Bioteknologi (S2)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 16 of 16
  • Item
    Perbandingan Antara Pengencer Konvensional, Komersial, dan Nano Terhadap Motilitas, Kinematika, Viabilitas, serta Abnormalitas Semen Beku Sapi Simmental
    (2023-08-30) FITRI DIAN ANGGRAENI; Nurcholidah Solihati; Raden Siti Darodjah
    Perkembangan nanoteknologi memberi dampak terhadap kemungkinan peningkatan kapasitas pengencer konvensional semen sapi melebihi dari kemampuan pengencer komersial. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan antara pengencer konvensional, komersial, dan nano serta menentukan jenis pengencer yang dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik terhadap motilitas, kinematika, viabilitas, serta abnormalitas semen beku sapi Simmental. Pengencer komersial menggunakan Andromed®, sedang pengencer konvensional berbahan dasar skim 10% dan kuning telur 5%. Pengencer nano mengandung nano skim 6,66% dan kuning telur 0,5% yang disintesis dengan metode ball milling. Sampel semen segar diambil dari 6 ekor sapi Simmental umur 3 tahun menggunakan vagina buatan dengan sub ulangan dua kali, kemudian diencerkan dengan pengencer konvensional (T1), pengencer komersial (T2), dan pengencer nano (T3). Parameter yang diuji adalah motilitas (motilitas total, motilitas progresif, motilitas progresif cepat, motilitas progresif lambat, motilitas progresif sirkuler, motilitas sirkuler lokal, dan motilitas lokal), kinematika (VCL, VSL, VAP, ALH, BCF, STR, LIN, dan WOB), viabilitas, dan abnormalitas. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan ANOVA dan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05) terhadap motilitas total, motilitas progresif, motilitas progresif cepat, motilitas progresif sirkuler, motilitas lokal, VCL, VSL, VAP, ALH, WOB, dan viabilitas post thawing, kecuali pada motilitas progresif lambat, BCF, LIN, STR, dan abnormalitas menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jenis pengencer berpengaruh terhadap motilitas, kinematika, viabilitas, dan abnormalitas semen beku sapi Simmental. Pengencer nano menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan pengencer konvensional dan pengencer komersial.
  • Item
    OPTIMASI MEDIUM PERTUMBUHAN KULTUR SEL TIGA DIMENSI FIBROBLAS EMBRIO AYAM DENGAN PENAMBAHAN ALGINAT DAN GELATIN PADA METODE HANGING DROP
    (2023-10-11) NOVIAHANASTI; Shabarni G.; Savira Ekawardhani
    Sebagian besar penelitian sel menggunakan kultur sel dua dimensi (2D). Namun sel yang tumbuh dalam kultur 2D memiliki kekurangan, termasuk terbatasnya interaksi sel dengan matriks ekstraseluler. Untuk mengatasi kelemahan dari metode kultur 2D, sistem kultur sel tiga dimensi (3D) banyak digunakan karena memiliki kemiripan tingkat perilaku yang tinggi dengan sel in vivo. Penggunaan kultur sel 3D memungkinkan adanya pembentukkan spheroid. Sel fibroblas dari embrio ayam dapat digunakan karena memiliki doubling time yang cepat serta dapat di passage hingga 30 kali. Pada kultur sel 3D dibutuhkan jenis scaffold untuk membentuk sel spheroid, yaitu hidrogel. Alginat dan gelatin merupakan salah satu jenis hidrogel yang dapat digunakan sebagai alternatif hidrogel karena memberikan fungsi yang serupa dengan jenis hidrogel lainnya (matrigel) dengan biaya yang lebih murah. Pada penelitian ini kultur sel 3D fibroblas embrio ayam dibuat menggunakan metode hanging drop dengan penambahan alginat dan gelatin dengan variasi konsentrasi. Kultur sel 3D fibroblas embrio ayam diamati morfologi dan diameter rata-rata spheroid yang terbentuk, ditentukan ekspresi gen GAPDH, IL-6, dan α-SMA serta ditentukan viabilitasnya. Morfologi spheroid mulai terbentuk pada jam ke-4 dengan penambahan alginat sedangkan pada gelatin spheroid mulai terbentuk pada jam ke-8. Pengukuran diameter rata-rata juga ditentukan dengan menggunakan software ImageJ kemudian dilanjutkan dengan uji kruskal walis. Penambahan gelatin 1% menghasilkan diameter rata-rata terbesar. Hasil analisis ekspresi gen menunjukkan tidak terdapat pengaruh ekspresi gen GAPDH, IL-6, dan α-SMA. Penentuan viabilitas menunjukkan sel masih tetap hidup sampai hari ke 4.
  • Item
    PROFIL HISTOPATOLOGIS PLASENTA DAN FETUS TIKUS PUTIH GALUR WISTAR YANG DIBERI EKSTRAK KAYU SECANG
    (2023-01-16) JERI NOBIA PURNAMA; Ratu Safitri; Mas Rizky Anggun Adipurna Syamsunarno
    Pengukuran histomorfometri plasenta dan perkembangan janin digunakan untuk menilai toksisitas suatu zat aktif selama periode kehamilan pada model hewan coba. Plasenta dan janin terhubung satu sama lain dalam proses perkembangan selama kehamilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek pemberian ekstrak etanol kayu secang (Caesalpinia sappan L) terhadap perkembangan plasenta dan organ janin tikus putih yang diobservasi pada usia kebuntingan 20 hari. Pada percobaan ini, tikus betina yang terbukti kawin dibagi atas enam kelompok yaitu: Kelompok negatif (aquadest), dan kelompok perlakuan ekstrak etanol kayu secang pada dosis 100,200,300,400,500 mg/kg bb. Euthanasia dilakukan pada tikus dengan cara memaparkan gas CO, serta dilakukan pembedahan pada tikus bunting dilakukan di hari ke-20 kehamilan. Pengukuran dilakukan terhadap parameter perkembangan fetus meliputi berat badan fetus, panjang badan, panjang ekor, dan parameter plasenta meliputi berat plasenta, dan histomorfometri plasenta. Histomorfometri digunakan untuk mengukur luas daerah plasenta, zona labirin dan zona basal. Hasil penelitian menunjukan pada tikus yang diberi dosis ekstrak kayu secang tidak memiliki perbedaan bermakna secara statistik terhadap berat badan janin, panjang badan, panjang ekor, berat plasenta, dan histomorfometri plasenta dibandingkan dengan kelompok kontrol (p > 0,05). Pemberian ekstrak kayu secang tidak memiliki efek toksik terhadap perkembangan plasenta yang dapat mengganggu perkembangan janin selama kehamilan. Ekstrak kayu secang tidak memiliki efek toksik terhadap plasenta dan perkembangan fetus tikus putih sampai pada dosis tertinggi 500 mg/kg bb.
  • Item
    PENGARUH PRA PERLAKUAN SERTA FERMENTASI AMPAS SAGU OLEH PROBIOTIK TERHADAP NILAI NUTRISINYA SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK
    (2023-01-16) TITI LAHANDA SUSANTI; Ratu Safitri; Abun
    Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan ternak ruminansia di Indonesia adalah sulitnya memenuhi ketersediaan pakan secara berkelanjutan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan alternatif merupakan salah satu cara dalam mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu limbah yang berpotensi dijadikan sebagai bahan pakan adalah limbah ampas sagu. Ampas sagu merupakan limbah yang kaya akan lignoselulosa, yaitu dengan kandungan selulosa 36,86%, lignin 9,33%, dan hemiselulosa 34,77%. Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan meliputi pra perlakuan dengan cara desizing, pengukusan, penambahan eco-enzyme, dan fermentasi oleh bakteri L. acidophilus dan B. subtilis, serta jamur A. oryzae secara tunggal dan dilanjutkan dengan standarisasi bahan pakan dengan penambahan konsentrat. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi limbah ampas sagu sehingga layak untuk pakan ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pra perlakuan desizing, pengukusan 30 menit dan penambahan eco-enzyme dapat menurunkan kandungan lignin pada ampas sagu sebesar 1,91% dan meningkatkan gula pereduksi sebesar 0,4800 mg/mL. Ampas sagu yang difermentasi dengan menggunakan bakteri L. acidophilus menunjukkan hasil terbaik dalam meningkatkan nilai nutrisi yang ditinjau dari analisa proksimat dan analisa asam amino esensial. Penggunaan 20% ampas sagu fermentasi dan 80% konsentrat menunjukkan KcBK dan KcBO tertinggi dengan nilai 64,63% dan 71,05%.
  • Item
    Simulasi Coarse Grained Molecular Dynamics (CG-MD) untuk Mempelajari Efek Mutasi Struktur Protein Spike SARS-CoV-2 di Indonesia Sebagai Bagian dari Upaya Genomic Surveillence CoViD-19
    (2022-10-26) FAUZIAN GIANSYAH ROHMATULLOH; Ari Hardianto; Muhammad Yusuf
    Pandemi Corona Virus Disease 19 (COVID-19) telah menyerang seluruh negara di dunia termasuk Indonesia dan menjadi isu Kesehatan global, setelah 2 tahun lamanya telah bermunculan berbagai jenis vaksin untuk mengurangi penyebaran COVID-19. Namun virus dari COVID-19 yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 terus mengalami mutasi terutama pada protein Spike yang berperan dalam masuknya virus kedalam hostnya. SARS-CoV-2 terus mengalami mutasi hingga memunculkan berbagai Varian of Concern seperti varian Delta dan varian Omicron yang paling terbaru. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan mutasi yang ada di Indonesia, mengetahui efek mutasi terutama pada varian Delta dan Omicron terhadap transmibility dan antibodi netralisasi. Langkah pertama dari penelitian ini ialah memodelkan protein Spike natif, varian delta dan varian omicron kemudian simulasi dinamika molekul Coarse Grained protein spike beserta simulasi RBD dan reseptor ACE2 dan antibodi netralisasi dari vaksin astrazeneka. Hasil simulasi menunjukkan jika terdapat fluktuasi yang tinggi pada RBD varian Omicron akibat adanya mutasi pada daerah tersebut yang menyebabkan meningkatnya interaksi dengan reseptor ACE2 namun mengurangi interaksi dengan antibodi netralisasi. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terkait efek mutasi yang terjadi sehingga dapat membantu dalam pengembangan desain vaksin yang baru.
  • Item
    PENGEMBANGAN AWAL ALAT UJI CEPAT COVID-19 BERBASIS DETEKSI NUKLEOCAPSID PADA SAMPEL SALIVA UNTUK PENGUJIAN MANDIRI
    (2022-11-02) SITI SOIDAH; Muhammad Yusuf; Toto Subroto
    Lebih dari 6 juta orang meninggal karena pandemi virus corona (COVID-19). Penyakit ini menyebar dengan cepat karena sifatnya yang sangat menular. Penularan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit ini dapat melalui tetesan saliva yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi ketika jarak sosial kurang dari 1 meter. Oleh karena itu, saliva telah dikategorikan sebagai spesimen alternatif untuk mendeteksi COVID-19 oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Selanjutnya, WHO merekomendasikan penggunaan tes antigen cepat berdasarkan aliran lateral immunoassay ketika akses terhadap reaksi rantai transkripsi-polimerase terbalik (RT-PCR) terbatas. Tes uji cepat antigen berbasis saliva dikembangngkan dengan mengoptimalkan konsentrasi antibodi dan pH untuk konjugasi antibodi dan nanopartikel emas. Formulasi running buffer terbaik ditemukan terdiri dari 75 mM buffer natrium fosfat, 1% NaCl, 1% Triton X-100, N-Acetyl-L-Cysteine 0,5%, dan sodium azida 0,02%. Penambahan N-Acetyl-L-Cysteine dalam buffer dapat menurunkan viskositas saliva, sehingga meningkatkan sensitivitas. Alat uji cepat yang dikembangkan mendeteksi konsentrasi protein nukleokapsid paling sedikit pada 0,1 g/mL. Dalam studi ditemukan alat uji cepat antigen berbasis saliba memiliki spesifisitas 100% terhadap saliva yang sudah terkonfirmasi COVID-19 negatif dan tidak terjadi reaksi silang dengan hemagglutinin virus flu burung.
  • Item
    Polymorphism of KLF1 genes in β-Thalassemia and Effects Levels of HBF Levels, HB Levels and Blood Transfusion Frequencies
    (2022-11-03) MUTIA SYAFIRA; Yunia Sribudiani; Ani Melani Maskoen
    Polymorphism of KLF1 genes in β-Thalassemia and Effects Levels of HBF Levels, HB Levels and Blood Transfusion Frequencies Mutia Syafira,1 Yunia Sribudiani,2 Ani Melanie Maskoen3 1 Program Studi Magister Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia 2 Departemen Ilmu Kedokteran Dasar , Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia 3 Departemen Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia ABSTRACT β-Thalassemia is an autosomal recessive inherited red blood cell disorder, a problem that often occurs in cases throughout the world, especially in the `Thalassemia belt` area. β-Thalassemia is caused by a defect in the β-globin gene due to reduced or absent synthesis of the β-globin chain. This leads to mild or severe symptoms with certain classifications such as dependence on blood transfusions and iron chelating drugs and physical characteristics that cause complications in several other organs. Genetic modifiers is an opportunity in the future for the transition of therapy more specifically to people with thalassemia, initiation of progress and clinical trials that are widely triggered there are several candidate genes, one of which is polymorphisms in the KLF1 gene. The polymorphisms at the KLF1 were identified the nucleotide positions of c.325C>T and c.304C>T, this may be associated with an increase in HbF levels which in turn can decrease the severity of symptoms in β-Thalassemia. This study is aimed to identify KLF1 polymorphisms and study their effect on HbF levels and disesease severity in β-Thalassemia patients in Bandung, West Java. Disease severity in this study are presented as level of Haemoglobin (Hb) and frequency of blood transfusion. Fourty two DNA samples of patients with β-thalassemia major and intermedia stored in Pusat Studi Genetik Medis, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran were used in this study. All exons of KLF1 were amplied and mutation analysis was performed by using Sanger Sequencing. The polymorphisms that were identified were rs117351327 and rs2072597 in nine subjects with MAF values of 0.047 and 0.0059 respectively. In this study we showed that there was no significant difference in HbF levels between b-thalassemia patients with and without KLF1 polymorphisms. And there is no association of KLF1 polymorphism with HbF levels, Hb levels and frequency of blood transfusions in patients with -thalassemia with and without KLF1 polymorphisms. Found Polymorphism KLF1 RS2072597 and RS117351327 with changes in nucleotides C.325C> T and C.304C> T or (P.Pro109SER and P.Ser102Pro) with a MAF value of 0.047 at RS117351327 and 0.059 in RS2072597. There is no significant difference in HBF levels between people with β-thalassemia and and without KLF1 polymorphism. In the association value there is no significant difference in KLF1 polymorphism with HBF levels in people with β-thalassemia. And at the difference in the HB level and the frequency of blood transfusion in people with β-thalassemia with and without polymorphism KLF1 there is no significant difference. Key Words : β-Thalassemia, KLF1 polymorphism, HbF level
  • Item
    Efek Nanopartikel TiO2-Anatase Terhadap Viabilitas Sel Pseudomonas putida dan Enterobacter cancerogenus
    (2022-12-16) EEN SRI ENDAH; Indah Primadona; Dadan Sumiarsa
    Nanopartikel TiO2 (NP TiO2) merupakan salah satu bahan anorganik yang banyak digunakan dalam produk industri, seperti pada produk cat, medis dan produk kosmetik. Peningkatan penggunaan produk-nano dan produksi NP dalam industri, menyebabkan material ini tidak dapat dielakkan akan memasuki lingkungan. Peningkatan pelepasannya ke lingkungan harus diantisipasi terhadap potensi akumulasi dalam tanah dan air yang dapat berinteraksi dengan makhluk hidup termasuk mikroorganisme. Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh NP TiO2 anatase terhadap viabilitas sel bakteri Pseudomonas putida dan Enterobacter cancerogenus. Peran dinding sel bakteri dalam proses interaksi antara NP TiO2 dengan sel bakteri dikarakterisasi menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Uji viabilitas sel dilakukan dengan waktu pemaparan 3, 6 dan 24 jam. Proses pemaparan dilakukan pada suhu 30 oC dengan kecepatan pengadukan 150 rpm dan pada kondisi dengan cahaya dan tanpa cahya. Rentang konsentrasi NP TiO2-anatase yang digunakan 10-100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama inkubasi menggunakan cahaya memberikan pengaruh terhadap viabilitas sel Pseudomonas putida.Waktu pemaparan NP TiO2 anatase (10 ppm) selama 6 jam inkubasi menggunakan cahaya, pertumbuhannya terhambat sampai 57,35%, sedangkan perlakuan pada kondisi gelap memerlukan waktu lebih lama yaitu pada waktu 24 jam. Viabilitas sel Enterobacter cancerogenus, baik pada perlakuan menggunakan cahaya dan kondisi gelap pada saat dipapar oleh NP TiO2 tidak memberikan pengaruh terhadap viabilitas sel.
  • Item
    Desain Struktur Mutan α-Amilase Saccharomycopsis fibuligera R64 untuk Meningkatkan Adsorptivitasnya terhadap Substrat dengan Menggunakan Metode Bioinformatika
    (2018-07-13) UMI BAROROH; Toto Subroto; Muhammad Yusuf
    a-Amilase merupakan salah satu enzim penting yang digunakan pada industri berbasis pati. Pada prosesnya, suhu tinggi dibutuhkan untuk memecah molekul pati sehingga meningkatkan biaya produksi. Tingginya adsorptivitas a-amilase terhadap substrat diketahui dapat menurunkan suhu hidrolisis. Modul pengikat karbohidrat (CBM) dan/atau sisi pengikatan di permukaan (SBS) merupakan dua bagian penting yang bertanggung jawab pada pengikatan substrat. a-Amilase Saccharomycopsis fibuligera R64 (Sfamy R64), enzim asal Indonesia, diketahui memiliki aktivitas amilolitik yang tinggi namun memiliki adsorptivitas yang rendah terhadap substrat. Penelitian ini bertujuan untuk merancang mutan Sfamy R64 agar memiliki adsorptivitas yang lebih baik dengan menambahkan SBS pada strukturnya menggunakan metode bioinformatika. Perilaku struktural Sfamy R64 dan kontrol positif (a-amilase Aspergillus niger) dipelajari menggunakan simulasi dinamika molekul (DM). Setelah itu, mutan Sfamy R64 dirancang untuk memiliki SBS yang stabil dengan meniru kontrol positif. Afinitas substrat dievaluasi menggunakan metode MM/GBSA. Mutan Sfamy R64 dengan konstruksi S383Y/S386W/N421G/S278N/A281K/Q384K/K398R dan insersi G400_S401insTDGS stabil selama simulasi dan substrat dapat terikat hingga 55 ns. Mutan dan kontrol positif memiliki perilaku SBS serupa dan energi interaksi pada natif, mutan, dan kontrol positif masing-masing -5,2; -8,2; dan -17,6 kkal/mol. Peningkatan pengikatan substrat yang terjadi pada mutan ini berpotensi untuk diuji pada laboratorium.
  • Item
    Studi In Silico Rekayasa Struktur PT1 Strain Pelita III untuk Pengembangan Vaksin Rekombinan Pertusis di Indonesia
    (2020-08-29) RICKY RINALDI RAMADONI; Toto Subroto; Toto Subroto
    Pertusis (batuk rejan) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Pengembangan vaksin pertusis sekarang menggunakan detoksifikasi kimia sehingga menimbulkan perubahan komposisi epitop toksin pertusis yang mempengaruhi stimulasi kekebalan tubuh. Detoksifikasi genetik saat ini sedang dikembangkan. Metode bioinformatika digunakan untuk desain vaksin rasional. Metode ini membantu melihat struktur epitop dan perubahan genetik setelah proses detoksifikasi. Tujuan penelitian membuat model dari struktur PT1 strain pelita III. Menemukan sisi aktif NAD+ pada struktur strain PELITA III. Mempelajari efek PT1 pada struktur PT1 dan efek PT3 terhadap terhadap afinitas ligan NAD+. Melihat bentuk pengaruh subtitusi asam amino lainnya terutama asam amino alanin pada daerah pengikatan dari struktur toksin PT1 dalam pengikatan NAD+ sebagai kandidat bahan desain rasional vaksin. Penelitian ini dengan mengunakan metode homologi modeling PT1, PT2, dan PT3, Mengevaluasi perbandingan PT1 dan PT2, MD PT1 dan PT2, Prediksi volume saku dengan menggunakan POVME dan docking molekular. Hasil penelitian ini menunjukan konformasi protein PT1 pada daerah sisi aktif berikatan dengan ligan NAD+ tidak stabil pada residu loop aktif. PT2 mempengaruhi kestabilan fluktuasi loop sehingga menutup jalur sisi aktif dalam berikatan NAD+. Prediksi POVME mendapatkan peningkatan hasil volume setelah loop terbuka yang mengindikasikan wilayah ini dapat digunakan untuk mengikat struktur ligan NAD+. Prediksi lokasi pengikatan NAD+ pada PT1 terjadi pada wilayah yang memiliki nilai afinitas sebesar -8,8 kkal/mol. PT3 dapat melemahkan ikatan hidrogen dari interaksi ligan NAD+ berpengaruh dengan lemahnya nilai afinitas pengikatan NAD+ dari -8,8 kkal/mol menjadi -7,0 kkal/mol. Kesimpulan penelitian ini struktur PT1 terjadi konformasi pada bagian loop dibandingkan PT2. Wilayah sisi aktif berada pada ruang dibagian dalam loop dan volume ruang sisi aktif cocok dalam mengikat ligan NAD+ berdasarkan hasil molekular docking dan POVME. PT3 mengakibatkan penurunan nilai afinitas ligan NAD+ dan kehilangan ikatan hidrogen.
  • Item
    PROFIL HbA2 PADA PEMBAWA SIFAT THALASSEMIA BETA DENGAN MUTASI IVSInt5 DAN KODON 26 GEN BETA GLOBIN
    (2018-02-14) JOICE SISCA; Ani Melani Maskoen; Lelani Reniarti
    Skrining pembawa sifat thalassemia beta merupakan salah satu cara untuk menurunkan jumlah penyandang thalassemia beta. Kendala dalam menskrining pembawa sifat thalassemia beta adalah hasil pemeriksaan darah lengkap cenderung normal atau bahkan hanya anemia mikrositik hipokrom. Penggunaan analisis hemoglobin varian menjadi kunci penting keberhasilan dari skrining pembawa sifat thalassemia beta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil HbA2 pada pembawa thalassemia beta dengan mutasi IVSInt5 dan kodon 26. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode non-randomized sampling. Sebanyak 196 sampel dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 117 sampel dilakukan pemeriksaan varian hemoglobin dengan alat mini cap Sebia. Setelah itu dilakukan deteksi mutasi dengan metode sekuensing (Sanger). Uji beda pengaruh mutasi terhadap profil HbA2 di analisis dengan menggunakan uji independent T-test dengan nilai kemaknaan (p<0.05). Varian HbE dan HbF tidak dilakukan analisis uji beda namun dijelaskan secara deskriptif. Hasil penelitian berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 30 sampel dengan kadar HbA2 ≥ 4% dan 28 sampel memiliki varian HbE. Mutasi beta globin yang terdeteksi terdiri dari mutasi IVSInt5 heterozigot sebanyak 28 sampel, mutasi kodon 26 sebanyak 27 sampel, dan 2 mutasi lain yaitu kodon8-9 dan kodon 19 (Hb Malay). Deskripitif dari varian HbE pada pembawa kodon 26 rata-rata yaitu 24.06±0.95%. Varian HbF pada pembawa IVSInt5 antara 0.2-0.9%, sedangkan pada pembawa kodon 26 antara 0.4-1%. Hasil independent T-test menunjukkan bahwa kadar varian HbA juga HbA2 pada pembawa sifat IVSInt5 dan pembawa sifat kodon 26 berbeda signifikan (p<0.05). Mutasi IVSInt5 mempengaruhi proses splicing pada pematangan mRNA sehingga menyebabkan tidak diproduksinya rantai beta globin dan berpengaruh signifikan meningkatkan kadar HbA2 pada pembawa sebesar 4.65±0.41% dan menurunkan kadar HbA sebesar 95.24 ± 0.47%, sedangkan mutasi kodon 26 mengubah asam amino yang dihasilkan dari glutamin menjadi lisin sehingga menyebabkan rantai beta globin yang dihasilkan tidak normal serta meningkatkan kadar HbA2 sebesar 3.18±0.31% dan menurunkan kadar HbA sebesar 72.51 ± 0.98%. Kesimpulan dari penelitian ini, profil HbA2 pada pembawa beta thalassemia dengan mutasi IVSInt5 memiliki kadar HbA2 lebih tinggi dibandingkan pembawa beta thalassemia dengan mutasi kodon 26.
  • Item
    NANOEMULSI EKSTRAK MIKROALGA SPIRULINA MAXIMA DAN POTENSINYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI
    (2018) PUTRI AULIA OCTAVIANI; Asri Peni Wulandari; Dadan Sumiarsa
    Salah satu bahan alam yang banyak dikembangkan potensinya saat ini adalah Spirulina, yang memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder yang dapat berpotensi untuk digunakan sebagai agen antibakteri, antivirus, antioksidan, antikanker dan antijamur. Tujuan penelitian untuk menunjukkan potensi S. maxima berdasarkan kandungan antioksidannya, hasil pengujian IC50 baik pada ekstrak dan hasil nanoemulsinya serta pengujian potensinya sebagai antimikroba pada isolat E. coli. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental laboratories dengan analisa data secara deskriptif, dimana data yang diperoleh dideskripsikan dan dibandingkan dengan persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan. Penelitian aktivitas antioksidan ekstrak S. maxima menghasilkan nilai IC50 yaitu 234,17 ppm dan nanoemulsi S. maxima menghasilkan nilai IC50 12,78 ppm - 29,92 ppm. Nanoemulsi S. maxima dikarakterisasi nilai pH, viskositas, ukuran nanoemulsi dengan Particle Size Analyzer. Hasil uji PSA berkisar antara 1.211 um - 1.523 um. Ukuran droplet yang dihasilkan relatif lebih besar dari standar nanoemulsi yaitu <1000nm. Hasil uji antibakteri ekstrak dan nanoemulsi S. maxima tidak berpotensi sebagai antimikroba pada bakteri uji E. coli ATCC 25922 ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening pada sampel uji.
  • Item
    BIODEGRADASI HERBISIDA GLIFOSAT OLEH KONSORSIUM BAKTERI DARI TANAH PERTANIAN DESA HATIVE BESAR, KOTA AMBON
    (2018-03-12) PROBO CONDROSARI; Reginawanti; Reginawanti
    Bahan kimia herbisida glifosat paling banyak digunakan dalam pemberantasan gulma. Herbisida ini menginhibisi aktivitas enzim 3-enolpyruvylshikimate-5-phosphate syntase yang menghalangi pembentukan asam amino esensial. Aplikasi glifosat dalam jumlah berlebih menimbulkan pencemaran pada tanah, air, dan hasil panen. Bioremediasi glifosat menggunakan mikroorganisme dapat menjadi alternatif apabila penggunaan glifosat tidak dapat dihindari. Dalam tahap awal penelitian ini dilakukan pengujian IC50 konsorsium bakteri dari tanah yang sering terpapar glifosat dan tanah yang tidak terpapar glifosat untuk menentukan tingkat konsentrasi glifosat dalam media uji yang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan konsorsium indigenous sebesar 50% dibandingkan dengan media yang tidak mengandung glifosat. Nilai IC50 dihitung berdasarkan jumlah bakteri hidup. IC50 konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat sebesar 2,04 mg/L dan dari tanah tidak terpapar glifosat sebesar 263,38 mg/L. Konsentrasi glifosat rendah meningkatkan pertumbuhan populasi konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat (0,01 - 1 mg/L) dan dari tanah yang tidak terpapar glifosat (0,01 - 100 mg/L). Pada tahap selanjutnya dilakukan uji degradasi glifosat oleh konsorsium bakteri. Konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat ditumbuhkan pada medium dengan variasi komposisi sumber karbon, nitrogen, dan fosfor dengan penambahan glifosat sebesar 500 ppm dan diinkubasi selama 30 hari. Parameter yang diukur adalah turbiditas sel, konsentrasi glifosat, glisin dan ortofosfat menggunakan spektrofotometer. Perlakuan medium dengan sumber C dan N kurang serta P cukup, menghasilkan penurunan glifosat terbesar (94,91%) dan konsentrasi ortofosfat tertinggi (34,94 µM), namun konsentrasi glisin rendah (1201,67 ppm). Perlakuan medium dengan sumber C dan N berlebih serta sumber P cukup, menghasilkan ortofosfat dan glisin dalam konsentrasi besar masing-masing sebesar 30,44 µM dan 1970,00 ppm, namun penurunan glifosat paling rendah (71,71%). Berdasarkan hasil identifikasi secara molekuler menggunakan metode 16S-rRNA, spesies yang berhasil diisolasi dari konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat adalah Stenotrophomonas maltophilia strain MHFENV 20, Bacillus subtilis strain FX4, Bacillus subtilis strain IP18, Lysinibacillus sp. BNPK-15, Staphylococcus sp. strain InS-021-1, Stenotrophomonas sp. Strain DIB76BC2, dan Methylobacterium sp. XBGSY9.
  • Item
    Hubungan Tingkat Stres Oksidatif dengan Jenis Mutasi Gen Globin Beta pada Pasien Thalassemia Beta di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
    (2017-06-13) NUR IMANIATI SUMANTRI; Ani Melani Maskoen; Ani Melani Maskoen
    Eritropoiesis yang tidak efektif dan transfusi darah berulang menyebabkan kondisi iron overload yang ditandai dengan tingginya kadar feritin pada pasien thalassemia β. Besi memiliki kemampuan untuk mengkatalis pembentukan reactive oxygen species (ROS), yang berbahaya jika terdapat dalam jumlah yang tinggi. Proses ini dapat dicegah oleh aktivitas superoxide dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase (GPx) sebagai enzim antioksidan intraseluler. Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan kadar ROS dan antioksidan, dan aktivitas SOD dan GPx dapat mengindikasikan tingkat stres oksidatif pada pasien thalassemia β, seperti pasien IVS1nt5 homozigot dan IVS1nt5/HbE. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi tingkat stres oksidatif dengan mengukur aktivitas SOD dan GPx, serta kadar feritin pada pasien thalassemia β. Sampel darah didapatkan dari 58 pasien dengan mutasi IVS1nt5 homozigot dan IVS1nt5/HbE yang datang ke Poliklinik Thalassemia Anak dan Poli Hemato-Onkologi RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Aktivitas SOD dan GPx (Randox Kit) diukur dan dibandingkan antara IVS1nt5 homozigot dan IVS1nt5/HbE. Kadar feritin didapatkan dari catatan medis. Analisis Kruskal-Wallis dilakukan untuk melihat hubungan kadar feritin, aktivitas SOD dan GPx dengan jenis mutasi. Analisis Spearman dilakukan untuk melihat hubungan aktivitas SOD dan GPx, serta hubungan kadar feritin dengan aktivitas SOD dan GPx pada masing-masing mutasi. Sebanyak 45 pasien IVS1nt5 homozigot dengan rentang usia 1-18 tahun dan 13 pasien IVS1nt5/HbE dengan rentang usia 2-26 tahun menjadi subjek penelitian. Pasien IVS1nt5 homozigot menunjukan median (min-maks) kadar feritin 3.784 (791-12.340,33) μg/L, aktivitas SOD 172,12 (54,51-276,26) U/ml dan aktivitas GPx 227,12 (8,41-1.329,10) U/l, sedangkan pasien IVS1nt5/HbE secara berurutan menunjukan 3.555 (1.785-8.135) μg/L, 167,55 (94,31-228,94) U/ml dan 319,66 (16,82-1.753,04) U/l. Tidak terdapat hubungan antara kadar feritin, aktivitas SOD dan GPx dengan jenis mutasi. Tidak terdapat hubungan aktivitas SOD dan GPx pada IVS1nt5 homozigot (r=0,106, p=0,488) dan pada IVS1nt5/HbE (r=-0,294, p=0,329). Tidak terdapat hubungan kadar feritin dengan aktivitas SOD (r=-0,073, p=0,634) dan kadar feritin dengan aktivitas GPx (r=-0,115, p=0,389) pada IVS1nt5 homozigot. Tidak terdapat hubungan kadar feritin dengan aktivitas SOD (r=0,094, p=0,761) dan kadar feritin dengan aktivitas GPx (r=-0,052, p=0,865) pada IVS1nt5/HbE. Tingkat stres oksidatif pada pasien thalassemia β cenderung tidak berhubungan dengan jenis mutasi gen globin β. Kehadiran jenis mutasi thalassemia β mayor dapat memperberat kondisi klinis pasien IVS1nt5/HbE.
  • Item
    Optimasi Kadidat Vaksin Berbasis Epitop M2e Menggunakan Response Surface Methodology and Pemurniannya
    (2018-04-10) DONI SETIAWAN; Shabarni G.; Toto Subroto
    Vaksinasi merupakan salah satu program biosekuriti yang efektif untuk pencegahan infeksi virus avian influenza (AI). Mutasi pada virus AI dapat menginduksi variasi HA (Hemaglutinin) dan NA (Neuraminidase). Hal ini bisa menyebabkan pandemik dengan munculnya virus baru, sehingga vaksin yang ada saat ini tidak efektif. Vaksin berbasis protein ektodomain matriks 2 (M2e) virus avian influenza dapat mengatasi masalah tersebut, karena merupakan vaksin universal yang lestari dengan baik di antara virus AI unggas dan manusia, sehingga vaksin ini berpotensi tinggi untuk pencegahan serangan virus AI. Pada penelitian sebelumnya protein fusi (M2eKPC) telah berhasil diekspresikan dalam E. coli ER2566. Keberhasilan ekspresi ini tidak hanya dilihat dari terekspresikan atau tidaknya protein fusi. Jika level ekspresi yang diperoleh belum sesuai, perlu dilakukan optimasi ekspresi. Tahapan selanjutnya pada produksi protein fusi adalah pemurnian. Penggunaan jenis dan konsentrasi detergen non-ionik yang tepat dapat meningkatkan afinitas interaksi protein fusi dengan kolom kitin. Tujuan penelitian ini yaitu menentukan konsentrasi IPTG, suhu dan waktu induksi optimum ekspresi protein fusi, serta mengetahui kondisi optimun variasi detergen non-ionik (Tween-20 dan Triton X-100) yang dapat meningkatkan interaksi protein fusi dalam kolom kitin. Metode yang digunakan dalam penelitian optimasi ekspresi menggunakan pendekatan Response Surface Methodolgy dan pemurnian dengan metode IMPACT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum ekspresi protein fusi (M2eKPC) pada konsentrasi IPTG 0,33 mM, suhu induksi 18˚C selama 8 jam, dengan rendemen protein fusi (M2eKPC) yang dihasilkan adalah 0,15±0,013 mg/mL dan kondisi optimum detergen non-ionik yang dapat meningkatkan interaksi protein fusi dalam kolom kitin adalah Triton X-100 dengan konsentrasi 0,2%.
  • Item
    Potensi Biodegradasi Konsorsium Khamir Terhadap Kualitas Limbah Cair Tekstil PT Kahatex Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
    (2018-07-17) DIAN CATUR PERMATASARI; Cipta Endyana; Cipta Endyana
    Kementerian Perindustrian tahun 2016 menyatakan bahwa pada periode Januari-Februari 2016, ekspor industri tekstil produk mencapai USD 2 miliar, angka ini akan terus mengalami kenaikan sebesar tiga persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Walaupun demikian, kegiatan ini dapat menimbulkan berbagai macam gejala bersifat negatif, diantaranya adalah masuknya energi dan juga limbah bahan atau senyawa lain ke dalam lingkungan yang menimbulkan pencemaran air, udara dan tanah yang akan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Menurut ketentuan limbah, limbah-limbah tersebut dialihkan ke Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan di proses terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Namun pengelolaan tersebut dikeluhkan masyarakat karena dampak negatif, akibat dari buangan sisa hasil industri menyebabkan lingkungan sekitar atau kedalam aliran sungai menyebabkan terganggunya ekosistem aliran sungai tersebut, mulai dari tidak terpenuhinya kualitas air berstandar B3 (tidak berwarna, berbau, dan tidak beracun). PT. Kahatex merupakan salah satu industri yang memiliki IPAL, diakui oleh pegawai perusahaan tersebut bahwa penghilangan warna tekstil sangat sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan mikroba yang mampu mengurai rantai karbon sehingga efektif menghilangkan warna limbah tekstil. Khamir adalah mikroba yang mampu mengurai dan memecah warna limbah dengan proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsorsium khamir dari sampel limbah cair yang tercemar BOD, COD, dan TSS serta mengetahui kemampuan spesies khamir tersebut dalam mendegradasi warna. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x3. Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu waktu dari tiga taraf dan berbagai jumlah penambahan khamir yang terdiri dari tiga taraf dengan tiga pengulangan. Hasil didapatkan potensi konsorsium khamir pada konsentrasi 10% mampu menghasilkan degradasi terbaik dalam menurunkan kadar BOD sebesar 96,79%, kadar COD sebesar 96,78%, dan kadar TSS sebesar 66%. Konsorsium Khamir memiliki potensi mendegradasi warna limbah cair pada konsentrasi 5% dalam waktu 120 jam dengan nilai kejernihan 77,92%, Konsorsium konsentrasi 7,5% dengan nilai kejernihan sebesar 80,11% dan nilai kejernihan tertinggi pada Konsorsium konsentrasi 10% sebesar 89,18%.