Browsing by Author "Indah Suasani Wahyuni"
Now showing 1 - 20 of 25
Results Per Page
Sort Options
Item Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Rimoang Kencur (EEKG) terhadap Candida albicans ATCC 10231 sebagai Penyebab Angular Cheilitis(2023-07-13) KAYSA YASMINE HAKIM; Jutti Levita; Indah Suasani WahyuniAngular cheilitis merupakan peradangan infeksi pada sudut mulut bibir yang salah satu penyebabnya adalah Candida albicans. Obat topikal antijamur biasa digunakan untuk terapinya, namun akhir-akhir ini telah ditemukan resistensi. Diperlukan penemuan obat alternatif yang berasal dari tanaman lokal Indonesia untuk kemandirian produksi dalam negeri Indonesia. Rimpang kencur (Kampferia galanga L.) adalah salah satu tanaman obat Indonesia yang telah dimanfaatkan secara empiris dan terbukti secara ilmiah sebagai anti radang dan memiliki aktifitas antijamur. Hasil penelitian terdahulu terhadap ekstrak etanol rimpang kencur (EEKG) konsentrasi rendah efektif sebagai anti radang dalam uji in vitro dan in vivo, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antijamur EEKG tersebut terhadap C. albicans ATCC 10231. Metode yang digunakan adalah eksperimental murni menggunakan metode mikrodilusi dan difusi agar Kirby-Baeur. Sediaan uji yaitu EEKG konsentrasi 0,25%–50%, serta nystatin, dan ketoconazole sebagai kontrol pembanding. Data yang dihasilkan adalah optical density dan diameter zona hambat. Digunakan analisis statistic regresi nonlinear/polinomial orde 2 untuk grafik konsentrasi EEKG terhadap persentase penghambatan pertumbuhan C. albicans ATCC 10231. Data yang didapatkan dari kedua metode masing-masing dianalisis statistik menggunakan uji ANOVA dan uji lanjutan Post Hoc Bonferroni. Hasil penelitian mendapatkan bahwa EEKG memiliki aktivitas antijamur dengan KHM pada konsentrasi 2% (menghambat pertumbuhan jamur 23,06%) dan diameter zona hambat yang berbeda signifikan terhadap control yaitu 5,772 mm pada konsentrasi EEKG 32%. EEKG memiliki KHM terhadap C. albicans ATCC 10231 pada konsentrasi cukup rendah. C. albicans ATCC 10231 juga dinilai cukup sensitif terhadap pemberian EEKG konsentrasi 2%-50% namun diperkirakan lemah jika akan dikembangkan menjadi obat untuk terapi angular cheilitis.Item ANALISIS HUBUNGAN KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D SERUM DENGAN PENYAKIT MUKOSA MULUT DAN FAKTOR RISIKONYA(2023-08-23) FIKA FARADILLAH DRAKEL; Irna Sufiawati; Indah Suasani WahyuniIntroduction: Low levels of serum 25-hydroxyvitamin D are closely linked to health problems that can be influenced by risk factors. The purpose of this study was to look at the relationship between 25-hydroxyvitamin D levels in risk factors for age, sex, body mass index (BMI) and comorbidities, and to see differences in serum 25-hydroxyvitamin D levels in patients with oral mucosal disease and healthy individuals. Methods: This study was a retrospective observational study with a case-control research design, conducted and analyze by recording serum 25-hydroxyvitamin D levels in patients with oral mucosal diseases and healthy individuals according to the inclusion and exclusion criteria at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung from 1 January 2019 to 31 December 2021. Results: Female patients (62.27%) were significantly more prevalent (p<0.000) than males (37.21%). The age group of 26–50 years (79.06%) were significantly larger (p<0.000) than other groups. Serum 25-hydroxyvitamin D deficiency in patient wiyh oral mucosal disease were significantly higher (p<0.000) than in the other groups. The top three cases of oral mucosal diseases found were oral cancer (17.82%), recurrent aphthous stomatitis (16.83%), and candidiasis (13.86%) respectively. Serum 25-hydroxyvitamin D levels in healthy individuals were significantly higher (p<0.000) than in patients with oral mucosal diseases. There was a significant association (p<0.000) between gender and serum 25-hydroxyvitamin D levels with an odds ratio of 5.78, age, BMI, and comorbidities were not associated. Conclusion: This study showed that most patients with oral mucosal disease had deficient serum 25-hydroxyvitamin D levels, the most common gender was female and there was a difference in lower serum 25-hydroxyvitamin D levels in patients with oral mucosal disease compared to healthy individuals. There is a significant relationship between gender and serum 25-hydroxyvitamin D levels.Item ANTI-INFLAMMATORY POTENTIAL OF ALOE VERA IN ORAL MUCOSITIS THERAPY: SYSTEMATIC REVIEW(2022-07-10) VERRELY CHRISTIAN CHANDRA; Nanan Nur aeny; Indah Suasani WahyuniThis review aims to analyse the potency of Aloe vera for Oral Mucositis (OM) therapy. Articles searched using the keywords “Oral Mucositis” AND “Aloe vera”, conducted through PubMed, ScienceDirect, and Cochrane Library databases, and adapted to the PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome) framework. The inclusion criteria for articles were: Randomized Controlled Trial (RCT) study design; in English; full paper available; published in the range between 2011-2021; and with low risk of bias. RoB-tools JADAD Oxford Quality Scoring System was used. This paper writing refers to the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA) guidelines. A total of 5 (five) articles met the criteria for a qualitative review and all showed a high range of quality articles. it was found that both Aloe vera solution 70% and Aloe vera gel 10% showed a reduction of radiotherapy or chemotherapy induced oral mucositis grade. Aloe vera mouthwash has an equal anti inflammation effect compare to benzydamine on patient with radiotherapy induced oral mucositis, whereas the use of other formula containing Aloe vera with other herbal materials did not show anti-inflammatory effect. Drug formulation containing Aloe vera can be used as an alternative therapy in the management of Oral Mucositis (OM) with anti-inflammatory potency that can reduce pain and the severity of oral mucositis.Item Formulasi, Stabilitas Fisik, Identifikasi Etil-para-metoksisinamat, Kadar Polifenol, dan Uji Hedonik Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kaempferia galanga L. Berbasis Carbopol 934(2023-10-11) AMIRA SHAFURIA; Irna Sufiawati; Indah Suasani WahyuniPendahuluan: Ekstrak etanol rimpang Kaempferia galanga (EEKG) telah terbukti memiliki aktivitas anti-ulser mukosa mulut melalui mekanisme penghambatan ekspresi COX-2, oleh karena itu perlu dilakukan hilirisasi menjadi produk obat herbal yang dapat dimanfaatkan oleh klinisi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan basis gel dengan stabilitas fisik terbaik, mengidentifikasi komponen aktif etil para-metoksi sinamat (EPMS), menetapkan kadar polifenol yang terkandung pada gel EEKG 5% dan 10%, serta mengukur tingkat kesukaan responden terhadap produk gel EEKG tersebut. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimental yang diawali dengan formulasi empat sediaan gel EEKG yang berbasis Carbopol 934 dan natrium karboksi metil selulosa (Na-CMC) sebagai polimer mukoadhesif dan juga pengujian stabilitas fisik pada hari ke-0 dan ke-14. Gel EEKG dengan stabilitas fisik terbaik selanjutnya dianalisis untuk mengidentifikasi EPMS menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) serta menetapkan kandungan polifenol di dalamnya. Uji hedonik juga dilakukan mengukur tingkat kesukaan 30 responden terhadap produk gel EEKG tersebut. Analisis data menggunakan paired t-test, one-way ANOVA, dan Kruskal-Wallis. Hasil: Berdasarkan hasil pengujian stabilitas fisik, basis Carbopol 934 1% terbaik untuk sediaan gel EEKG karena bersifat stabil selama masa simpan 14 hari. Uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara stabilitas fisik sediaan gel Carbopol 934 EEKG dengan sediaan gel anti ulserasi mukosa mulut komersial (p < 0,05). Kromatogram KCKT membuktikan bahwa EPMS teridentifikasi pada sediaan gel carbopol 934 EEKG 5% dan 10% dengan waktu retensi 6,056 dan 6,146 menit. Kadar polifenol pada sediaan gel carbopol 934 EEKG 5% dan 10% masing-masing adalah 1201,2557 mg/kg dan 1849,1506 mg/kg. Uji hedonik menunjukkan bahwa sediaan gel carbopol 934 EEKG 5% lebih disukai oleh responden. Simpulan: Carbopol 934 merupakan polimer mukoadhesif terbaik yang dapat digunakan sebagai basis sediaan gel EEKG. Sediaan gel EEKG berbasis Carbopol 934 terbukti mengandung senyawa aktif EPMS dan polifenol. Dengan mempertimbangkan tingkat kesukaan responden, sediaan gel Carbopol 934 EEKG kadar 5% dapat dikembangkan sebagai obat topikal antiulser mukosa mulut.Item Gambaran Ankyloglossia dan Fissure Tongue pada Siswa Kelas 5 SD di Kecamatan Jatinangor Sumedang(2018-07-12) ZULEIKA FADIAH PUTERI UTAMI; Erna Herawati; Indah Suasani WahyuniAnkyloglossia adalah kelainan kongenital yang terjadi pada lidah berupa perlekatan frenulum lingual yang pendek atau terletak dekat dengan ujung lidah. Fissure tongue merupakan suatu kondisi adanya celah atau lekukan pada bagian dorsal lidah. Kedua kelainan tersebut dapat bersifat asimptomatik namun diperlukan perhatian agar tercapai kesehatan mulut yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran prevalensi dan klasifikasi ankyloglossia dan fissure tongue pada siswa kelas 5 SD di Kecamatan Jatinangor Sumedang. Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif. Sampel yang diperiksa sejumlah 157 anak dengan teknik purposive sampling. Pemeriksaan kondisi lidah pada subjek dilakukan dengan melihat secara visual bagian dorsal dan ventral lidah. Hasil penelitian diperoleh ankyloglossia 13 anak (8,28%), fissure tongue 10 anak (6,37%) dan keduanya 7 anak (4,46%). Tipe ankyloglossia seluruhnya adalah partial ankyloglossia. Tipe fissure tongue yang ditemukan pada 10 anak (6,37%) tipe central longitudinal, 5 anak (3,19%) branching, 1 anak (0,64%) central transversal dan 1 anak (0,64%) diffuse. Simpulan penelitian ini adalah prevalensi ankyloglossia 8,28% dan fissure tongue 6,37% serta klasifikasi yang paling banyak ditemukan adalah partial ankyloglossia dan central longitudinal pada fissure tongue. Kata Kunci: Ankyloglossia, Fissure tongue, Anak-anakItem Gambaran Kadar IL-6 Saliva Terkait Lesi Ulserasi Oral pada Siswa Sekolah Dasar Usia 10-12 Tahun di Kecamatan Jatinangor(2019-04-09) ALMAS PANDHIADELLY NUR`AATHIFAH; Indah Suasani Wahyuni; Wahyu HidayatPendahuluan: Lesi ulserasi oral adalah kerusakan lapisan mukosa oral yang membentuk cekungan ditutupi oleh jaringan nekrotik sehingga warnanya menjadi putih kekuningan. Patogenesis lesi ulserasi merupakan suatu proses yang melibatkan respon imun alami dan respon imun adaptif. Respon inflamasi akibat kerusakan jaringan mukosa oral salah satunya berupa sekresi sitokin Interleukin-6. Metode: Pemeriksaan klinis rongga mulut dilakukan pada 160 siswa sekolah dasar usia 10-12 tahun di Kecamatan Jatinangor oleh dokter gigi spesialis penyakit mulut. Sejumlah 19 siswa dipilih dengan metode pusposive sampling dan menjadi subjek penelitian. Pengambilan saliva dilakukan sebanyak 2x dengan menggunakan metode spitting. Pengambilan saliva dilakukan saat terdapat lesi ulserasi dan setelah sembuh dari lesi ulserasi. Kadar IL-6 saliva dihitung dengan menggunakan metode ELISA. Hasil: Rata-rata kadar IL-6 saliva saat terdapat lesi ulserasi oral adalah 384,34 pg/mL, sedangkan saat lesi ulserasi oral sudah sembuh adalah 247,76 pg/mL. Sejumlah 10 siswa mengalami penurunan kadar IL-6 saliva dengan rata-rata 609,52 pg/mL menjadi 162,47 pg/mL dan 9 siswa mengalami kenaikan kadar dengan rata-rata 134,15 pg/mL menjadi 347,3 pg/mL. Simpulan: Rata-rata kadar IL-6 saliva lebih tinggi pada saat mengalami lesi ulserasi daripada saat setelah sembuh dari lesi ulserasi. Kata kunci: Lesi Ulserasi Oral, Kadar Interleukin 6 Saliva, Siswa Sekolah Dasar Usia 10-12 Tahun di Kecamatan JatinangorItem GAMBARAN KARAKTERISTIK LESI ULSERASI RONGGA MULUT DAN KADAR Hb PADA SISWA SD KELAS 5 DI KECAMATAN JATINANGOR SUMEDANG(2018-07-12) ROSITA NURDIANI; Erna Herawati; Indah Suasani WahyuniLesi ulserasi rongga mulut merupakan penyakit mulut yang disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya kadar hemoglobin. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data karakteristik lesi ulserasi rongga mulut dan kadar hemoglobin pada siswa sekolah dasar kelas 5 di Kecamatan Jatinangor, Sumedang. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan observational. Sampel yang diambil sebanyak 157 siswa kelas 5 dari empat sekolah dasar menggunakan teknik cluster samping dua tahap. Penelitian dilakukan dengan memeriksa rongga mulut secara visual menggunakan kaca mulut dan kadar hemoglobin menggunakan hemoglobinometer (Mission®). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa karakteristik lesi ulserasi yang paling banyak ditemukan adalah tunggal 67,7%, lokasi di mukosa bukal 31,25%, bulat 45,95%, kecil 70,27%, tepi irregular 70,27%, tepi eritema 83,78%, dangkal 86,49%, datar 83,78%, dan warna putih 89,19%. Sebanyak 28 siswa (17,83%) memiliki kadar hemoglobin <12 gr/dl dan 129 siswa (82,17%) memiliki kadar hemoglobin ≥12 gr/dl. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 siswa (19,75%) memiliki lesi ulserasi rongga mulut dan kadar hemoglobin siswa SD kelas 5 di Kecamatan Jatinangor Sumedang berkisar antara 9,2 gr/dl sampai 17,3 gr/dl.Item Gambaran Kualitas Hidup Siswa Sekolah Dasar Terkait Lesi Ulserasi Oral Berdasarkan Pengukuran Modifikasi OHIP-14 di Kecamatan Jatinangor(2019-04-03) ALMIRA PUTRI MILADIANI; Dewi Zakiawati; Indah Suasani WahyuniPendahuluan: Lesi ulserasi oral diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kualitas hidup yang terjadi terhadap siswa sekolah dasar terkait lesi ulserasi oral di Kecamatan Jatinangor. Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif observasional dengan pendekatan cross-sectional kepada siswa kelas 5 dengan rentang usia 10-12 tahun di beberapa sekolah dasar di Kecamatan Jatinangor, dengan metode wawancara. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14) yang telah dimodifikasi. Hasil: Dari 330 responden, terdapat 177 responden laki-laki dan 153 responden perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak siswa laki-laki yang terdapat lesi ulserasi oral dibandingkan siswa perempuan. Sebanyak 36 responden terdapat lesi ulserasi oral ketika proses wawancara. Nilai rata-rata kuesioner secara keseluruhan adalah 17,11. Nilai rata-rata individu responden dengan lesi ulserasi oral lebih besar dibandingkan responden yang tidak memiliki lesi. Rasa sakit di rongga mulut karena lesi ulserasi oral menjadi indikator kualitas hidup yang paling terpengaruhi yaitu sebesar 94,24%, diikuti dengan dimensi rasa sakit fisik sebagai dimensi yang mempengaruhi kualitas hidup. Rasa malu akan lesi ulserasi oral diikuti dengan dimensinya yaitu ketidakmampuan psikis menjadi indikator kualitas hidup yang tidak terlalu terpengaruhi dengan adanya lesi ulserasi oral. Simpulan: Kualitas hidup responden secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik tetapi responden dengan lesi ulserasi oral memiliki kualitas hidup kategori sedang dibandingkan dengan responden tanpa lesi ulserasi oral yang juga memiliki kualitas hidup baik. Dimensi fisik lebih mempengaruhi kualitas hidup dibandingkan dengan dimensi sosial dan psikis pada siswa sekolah dasar dengan lesi ulserasi oral.Item Gambaran Pemeriksaan Hematologi 8 Parameter pada Pasien Stomatitis Aftosa Rekuren di RSGM Unpad dan RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung(2019-03-14) MUTHIAH MIFTAHUL JANNAH; Nanan Nur aeny; Indah Suasani WahyuniStomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan penyakit multifaktor sehingga diperlukan penggalian anamnesis yang lebih lengkap, pemeriksaan klinis, dan penunjang yang detail salah satunya dengan melakukan pemeriksaan hematologi 8 parameter sebagai tes pemeriksaan awal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pemeriksaan hematologi 8 parameter pada pasien stomatitis aftosa rekuren. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu consecutive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 22 orang pasien SAR di RSGM Unpad dan RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Waktu pengambilan sampel dari Bulan Oktober-Desember tahun 2018. Hasil disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SAR lebih sering terjadi pada perempuan (68,2%), rentang usia 21-30 tahun (68,2%), tipe SAR minor (100%), berlokasi di mukosa labial (63,6%), jumlah tunggal (63,6%), berbentuk bulat (77,3%), riwayat penyembuhan 7-14 hari (100%) dan memiliki faktor genetik (45,4%). Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan frekuensi lebih banyak dalam keadaan normal pada hemoglobin (63,6%), hematokrit (81,8%), leukosit (95,5%), eritrosit (81,8%), trombosit (100%), dan MCV (72,7%). Frekuensi parameter yang lebih banyak mengalami penurunan yaitu MCH (54,5%), dan MCHC (81,8%). Gambaran hematologi 8 parameter pada pasien SAR yaitu nilai hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit, trombosit, dan MCV cenderung dalam batas normal, sedangkan nilai MCH dan MCHC cenderung dibawah batas normal.Item Gambaran Pola Makan Terkait Stomatitis Aftosa Rekuren Pada Remaja Usia 12-15 Tahun di Jatinangor(2020-07-14) EMANUELLA FEBRIANTI; Nanan Nur aeny; Indah Suasani WahyuniPendahuluan: Salah satu faktor predisposisi SAR adalah defisiensi nutrisi, sehingga tindakan preventif dengan menjaga pola makan terkait SAR perlu dilakukan sejak dini. Metode: Non-eksperimental, deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional, menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Kuesioner pola makan terdiri dari frekuensi, jenis dan cara pengolahan makanan, konsumsi suplemen, makanan kaya Fe, asam folat, vitamin B12, vitamin C, buah-buahan, makanan pencetus SAR serta rasa dan suhu makanan atau minuman. Hasil: Sejumlah 332 remaja usia 12-15 tahun mengisi kuesioner penelitian ini dan ditemukan 87 remaja (26,20%) memiliki riwayat SAR. Frekuensi kebiasaan makan belum ideal pada kategori frekuensi makan siang dan makan malam, serta waktu makan siang, pengolahan makanan dan sayuran belum ideal pada semua kategori, konsumsi air putih belum ideal, zat besi, vitamin B12 dan asam folat tidak sesuai standar anjuran kesehatan, serta frekuensi makan pedas, minuman terlalu dingin dan makanan terlalu panas tergolong paling sering ditemukan. Pembahasan: Frekuensi kebiasaan makan dan pengolahan makanan akan memengaruhi asupan gizi yang berdampak pada kejadian SAR. Konsumsi air putih juga berdampak pada perkembangan SAR karena berkaitan dengan produksi saliva. Fe, vitamin B12 dan asam folat akan memengaruhi ketahanan mukosa oral terhadap terjadinya SAR. Begitupula dengan rasa atau suhu makanan dan minuman yang kuat akan mengganggu kestabilan keseimbangan free-water dan bonding-water pada permukaan mukosa oral dan menjadi iritan. Simpulan: Sebagian besar pola makan subjek penelitian dengan riwayat SAR belum ideal, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut.Item Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Stigma Mahasiswa Kedokteran Gigi Preklinik Unpad Terhadap Orang Dengan HIV(2021-07-09) PUTRI WIDDYA UTAMI; Wahyu Hidayat; Indah Suasani WahyuniPendahuluan: Jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang bertambah secara signifikan, merupakan tantangan kesehatan yang serius bagi dokter gigi dalam merawat Orang dengan HIV. Pengetahuan mengenai Orang dengan HIV bagi mahasiswa kedokteran gigi dan sikap yang mendukung sangat diperlukan untuk menunjang kesehatan pasien Orang dengan HIV, pada saat praktik mandiri kelak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat pengetahuan dan stigma mahasiswa preklinik Kedokteran Gigi Unpad terhadap Orang dengan HIV. Metode: Jenis penelitian ini deskriptif cross-sectional, teknik pengambilan responden penelitian purposive sampling dan penentuan jumlah responden penelitian menggunakan rumus proporsi. Alat penelitian menggunakan kuesioner mengenai tingkat pengetahuan HIV/AIDS dan stigma terhadap Orang dengan HIV. Pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini merupakan modifikasi beberapa kuesioner yang sudah dipublikasikan sebelumnya, kemudian diterjemahkan secara back and forth (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) oleh penerjemah bersertifikat, selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan statistik alpha cronbach. Penelitian ini mendapatkan rekomendasi dari komite etik penelitian kesehatan Unpad no. 1316/UN6.KEP/EC/2019 Hasil: Tingkat pengetahuan mahasiswa kedokteran gigi preklinik sebagian besar sudah baik (80.5% responden) dengan rata-rata skor 8.2 dari 10. Tingkat stigma yang dimiliki sebagian besar juga rendah (96.1% responden) dengan rata rata skor 10.8 dari 14. Tingkat pengetahuan dengan materi mengenai transmisi (44.7%) dan kemungkinan penularan infeksi HIV (40.8%) perlu ditingkatkan. Tingkat stigma dengan materi tanggung jawab Orang dengan HIV dalam penularkan penyakit AIDS (59.2%) perlu ditingkatkan karena lebih dari setengah mahasiswa menjawab salah. Simpulan: Tingkat pengetahuan mahasiswa kedokteran gigi preklinik mengenai HIV/AIDS sudah baik, sedangkan stigma yang dimiliki dalam kategori rendah.Item Gambaran Tingkat Pengetahuan Oral Potentially Malignant Disorder (OPMD) Pada Dokter Gigi dan Peserta Didik Pendidikan Dokter Gigi(2022-01-14) MEGA JULIANTI; Wahyu Hidayat; Indah Suasani WahyuniPendahuluan: Kanker rongga mulut memiliki prognosis yang buruk karena sering kali terdeteksi pada stadium lanjut. Diagnosis dini dari kanker rongga mulut dan OPMD dapat secara signifikan memperbaiki prognosis. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan dokter gigi dan peserta didik kedokteran gigi mengenai OPMD. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan studi cross-sectional melalui survei. Penelitian ini dilakukan pada dokter gigi kota Bandung dan Kabupaten Sumedang serta peserta didik pendidikan profesi dokter gigi spesialis (PPDGS) dan peserta didik pendidikan profesi dokter gigi (PPDG) Universitas Padjadjaran pada bulan Oktober – November 2021. Penelitian dilakukan secara daring menggunakan google form. Kuesioner yang digunakan terdiri dari pertanyaan mengenai karakteristik responden dan 15 pertanyaan pilihan ganda tentang tingkat pengetahuan mengenai macam-macam OPMD, etiologi, gejala, prognosis, epidemiologi, dan pemeriksaan. Hasil: Sebanyak 215 responden berpartisipasi dalam penelitian ini yang terdiri dari 52 dokter gigi Kota Bandung, 27 Dokter gigi Kabupaten Sumedang, 21 PPDGS, dan 115 PPDG. Sebesar 60% peserta didik PPDG memiliki pengetahuan yang kurang mengenai OPMD dan hanya 6% yang memiliki pengetahuan baik. Pada peserta didik PPDGS sebanyak 76% memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan tidak ada yang memiliki pengetahuan baik. Tingkat pengetahuan dokter gigi juga kurang (66%) dan tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan baik. Dokter gigi dan peserta didik dokter gigi menjawab paling banyak pada pertanyaan yang lebih umum seperti faktor risiko kanker rongga mulut (92,1 %), kanker rongga mulut yang paling umum terjadi (82,8). Namun pada pertanyaan yang lebih spesifik seperti bagian mulut yang sering mengalami leukoplakia proliferative hanya 9,8% yang menjawab dengan benar. Simpulan: Secara keseluruhan, Peserta didik PPDG dan PPDGS memiliki pengetahuan yang kurang mengenai OPMD. Dokter gigi baik di Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang juga memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.Item Hubungan Kadar Hb Dan Imt Dengan Kejadian Ulser Oral Pada Siswa Sekolah Dasar Usia 10- 12 Tahun Di Kecamatan Jatinangor Sumedang(2019-04-04) REGIN AVIVAH; Riani Setiadhi; Indah Suasani WahyuniPendahuluan: Ulserasi oral merupakan penyakit pada mukosa mulut yang penyebabnya belum pasti, namun diduga dapat dipicu karena trauma, manifestasi dari penyakit sistemik dan defisiensi nutrisi. Nutrisi merupakan hal yang penting bagi anak usia sekolah, karena kekurangan nutrisi dapat berakibat kepada kondisi tubuh mereka seperti kekurangan berat dan tinggi badan serta dapat menyebabkan kekurangan hemoglobin. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan analitik korelasional. Sampel menggunakan data sekunder dari penelitian yang telah dilakukan pada siswa Sekolah Dasar usia 10- 12 tahun di kecamatan Jatinangor Sumedang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Pengujian hipotesis menggunakan uji Chi- Square Pearson secara manual dan SPSS. Hasil: Penelitian dilakukan pada 63 data siswa ulser oral, dan 63 data siswa sehat. Siswa ulser dengan kadar Hb tidak normal yaitu 9 siswa, sedangkan Hb tidak normal pada siswa sehat sebanyak 11 siswa. Siswa Ulser dengan IMT tidak normal sebanyak 15 siswa, sedangkan IMT tidak normal pada siswa sehat sebayak 22 siswa. Pembahasan: Uji Chi- square antara Hb dan IMT dengan kejadian ulser secara manual dan SPSS didapatkan H0 diterima. Kejadian ulser oral pada siswa Sekolah Dasar di Jatinangor tidak hanya disebabkan karena kadar Hb dan IMT yang tidak normal, namun juga dapat disebabkan karena faktor lain. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara Hb dan IMT dengan kejadian ulser pada siswa Sekolah Dasar usia 10- 12 tahun di kecamatan Jatinangor Sumedang.Item INTERLEUKIN AS BIOMARKER IN RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS (RAS): A SYSTEMATIC REVIEW(2021-07-09) INDAH DAMAYANTI; Nanan Nur aeny; Indah Suasani WahyuniRecurrent Aphthous Stomatitis (RAS) is a recurrent oral disease that causes pain and interferes with daily oral function.1 The etiology of RAS is not yet known, but its predisposition factors include immunity disorders and genetic variations.2,3 Overproduction of interleukin (IL) and polymorphism of the interleukin gene affect the recurrences and is found more in SAR patients.4 This review aims to describe the interleukins and interleukin gene polymorphisms related to and recommended as a RAS biomarker. Articles were searched through PubMed, ScienceDirect, and Cochrane Library databases, using the keywords of “Interleukin” AND “Recurrent Aphthous Stomatitis”. The Risk of Bias Assessment tool for Non-randomized Studies (RoBANS) was used, and the writing of this review refers to the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA) guidelines. A total of 8 articles met the criteria and showed a low risk of bias assessment. The level of IL-2, IL-6, IL-8, and IL-18 in the acute clinical phase of RAS were higher than in the recovery phase, but IL-10 levels showed decreased. IL-2, IL-6, IL-10 gene polymorphisms were found to be more frequent in RAS patients compared to controls, while IL-12 gene polymorphisms were found to be less associated with RAS pathogenesis. Interleukins at the proteomic level that recommended as a pro-inflammatory biomarker are IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, and IL-18, while an anti-inflammatory is IL-10. Only IL-2 can be recommended as a biomarker at the genomic level, as other interleukins still require other supporting data.Item Karakteristik Lesi Stomatitis Aftosa Rekuren pada Remaja Usia 12-15 Tahun di Jatinangor(2020-07-13) ASIMA TRISNAWATI NABABAN; Indah Suasani Wahyuni; Wahyu HidayatPendahuluan: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit mulut yang sering terjadi pada masyarakat terutama kelompok usia remaja. SAR bukan merupakan penyakit berbahaya yang dapat mengancam jiwa, namun rasa sakit yang ditimbulkan dapat mengganggu proses makan, berbicara, dan menelan sehingga menurunkan kualitas hidup penderita. Metode: Non-eksperimental, deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian sebanyak 46 remaja di SMP Negeri 1 Jatinangor berusia 12-15 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan didiagnosis SAR oleh dokter gigi Spesialis Penyakit Mulut (SpPM). Penelitian dilakukan dengan cara memeriksa rongga mulut menggunakan alat dasar, bantuan lampu cahaya putih, dan pengukuran diameter ulser menggunakan probe William. Lesi ulser didokumentasikan menggunakan kamera telepon genggam dengan resolusi HD 720 x 1280 piksel. Hasil: Terdapat sebanyak 54 (18%) dari 300 remaja memiliki lesi ulerasi, dan 46 remaja (15,34%) di antaranya didiagnosis SAR. Karakteristik lesi ulserasi yang paling banyak ditemukan adalah tunggal (84,8%), lokasi lesi tunggal (69,23%) dan lesi ganda (92,86%) di mukosa labial, berbentuk oval (56,60%), tipe minor (73,59%), tepi regular (84,9%), dikelilingi eritematous (96,22%), kedalaman lesi dangkal (62,26%), dasar datar (62,26%), dan warna lesi putih (60,38%). Simpulan: Karakteristik lesi SAR yang paling banyak ditemukan adalah tunggal, lokasi di mukosa labial, berbentuk oval, tipe minor, tepi regular dikelilingi eritematous, kedalaman lesi dangkal, dasar datar, dan warna lesi putihItem Mechanism of Action, Efficacy, and Safety of Propolis for the Management of Oral Mucositis : A Systematic Review(2022-07-12) ANIS NUR RAMDHIANI; Wahyu Hidayat; Indah Suasani WahyuniOral mucositis (OM) is an oral mucosal inflammation and complication of chemotherapy and/or radiotherapy. One of the natural agents that has been widely studied as an alternative therapy for OM was Propolis. This review aims to analyze the effectiveness and safety of propolis and its mechanism of action in preventing and treating OM through clinical study in human and animal models. Articles searched using the keywords “Oral Mucositis” AND “Propolis”, conducted through PubMed, ScienceDirect, and Cochrane Library databases. The inclusion criteria were: Clinical Trial and Animal Study design; in English; full paper available; published between 2016-2021; and high range of quality and articles in line to the research topic. RoB-tools JADAD Oxford Quality Scoring System and SYRCLE’s RoB tool was used for risk of bias determination. This paper writing refers to PRISMA guidelines. In vivo studies and clinical trials have shown that propolis can reduce OM Index scores in animals or OM grades in patients. Propolis can also reduce the symptoms of inflammation in OM and almost all articles stated that there were no side effects of propolis for oral mucositis. In vivo studies showed that propolis was able to inhibit pro-inflammatory markers, hypoxia markers, MPO serum levels, and TNF-alpha cytokines, but increased the expression of pS6, pAKT, NF-B, and GSH. Propolis is effective and safe to use in patients receiving chemotherapy/radiotherapy to prevent the severity and potential for OM therapy. The mechanism of action of propolis in overcoming clinical symptoms of OM is as an anti-inflammatory, antioxidant, and helps accelerate wound healing.Item Nutritional Status of Patient with Reccurent Aphthous Stomatitis: A Systematic Review of Observational Study(2022-07-10) MUTHIA AULIA QISTY; Nanan Nur aeny; Indah Suasani WahyuniRecurrent aphthous stomatitis (RAS) is an oral mucosal disease, one of the predisposing factors for RAS is nutritional deficiency. Parameters of nutritional status included anthropometry, dietary assessment, and serological examination. The nutritional status of RAS sufferers has good macronutrients but low micronutrients. The purpose of this study was to review the nutritional status of RAS patients worldwide and its relationship to the number of ulcers, diameter, severity, and frequency of RAS recurrence. The Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA) guidelines were used in structuring this systematic review. The PICO (population, intervention, comparison, outcome) and Risk of Bias Assessment tool for Non-randomized Studies (RoBANS) were used. Of twelve research articles in this study, seven used the case-control method, four used a cross-sectional study, and 1 article used a retrospective study. All studies used blood samples, and 2 articles also used saliva samples. This study found vitamin D, B12, and E deficiencies in RAS patients and no lack of folate, iron, zinc, and vitamins A and C. Vitamin D deficiency has a significant relationship with increasing ulcers. The nutritional status of patients with RAS showed a micronutrient deficiency and its relationship with increasing ulcers.Item Pengetahuan Dokter Kecil tentang Sariawan di Kecamatan Jatinangor(2019-03-26) INDAH WIDYA PANORAMAWATI; Indah Suasani Wahyuni; Nanan Nur aenyPendahuluan: Sariawan atau ulserasi oral sering dijumpai di anak usia sekolah. Tindakan pencegahan mengenai ulserasi oral belum dibahas secara luas dalam pelatihan dokter kecil. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya peningkatan pengetahuan mengenai sariawan pada anak usia sekolah, hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan dokter kecil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengetahuan siswa mengenai sariawan sebelum dan sesudah pelatihan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan menggunakan kuesioner model pre and posttest design. Sampel sebanyak 27 anak berasal dari 5 sekolah dasar di kecamatan Jatinangor. Pelatihan pada dokter kecil diberikan sebanyak dua kali dalam kelompok kecil dan kelompok besar. Materi yang diberikan meliputi definisi sariawan, penyebab sariawan serta macam-macam sriawan. Hasil: Pada penelitian terhadap 27 anak dokter kecil dari 5 sekolah dasar di Kecamatan Jatinangor, terdapat peningkatan skor hasil postest sebanyak 81,48%, penurunan skor sebanyak 11,11% dan skor tidak ada perubahan sebanyak 7,41% Pembahasan : Pelatihan dokter kecil melalui penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi interaktif dapat membantu meningkatkan pengetahuan dokter kecil. Pengulangan yang dilakukan pada penyuluhan yang diberikan juga dapat membantu agar dokter kecil lebih mudah mengingat materi yang diberikan. Simpulan: Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa persentase peningkatan pengetahuan siswa sesudah penyuluhan terdapat peningkatan sebesar 81,48% berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji wilcoxon, terdapat peningkatan yang signifikan pada pengetahuan dokter kecil.Item Pengukuran Kadar TNF-α Saliva Terkait Lesi Ulserasi Oral pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Jatinangor Usia 10-12 Tahun(2019-04-08) YOLLI DIANITA SARI; Indah Suasani Wahyuni; Tenny Setiani Dewi SPendahuluan: Lesi ulserasi oral adalah kerusakan lapisan mukosa oral yang membentuk cekungan ditutupi oleh jaringan nekrotik sehingga warnanya menjadi putih kekuningan. Patogenesis lesi ulserasi merupakan suatu proses yang melibatkan respon imun alami dan respon imun adaptif. Respon awal reaksi inflamasi dan kerusakan jaringan mukosa salah satunya berupa sekresi sitokin TNF-α. Metode: Pemeriksaan klinis rongga mulut dilakukan pada 160 siswa sekolah dasar di kecamatan Jatinangor usia 10-12 tahun. Sejumlah 20 siswa dipilih dengan metode purposive sampling dan menjadi subjek penelitian. Subjek penelitian dengan lesi ulserasi dilakukan pengambilan sampel saliva sebanyak dua kali yaitu saat terdapat lesi ulserasi dan setelah lesi ulserasi sembuh. Pengumpulan saliva dilakukan dengan metode spitting. Pengukuran kadar TNF-α saliva melalui metode ELISA ditentukan dengan nilai absorbansi menggunakan kit Cloud-Clone. Hasil:. Rata-rata nilai absorbansi TNF-α saliva saat terdapat lesi ulserasi oral adalah 0,6206, sedangkan saat setelah lesi ulserasi sembuh adalah 0,7047. Sejumlah 12 subjek mengalami peningkatan nilai absorbansi TNF-α saliva dengan rata-rata 0,5321 menjadi 0,8548, dan 8 siswa mengalami penurunan nilai absorbansi TNF-α saliva dengan rata-rata 0,7534 menjadi 0,4304. Pembahasan: Simpulan: Rata-rata nilai absorbansi TNF-α saliva keseluruhan setelah lesi ulserasi oral sembuh lebih tinggi daripada saat terdapat lesi ulserasi, namun 8 dari 20 subjek penelitian menunjukkan hal sebaliknya.Item PENILAIAN EFEK PENGGUNAAN PERANGKAT LIP TRAINER SECARA SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF UNTUK KEKERINGAN MULUT (UJI KLINIS PADA INDIVIDU LANJUT USIA DI KOTA BANDUNG)(2024-01-12) FITRI DONA SIREGAR; Indah Suasani Wahyuni; Tenny Setiani Dewi SKekeringan mulut terbagi atas xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva. Perangkat lip trainer merupakan tatalaksana non-farmakologis yang dapat diberikan sebagai terapi sialagogue mekanik dalam mengatasi kekeringan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek penggunaan perangkat lip trainer pada individu berusia lanjut dengan kekeringan mulut menggunakan skor subyektif SXI-D versi ringkas, skor obyektif metode the challacombe scale dan metode sialometri pada lansia di Poli Lansia Puskesmas di wilayah kota Bandung pada bulan Agustus-Oktober 2023 dengan populasi sebanyak 60 pasien. Kriteria inklusi yaitu diagnosis kekeringan mulut, lansia berusia 60-69 tahun, bersedia menandatangani informed consent, menjaga oral hygiene, tanpa penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan, bukan perokok aktif. Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental dengan pendekatan pre and post-test with control group design. Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling. Data dianalisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan data hasil riset berupa karakteristik subjek penelitian, data kategorik yang disajikan dalam frekuensi dan persentase, serta data numerik dan bivariat dilakukan untuk mengetahui efek penggunaan lip trainer terhadap perubahan kategori skor subyektif, skor obyektif (the challacombe scale dan laju aliran saliva) pada individu usia lanjut dengan kekeringan mulut. Hasil analisis terjadi penurunan terhadap skor SXI-D dan the challacombe scale, serta terjadi peningkatan laju aliran saliva pada hari ke 7,14,21, dan 28 apabila dibandingkan pada awal penelitian. Kesimpulan: penggunaan perangkat lip trainer pada individu berusia lanjut dengan kekeringan mulut menggunakan skor subyektif SXI-D versi ringkas, skor obyektif metode the challacombe scale dan metode sialometri memberikan efek yang baik pada lansia.