Dermatologi dan Venereologi (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Dermatologi dan Venereologi (Sp.) by Author "Reiva Farah Dwiyana"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
Item GAMBARAN MIKROBIOMA USUS PADA PASIEN DERMATITIS ATOPIK USIA ANAK(2024-01-15) KESHIA AMALIA MIVINA MUDIA; Reiva Farah Dwiyana; Tidak ada Data DosenDermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan berulang, terutama mengenai bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh multifaktor. Patogenesis DA diduga berkaitan dengan ketidakseimbangan mikrobioma usus yang dapat menyebabkan disregulasi sistem imun. Berbagai genus dan spesies yang ditemukan pada anak DA maupun anak sehat berbeda-beda di tiap etnis dan negara. Penelitian mikrobioma usus pada DA hingga tingkat spesies jarang dilaporkan. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang menggambarkan mikrobioma usus pasien DA pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mikrobioma usus pada pasien DA usia anak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif secara potong lintang. Peserta penelitian adalah 20 anak usia 4 hingga <18 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, terdiri dari 13 anak DA dan 7 anak sehat yang berkunjung ke Klinik Dermatologi Anak Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin dan Klinik Tivaza Bandung periode Juli–Desember 2022. Ekstraksi DNA dari sampel feses dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung dan sequencing serta analisis bioinformatika dilakukan di Erasmus MC, Rotterdam, Belanda. Hasil penelitian ini adalah genus Prevotella, Megamonas, dan Faecalibacterium, serta spesies Megamonas funiformis, Faecalibacterium prausnitzii, dan Prevotella copri, merupakan mikrobioma usus yang terbanyak pada anak sehat. Mikrobioma usus yang paling banyak pada pasien DA anak terdiri dari genus Prevotella, Bacteroides, dan Faecalibacterium, serta spesies Prevotella copri, Bacteroides vulgatus, dan Faecalibacterium prausnitzii. Genus Megamonas dan Ligilactobacillus hanya ditemukan pada anak sehat, sedangkan genus Agathobacter dan Alloprevotella hanya ditemukan pada anak DA berat. Genus Bacteroides ditemukan pada anak sehat dan DA berat, meskipun dengan spesies berbeda, yaitu Bacteroides plebeius pada anak sehat, sedangkan pada anak DA berat ditemukan Bacteroides vulgatus. Selain itu, beberapa genus dan spesies yang sama ditemukan baik pada anak sehat maupun anak DA. Diversitas mikrobioma usus pasien DA anak lebih rendah dibandingkan anak sehat. Simpulan penelitian ini adalah genus Agathobacter dan Alloprevotella serta spesies Bacteroides vulgatus pada anak DA belum pernah dilaporkan sebelumnya. Komposisi spesies pada anak sehat di penelitian ini belum pernah dilaporkan sebelumnya. Genus dan spesies tertentu dapat ditemukan pada anak sehat maupun anak DA. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga tingkat subspesies untuk mengetahui peran strain tertentu.Item KORELASI ANTARA INTENSITAS SINAR ULTRAVIOLET-B DAN POLA MAKAN TINGGI VITAMIN D TERHADAP KADAR SERUM 25(OH)D PADA ANAK YANG TINGGAL DI DAERAH PANTAI(2023-10-10) ATIKA KAMILIA; Reiva Farah Dwiyana; Tidak ada Data DosenVitamin D memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh dan kulit. Sumber utama vitamin D berasal dari paparan sinar ultraviolet (UV)-B dan pola makan tinggi vitamin D. Indonesia merupakan negara yang sepanjang tahun mendapatkan paparan sinar UV yang cukup. Adanya perbedaan sudut jatuhnya sinar matahari pada permukaan bumi dapat berpengaruh dalam produksi vitamin D pada kulit. Oleh karena itu, nilai kadar serum 25-hidroksi vitamin D (25(OH)D) masih bervariasi pada individu yang tinggal di daerah pantai. Selain itu, kekurangan vitamin D masih dapat terjadi pada individu yang mengonsumsi makanan tinggi vitamin D. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai korelasi intensitas sinar UV-B dan pola makan tinggi vitamin D terhadap kadar serum 25(OH)D, terutama pada anak yang tinggal di daerah pantai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara intensitas sinar UV-B serta pola makan tinggi vitamin D terhadap kadar serum vitamin D pada anak yang tinggal di daerah pantai. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional secara potong lintang yang bersifat prospektif pada 50 anak sehat yang tinggal di daerah pantai. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Pangandaran, Jawa Barat. Sampel darah diambil untuk pengukuran kadar serum 25(OH)D; pengukuran intensitas sinar UV-B dilakukan dengan menggunakan UV meter merek UVP UVX Radiometer®; pola makan tinggi vitamin D diukur dengan menggunakan Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) yang telah divalidasi dan dimodifikasi yang berisi: daftar makanan, minuman, dan suplemen yang mengandung vitamin D, serta frekuensi makan subjek penelitian. Hasil pengukuran kadar serum 25(OH)D menunjukkan defisiensi vitamin D pada 10 subjek penelitian (20%), insufisiensi vitamin D pada 28 subjek penelitian (56%), dan sufisiensi vitamin D pada 12 subjek penelitian (24%). Pengukuran pola makan tinggi vitamin D menunjukkan pola makan cukup pada 38 subjek penelitian (76%) dan kurang pada 12 subjek penelitian (24%). Pengukuran intensitas sinar UV-B menunjukkan intensitas sinar UV-B memiliki rentang 6,91¬–7,31 mJ/cm2, dengan rerata intensitas sebesar 7,19±0,164 mJ/cm2. Rerata pada kelompok defisiensi vitamin D sebesar 7,09±0,189 mJ/cm2, pada insufisiensi vitamin D sebesar 7,22±0,149, dan pada sufisiensi vitamin D sebesar 7,23±0,152 mJ/cm2. Hasil analisis korelasi intensitas sinar UV-B terhadap kadar serum 25(OH)D pada penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif lemah dan tidak erat antara kedua variabel tersebut (p=0,004). Hasil analisis korelasi pola makan tinggi vitamin D terhadap kadar serum 25(OH)D pada penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif kuat antara kedua variabel tersebut (p=0,0001). Dari analisis multivariat pola makan (p=0,000) memiliki korelasi positif yang lebih kuat dibandingkan intensitas sinar UV-B (p=0,040) Simpulan penelitian ini, terdapat korelasi positif pada intensitas sinar UV-B dan pola makan tinggi vitamin D terhadap kadar serum 25(OH)D dan terdapat korelasi yang lebih kuat antara pola makan tinggi vitamin D dibandingkan intensitas sinar UV-B terhadap kadar serum 25(OH)D pada anak yang tinggal di daerah pantai.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA TRANSPLANTASI AUTOLOGUS SUSPENSI SEL NONKULTUR OUTER ROOT SHEATH FOLIKEL RAMBUT DENGAN MINI PUNCH GRAFT PADA VITILIGO NONSEGMENTAL(2023-10-10) ELISABET RISUBEKTI LESTARI; Reiva Farah Dwiyana; Eva Krishna SutedjaVitiligo merupakan kelainan pigmentasi didapat akibat hilangnya melanosit yang ditandai dengan makul atau patch depigmentasi. Salah satu tipe dari penyakit ini adalah vitiligo nonsegmental (VNS). Hingga saat ini, belum terdapat terapi vitiligo dengan hasil yang memuaskan. Terapi vitiligo yang tersedia meliputi terapi medis, yaitu terapi topikal, sistemik, dan fototerapi serta tindakan bedah. Vitiligo stabil dan refrakter terhadap terapi medis merupakan indikasi tindakan bedah. Tindakan ini terdiri atas transplantasi jaringan dan seluler. Mini punch graft (MPG) merupakan teknik transplantasi jaringan yang paling sering dilakukan, sedangkan transplantasi seluler dari autologus suspensi sel nonkultur outer root sheath folikel rambut (ASSNK-ORSFR) yang mengandung sel punca melanosit, saat ini menjadi pilihan yang cukup menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antara transplantasi ASSNK-ORSFS dengan MPG terhadap pada VNS yang dinilai berdasarkan jumlah lesi VNS yang pertama kali mengalami repigmentasi berdasarkan waktu, jumlah total lesi VNS yang mengalami repigmentasi, luas area repigmentasi dan kesesuaian warna repigmentasi dengan kulit perilesi. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimen kuasi dan desain pretest-posttest. Pemilihan peserta penelitian dilakukan secara purposive sampling. Peserta penelitian adalah 21 orang pasien VNS. Pada setiap peserta penelitian dilakukan transplantasi ASSNK-ORSFS pada satu lesi vitiligo dan MPG pada lesi lainnya. Pengamatan pascatindakan dilakukan pada minggu ke-2, ke-4, ke-8, dan ke-16. Jumlah lesi VNS yang pertama kali mengalami repigmentasi berdasarkan waktu, total lesi VNS yang mengalami repigmentasi, dan kesesuaian warna repigmentasi dengan kulit perilesi akan dinilai dengan dermoskopi sedangkan luas area repigmentasi diukur dengan software ImageJ®. Pada minggu ke-16, efektivitas transplantasi ASSNK-ORSFR lebih unggul dibandingkan MPG berdasarkan: jumlah lesi VNS yang pertama kali mengalami repigmentasi berdasarkan waktu (minggu ke-4: 19% vs 0%, ke-8: 7% vs 14,3%, ke-16: 1% vs 4,8%, p=0,010), jumlah total lesi VNS yang mengalami repigmentasi ((71,4% vs 28,6%, p=0,004), dan luas area repigmentasi (90−100%: 14,3% vs 0% ; 50−74%: 0% vs 4,8% ; 0,1−49%: 57,1% vs 4,8%, p=0,013). Kesesuaian warna repigmentasi dengan kulit perilesi pada kedua tindakan tidak bermakna secara statistic (p=0,083). Komplikasi pascatindakan tampak pada resipien tindakan MPG berupa cobblestone (28,6%) Pola repigmentasi difus (28,6%), perifolikular (28,6%), marginal (9,5%), dan campuran (4,7%) tampak pada transplantasi ASSNK-ORSFR sedangkan pada MPG tampak pigment spread phenomenon (28,6%). Simpulan penelitian ini adalah efektivitas transplantasi ASSNK-ORSFR lebih baik dibandingkan MPG pada VNS.