Biologi (S2)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 39
  • Item
    KARAKTERISASI BIOFILM ASAL BENDUNGAN BALAMBANO DAN KAREBBE, LUWU TIMUR, SULAWESI SELATAN
    (2021) TSABITA FADHILATURRAHMAH; Sunardi; Keukeu Kaniawati Rosada
    Biofilm merupakan komunitas bakteri yang terasosiasi dengan permukaan substrat dan diselubungi oleh substansi matriks polimer ekstraseluler yang umumnya terbentuk dari polisakarida, DNA, protein, dan lipid. Biofilm dapat melekat pada material alami atau material buatan seperti pada beton. Beton adalah material utama pada konstruksi Bendungan Balambano dan Karebbe. Biofilm adalah salah satu faktor yang memengaruhi kondisi bendungan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai komunitas bakteri yang menyusun biofilm beton Bendungan Balambano dan Karebbe, Luwu Timur, Sulawesi Selatan serta mengetahui pengaruh isolat bakteri dalam menyebabkan korosi pada beton. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis struktur komunitas bakteri penyusun biofilm, analisis fisiologi komunitas bakteri penyusun biofilm, serta analisis kemampuan isolat bakteri asal Bendungan Balambano dan Karebbe dalam menyebabkan biokorosi pada beton. Analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah ditemukannya kelompok bakteri heterotrof (HB), Neutrophilic Sulfur-Oxidizing Bacteria (NSOB), Acidophilic Sulfur-Oxidizing Bacteria (ASOB), dan Sulfate-Reducing Bacteria (SRB) pada biofilm asal Bendungan Balambano dan Karebbe. Secara fisiologi, komunitas bakteri asal biofilm Bendungan Karebbe mampu menggunakan sumber karbon yang lebih beragam dengan laju metabolisme sumber karbon yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan komunitas bakteri asal biofilm Bendungan Balambano. Selain itu, ditemukan isolat bakteri asal Bendungan Balambano dan Karebbe yang dapat menyebabkan biokorosi pada beton secara signifikan, yaitu Pseudomonas fluorescens.
  • Item
    PENGARUH EKSTRAK KAYU SECANG (Caesapinia sappan L.) SEBAGAI ADJUVANT KELATOR BESI TERHADAP STRUKTUR DAN FUNGSI ORGAN GINJAL TIKUS (Rattus norvegicus L.) MODEL BESI BERLEBIH
    (2023-10-14) NURUL FIRDAWATI; Mohammad Ghozali; Yasmi Purnamasari Kuntana
    Jumlah zat besi yang berlebih dalam tubuh dapat memicu kerusakan pada berbagai organ termasuk ginjal. Penggunaan kelator besi telah terbukti dapat mengurangi akumulasi zat besi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan) sebagai adjuvant kelator besi terhadap serta struktur dan fungsi ginjal tikus model besi berlebih. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental selama 28 hari dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 kelompok uji pada 35 tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar. Iron dextran 60 mg/kg BB diberikan agar tercipta kondisi besi berlebih. Deferiprone 1,35 mg/kg BB diberikan sebagai kelator besi pembanding. Ekstrak kayu secang (EKS) diberikan pada tiap kelompok uji dengan dosis 50, 100, 150, dan 200 mg/kg bb. Parameter yang diamati yaitu kadar besi ginjal, serta struktur histologis ( sel nekrosis, degenerasi lemak, dan degenerasi hidrofik), sedangkan secara fisiologis (kadar ureum, dan kreatinin) ginjal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) pada taraf kepercayaan 95% dan jika terdapat perbedaan maka dilakukan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian EKS dosis 50 dan 100 mg/kg bb mampu mencegah kerusakan pada organ ginjal tikus model besi berlebih.
  • Item
    PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEOBACILLIN CT6 PRODUKSI SEL AMOBIL Geobacillus subterraneus Tm6Sp1 SEBAGAI PEPTIDA ANTIMIKROBA TERHADAP Streptococcus mutans DAN Escherichia coli
    (2023-11-20) CANDRA ARUMIMANIYAH; Emma Rachmawati; Ratu Safitri
    Saat ini, penggunaan peptida antimikroba, seperti bakteriosin sedang dieksplorasi sebagai pengobatan alternatif atau senyawa tambahan dalam formulasi obat-obatan ataupun makanan. Namun, karakteristik bakteriosin dari bakteri termofilik, Geobacillus, masih terbatas penelitiannya. Bakteriosin dari genus ini diketahui memiliki sifat termostabil, tahan terhadap rentang pH yang luas, dan aktif melawan Gram-positif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik geobacillin CT6 yang dihasilkan oleh G. subterraneus Tm6Sp1 dan nilai MIC-nya terhadap Streptococcus mutans dan Escherichia coli. Produksi bakteriosin dilakukan dengan sistem preparasi sel amobil dan fermentasi repeated batch, sebanyak 12 batch. Ekstrak kasar bakteriosin dihasilkan melalui presipitasi amonium sulfat 80% dan dipekatkan dengan freeze-dry. Presipitat bakteriosin dimurnikan lebih lanjut dengan RP-HPLC preparatif. Hasil puncak fraksi yang mengandung geobacillin CT6 diamati pada rentang waktu retensi antara 12 hingga 15 menit. Aktivitas antibakteri geobacillin CT6 cenderung meningkat seiring dengan tahapan proses purifikasi. Diameter zona hambat terhadap bakteri E. coli dan S. mutans meningkat dari 6,20 mm dan 8,96 mm menjadi 9,77 mm dan 14,51 mm secara berturut-turut. Geobacillin CT6 juga menunjukkan sensitivitas terhadap enzim proteolitik, serta tetap stabil pada rentang suhu 55-95°C dan pH 4-10, termasuk saat ditambahkan dengan pelarut organik. Hasil pengujian MIC menunjukkan nilai sebesar 2,22 µg/ml terhadap S. mutans dan 4,25 µg/ml terhadap E. coli.
  • Item
    Efek Pemberian Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Sebagai Adjuvan Terhadap Kadar Besi dan Histologis Jantung Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Model Besi Berlebih
    (2023-09-25) REZQITA PUTRI PITALOKA; Mas Rizky Anggun Adipurna Syamsunarno; Kartiawati Alipin
    Iron overload atau besi berlebih dapat menyebabkan akumulasi zat besi pada organ termasuk jantung yang dapat berakhir pada kerusakan organ. Penggunaan kelator besi sintetis dapat menyebabkan efek samping apabila digunakan secara jangka panjang. Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) mengandung senyawa flavonoid dan brazilin yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi dan pengelat zat besi sehingga berpotensi sebagai kelasi besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dosis efektif ekstrak etanol kayu secang (EEKS) sebagai adjuvan dalam menurunkan kadar besi pada jantung dan memperbaiki struktur histologis jantung. Penelitian dilakukan secara eksperimental yang terdiri atas tujuh perlakuan dengan lima ulangan yang terdiri dari kontrol normal (aquades), kontrol positif (iron dextran (ID)), pembanding (ID, deferiprone (DFP)), dan kelompok uji adjuvan (ID, DFP, dan EEKS dengan dosis 50, 100, 150, dan 200mg/kg BB/hari). ID diberikan secara intravena dengan dosis 15 mg/kg BB/hari sebanyak 4 kali selama 12 hari pertama dengan interval 3 hari sekali, sedangkan DFP dan EEKS diberikan secara oral setiap hari selama 28 hari setelah pemberian ID. Parameter yang diamati adalah kadar besi jantung dan histologis jantung. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar besi jantung sebesar 47%, luas besi jantung sebesar 88%, luas fibrosis sebesar 72%, dan perbaikan pada struktur histologis jantung pada perlakuan kombinasi EEKS 50 mg/kg BB dan DFP 1,8 mg/kg BB. Hal ini disebabkan oleh kemampuan kelasi besi, antioksidan, dan antiinflamasi yang dimiliki EEKS. Dapat disimpulkan bahwa dosis tersebut merupakan dosis efektif EEKS sebagai adjuvan.
  • Item
    Polarisasi Makrofag Limpa Tikus (Rattus norvegicus) Model Besi Berlebih Setelah Diberi Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) secara Adjuvant Kelator Besi
    (2023-10-18) AMETHYST PUSPITA AINNI; Mohammad Ghozali; Yasmi Purnamasari Kuntana
    Zat besi berlebih merupakan kondisi kronis yang dialami oleh pasien thalassemia akibat transfusi darah dan terapi kelasi besi secara rutin. Zat besi akan terakumulasi di berbagai organ dan mengganggu kinerja sistem imun melalui perubahan polarisasi makrofag. Ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) bersifat anti-inflamasi dan mengkelat besi yang dapat dijadikan langkah alternatif dalam pengobatan thalassemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan dosis optimum ekstrak kayu secang sebagai adjuvant terhadap kadar besi limpa dan polarisasi makrofag limpa. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental selama 28 hari dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 kelompok uji adjuvant pada 35 tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar. Iron dextran 60 mg/kg BB diberikan agar tercipta kondisi besi berlebih. Deferiprone 1,35 mg/kg BB diberikan sebagai kelator besi pembanding. Ekstrak kayu secang diberikan pada tiap kelompok uji dengan dosis 50, 100, 150, dan 200 mg/kg BB. Paremeter yang diamati meliputi kadar besi limpa, jumlah ekspresi marker M1 (CD86) dan M2 (CD163) dengan teknik imunohistokimia. Hasil analisis one-way ANOVA taraf kepercayaan 95% dan uji Duncan menunjukkan bahwa ekstrak kayu secang dapat menurunkan kadar besi limpa, meningkatkan jumlah M2 (CD163), dan menurunkan jumlah M1 (CD86). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kayu secang dosis 50 mg/kg BB dan 1,35 mg/kg BB deferiprone merupakan dosis efektif dalam mengkelat zat besi limpa, menurunkan makrofag inflamasi dan meningkatkan makrofag anti inflamasi.
  • Item
    PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEOBACILLIN T2A PRODUKSI SEL AMOBIL Geobacillus kaustophilus TM6T2 (a) SEBAGAI PEPTIDA ANTIMIKROBA TERHADAP Streptococcus mutans DAN Escherichia coli
    (2024-01-10) AKEYLA TABINA TAWANGALUN; Ratu Safitri; Emma Rachmawati
    Peptida atau protein antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri disebut sebagai bakteriosin. Bakteri termofilik Geobacillus sp., diketahui sebagai penghasil bakteriosin yang sangat baik. Bakteriosin dapat diaplikasikan untuk pengobatan penyakit gigi mulut yang disebabkan oleh bakteri patogen genus Streptococcus dan gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan daya hambat protein crude dan murni, karakteristik, dan nilai MIC geobacillin T2A yang dihasilkan oleh G. kaustophilus TM6T2 (a) sebagai peptida antimikroba terhadap bakteri S. mutans dan E. coli. Penelitian dilakukan secara deskriptif dan eksperimental dengan rancangan acak lengkap dua faktorial dan tiga ulangan. Penelitian deskriptif meliputi purifikasi dan karakterisasi geobacillin T2A. Penelitian eksperimental meliputi uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dengan metode broth microdilution. Produksi geobacillin T2A dilakukan dengan fermentasi repeated batch sistem sel amobil selama 10 batch. Crude bacteriocin extract (CBE) dimurnikan menggunakan presipitasi amonium sulfat 80% dan kromatografi RP-HPLC. Konsentrasi protein ditentukan dengan metode Bradford. Karakterisasi geobacillin T2A dilakukan dengan memberi perlakuan berbagai pH, suhu, enzim, dan pelarut organik. Pada uji MIC, geobacillin T2A dibuat variasi pengenceran bertingkat (1:2 - 1:32) dan diujikan terhadap S. mutans dan E. coli. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan uji ANOVA (p=0.05). Hasil menunjukkan bahwa waktu retensi geobacillin T2A berkisar antara 11-12 menit. Konsentrasi geobacillin murni T2A yang didapatkan adalah 24 ppm. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan daya hambat pada protein geobacillin T2A crude dan murni yang diujikan pada S. mutans dan E. coli. Geobacillin T2A tahan terhadap perubahan pH 4-10, suhu 55-95 oC, sensitif terhadap proteinase K dan mengalami penurunan fungsi bila digabungkan dengan EDTA. Nilai MIC geobacillin T2A hasil purifikasi sebagai peptida antimikroba terhadap S. mutans adalah 3 ppm dengan hasil statistik tidak signifikan dan 12 ppm terhadap E. coli, dengan hasil statistik signifikan.
  • Item
    OPTIMALISASI PENGELOLAAN SISTEM AGROFORESTRI MASYARAKAT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISOKAN, DESA SUKARESMI, BOJONGSALAM, DAN CICADAS, PROVINSI JAWA BARAT
    (2023-10-19) DAUD PRASETYO; Erri Noviar Megantara; Teguh Husodo
    Perkembangan pembangunan di Indonesia menyebabkan berkurangnya lahan pertanian sehingga petani semakin kesulitan untuk menanam kebutuhan pangan. Wahyunto (2014) melaporkan bahwa Indonesia memiliki lahan yang telah terdegradasi berat dan menjadi lahan kritis seluas 48,3 juta ha atau 25,1% dari luas wilayah Indonesia. Sementara itu, lahan kritis di Jawa Barat pada tahun 2019 tercatat seluas 907.683,67 Ha dengan 73% lahan kritis di Jawa Barat atau 658.784,01 Ha masuk dalam kategori sangat kritis (Dinas Kehutanan Jabar, 2018). Pembangunan PLTA UCPS yang tengah dijalankan di daerah tersebut memunculkan perubahan fungsi lahan agroforestri sehinga lahan garapan masyarakat semakin berkurang. Untuk itulah, penelitian ini dilakukan sebagai upaya dalam menemukan kembali jalan pengembangan lahan agroforestri dengan melakukan optimalisasi pengelolaan sistem agroforestri di DAS Cisokan desa Sukaresmi, Bojongsalam, dan Cicadas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui wawancara semi-terstruktur. Metode kuantitatif menggunakan analisis vegetasi menggunakan sampling kuadrat untuk mendapatkan data vegetasi dan komposisi jenis penyusun agroforestri di DAS Cisokan. Data sosial ekonomi diperoleh menggunakan kuisioner melalui wawancara secara purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 64 orang penggarap lahan disekitar DAS Cisokan sebagai respondennya. Analisis data menggunakan analisis vegetasi, analisis ekonomi, dan analisis Optimalisasi Program Tujuan Ganda (PTG) dan menggunakan software LINDO. Hasil penelitian menunjukan terdapat 4 tipe agroforestri yaitu agrosilvikultur-p dan m serta silvopastur-p dan m. Berdasarkan tujuan sosial-ekonomi, sifat subsisten (29,7%), intermediet (56,3%), dan komersial (14,1%). Tipe sistem agroforestri silvopastur-m dengan Skenario optimasi IV memiliki kemampuan yang terbaik dalam meningkatkan pendapatan dan mempertahankan total biomassa vegetasi
  • Item
    Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Aksi Fraksi Ekstrak Daun Bakau Merah (Rhizophora stylosa Griff.) terhadap Klebsiella pneumoniae ATCC 700603
    (2023-08-08) KARINA KALASUBA; Mia Miranti Rustama; Sri Rejeki Rahayuningsih
    Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri multi drug resistant (MDR) penyebab berbagai penyakit pada manusia, termasuk pneumonia. Untuk menangani bakteri MDR ini, diperlukan terapi alternatif dari senyawa bioaktif tumbuhan. Rhizophora stylosa Griff secara tradisional telah dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan dan diketahui mengandung senyawa bioaktif dengan sifat antibakteri. Meskipun menawarkan potensi besar, penelaahan senyawa bioaktif R. stylosa masih dalam tahap awal. Dengan demikian, teknik ekstraksi maserasi dan teknik pemisahan senyawa dengan ekstraksi cair-cair digunakan untuk mengekstraksi senyawa bioaktif dari daun R. stylosa. Aktivitas antibakteri dari fraksi juga dievaluasi terhadap K. pneumoniae ATCC 700603 menggunakan difusi sumuran dan pengukuran kebocoran komponen sel. Penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi n- heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi aqueous daun R. stylosa menghambat pertumbuhan K. pneumoniae secara sedang, nilai MIC 60% pada fraksi n-heksana, nilai MIC 40% pada fraksi etil asetat dan fraksi aqueous. Efek ini sejalan dengan adanya penghambatan sintesis protein dan asam nukleat, seperti yang ditunjukkan oleh pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis terhadap pelepasan bahan sel pada 260 dan 280 nm. Selain itu, mikrograf elektron sel K. pneumoniae yang diperlakukan dengan fraksi aqueous daun R. stylosa menegaskan bahwa fraksi tersebut merusak formasi sel. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi aqueous daun R. stylosa memiliki potensi untuk bertahan dalam penelitian tambahan untuk menentukan senyawa bioaktif yang berkontribusi terhadap aktivitas antibakteri, serta serangkaian uji aktivitas dan toksisitas.
  • Item
    STRUKTUR KOMUNITAS DAN STOK KARBON MAKROALGA SEBAGAI AGEN BLUE CARBON DI PESISIR SELATAN JAWA BARAT
    (2023-10-02) MUHAMAD AGUNG TRIYUDHA AGUSTIANA; Mega Laksmini Syamsuddin; Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi
    Makroalga memiliki peran penting bagi suatu ekosistem dan juga bagi biota perairan di sekitarnya. Makroalga merupakan agen blue carbon, dimana biota ini memiliki kemampuan penyerapan dan penyimpanan karbon yang tinggi. Potensi ini dapat membantu menurunkan emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat dengan adanya tekanan antropogenik. Kajian makroalga baik dari segi stukrur komunitas dan perannya sebagai agen blue carbon dapat diintegrasikan dengan pengaplikasian SIG. Integrasi data lapangan dan data citra dapat berguna dalam pengelolaan makroalga di zona intertidal berbatu. Pesisir selatan Jawa Barat dengan panjang 398 km memiliki beragam potensi dengan keberedaan makroalga yang berada di habitat zona intertidal berbatu di sepanjang wilayah ini. Penelitian bersifat eksploratif yang bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologis makroalga dan potensi penyimpanan karbon secara spasial di sepanjang tahun. Kajian dilakukan di tiga lokasi yang merupakan zona intertidal berbatu di wilayah pesisir selatan Jawa Barat. Titik pengambilan sampel mengacu pada mapping units yang telah dipersiapkan dengan pengaplikasian penginderaan jauh. Hasil kajian yang didapatkan yaitu ditemukannya 41 spesies makroalga yang sepanjang tahun didominasi oleh kelas Phaeophycae . Genus Gracillaria dan Sargassum memiliki peran penting pada wilayah kajian dan dari nilai grup status ekologi (ESG) memperlihatkan bahwa wilayah pesisir selatan Jawa Barat sedang mengalami degradasi lingkungan. Distribusi spasial tutupan dan biomassa di seluruh lokasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Genus Sargassum dan Gracillaria memiliki simpanan karbon tertinggi dan pemetaan stok karbon menunjukan peningkatan stok karbon di dua lokasi yaitu Sayangheulang dan Sindangkerta dan penurunan stok karbon di pantai Karapyak.
  • Item
    ETNOBOTANI DAN KONSERVASI KEBUN BAMBU DI DESA CIJAMBU TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG
    (2023-10-06) MUHAMMAD IHSAN; Johan Iskandar; Budi Irawan
    Masyarakat memiliki pengetahuan dalam memanfaatkan dan mengelola kebun bambu, manfaat bambu banyak dirasakan baik dari segi ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya. Masyarakat di Desa Cijambu memanfaatkan bambu pada berbagai aspek di kehidupan sehari-hari. Namun dengan masuknya pertanian komersial menjadikan kebun bambu banyak diubah menjadi kebun dengan nilai ekonomi lebih tinggi seperti kebun sayur. Akibatnya Pengetahuan terhadap pemanfaatan dan pengelolaan kebun bambu menjadi berkurang dengan lebih banyak yang tertarik mengelola kebun sayur dari pada kebun bambu, konversi lahan kebun bambu menjadi kebun sayur juga menurunkan potensi bambu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi kebun bambu dan keanekaragaman jenis bambu, aspek etnobotani terkait pemanfaatan dan pengelolaan kebun bambu, serta aspek konservasi kebun bambu oleh masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed method) yang meliputi pengumpulan aspek agroekosistem, etnobotani, dan konservasi dengan teknik wawancara semi terstruktur bersama informan, dan wawancara terstruktur bersama responden. Pengumpulan data lapangan juga dilakukan dengan melihat langsung kebun bambu milik masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bambu ditanam di tiga lokasi; kebun bambu, sisi jalan, dan tebing. Total luasan kebun adalah 2,897 Bata atau 4,06 Ha. Terdapat enam jenis bambu menurut masyarakat: awi tali (Gigantochloa apus), awi gombong/surat (Gigantochloa verticillata), awi temen (Gigantochloa atter), awi bitung (Dendrocalamus asper), haur hejo (Bambusa vulgaris var. vulgaris), dan haur koneng (bambusa vulgaris var. striata). Nilai indeks keanekaragaman bambu sebesar 2,945 dengan kategori keanekaragaman sedang, jenis awi tali merupakan jenis bambu dengan nilai SDR tertinggi. Terdapat sebanyak 41 jenis pemanfaatan pada bambu yang meliputi 3 pemanfaatan secara ekologi, 32 pemanfaatan secara ekonomi, dan 6 pemanfaatan secara sosial-budaya. Indeks nilai guna (use value) tertinggi pada jenis awi tali (G. apus) dengan nilai 0,786 yang dikategorikan sebagai jenis mayor dengan manfaat besar bagi masyarakat. Kepemilikan kebun bambu dimiliki secara pribadi melalui pewarisan (98%) dan dibeli (2%) serta dikelola dengan pengetahuan dari orang tuanya. Masyarakat melakukan konservasi kebun bambu dengan mewariskan kebun secara turun temurun, menggunakan teknik penebangan tebang pilih untuk memperpanjang regenerasi bambu, dan memodifikasi kebun bambu dengan ditanami kopi untuk menambah penghasilan.
  • Item
    FORMULASI RODENTISIDA NABATI BERBASIS UMBI GADUNG (Dioscorea hispida) TERHADAP KERUDAKAN ORGAN LAMBUNG, HATI DAN GINJAL TIKUS (Rattus norvegicus, Berkenhout 1769) JANTAN GALUR WIATAR
    (2023-06-14) ANDRE DIAN PERMANA; Yasmi Purnamasari Kuntana; Desak Made Malini
    Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan pemanfaatan senyawa bioaktif tumbuhan sebagai pestisida nabati. Sumber bioaktif yang dikaji potensinya sebagai pestisida nabati adalah umbi gadung (D. hispida). Tujuan penelitian ini adalah membuat formulasi berbasis umbi gadung (D. hispida) dalam merusak histologis lambung, hati dan ginjal tikus (R. norvegicus Berkenhout, 1769) jantan galur Wistar. Penelitian dilakukan secara eksperimental di laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan 5 ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah 25 ekor tikus jantan dengan rata-rata berat ±180 g (koefisien variasi 6,07%). Susunan perlakuan yang diberikan adalah KN (umpan blok tanpa umbi gadung), KP (umpan blok brodifakum), P1 (formula umpan + umbi gadung 30%), P2 (formula umpan + umbi gadung 50%) dan P3 (formula umpan + umbi gadung 70%). Perlakuan diberikan selama 4 hari berturut-turut. Pada hari ke-5, tikus disuntik ketamin dengan dosis 70 mg/kgBB dan dikorbankan dengan cara dislokasi leher. Organ diisolasi dan dibuat preparat histologis. Parameter yang diamati adalah struktur maskroskopis lambung, hati dan ginjal (warna, tekstur). Mikroskopis lambung (erosi mukosa, sel radang, vasodiltasi kapiler), hati (hepatosit, vena sentralis, sinusoid) dan ginjal (diameter glomerulus dan jarak ruang Bowman). Hasil penelitian menunjukkan adanya kerusakan makroskopis meliputi warna yang hitam dan tekstur kasar pada ketiga organ tersebut. Terjadi kerusakan mikroskopis lambung (erosi mukosa dan sel radang), hati (hepatosit nekrosis, vena sentralis melebar dan sinusoid menyempit tidak teratur), ginjal (glomerulus mengecil dan ruang bowman melebar). Kesimpulan dari penelitian ini adalah formula umpan umbi gadung 50% adalah formula paling efektif sebagai rodentisida nabati.
  • Item
    Pengaruh Pemuasaan Dan Pemberian Pakan Kembali Terhadap Performans Pertumbuhan Dan Hematologis Ikan Nila Merah (Oreochromis spp)
    (2021-06-16) ADAM ROBISALMI; Kartiawati Alipin; Joni Haryadi D.
    Ikan nila merah merupakan ikan hibrida potensial untuk dibudidayakan secara komersial. Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatan produktvitas ikan nila merah adalah dengan pembatasan nutrisi. Pembatasan nutrisi melalui puasa dan pemberian pakan kembali (refeeding) dapat menyebabkan terjadinya percepatan pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu puasa dan refeeding terhadap performans pertumbuhan dan hematologis ikan nila merah. Ikan uji yang digunakan adalah juvenil ikan nila merah generasi kedua (G2) hasil seleksi famili dengan bobot berkisar 33-35 g sebanyak 560 ekor. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari K (kontrol), S7 (puasa 7 hari dan refeeding 83 hari), S14 (puasa 14 hari dan refeeding 76 hari), S21 (puasa 21 hari dan refeeding 69 hari), dan S28 (puasa 28 hari dan refeeding 62 hari). Pemeliharaan dilakukan selama 90 hari. Parameter yang diamati meliputi performans pertumbuhan (pertambahan panjang, pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, derajat kelangsungan hidup, total konsumsi pakan, rasio konversi pakan dan faktor kondisi), nilai hematologis (sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit dan kadar glukosa darah) dan pengamatan sayatan histologis otot (diameter serat otot dan frekuensi serat otot). Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan hasil yang signifikan (P<0.05) terhadap performans pertumbuhan, nilai hematologis dan sayatan histologis ikan nila merah. Perlakuan S7 menunjukkan nilai yang nyata lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya terhadap semua parameter. Hasil ini mengindikasikan bahwa puasa 7 hari dan refeeding 83 hari merupakan protokol terbaik sehingga direkomendasikan untuk digunakan dalam manajemen budidaya ikan nila merah dengan pakan yang lebih efisien namun tidak menyebabkan gangguan hematologis pada ikan.
  • Item
    AKTIVITAS ANTIFUNGI DARI EKSTRAK ETIL ASETAT METABOLIT Penicillium citrinum TERHADAP JAMUR PATOGEN PADA TANAMAN RAMI
    (2022-10-26) KARTIKA SARI; Vira Kusuma Dewi; Asri Peni Wulandari
    Jamur patogen pada tanaman merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman yang dapat menyebabkan penurunan potensi hasil yang secara langsung karena menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Jamur endofit Penicillium citrinum menghasilkan metabolit sekunder aktif yang jauh lebih beragam dan terkenal dengan produksi metabolit mikotoksin. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi senyawa metabolit yang terdapat pada ekstrak etil asetat Penicillium citrinum serta uji aktivitas antifungi terhadap jamur patogen rami yaitu Fusarium spp dan Clonostachys rosea. Identifikasi senyawa metabolit dilakukan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Uji antifungi dilakukan meggunakan metode difusi sumuran serta ditentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC50) dan Minimum Fungicidal Concentration (MFC) menggunakan metode dilusi cair mikrodilusi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 senyawa dominan pada ekstrak etil asetat. Uji aktivitas antifungi menunjukkan ekstrak etil asetat Penicillium citrinum memiliki aktivitas yang kuat pada konsentrasi ekstrak 20%, 40%,60%,80%, dan 100%. Aktivitas sangat kuat ditunjukkan pada konsentrasi 100% dengan zona hambat terhadap Fusarium solani isolat 3248941, Fusarium solani isolat Colpat-359, Fusarium oxysporum isolat N-61-2, dan Clonostachys rosea strain B3042 masing – masing sebesar 30.57 ± 2.13, 29.05 ± 1.61, 29.80 ± 0.34, 31.46 ± 0.57 mm. Nilai MIC50 terkecil diperoleh pada penghambatan ekstrak etil asetat terhadap F. solani 3248941 dan C. rosea strain B3042 yaitu sebesar 6.3 mg/mL. Ekstrak etil asetat P. citrinum menujukkan aktivitas antifungi yang sangat kuat yang dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen tanaman rami.
  • Item
    DETEKSI MARKA MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX II (MHC II) PADA IKAN GURAMI (Osphronemus goramy) STRAIN JAMBI DAN KALIMANTAN TAHAN PENYAKIT MOTILE AEROMONAD SEPTICAEMIA (MAS)
    (2021-08-30) RITA FEBRIANTI; Keukeu Kaniawati Rosada; Tidak ada Data Dosen
    Penyakit Motile Aeromonad Septicaemia (MAS), yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila dapat mengakibatkan kematian massal hingga 100%. Deteksi marka molekuler yang terkait dengan sifat ketahanan terhadap penyakit dapat digunakan sebagai dasar seleksi sifat ketahanan penyakit. Salah satu gen yang potensial sebagai marka resistensi adalah major histocompability complex (MHC). Keberadaan gen MHC kelas II pada benih ikan gurami strain jambi dan kalimantan belum pernah dilaporkan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendeteksi keberadaan gen pengkode protein MHC, khususnya gen MHC kelas II. Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu: tahap persiapan dan tahap penelitian. Tahap persiapan terdiri dari: persiapan ikan uji, yaitu ikan gurami jambi (GJ) dan gurami kalimantan (GK), dan penyiapan bakteri A. hydrophila (karakterisasi bakteri, uji postulat Koch, dan LD50). Tahap penelitian meliputi uji tantang ikan gurami terhadap A. hydrophila, analisis parameter utama dan parameter pendukung. Uji tantang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan enpat perlakuan dan tujuh ulangan, yaitu Ikan gurami jambi diinjeksi phosphate buffer saline (PBS) (KJ), gurami kalimantan diinjeksi PBS (KK), gurami strain jambi dinjeksi A. hydrophila (GJ), dan strain kalimantan diinjeksi A. hydrophila (GK). Pada tahap persiapan, diperoleh LD50 bakteri A hydrophila pada strain GJ dan GK berturut-turut sebesar 3,2×105 CFU/mL dan 0,97×105 CFU/mL. Sementara itu, tingkat kematian ikan uji menunjukkan perbedaan nyata antara ikan gurami kontrol dengan ikan gurami strain GJ dan GK. Data tingkat kematian ikan dan intensitas gejala klinis menunjukkan bahwa populasi GJ lebih resisten terhadap A. hydrophila dibandingkan populasi GK. Gambaran darah ikan, meliputi total sel darah merah, total sel darah putih, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit, menunjukkan perbedaan nyata antara ikan yang diinjeksi bakteri dengan yang diinjeksi PBS, baik pada populasi GJ maupun GK. Analisis histopatologi organ utama ikan yang diinfeksi pathogen menunjukkan adanya kerusakan pada organ hati, ginjal, dan limpa, seperti nekrosis, kongesti, vakuolisasi, edema, dan hemoragi. Gen MHC II terdeteksi kedua strain uji (GJ dan GK), baik ikan yang tahan maupun yang rentan pascainfeksi. Namun demikian, terdapat perbedaan hasil amplifikasi gen MHC II dari ikan yang rentan dengan ikan yang tahan, yaitu terdeteksinya dua fragmen DNA sepanjang sekitar 400 pb dan 585 bp pada ikan yang tahan dan hanya satu fragmen DNA (400 bp) pada ikan yang rentan. Oleh karena itu, fragmen gen MHC II berukuran sekitar 585 bp dapat dijadikan kandidat marka molekuler spesifik untuk mendapatkan ikan GJ dan GK yang tahan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.
  • Item
    PERFORMA REPRODUKSI DAN EKSPRESI GEN REPRODUKSI UDANG GALAH Macrobrachium rosenbergii BETINA STRAIN GI MACRO II YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG MEDROXYPROGESTERON ACETAT
    (2021-08-31) FAJAR ANGGRAENI; Desak Made Malini; Tidak ada Data Dosen
    Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan salah satu jenis udang yang menguntungkan untuk dibudayakan karena tingginya kebutuhan masyarakat, resisten terhadap penyakit, mudah dibudidayakan dan biaya produksi yang relatif rendah, namun kendala yang dihadapi adalah adanya udang galah betina bertelur pada saat pembesaran yang dapat menghambat pertumbuhan. Injeksi hormon medroxyprogesterone acetat (MPA) digunakan untuk menghambat pematangan gonad tetapi efek sampingnya dapat menyebabkan peningkatan stress dan kematian pada udang galah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi hormon MPA pada pakan yang efektif menghambat performa reproduksi udang galah. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 kali pengulangan. Perlakuan yang diberikan adalah Kontrol (MPA konsentrasi 0 mg/kg pakan), P1 (MPA konsentrasi 50 mg/kg pakan), P2 (MPA konsentrasi 100 mg /kg pakan) dan P3 (hormon MPA pada konsentrasi 150 mg/kg pakan) yang diberikan selama 60 hari. Hewan uji yang digunakan adalah udang galah betina strain GI Macro II dengan bobot 10 g sebanyak 200 ekor. Parameter yang diamati adalah tingkat kematangan gonad (TKG), konsentrasi estradiol, laju pertumbuhan spesifik, indeks kematangan gonad (IKG), histologis gonad, kelangsungan hidup dan ekspresi gen reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hormon MPA dengan konsentrasi 50, 100 dan 150 mg/kg pakan secara signifikan menghambat performa reproduksi dilihat dari TKG, konsentrasi estradiol dan IKG dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi MPA 100 mg/kg pakan dapat meningkatkan laju pertumbuhan pada udang galah betina. Tingkat ekspresi gen MrvWD-Kazal pada konsentrasi MPA 100 mg/kg pakan 30% lebih rendah dari kontrol, hal ini menunjukkan secara molekuler pemberian hormon MPA dapat menghambat kematangan gonad udang galah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pakan yang mengandung hormon dapat menyebabkan perbedaan performa reproduksi ditinjau dari tingkat kematangan gonad, konsentrasi estradiol, laju pertumbuhan, indeks kematangan gonad, dan ekspresi gen. Hormon MPA konsentrasi 100 mg/kg pakan merupakan konsentrasi yang efektif untuk menghambat performa reproduksi dan ekspresi gen MrvWD-Kazal udang galah.
  • Item
    EVALUASI PERFORMA BENIH IKAN PATIN PERKASA (Pangsianodon hypophthalmus) DAN BENIH IKAN PATIN PASUPATI (Pangasius sp.) TERHADAP CEKAMAN LINGKUNGAN PERAIRAN pH ASAM
    (2021-08-12) JADMIKO DARMAWAN WIDI PRASETIYA; Joni Haryadi D.; Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi
    Peningkatan produksi patin nasional dapat dilakukan melalui pengembangan budidaya ikan patin unggul di lahan gambut marginal. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh cekaman lingkungan perairan pH asam terhadap performa benih ikan patin perkasa dan patin pasupati. Penelitian dilakukan di Balai Riset Pemuliaan Ikan pada bulan Oktober 2020 hingga Februari 2021. Ikan uji adalah benih ikan patin perkasa dan patin pasupati dengan dua ukuran berbeda yaitu benih berukuran ±2 inci dan ±5 inci. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji pendahuluan dan uji performa. Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui metode penurunan pH dan ambang minimum pH untuk uji performa. Ikan uji ditebar pada bak fiber 30 liter sebanyak 10 ekor/wadah. Perlakuan terdiri dari lima taraf pH yaitu 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; dan 7,0 dengan metode penurunan pH secara langsung dan bertahap melalui penambahan larutan asam klorida (HCl) 1 M. Uji performa dilakukan menggunakan bak fiber kotak 250 Liter, yang disekat menjadi 4 bagian. Padat penebaran untuk benih ±2 inci sebanyak 75 ekor/wadah, sedangkan benih ±5 inci sebanyak 15 ekor/wadah. Berdasarkan hasil uji pendahuluan, perlakuan uji performa terdiri dari empat taraf pH yaitu 4,0; 5,0; 6,0; dan 7,0 (kontrol) dengan metode penurunan pH secara bertahap. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan, kelangsungan hidup, kadar glukosa darah konversi pakan dan histologis jaringan insang. Hasil penelitian menunjukkan benih ikan patin perkasa berukuran ±2 inci memiliki pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan konversi pakan yang terbaik hingga taraf pH 4,0.
  • Item
    NEMATODA SEBAGAI INDIKATOR KESEHATAN TANAH PERTANIAN PISANG DESA MEKARGALIH, CIANJUR
    (2021-03-24) DALE AKBAR YOGASWARA; Hikmat Kasmara; Wawan Hermawan
    Kesehatan tanah pertanian pisang penting untuk dievaluasi untuk menghindari dampak penggunaan lahan pertanian terhadap kesehatan lingkungan dan manusia. Untuk itu, dibutuhkan sebuah sistem penilai yang mengintegrasikan komponen fisik, kimia, dan biologi untuk mengevaluasi kesehatan tanah. Kesehatan tanah dari tiga lokasi pertanian (Agr1, Agr2, dan Agr3) di Desa Mekargalih dinilai dan dibandingkan menggunakan karakteristik fisikokimia bersama dengan nematoda sebagai indikator biologis. Kesehatan tanah melalui indeks fungsional nematoda dievaluasi menggunakan maturity index (MI), plant-parasitic index (PPI), channel index (CI), enrichment index (EI), structure index (SI), dan basal index (BI). Keragaman nematoda dievaluasi menggunakan indeks keragaman, dominansi, dan kerataan. Beberapa karakteristik fisikokimia juga diukur seperti kelembapan, tekstur, struktur, agregat, warna, pH, karbon organik, dan kapasitas tukar kation. Penelitian dilakukan dengan desain sekuensial eksplanatori yang menggabungkan analisis indeks fungsional nematoda, pengukuran fisikokimia tanah, dengan hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukkan semua lokasi memiliki karakter fisik yang mirip, tanah cokelat gelap dengan tekstur liat, dan dispersi agregat yang rendah. Perbedaan terdapat pada kandungan kelembapan tanah dimana Agr1 memiliki kelembapan tanah yang tertinggi (78%) dibandingkan dengan Agr2 (70%) dan Agr3 (70%). Agr2 memiliki nilai pH KCl paling rendah (3,99) diikuti dengan Agr3 (4,11), dan Agr1 (4,26). Kapasitas tukar kation tertinggi dimiliki oleh Agr3 (38,02) dengan Agr1 dan Agr2 memiliki nilai yang sama (33,98). Karbon organik tertinggi didapatkan pada Agr2 (2,45) kemudian berturut turut diikuti oleh Agr3 (1,77) dan Agr1 (1,5). MI dan PPI menunjukkan bahwa Agr3 merupakan sistem yang paling matang (MI 3,81). Agr2 merupakan sistem peralihan yang baru keluar dari gangguan (MI 2,88) dan Agr1 masih memiliki gangguan akibat pemberian pupuk kandang (MI 2,5). Indeks fungsional menunjukkan bahwa Agr2 memiliki jaring makanan tanah paling diperkaya (EI), Agr3 paling terstruktur (SI), dan Agr1 memiliki gangguan paling besar (BI). Hasil ini menunjukkan bahwa Agr3 memiliki kondisi tanah paling sehat dan dapat dijadikan tolok ukur pertanian sebagai tanah yang sehat, terstruktur, dan jaring makanan yang terpelihara.
  • Item
    EFEK FORMULASI ENKAPSULASI SPORA Metarhizium anisopliae DENGAN ZEOLIT DAN TALK NANOPARTIKEL TERHADAP MORTALITAS DAN WAKTU KEMATIAN LARVA Crocidolomia pavonana
    (2022-06-10) NAWIR ILHAMI; Mia Miranti Rustama; Wawan Hermawan
    Aplikasi spora jamur Metarhizium anisopliae secara langsung di lapangan untuk pengendalian serangga hama Crocidolomia pavonana kurang efektif, karena spora jamur sangat rentan terhadap paparan sinar UV dari cahaya matahari. Pada penelitian ini teknik enkapsulasi spora jamur dengan zeolit dan talk nanopartikel telah dilakukan dan diuji kemampuannya terhadap mortalitas dan waktu kematian larva Crocidolomia pavonana. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan 4 ulangan. Faktor perlakuan yang diuji adalah formulasi spora Metarhizium anisopliae terenkapsulasi zeolit dan talk nanopartikel yang terdiri dari 6 taraf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enkapsulasi spora Metarhizium anisopliae dengan zeolit dan talk nanopartikel menyebabkan mortalitas larva dalam (24 jam) setelah diinfeksi, masing-masing sebesar 92,5 % dan 85 %. Enkapsulasi spora Metarhizium anisopliae dengan zeolit dan talk nanopartikel juga dapat mempercepat waktu kematian larva masing-masing selama rata-rata 1,075 dan 1,150 hari. Formulasi enkapsulasi spora jamur M. anisopliae dengan zeolit dan talk nanopartikel tetap berpengaruh terhadap mortalitas dan waktu kematian larva C. pavonana, dengan mortalitas tertinggi dan waktu kematian tercepat terjadi pada larva yang diinfeksi enkapsulasi spora jamur dengan zeolit nanopartikel.
  • Item
    ANALISIS STATUS TROFIK DAN INDEKS KUALITAS PERAIRAN DI KAWASAN RESTORASI MANGROVE PROVINSI JAWA BARAT
    (2022-04-06) RAMDAN NURDIANA; Yudi Nurul Ihsan; Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi
    Hutan mangrove merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang memiliki fungsi sosial, ekonomi, dan ekologis bagi lingkungan di sekitarnya, namun sering mengalami tekanan akibat kegiatan antropogenik. Degradasi hutan mangrove secara signifikan terjadi karena adanya alih fungsi menjadi kawasan industri, pemukiman, perikanan, dan pariwisata. Upaya restorasi dilakukan untuk memperbaiki kawasan dalam upaya mengembalikan fungsi ekologis. Pendekatan kualitas perairan sebagai indikator keberhasilan restorasi mangrove perlu dilakukan untuk melihat tingkat layanan ekosistemnya. Penelitian bersifat eksploratif ini bertujuan untuk mengetahui tingkat trofik dan indeks kualitas perairan serta korelasinya dengan faktor lingkungan. Pengamatan dilakukan di dua lokasi yang merupakan kawasan hutan mangrove di wilayah pantai utara dan selatan Jawa Barat. Daerah pengambilan sampel air pada masing-masing lokasi penelitian terdiri dari 3 titik sampling. Nilai produktivitas primer diukur dengan metode botol oksigen gelap-terang. Faktor fisika kimia perairan yang diukur terdiri dari hasil obervasi langsung dan analisis laboratorium. Perhitungan status trofik dan indeks kualitas perairan dilakukan dengan mengombinasikan berbagai data parameter lingkungan yang dihubungkan dengan standar baku perairan untuk peruntukannya. Hasil analisis diperoleh status trofik di kedua lokasi cenderung termasuk eutrofik dengan indeks kualitas perairan termasuk kategori kotor dengan nilai di kisaran 25-50.
  • Item
    AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia Swing.) DALAM PENGHAMBATAN BROWNING PADA KULTUR IN VITRO PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L. var. Kepok Tanjung)
    (2020-10-13) NANDANG PERMADI; Euis Julaeha; Mohamad Nurzaman
    Pisang kepok (M. paradisiaca L. var. Kepok Tanjung) merupakan jenis pisang olahan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Salah satu alternatif penyediaan bibit pisang kepok yang populer pada saat ini adalah teknik kultur in vitro. Namun, respon browning pada eksplan yang disebabkan oleh enzim polifenol oksidase (PPO) menjadi masalah utama yang sering terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak kulit Citrus aurantifolia dalam penghambatan browning eksplan pisang kepok tahap inisiasi tunas secara in vitro pada media Murashige and Skoog (MS). Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap menggunakan faktor tunggal, yaitu antioksidan ekstrak kulit C. aurantifolia dengan taraf konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm; 100 ppm asam askorbat, dan 100 ppm polivinil pirolidon (PVP) sebagai kontrol positif. Parameter yang diamati adalah indeks browning dan aktivitas enzim PPO. Ekstrak kulit C. aurantifolia diperoleh dengan maserasi residu kulit C. aurantifolia menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol yang kemudian ditambahkan ke dalam media kultur. Konsentrasi penghambatan 50% (IC50) ditetapkan dengan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan aktivitas enzim PPO ditetapkan dengan menggunakan substrat katekol yang diukur dengan spektrofotometer UV-vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kulit C. aurantifolia mulai hari ke-6 pada konsentrasi 300 ppm dapat menghambat terjadinya oksidasi. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya nilai indeks browning. Pada konsentrasi yang sama, aktivitas antioksidan paling tinggi terlihat mulai hari ke-9 dengan aktivitas enzim PPO sebesar 80,261 U/mL.