic repigmentation. Data of clinical features and treatment are needed as basic data for education and determining therapeutic options in the management of NSV. Data regarding the clinical features and management of NSV in Indonesia are still very limited, especially in West Java. Thus, the intent of this study is to describe clinical features and management of non-segmental vitiligo in Bandung, West Java, Indonesia. Patients and Method: A retrospective study of a patient diagnosed by a dermatovenreologist with non-segmental vitiligo admitted to Tivaza Primary Clinic and Dermatology Outpatient Clinic at Dr. Hasan Sadikin General Hospital over a period from January 1st , 2018 to December 31st, 2022. Data were collected regarding the socio-demographic profiles, clinical profiles, and management profiles of the patient. Results: There was a majority in 20−29 years age group (22.42%) with females are the most affected (61.65%). A positive family history of vitiligo was present in 15.31% patients and only 5.01% had underlying autoimmune disease. The majority 4 of patients had vulgaris type of vitiligo (33.33%) and highest age of onset in 11−20 years (15.93%). Face (63.13%) and upper extremities (47.79%) were the most affected areas of the lesion and most of the patients had less than 10% body surface area involvement. The most common therapies used were phototherapy (46.31%) and vitamin D supplements (62.83%) with most of the patients showing improvement (36.28%). Conclusions: Of all the 339 NSV patients that were included in this study, the majority of the patients were in their third decade of life, with a predominance of females. The vulgaris type of vitiligo was the most common among the patients, with the majority of onset occurring in the second decade of life. Exposed areas, such as the face, were the most affected area of vitiligo lesions. Phototherapy and vitamin D supplements were the most commonly used therapies, with most of the patients experiencing improvement.
  • Item
    PREVALENCE OF PERIPHERAL ARTERY DISEASE IN PATIENTS WITH ACUTE CORONARY SYNDROME AT DR. HASAN SADIKIN GENERAL HOSPITAL BANDUNG
    (2023-10-14) NAOMI CALISTA; Miftah Pramudyo; Syarief Hidayat
    Background: Patients diagnosed with ACS and PAD will have worse hospital outcomes in terms of higher mortality rates, heart failure, recurrent ischemia, stroke, and major bleeding. Due to the absence of research articles specifically studying the prevalence of PAD in ACS patients in Indonesia, this study becomes the first one to determine the prevalence of peripheral artery disease in patients with acute coronary syndrome at Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung. Methods: A descriptive analytics study was conducted and patients with acute coronary syndrome were identified from registry registered between January 2021 and February 2023 to the Department of Cardiology and Vascular Medicine Hasan Sadikin General Hospital. A total sampling method was employed. The variables included were patient profile, clinical characteristics, prevalence of peripheral artery disease, and risk factors. Results: The prevalence of peripheral artery disease in patients with acute coronary syndrome was 27.9%. The most prevalent risk factors were hypertension and smoking. From a total of 31 subjects, the ratio of males to females with PAD was 8:1. The highest incidence of ACS patients with PAD occured in the age group of <60 years (54.8%), but it was not significantly different from the age group of ≥60 years (45.2%). Conclusion: PAD was common in ACS patients. Hypertension and smoking were the main risk factors. More research is needed on the implications of PAD in ACS. Keywords: acute coronary syndrome, peripheral artery disease, risk factors