Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik (Sp.)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 20
  • Item
    PENGARUH KOMBINASI LATIHAN AEROBIK DAN RESISTENSI TERHADAP KELELAHAN TERKAIT KANKER DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG SEDANG MENJALANI RADIOTERAPI
    (2023-07-08) DIAH SAFITRI; Sunaryo B. Sastradimaja; Novitri
    Pendahuluan: Kelelahan terkait kanker merupakan gejala utama yang dikeluhkan penderita kanker payudara dengan insidensi sebanyak 65-90%. Salah satu bentuk terapi non-farmakologi pada penderita kanker untuk mengatasi hal tersebut adalah latihan. Latihan yang dilakukan rutin dapat menurunkan mediator inflamasi sistemik, meningkatkan aktivitas mitokondria, meningkatkan kecepatan sintesis protein dan menurunkan katabolisme, sehingga dapat memperbaiki kontraktilitas otot, meningkatkan konsumsi oksigen maksimal dan ketahanan kardiopulmonal, yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan menurunkan angka kejadian fatigue pada penderita kanker payudara. Regimen latihan intensitas sedang dapat memberikan mekanisme perlindungan untuk sel normal, karena dapat menyebabkan ambang toleransi sel kanker terhadap ROS menjadi lebih rendah sehingga lebih sensitif untuk memulai apoptosis, autofagi dan nekrosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi latihan aerobik dan resisten terhadap kelelahan terkait kanker dan kapasitas fungsional pada penderita kanker payudara yang sedang menjalani radioterapi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experimental Design, 34 peserta terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, 4 orang dikeluarkan dari penelitian. Sebanyak 15 peserta pada masing-masing kelompok kontrol dan intervensi. Kelompok intervensi menjalani latihan aerobik 3 kali seminggu dan Latihan resistensi 2 kali seminggu selama 5 minggu. Pemeriksaan nilai BFI dan 6MWT dilakukan sebelum dan sesudah intervensi untuk menilai kelelahan terkait kanker dan kapasitas fungsional pada penderita kanker payudara yang sedang menjalani radioterapi. Temuan: Terdapat perbedaan rerata yang signifikan secara statistik antara variable nilai BFI Pre / post (nilai P 0.001), jarak 6MWT Pre/post (nilai p 0.004), METS Pre/post (nilai p 0.004) pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Kesimpulan: Kombinasi Latihan aerobik dan resisten dapat memperbaiki kelelahan terkait kanker dan meningkatkan kapasitas fungsional pada penderita kanker payudara yang menjalani radioterapi.
  • Item
    Efek Latihan Orofaringeal Terhadap Perbaikan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Pegawai Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Yang Mengalami Kolaps Otot Area Faring
    (2023-07-09) FATRIKA DEWI; Nushrotul Lailiyya Dahlan; Vitriana
    Pendahuluan: Obstructive Sleep Apnoea (OSA) adalah gangguan bernapas saat tidur yang ditandai dengan episode berulang dari sumbatan jalan napas atas secara total (apnea) atau sebagian (hipopnea). Mendengkur dan kantuk di siang hari merupakan gejala paling umum yang dilaporkan pada OSA. Kuesioner STOP-Bang, Berlin dan skala kantuk Epworth merupakan kuesioner tervalidasi yang dapat digunakan untuk diagnosis OSA secara subjektif. Sumbatan jalan napas atas dapat terjadi pada tingkat yang bervariasi termasuk palatum lunak, dasar lidah dan dinding lateral faring. Nasolaringoskopi serat lentur digunakan sebagai alat diagnosis objektif untuk mengidentifikasi lokasi sumbatan pada OSA. Diagnosis baku emas OSA adalah dengan pemeriksaan polisomnografi. Latihan orofaringeal dapat menjadi terapi OSA dengan melakukan gerakan yang melibatkan otot lidah, palatum lunak, dinding lateral faring, dan wajah yang dapat mencegah kolaps dengan mempertahankan otot bagian napas atas tetap terbuka saat tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek latihan orofaringeal pada pasien OSA akibat kolaps area faring yang ditegakkan dengan nasolaringoskopi serat lentur. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental. Delapan belas peserta terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dilakukan intervensi latihan orofaringeal selama 6 minggu. Nasolaringoskopi serat lentur digunakan untuk menegakkan kolaps area faring. Penilaian kuesioner Berlin digunakan untuk menilai intensitas dan frekuensi mendengkur, skala tidur Epworth digunakan untuk menilai kantuk di siang hari sebelum dan sesudah latihan. Temuan: Hasil penelitian menunjukan penurunan persentase penyempitan area faring (retropalatal) yang bermakna (sebanyak 58,8%, p<0,05) setelah diberikan intervensi latihan orofaringeal, begitu juga perbaikan frekuensi mendengkur (sebanyak 94,1%, p<0,01), perbaikan intensitas mendengkur (sebanyak 100%, p<0,01) dan perbaikan kantuk di siang hari (rerata 4 poin, p< 0,01). Diskusi: Latihan orofaringeal selama 6 minggu terbukti menurunkan persentase penyempitan area retropalatal, memperbaiki frekuensi dan intensitas mendengkur dan memperbaiki kantuk di siang hari.
  • Item
    APLIKASI MACHINE LEARNING DALAM KUANTIFIKASI SINYAL ELEKTRIK OTOT SUPRAHYOID DAN INFRAHYOID SAAT MENELAN PADA PASIEN STROKE FASE AKUT
    (2023-01-11) ARDI SOEHARTA CHANDRA; Sunaryo B. Sastradimaja; Vitriana
    Pendahuluan : Machine learning adalah disiplin ilmu yang berfokus pada bagaimana komputer mampu belajar dan menghasilkan suatu pola dari data. Keuntungan dari aplikasi ini dapat membangun model statistik dari kumpulan data berjumlah besar. Disfagia adalah gangguan menelan yang banyak terjadi pada fase stroke akut dan dapat menimbulkan risiko terjadinya berbagai morbiditas. Penapisan disfagia sedini mungkin menjadi penting untuk menurunkan risiko tersebut. Pemeriksaan aktivitas otot-otot menelan seperti otot suprahyoid dan infrahyoid, sebagai faktor yang dapat berkontribusi pada kejadian disfagia pasca stroke dapat dilakukan dengan mengukur aktivitas elektrik menggunakan sEMG. Data-data yang diperoleh kemudian diharapkan dapat dijadikan suatu pola data untuk supervised machine learning sehingga dapat membantu penapisan disfagia pada pasien stroke fase akut secara lebih cepat dan akurat. Metode : Penelitian potong lintang kuantitatif analitik dilakukan pada 61 subjek disfagia pasca stroke fase akut. Dilakukan analisis data kuantifikasi sinyal elektrik otot suprahyoid dan infrahyoid saat menelan pada pasien stroke fase akut berdasarkan parameter durasi, onset menelan, time-to-peak, dan amplitudo dengan menggunakan metode supervised machine learning untuk memprediksi disfagia. Hasil : Ditemukan hasil yang tidak signifikan pada area under the receiving operating curve (AUROC), sensitivitas dan spesifisitas pada analisa supervised machine learning untuk parameter sinyal elektrik otot durasi, onset menelan, time-to-peak, dan amplitudo dari otot-otot suprahyoid dan infrahyoid saat dry swallowing dan menelan 3 mL air. Kesimpulan : Pada penelitian ini Supervised machine learning tidak dapat menganalisis dan memprediksi disfagia pada pasien stroke fase akut berdasarkan parameter sinyal elektrik otot durasi, onset menelan, time-to-peak, dan amplitudo, dari otot-otot suprahyoid dan infrahyoid saat menelan pada dry-swallowing dan volume 3 ml.
  • Item
    Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Borg Rating Perceived Exertion (RPE) Versi Indonesia
    (2023-07-09) INDRA PUTERA HASRI; Novitri; Marina A. Moeliono
    Pendahuluan: Kebugaran fisik adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa merasa terlalu lelah dan tetap memiliki energi yang cukup untuk menikmati waktu luang serta menghadapi situasi yang tidak biasa dan darurat. Kebugaran fisik dianggap sebagai penanda kesehatan dan sebagai prediktor penyakit. Latihan teratur dapat meningkatkan kebugaran fisik, namun juga berisiko terjadi cedera yang berkaitan dengan intensitas latihan. Oleh karena itu ntensitas latihan perlu dipantau dengan akurat. Skala Borg RPE adalah indikator subjektif yang dapat diandalkan. Namun, versi Bahasa Indonesia belum ada. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengembangkan versi skala Borg RPE yang valid dan reliabel dalam konteks bahasa Indonesia. Metode: Sebuah studi analisis observasional dilakukan pada 30 subjek dengan penyakit kardiovaskuler (25 pria, 5 wanita) yang direkrut dari peserta program rehabilitasi jantung di fasilitas kesehatan tertier. Studi ini dilakukan dalam dua tahap: tahap pertama meliputi terjemahan versi bahasa Inggris dari Skala Borg RPE ke dalam bahasa Indonesia melalui proses adaptasi lintas budaya. Bagian kedua meliputi validasi versi terjemahan Indonesia dari skala Borg RPE dengan menghubungkan nilai-nilai subjektif dari penilaian tingkat usaha (RPE) dengan parameter objektif detak jantung (HR) selama protokol treadmill Modified Bruce. Temuan: Koefisien korelasi Spearman dihitung antara pengukuran subjektif dan objektif. Hasil studi menunjukkan adanya korelasi positif yang tinggi antara RPE dan HR dengan nilai r = 0,625, P < 0,05. Hasil koefisien korelasi intra-kelas tidak memuaskan dengan nilai ICC < 0,4. Kesimpulan: Skala Borg RPE versi Indonesia valid sebagai alat ukur untuk memantau intensitas latihan pada populasi penyakit kardiovaskuler. Penggunaan skala ini dalam memantau latihan disarankan untuk dikombinasikan dengan tanda objektif terkait hasil uji reliabilitas yang diragukan.
  • Item
    Korelasi Eating and Drinking Ability Classification System (EDACS) Terhadap Beban Pramurawat dan Depresi pada Pramurawat
    (2023-01-13) GRACE HARYANTO; Marietta Shanti Prananta; Dian Marta Sari
    Pendahuluan: Kesulitan makan pada anak dengan palsi serebral menempatkan anak pada risiko aspirasi, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, juga memberikan pengalaman makan yang buruk, sehingga anak menjadi tergantung pada pramurawat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu makan. Upaya pemberian makan oleh pramurawat terhadap anak dengan palsi serebral meningkatkan beban pramurawat yang berdampak pada kesehatan mental pramurawat. Peningkatan beban pramurawat yang berlebih merupakan faktor risiko terjadinya depresi pada pramurawat. Depresi pada pramurawat merupakan masalah kesehatan bagi pramurawat tersebut dan berdampak buruk bagi anak. Tujuan: mengetahui korelasi Eating and Drinking Classification System (EDACS) dengan beban pramurawat dan depresi pada pramurawat anak dengan palsi serebral Metode: studi observasional analitik dengan desain potong lintang. Kriteria inklusi: semua anak dengan palsi serebral berusia 3-17 tahun dengan pramurawat utama berusia 18-64 tahun dan telah melakukan perawatan terhadap anak selama minimal 6 minggu. Kriteria penolakan bagi anak jika memiliki gangguan kardiorespirasi, kelainan kongenital yang dapat mempengaruhi kemampuan makan, gangguan pencernaan, kejang berulang, dan gangguan kejiwaan. Pramurawat ditolak jika memiliki skor MMSE < 24, memiliki riwayat penyakit kejiwaan, sedang mengalami masalah berat, kedukaan, hamil, atau merawat bayi. Metode pengambilan data dengan menggunakan EDACS, Zarit Burden Interview (ZBI) dan Beck Depression Inventory (BDI). Analisis statistic menggunakan korelasi Spearman dan bermakna jika p<0,05 Hasil: Terdapat 66 pasangan anak pramurawat yang memenuhi sampel penelitian. Level kemampuan makan terbanyak pada EDACS I (36,36%). Beban pramurawat terbanyak pada beban ringan – sedang (56,06%). Depresi pada pramurawat terbanyak pada tingkat tidak depresi (84,85). Ditemukan bahwa EDACS berkorelasi positif lemah dengan ZBI (r=0,26; p=0,018) dan BDI (r=0,209; p=0,046). Kesimpulan: terdapat korelasi positif antara EDACS dengan beban pramurawat dan depresi pada pramurawat.
  • Item
    LATIHAN FUNGSI TANGAN MENGGUNAKAN PROTOKOL MODIFIED CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY DENGAN METODE PENYAMPAIAN DALAM DAN LUAR JARINGAN PADA PASIEN PASCASTROKE FASE SUBAKUT
    (2023-01-11) ERZA NURTRIANDARI; Irma Ruslina Defi; Farida Arisanti
    Pendahuluan : Stroke merupakan penyakit yang menimbulkan gangguan fungsi tangan sehingga menyebabkan hendaya dan penghalang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan bekerja. Strategi pemulihan fungsi tangan adalah dengan tatalaksana rehabilitasi yang berkesinambungan untuk memulihkan fungsi secara optimal. Salah satu intervensi yang dapat diberikan untuk meningkatkan kemampuan fungsi ekstremitas atas/tangan adalah teknik mCIMT (modified Constrain-Induced Movement Therapy). Telerehabilitasi merupakan layanan berkesinambungan yang dapat diberikan untuk meningkatkan aksesibilitas dan menjangkau pasien dengan keterbatasan akses pelayanan rawat jalan. Penelitian telerehabilitasi yang menggunakan intervensi mCIMT pada pasien pascastroke masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fungsi tangan menggunakan protokol mCIMT dengan metode penyampaian dalam jaringan (telerehabilitasi) tidak berbeda dengan latihan fungsi tangan menggunakan protokol mCIMT dengan metode penyampain luar jaringan terhadap pemulihan fungsi tangan pada pasien pascastroke fase subakut. Metode : Sepuluh peserta dibagi ke dalam kelompok latihan daring (n=5) dan kelompok latihan luring (n=5). Kedua kelompok mendapatkan program latihan fungsi tangan selama 6 minggu yang terdiri dari latihan dengan terapis okupasi 3 kali seminggu, durasi 1 jam per sesi, dan mCIMT dengan merestriksi tangan sehat selama 5 jam sehari, 5 hari seminggu. Kelompok latihan daring mendapatkan latihan dengan terapis okupasi melalui gawai dengan menggunakan video call. Dilakukan penilaian sebelum dan sesudah latihan menggunakan FMA-UE dan WMFT. Temuan : Tidak terdapat perbedaan bermakna pada nilai FMA-UE dan WMFT antar kedua kelompok (p>0.05). Terdapat peningkatan pemulihan fungsi tangan secara bermakna (p<0.05) berdasarkan penilaian FMA-UE dan WMFT pada masing-masing kelompok. Diskusi : Tidak terdapat perbedaan bermakna pemulihan fungsi tangan pada pasien stroke fase subakut yang mendapatkan latihan menggunakan protokol mCIMT dengan metode penyampaian dalam dan luar jaringan.
  • Item
    Perbedaan Antara Latihan Tunggal Simulasi BerkudaPerbedaan Antara Latihan Tunggal Simulasi Berkuda dan Latihan Kombinasi Simulasi Berkuda-Realitas Virtual terhadap Kontrol Postur Anak Palsi Serebral
    (2023-07-09) SEPTIA SUSANTI RAHADINI; Rachmat Zulkarnain G; Ellyana Sungkar
    Pendahuluan: Palsi serebral (PS) adalah gangguan gerak dan postur yang muncul selama masa bayi dan kanak-kanak, disebabkan oleh kerusakan nonprogresif pada otak yang terjadi sebelum, selama dan sesaat setelah kelahiran. Berdasarkan angka statistik World Health Organization (WHO) insidensi palsi serebral di negara berkembang sebanyak 0,2%-0,3%. Kontrol postur adalah kemampuan untuk mengendalikan posisi tubuh dalam ruang agar tercipta keseimbangan. Kontrol postur pada anak PS dapat ditingkatkan dengan tatalaksana berbasis latihan. Salah satu dari intervensi latihan yang terbukti efektif adalah Hippotherapy (latihan berkuda) dengan menggunakan simulator berkuda. Modalitas lain yang terbukti efektif dalam memperbaiki kontrol postur pada anak PS adalah penggunaan realitas virtual. Penggunaan masing-masing simulator berkuda dan realitas virtual telah terbukti memiliki manfaat terhadap kontrol postur, namun hingga saat ini belum ada penelitian mengenai kombinasi keduanya terhadap kontrol postur. Metode: Penelitian ini menggunakan randomized controlled trial, single-blind. 46 peserta terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Sebanyak 23 peserta pada masing-masing kelompok. Kedua grup mendapatkan 16 sesi latihan. Pemeriksaan Trunk Control Measurement Scale (TCMS) dilakukan sebelum latihan, sesi ke-8 dan setelah sesi ke-16, untuk menilai kontrol postur anak palsi serebral (PS). Temuan: Hasil penelitian menunjukkan perbedaan selisih yang signifikan antara kedua kelompok (p= 0.043). Kelompok intervensi memiliki perubahan nilai pra dan pasca intervensi yang lebih besar (12.61±2.105) dibandingkan kelompok kontrol (11.17±2.534). Kesimpulan: Latihan berkuda menggunakan realitas virtual berbasis permainan 2 kali seminggu selama 8 kali terbukti meningkatkan kontrol postur anak PS dan aman untuk dilakukan.
  • Item
    Pengaruh Latihan Aerobik Intradialisis terhadap Peningkatan Adekuasi Hemodialisis dan Performa Fisik Penderita Penyakit Ginjal Kronik
    (2023-01-12) NUR RUSYDAH HAMMAM; Novitri; Irma Ruslina Defi
    Pendahuluan: Miopati uremikum terjadi pada 60-75% penderita Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis, memicu penurunan kekuatan otot sehingga turut menyebabkan penurunan performa fisik. Meningkatkan adekuasi hemodialisis bermanfaat untuk mengurangi dampak uremia terhadap otot. Latihan aerobik intradialisis pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis 3 kali per minggu telah terbukti meningkatkan adekuasi hemodialisis dan performa fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan aerobik intradialisis terhadap peningkatan adekuasi hemodialisis dan performa fisik penderita PGK yang menjalani hemodialisis 2 kali per minggu. Metode: Tiga puluh empat peserta (rerata±SD, usia 42.32±6.25 tahun) yang menjalani hemodialisis rutin (median 32.00, kisaran 8.00-65.00 bulan) diacak ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan menjalani hemodialisis rutin dan latihan aerobik intradialisis intensitas sedang (RPE 12-13) selama 8 minggu, 2 kali per minggu, dimulai dengan durasi 30 menit, setelah minggu keempat ditingkatkan 5 menit setiap 2 minggu, sedangkan kelompok kontrol menjalani hemodialisis rutin tanpa latihan fisik. Dilakukan penilaian adekuasi hemodialisis (Kt/V) dan pengukuran performa fisik dengan Short Physical Performance Battery (SPPB) sebelum dan sesudah intervensi. Temuan: Tidak terdapat peningkatan Kt/V pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (berturut-turut 1.98±0.16 vs 1.90±0.19, p=0.205). Total skor SPPB meningkat pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (berturut-turut 11.71±0.59 vs 10.12±1.80, p=0.002). Kesimpulan: Latihan aerobik intradialisis belum efektif dalam meningkatkan adekuasi hemodialisis namun efektif meningkatkan performa fisik pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis 2 kali per minggu. Kata kunci: adekuasi hemodialisis, hemodialisis, latihan aerobik intradialisis, penyakit ginjal kronis, performa fisik.
  • Item
    PEMBUATAN MODUL EDUKASI PEMBERIAN MAKAN BERBASIS RUMAH UNTUK PRAMURAWAT ANAK DENGAN PALSI SEREBRAL VERSI 1.0
    (2023-01-12) CHRISTIAN BUDIMAN SUTEDJA; Novitri; Ellyana Sungkar
    Pendahuluan: Palsi serebral adalah sekelompok kelainan permanen dari perkembangan gerak dan postur yang menyebabkan hambatan aktivitas akibat gangguan non progresif pada masa perkembangan otak janin atau bayi. Kesulitan makan dialami 90% anak dengan palsi serebral. Pemberian edukasi pemberian makan pada pramurawat anak palsi serebral dapat mengurangi risiko aspirasi, meningkatkan status gizi, anak menjadi lebih kooperatif dan penurunan stress pada pramurawat. Edukasi pemberian makan untuk pramurawat anak dengan palsi serebral berbasis rumah di Indonesia masih jarang. Penelitian ini bertujuan untuk merancang purwarupa modul edukasi pemberian makan berbasis rumah untuk pramurawat anak dengan palsi serebral. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan dengan model pengembangan ADDIE yang terdiri dari Analysis-Design-Development-Implementation-Evaluation. Penelitian ini berfokus pada tahap analisis, desain, dan development. Temuan: Luaran dari penelitian ini yaitu purwarupa buku modul edukasi pemberian makan berbasis rumah untuk pramurawat anak dengan palsi serebral. Diskusi: Penelitian pengembangan memiliki tujuan menghasilkan produk yang memadai dan layak pakai melalui serangkaian uji coba. Model pengembangan ADDIE dipilih karena berorientasi produk, spesifik untuk pengembangan produk procedural dan berfokus kepada peserta pembelajaran. Modul adalah bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh pramurawat. Purwarupa produk modul edukasi pemberian makan berbasis rumah untuk pramurawat anak dengan palsi serebral sudah selesai disusun.
  • Item
    Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Post Covid-19 Functional Status Scale Versi Bahasa Indonesia pada Penyintas Covid-19
    (2023-01-13) SEPTANIA ELFIRA SIMATUPANG; Sunaryo B. Sastradimaja; Rachmat Zulkarnain G
    Pendahuluan: Penyintas COVID-19 dapat mengalami gejala yang menetap sampai beberapa bulan setelah terinfeksi. Gejala pasca COVID-19 yang persisten mempengaruhi status fungsional penyintas COVID-19, dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari, aktivitas sosial, dan pekerjaan. Beragamnya gejala Long COVID dan banyaknya jumlah penyintas COVID-19 menyebabkan dibutuhkannya suatu instrumen sederhana yang dapat memonitor perjalanan gejala pasca COVID-19 dan dampaknya terhadap status fungsional. Post-COVID-19 Functional Status Scale (PCFS) adalah suatu instrumen dikembangkan oleh Klok dkk. untuk memonitor perjalanan gejala pasca COVID-19 dan dampaknya terhadap status fungsional. Tujuan: Menilai validitas dan reliabilitas PCFS versi bahasa Indonesia dengan penilaian mandiri sebagai instrumen penilaian keterbatasan fungsional pasca terinfeksi COVID-19. Metode: Penelitian ini menggunakan desain validitas dan reliabilitas yang dilakukan pada 84 subjek penelitian. Penelitian didahului dengan proses alih bahasa dan adaptasi kultural dengan metode Patient-Reported Outcome (PRO) Consortium. Uji validitas dilakukan dengan teknik korelasi Point Biserial dengan acuan hasil analisis dikatakan valid jika r-hitung > 0,300 dan dinyatakan reliabel jika uji reliabilitas dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20) mempunyai nilai koefisien r > 0,6. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat 1 butir pertanyaan kuesioner PCFS versi Bahasa Indonesia yang tidak valid dengan r-hitung = -0,270. Butir pertanyaan lain valid dengan rentang r-hitung = 0,391 – 0,856. Uji reliabilitas menunjukkan kuesioner PCFS reliabel dengan nilai r = 0,69. Kesimpulan: Kuesioner PCFS versi Bahasa Indonesia memiliki 1 butir pertanyaan yang tidak valid, namun kuesioner tersebut reliabel.
  • Item
    PENGARUH LATIHAN RESISTENSI INTRADIALISIS TERHADAP KUALITAS HIDUP DAN AKTIVITAS FISIK PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS TAHAP AKHIR YANG MENJALANI HEMODIALISIS
    (2023-01-12) HASNA DIYANI SALAMAH; Rachmat Zulkarnain G; Tertianto Prabowo
    Pendahuluan: Pasien Gagal Ginjal Kronis mengalami penurunan kemampuan untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme. Zat sisa metabolisme yang menumpuk pada sistem musculoskeletal dinamakan miopati uremikum. Miopati uremikum ditandai dengan adanya peningkatan katabolisme protein otot yang mengakibatkan penurunan kontraktilitas dan massa otot yang menyebabkan pasien mudah lelah dan memicu perilaku sedenter dan menurunkan aktivitas fisik serta kualitas hidup. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh latihan resistensi intradialisis terhadap kualitas hidup dan tingkat aktivitas fisik pada pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialisis 2 kali per minggu Metode: Tiga puluh sembilan subjek dilakukan intervensi latihan resistensi intensitas rendah sebanyak 2 set 15 repetisi. Progresi latihan dilakukan dengan meningkatkan volume latihan. Latihan dilakukan dua kali seminggu sebanyak 24 sesi latihan dalam pengawasan tenaga ahli di Rumah Sakit. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan setelah 24 sesi latihan meliputi pengisian kuisioner KDQOL (Kidney Disease and Quality of Life) dan IPAQ (International Physical Activity Questionnaire). Analisis statistic menggunakan t-test dan sign-test Hasil: Hasil penelitian menunjukkan perubahan yang bermakna pada semua variabel yang diteliti yaitu skor KDQOL (p=0,00) dan tingkat aktivitas fisik (p=0,00). Rata-rata skor KDQOL sebelum dan setelah latihan yaitu 166.67 dan 243.16. Dua puluh lima subjek penelitian mengalami peningkatan aktivitas fisik, dan empat belas subjek penelitian tidak mengalami peningkatan aktivitas fisik. Kesimpulan: Latihan resistensi intradialisis meningkatkan kualitas hidup dan level aktivitas fisik pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialisis 2 kali per minggu.
  • Item
    Pengaruh Latihan Aerobik Intradialisis terhadap Ketahanan Kardiopulmonal dan Kualitas Hidup Penyakit Ginjal Kronik
    (2023-01-12) DARSUNA MARDHIAH; Marietta Shanti Prananta; Marina A. Moeliono
    Pendahuluan : Penyakit ginjal kronis adalah penyakit kompleks yang berdampak pada banyak organ dan system, termasuk muskuloskeletal dan kardiorespirasi. Miopati uremikum menyebabkan menurunnya fungsi otot yang diketahui mempunyai peran untuk fungsi paru dan berdampak pada ketahanan kardiopulmonal. Miopati uremikum terjadi sebagai hasil dari berbagai cascade faktor inflamasi yang menginduksi proses katabolisme otot, mengganggu kontraktilitas otot, dan mengganggu metabolisme mitokondria otot. Miopati uremikum menyebabkan kelemahan ekstremitas, atrofi otot, gangguan ketahanan kardiopulmonal, keterbatasan dalam melakukan latihan, dan cepat lelah. Latihan aerobik intradialisis pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis 3 kali per minggu telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan kardiopulmonal dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan aerobic intradialisis dan kualitas hidup pada penderita PGK yang menjalani HD 2 kali per minggu. Metode : Dua puluh peserta (41.67±4.483 tahun) terpilih berdasarkan kriteria inkusi dan ekslusi dilakukan intervensi latihan aerobik intradialisis selama 8 minggu. Pemeriksaan uji jalan 6 menit dan pengisian kuesioner Kidney Disease Quality of Life (KDQOL SFTM v1.3) sebelum dan sesudah intervensi untuk menilai ketahanan kardiopulmonal dan kualitas hidup penderita PGK. Temuan : Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang bermakna pada semua variabel yang diteliti yaitu uji jalan 6 menit (p = 0,001), dan kuesioner Kualitas hidup (p = 0,001). Diskusi : Latihan aerobik intradialisis terbukti efektif meningkatkan kebugaran kardiopulmonal penderita dan kualitas hidup pada penderita PGK yang menjalani HD 2 kali per minggu
  • Item
    HUBUNGAN DERAJAT PENYAKIT DENGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PADA PENYINTAS COVID-19
    (2023-01-12) ELISA SURJADI; Vitriana; Farida Arisanti
    Pendahuluan : Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus ini terutama menyerang sistem respirasi. Penyakit COVID-19 yang timbul menurut WHO dibagi menjadi asimptomatis, derajat ringan, sedang, berat, dan kritis. Penderita COVID-19 yang sembuh sering disebut dengan penyintas COVID-19. Penyintas COVID-19 dapat mengalami kerusakan paru yang menetap sehingga gangguan fungsi paru sering ditemui dan dapat terjadi selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Kerusakan paru ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru, juga dapat mempengaruhi kapasitas fungsional dan tingkat aktivitas fisik penyintas COVID-19. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan derajat penyakit dengan tingkat aktivitas fisik dan kapasitas fungsional pada penyintas COVID-19. Metode : Penelitian didesain secara kuantitatif. Penyintas COVID-19 diberikan lembar penapisan untuk menentukan sampel penelitian. 52 subjek penelitian yang sudah terpilih akan diberikan kuisioner GPAQ untuk mendata tingkat aktivitas fisik dan dilakukan pengukuran jarak tempuh uji jalan 6 menit untuk mengukur kapasitas fungsional. Analisa menggunakan model regresi berganda. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan nilai probabilitas tingkat aktivitas fisik pada derajat penyakit asimptomatik, ringan, sedang, dan berat melebihi α = 5%: 0.860, 0.158, 0.230, dan 0.309 dan nilai probabilitas kapasitas fungsional pada derajat penyakit asimptomatik, ringan, sedang, dan berat melebihi α = 5%: 0.000, 0.804, 0.937, dan 0.178. Oleh karena itu, derajat penyakit COVID-19 tidak mempengaruhi aktivitas fisik dan kapasitas fungsional pada penyintas COVID-19 setelah 18 bulan terinfeksi COVID-19. Kesimpulan : Derajat penyakit tidak berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik dan kapasitas fungsional pada penyintas COVID-19.
  • Item
    HUBUNGAN NILAI PREDIKSI AMBILAN OKSIGEN MAKSIMAL PADA UJI LATIH BERBASIS LAPANGAN DAN LABORATORIUM PADA ANAK
    (2020-07-19) CHANDRAWATI GULTOM; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Pengukuran kebugaran kardiorespirasi dengan menilai ambilan oksigen maksimal (VO2maks) secara langsung melalui uji latih adalah baku emas namun metode ini tidak tersedia luas karena mahal dan butuh peralatan rumit sehingga metode tidak langsung menjadi pilihan. Uji latih berbasis laboratorium protokol Bruce banyak digunakan pada anak karena telah teruji validitasnya. Uji latih berbasis lapangan shuttle run 20 meter (SR-20) dibandingkan uji latih berbasis laboratorium Bruce menjadi pilihan pada anak-anak karena lebih mudah, praktis dan dapat dilakukan pada sekelompok anak secara bersama-sama. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan nilai prediksi VO2maks pada uji latih berbasis lapangan SR-20 dengan uji latih berbasis laboratorium protokol Bruce pada anak. Metoda: observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Sebanyak 82 anak sekolah menengah pertama (41 laki-laki, 41 perempuan), berusia 13-15 tahun, tidak memiliki penyakit kardiovaskular dan metabolik, dengan indeks massa tubuh (IMT) 18.5-29 kg/m2, tingkat aktivitas fisik ringan-sedang, tidak memiliki deformitas di anggota gerak bawah dan gangguan postur. Subjek mengikuti uji latih SR-20 dan 3-7 hari kemudian mengikuti uji latih Bruce. Nilai prediksi VO2maks dari uji latih SR-20 dan Bruce dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson dengan nilai p<0,05 dianggap bermakna. Hasil: data memiliki distribusi normal. Nilai prediksi rata-rata VO2maks SR-20 anak laki-laki adalah 46.05±3.541 berbeda signifikan dengan perempuan 41.85±3.746. Nilai prediksi VO2maks Bruce pada anak laki-laki 46.66±8.765 sedangkan anak perempuan 40.06±6.210. Koefisien korelasi antara nilai prediksi VO2maks SR-20 dengan VO2maks Bruce pada anak laki-laki r=0,46, p=0,002, pada anak perempuan r=0,407, p=0,008. Kesimpulan: terdapat hubungan cukup erat antara nilai prediksi VO2maks uji latih berbasis lapangan SR-20 dengan nilai prediksi VO2maks uji latih berbasis laboratorium protokol Bruce sehingga uji latih SR-20 dapat menjadi alternatif uji latih berbasis laboratorium. Kata Kunci: Bruce, prediksi VO2maks, SR-20
  • Item
    Kombinasi Latihan Penguatan Otot Inspirasi dan Latihan Aerobik terhadap Ketahanan Kardiopulmonal dan Fungsi Paru pada penderita Systemic Lupus Erythematosus
    (2020-07-19) IRSAN AGUNG RAMDHANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronis yang memiliki berbagai macam manifestasi klinis dengan keterlibatan multiorgan. Penurunan ketahanan kardiopulmonal merupakan akibat keterlibatan organ kardiovaskular dan atau respirasi. Latihan aerobik merupakan terapi nonfarmakologis yang banyak diteliti, aman dan efektif dalam meningkatkan kapasitas aerobik dan toleransi latihan. Latihan penguatan otot inspirasi telah terbukti efektif meningkatkan kebugaran fisik baik pada populasi sehat maupun sakit, namun latihan penguatan otot inspirasi belum pernah diteliti sebelumnya pada penderita SLE. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kombinasi latihan aerobik dan latihan penguatan otot inspirasi terhadap ketahanan kardiopulmonal dan fungsi paru pada penderita SLE, sehingga dapat meningkatkan kapasitas latihan dan memperbaiki kualitas hidup. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experimental dengan pendekatan pre-post test. Subjek penelitian adalah 14 penderita SLE berusia 20-49 tahun yang termasuk dalam kriteria Lupus Low Disease Activity State (LLDAS). Ketahanan kardiopulmonal diukur dengan jarak tes uji jalan 6 menit (6MWT) dan nilai Metabolic Equivalents (METs), sedangkan fungsi paru diukur dengan nilai Maximal Inspiratory Pressure (MIP), Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1) dan Forced Vital Capacity (FVC). Hasil: Hasil penelitian ditemukan peningkatan signifikan pada semua variabel. Nilai 6MWT dan METs meningkat post intervensi, yaitu 397.45±49.346 meter vs 427.50±48.673 meter, dan 5.25±1.146 vs 5.84±1.086. Parameter fungsi paru pun meningkat setelah diberikan intervensi, yaitu FEV1 68.00±10.714 vs 72.90±11.300, FVC 71.81±11.142 vs 77.36±11.809, dan MIP 56.20±14.245 vs 86.36±20.733. Kesimpulan: Kombinasi latihan aerobik dan penguatan otot inspirasi dapat meningkatkan ketahanan kardiopulmonal dan fungsi paru pada penderita SLE yang termasuk dalam kategori LLDAS. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan parameter 6MWT dan METs pada aspek ketahanan kardiopulmonal, serta FEV1, FVC dan MIP pada pemeriksaan fungsi paru.
  • Item
    PENGARUH LATIHAN OTOT PERNAPASAN TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI PENDERITA CEDERA MEDULA SPINALIS
    (2020-01-17) NITA THERESIA REYNE; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Disfungsi pernapasan pada individu dengan cedera medula spinalis (CMS) terjadi akibat terganggunya kontrol saraf somatik dan otonom terhadap otot-otot pernapasan yang menyebabkan berkurangnya efisiensi bernapas, berkurangnya tekanan statik maksimal pernapasan dan berkurangnya volume paru. Kondisi ini mengakibatkan individu dengan CMS menjadi mudah lelah pada saat melakukan aktivitas fisik. Latihan otot inspirasi atau inspiratory muscle training (IMT) menggunakan incentive spirometry (IS) terbukti mampu meningkatkan fungsi paru pada CMS kronis, namun pengaruhnya terhadap fungsional penderita belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IMT dengan IS terhadap fungsi paru, kekuatan otot inspirasi, kapasitas aerobik dan kemandirian dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Metode Penelitian: Penelitian kuasi dengan perbandingan sebelum dan sesudah intervensi, dilaksanakan di Sasana Bina Daksa Budi Bhakti Pondok Bambu Jakarta pada bulan Januari-Februari 2019 yang melibatkan 11 individu dengan CMS fase kronis. Perlakuan berupa IMT mengunakan IS sebanyak 5 kali seminggu selama 4 minggu. Variabel yang diukur adalah Forced Vital Capacity (FVC), Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1), Maximal Inspiratory Pressure (MIP), 6-Minutes Push Test (6-MPT) dan skor Spinal Cord Independence Measure (SCIM). Analisis statistik menggunakan uji T berpasangan dan Wilcoxon. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna pada variabel FVC (p=0,005), FEV1 (p=0,007), MIP (p=0,0001) dan 6-MPT (p=0,002) sesudah latihan, sedangkan tidak ada perbedaan yang bermakna untuk kemandirian AKS (p=0.271) antara sebelum dan setelah latihan. Diskusi: IMT pada individu dengan CMS fase kronis secara signifikan meningkatkan fungsi paru, kekuatan otot inspirasi dan kapasitas aerobik, namun tidak pada kemandirian AKS. Hal ini mungkin dikarenakan individu dengan CMS fase kronis cenderung telah beradaptasi dalam cara melakukan AKS-nya.
  • Item
    PENGARUH KOMBINASI LATIHAN AEROBIK DAN PENGUATAN OTOT INSPIRASI TERHADAP KELELAHAN PADA PENDERITA SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
    (2020-07-20) ZAYADI ZAINUDDIN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Kelelahan adalah gejala paling sering dialami penderita systemic lupus erythemathosus (SLE). Penurunan kebugaran fisik dan kekuatan otot berkorelasi dengan kelelahan. Berbagai tatalaksana nonfarmokologi menyebutkan latihan aerobik terbukti efektif dan aman namun belum dapat mencegah penurunan kekuatan otot. Kekuatan otot pernapasan terbukti menurun pada penderita SLE. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh kombinasi latihan latihan aerobik dan penguatan otot inspirasi terhadap kelelahan penderita SLE. Metoda: Penelitian quasi experimental dengan pre-post test. Sampel sebanyak 11 penderita SLE dengan low lupus activity disease state (LLDAS), usia 20-50 tahun, dan indeks massa tubuh 18.5-24.9. Intervensi berupa latihan aerobik (frekuensi 3 kali seminggu, intensitas moderat, durasi 20 menit, alat treadmill) dan penguatan otot inspirasi (frekuensi 3 kali seminggu, intensitas rendah, alat respironic tresshold training). Luaran primer berupa kelelahan dinilai dengan fatique severity scale (FSS) dan asam laktat dengan lactat meter saat istirahat dan latihan sedangkan luaran sekunder berupa kekuatan otot inspirasi diukur dengan respiratory pressure meter, ketahanan kardiopulmonal dengan six minute walking test, kekuatan dan ketahanan otot handgrip dengan hand dynamometer. Hasil: Data menunjukkan sebaran tidak normal. Median skor FSS (21.00 vs 12.00), asam laktat istirahat (3.30 vs 2.70 mmol/L) dan latihan (5.60 vs 4.30 mmol/L) sebelum dan sesudah latihan menurun (P0.005). Kesimpulan: Kombinasi latihan aerobik dan penguatan otot inspirasi dapat memperbaiki kelelahan, mengurangi akumulasi asam laktat saat istirahat dan latihan, meningkatkan kekuatan otot inspirasi dan handgrip serta ketahanan kardiopulmonal.
  • Item
    PENGARUH LATIHAN PERNAFASAN DENGAN INCENTIVE SPIROMETRI TERHADAP DERAJAT KELELAHAN DAN KADAR CREATINE KINASE (CK) PADA PENDERITA CEDERA MEDULA SPINALIS
    (2020-01-17) RENDRA SANJAYA YOFA ZEBUA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Cedera medula spinalis (CMS) adalah cedera pada medula spinalis dimulai dari foramen magnum hingga ke kauda ekuina. Berkurangnya kemampuan dari otot pernafasan pada penderita CMS berdampak pada penurunan oksigenasi otot-otot ekstremitas dan organ tubuh lainnya serta berkaitan dengan kelelahan secara fisik. Latihan pernafasan dengan Incentive Spirometry (IS) dapat digunakan pada penderita CMS fase kronis sebagai cara untuk meningkatkan fungsi paru dan pencegahan komplikasi paru. Latihan otot pernafasan dapat meningkatkan aliran darah dan oksigenasi pada diafragma dan otot-otot perifer yang akan menyebabkan baik otot pernafasan dan otot-otot perifer menjadi tidak mudah lelah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan pernafasan dengan IS terhadap derajat kelelahan dan kadar creatine kinase (CK) dalam darah. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental perbandingan sebelum dan setelah perlakuan yaitu pada awal dan akhir perlakuan. Sebelas orang penderita CMS mengikuti penelitian ini hingga selesai. Dilakukan penilaian terhadap derajat kelelahan dengan menggunakan kuesioner Fatique Severity Scale (FSS) sebelum dan setelah perlakuan serta dilakukan pemeriksaan nilai CK sebelum, setelah perlakuan pada minggu ke-2 dan ke-4. Hasil: Terdapat penurunan bermakna pada nilai FSS yang awalnya 35,45±9,699 menjadi 25,36±11,918(p=0,007) setelah 4 minggu latihan. Nilai CK yang awalnya 111,63±77,628 U/l meningkat secara bermakna menjadi 146,36±81,185 U/l (p=0,033) pada minggu ke-2 dan nilai CK menjadi tidak bermakna pada minggu ke-4 yaitu menjadi 127,45±82,117 U/l (p=0,168). Simpulan: Terdapat pengaruh latihan pernafasan dengan IS terhadap perbaikan derajat kelelahan dan tidak terdapat pengaruh latihan pernafasan IS terhadap nilai CK pada penderita CMS setelah 4 minggu latihan.
  • Item
    Pengaruh Latihan Pernafasan Dengan Incentive Spirometry Terhadap Penurunan Kadar Protein C Reaktif (CRP) Penderita Cedera Medula Spinalis
    (2020-01-17) MEINAR FERRYANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Cedera medula spinalis merupakan proses inflamasi klasik yang terjadi akibat kerusakan akson dan membran sel, kematian sel, migrasi leukosit serta degradasi lapisan myelin. Peradangan merupakan respon sistem kekebalan tubuh yang terjadi saat tubuh mendeteksi rangsangan yang merugikan. Penyakit yang bersifat inflamasi semakin banyak dihubungkan dengan kejadian penyakit kardiovaskular. Sebuah studi epidemiologi pada populasi normal menunjukkan bahwa tingkat Protein C-reaktif (CRP) yang tinggi merupakan prediktor kejadian penyakit kardiovaskular. CRP adalah salah satu indikator proses peradangan yang disekresikan oleh hepar dan merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. Individu dengan CMS mempunyai risiko penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Cedera medula spinalis seringkali menyebabkan gangguan respirasi akibat inervasi otot pernafasan yang berkurang. Pemberian latihan Inspiratory Muscle Training (IMT) pada pasien CHF (Chronic Heart Failure) memberikan dampak penurunan kadar CRP. Pemberian latihan Incentive Spirometry pada pasien COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) dapat menurunkan tingkat inflamasi yang ditandai penurunan interleukin-6 (IL-6) dan TNF-α (Tumor Necroting Factor-α). Pengaruh pemberian latihan otot inspirasi terhadap kadar CRP pada pasien cedera medula spinalis hingga saat ini belum diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan kadar protein C reaktif (CRP) setelah latihan pernafasan dengan Incentive Spirometry pada penderita cedera medula spinalis fase kronis. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain desain penelitian intervensional Quasi dengan pendekatan pre dan post test. Sebelas penderita cedera medula spinalis fase kronis mendapatkan latihan otot pernapasan inspirasi dengan Incentive Spirometry (IS) selama 4 minggu. Dilakukan pemeriksaan kadar protein C reaktif (CRP) pada sebelum dan setelah latihan 4 minggu. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada penurunan kadar protein C reaktif (CRP) setelah latihan pernafasan dengan Incentive Spirometry pada penderita cedera medula spinalis fase kronis. Simpulan: Pemberian latihan Incentive Spirometry (IS) selama 4 minggu tidak menghasilkan penurunan kadar CRP. Kata kunci: protein C reaktif (CRP), inflamasi, latihan otot inspirasi, Incentive Spirometry (IS), cedera medula spinalis
  • Item
    UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUISIONER HAEMO-QoL VERSI BAHASA INDONESIA
    (2020-01-17) PUTRI KHAERANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex-linked resesif dan autosomal resesif, disertai masalah perdarahan dan kelainan pembekuan yang memerlukan penanganan multidisipliner. Kelainan ini bersifat kronis dan disebabkan oleh kekurangan faktor pembekuan darah; faktor VIII, terbanyak dijumpai, sekitar 80%-85% dan faktor IX. Kondisi kronis pada anak, seperti hemofilia, akan dapat membatasi kemampuan anak sehingga menurunkan kualitas hidup mereka. Kualitas hidup pada anak dengan hemofilia dapat diukur oleh instrument HR-QoL spesifik untuk hemofilia yang tervalidasi, seperti Haemo-QoL. Haemo-QoL merupakan kuesioner hemofilia yang pertama, dan menghasilkan 3 set versi kuesioner psikometri yang diuji untuk tiga kelompok usia anak-anak dan juga orang tua mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alat ukur untuk menilai kualitas hidup anak hemofilia di Indonesia menggunakan kuesioner Haemo-QoL versi Bahasa Indonesia. Metoda: Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik cross sectional atau potong lintang. Haemo-Qol diterjemahkan ke bahasa Indonesia kemudian diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris. Hasilnya dievaluasi oleh pembuat Haemo-Qol sampai disetujui. Proses selanjutnya adalah cognitive debriefing. Haemo-Qol, yang telah melalui proses, diuji pada setiap subjek, menurut kuesioner dari kelompok usia, yaitu 4 - 7 tahun, 8 - 12 tahun, dan 13-16 tahun. Hasil: Penelitian ini melibatkan pasien hemofilia sebanyak 105 responden yang berusia 4 – 16 tahun. Pada uji validasi pertama dan uji validasi pada pengujian kedua didapatkan ada hasil yang tidak valid pada masing-masing kelompok usia. Cronbach’s alpha untuk semua jenis kuesioner memiliki nilai koefisien r ≥ 0,5 sehingga reliabilitas baik, yang berarti kuesioner Haemo-Qol dalam Bahasa Indonesia ini dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien hemofilia. Kualitas hidup responden saat ini dapat dikatakan cukup. Diskusi: Reliabilitas Haemo-Qol dalam bahasa Indonesia untuk semua kategori telah teruji dengan hasil baik. Validitas Haemo-Qol dalam bahasa Indonesia belum baik karena beberapa pertanyaan butir tidak valid. Ketidakvalidan dikarenakan kurangnya jumlah responden dan ketidakkonsistenan dalam pengisian. Ketidakkonsistenan ini disebabkan oleh salah satunya adalah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa kedua sehari-hari oleh lebih dari 50% responden.