Biologi (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Biologi (S2) by Subject "Bambu"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item ETNOBOTANI DAN KONSERVASI KEBUN BAMBU DI DESA CIJAMBU TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG(2023-10-06) MUHAMMAD IHSAN; Johan Iskandar; Budi IrawanMasyarakat memiliki pengetahuan dalam memanfaatkan dan mengelola kebun bambu, manfaat bambu banyak dirasakan baik dari segi ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya. Masyarakat di Desa Cijambu memanfaatkan bambu pada berbagai aspek di kehidupan sehari-hari. Namun dengan masuknya pertanian komersial menjadikan kebun bambu banyak diubah menjadi kebun dengan nilai ekonomi lebih tinggi seperti kebun sayur. Akibatnya Pengetahuan terhadap pemanfaatan dan pengelolaan kebun bambu menjadi berkurang dengan lebih banyak yang tertarik mengelola kebun sayur dari pada kebun bambu, konversi lahan kebun bambu menjadi kebun sayur juga menurunkan potensi bambu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi kebun bambu dan keanekaragaman jenis bambu, aspek etnobotani terkait pemanfaatan dan pengelolaan kebun bambu, serta aspek konservasi kebun bambu oleh masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed method) yang meliputi pengumpulan aspek agroekosistem, etnobotani, dan konservasi dengan teknik wawancara semi terstruktur bersama informan, dan wawancara terstruktur bersama responden. Pengumpulan data lapangan juga dilakukan dengan melihat langsung kebun bambu milik masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bambu ditanam di tiga lokasi; kebun bambu, sisi jalan, dan tebing. Total luasan kebun adalah 2,897 Bata atau 4,06 Ha. Terdapat enam jenis bambu menurut masyarakat: awi tali (Gigantochloa apus), awi gombong/surat (Gigantochloa verticillata), awi temen (Gigantochloa atter), awi bitung (Dendrocalamus asper), haur hejo (Bambusa vulgaris var. vulgaris), dan haur koneng (bambusa vulgaris var. striata). Nilai indeks keanekaragaman bambu sebesar 2,945 dengan kategori keanekaragaman sedang, jenis awi tali merupakan jenis bambu dengan nilai SDR tertinggi. Terdapat sebanyak 41 jenis pemanfaatan pada bambu yang meliputi 3 pemanfaatan secara ekologi, 32 pemanfaatan secara ekonomi, dan 6 pemanfaatan secara sosial-budaya. Indeks nilai guna (use value) tertinggi pada jenis awi tali (G. apus) dengan nilai 0,786 yang dikategorikan sebagai jenis mayor dengan manfaat besar bagi masyarakat. Kepemilikan kebun bambu dimiliki secara pribadi melalui pewarisan (98%) dan dibeli (2%) serta dikelola dengan pengetahuan dari orang tuanya. Masyarakat melakukan konservasi kebun bambu dengan mewariskan kebun secara turun temurun, menggunakan teknik penebangan tebang pilih untuk memperpanjang regenerasi bambu, dan memodifikasi kebun bambu dengan ditanami kopi untuk menambah penghasilan.Item Keragaman Genetik Bambu Desa Karangwangi Kabupaten Cianjur dan Kebun Raya Bogor Berdasarkan Penanda Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)(2018-02-26) RINI HAFZARI; Annisa; Tia SetiawatiBambu merupakan tumbuhan yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Pemanfaatan bambu secara terus menerus tanpa ada usaha pelestarian dapat menyebabkan terjadinya pengurangan jenis bambu yang berdampak pada kepunahan. Penelitian keragaman genetik bambu berdasarkan penanda molekuler dapat membantu mengumpulkan data plasma nutfah untuk keperluan konservasi bambu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik bambu asal Desa Karawangi dan Kebun Raya Bogor dengan menggunakan penanda molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Empat puluh primer digunakan untuk seleksi primer dan hanya 24 primer yang menghasilkan pita polimorfik. Total jumlah pita DNA yang dihasilkan dari 24 primer adalah 1106 pita dengan jumlah alel polimorfik 954 dan ukuran pita yang dihasilkan berkisar antara 162-2247 pb. Selain itu terdapat 11 primer yang menghasilkan alel unik. Nilai Polymorphic Information Content yang dihasilkan primer berkisar antara 0,9-0,98 yang dikategorikan informatif. Dendogram dibuat berdasarkan koefisien kesamaan Dice dapat membagi sampel menjadi 3 klaster. Simpulan dari penelitian ini adalah penanda RAPD dapat diaplikasikan untuk mengetahui tingkat keragaman genetik bambu dari Desa Karangwangi dan Kebun Raya Bogor sehingga berpotensi digunakan dalam upaya konservasi bambu indonesia