Bedah Mulut dan Maksilofasial (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Korelasi Antara Surgical Complication Assessment Scale In Third Molar Surgery (SCATM) Dengan Kadar Prostaglandin E2 (PGE2) Pada Saliva Pasca Odontektomi Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula(2023-07-10) AGNESTHESIA RUTH STEVHANY; Harmas Yazid Yusuf; Farah Asnely PutriKorelasi Antara Surgical Complication Assessment Scale In Third Molar Surgery (SCATM) Dengan Kadar Prostaglandin E2 (PGE2) Pada Saliva Pasca Odontektomi Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula Pendahuluan: Penatalaksanaan pada gigi molar ketiga merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan. Tindakan odontektomi bisa menyebabkan cedera dan rusaknya jaringan lunak dan keras serta menimbulkan suatu risiko dan komplikasi diantaranya adalah respon inflamasi, nyeri, edema, alveolar osteitis dan abses. Inflamasi dimulai saat cedera jaringan mulai terjadi dan berlangsung 3 sampai 5 hari pasca odontektomi. Surgical Complication Assessment Scale in Third Molar Surgery (SCATM) merupakan instrumen baru untuk mengukur skala penilaian risiko dan komplikasi pasca odontektomi pada molar ketiga mandibula. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis korelasi antara Surgical Complication Assessment Scale in Third Molar Surgery (SCATM) dengan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) pada saliva pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga mandibula. Metode: Penelitian dilakukan pada 25 pasien dengan kasus impaksi molar ketiga mandibula yang dilakukan odontektomi dalam anastesi lokal di Poli Bedah Minor Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Padjadjaran. Subjek pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan subjek peneltian untuk kelompok uji dilakukan secara acak. Setelah di lakukan tindakan odontektomi, di lakukan pengukuran SCATM dan kadar PGE2 (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran pada jam ke-72(T1) serta jam ke-120 (T2). Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat dan bermakna secara statistik antara SCATM dengan kadar PGE2 pada saliva pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga mandibula pada jam ke-72 dan jam ke-120. Nilai koefisien korelasi jam ke-72 r=0.672 (p<0.001) dan jam ke-120 r=0.728 (p<0.001). simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara antara nilai Surgical Complication Assessment Scale in Third Molar Surgery (SCATM) dengan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) pada saliva pasca odontektomi gigi molar ketiga mandibula pada jam ke-72 dan jam ke-120. Kata Kunci: Odontektomi, Komplikasi, SCATM, Prostaglandin E2Item HUBUNGAN KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) SALIVA DENGAN GAMBARAN KLINIS JARINGAN PARUT PADA PASIEN PASCA OPERASI LABIOPLASTI(2023-08-08) NIKEN LAKSMITARANI; Andri Hardianto; Indra HadikrishnaPendahuluan: Jaringan parut pada labioplasti adalah hasil yang tak dapat dihindarkan dari luka operasi. Jaringan parut ini dapat menimbulkan masalah secara fungsional, kosmetik dan psikologis Penilaian objektif memberikan pengukuran kuantitatif pada jaringan parut, sedangkan penilaian subjektif bergantung pada penilaian pengamat. Skala yang digunakan untuk mengevaluasi berbagai tipe jaringan parut salah satunya Vancouver Scar Scale (VSS). Penilaian objektif yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai Vascular endothelial growth factor (VEGF) yang diketahui sebagai mediator angiogenensis yang mempromosi penyembuhan luka kutan dan merangsang pembentukan jaringan parut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa korelasi antara nilai kadar VEGF saliva pada hari ke 21 dengan gambaran klinis jaringan parut pada pasien pasca operasi labioplasti pada hari ke 90. Metode: Penelitian dilakukan pada 36 pasien dengan kasus celah bibir unilateral yang telah dilakukan operasi labioplasti di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Subjek pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan subjek penelitian untuk kelompok uji dilakukan secara acak. Setelah di lakukan tindakan labioplasti, di lakukan pengukuran kadar VEGF pada hari ke 21, selanjutnya dilakukan penilaian gambaran klinis jaringan parut dengan VSS pada hari ke 90. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat dan bermakna secara statistik antara kadar VEGF dengan gambaran klinis jaringan parut. Nilai koefisien korelasi antara VEGF dan gambaran klinis jaringan parut sebesar r=0.804 (p=0.001). Simpulan: Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara nilai VEGF saliva dengan gambaran klinis jaringan parut pada pasien pasca operasi labioplasti.Item EFEKTIVITAS APLIKASI LIVE TRANSCRIBE SEBAGAI MEDIA EVALUASI HURUF KONSONAN PADA PASIEN CELAH PALATUM PASCA PALATOPLASTI(2023-07-30) ERZA KURNIAWAN; Farah Asnely Putri; Andri HardiantoPendahuluan: Evaluasi tentang fungsi bicara telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya tetapi evaluasi tersebut hanya berdasarkan subyektif. Saat ini di dunia mengalami masa dimana terdapat penyakit baru yang menjadi suatu pandemi. Penyakit yang disebabkan oleh coronavirus menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang serius sehingga terapi wicara banyak terhenti akibat dari kondisi pandemi. Live transcribe adalah aplikasi yang secara otomatis mentranskripsikan ucapan hampir secara real-time, sehingga diharapkan dapat membantu terapis wicara menjadi sebagai media evaluasi terapi wicara. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah aplikasi Live Transcribe efektif untuk menilai ketepatan pelafalan kata dan dapat menjadi suatu media untuk evaluasi terapi wicara pada pasien celah palatum pasca palatoplasti. Metode: Penelitian dilakukan pada 35 subjek pada pasien terapi wicara pasca palatoplasti di Pusat Pelayanan Celah Bibir & Langit-langit/Cleft Labio Palatoschiziz (CLP) Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta . Subjek pada penelitian ini dilakukan secara total purposive sampling yaitu mengambil subjek dari sebagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi sampai terpenuhi besar subjek minimal. Hasil: Secara keseluruhan, terdapat perbedaan skor terapi wicara yang signifikan antara aplikasi Live Transcribe dan kovensional, dimana secara umum teknik konvensional memiliki nilai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik Live Transcribe dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05. Simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan teknik konvensional dengan aplikasi Live Transcribe menunjukan perbedaan yang signifikan pada konsonan /p/ dan konsonan /b sedangkan pada konsonan /m/ tidak menunjukan perbedaan yang signifikan.Item Korelasi Antara Kadar Prealbumin Serum dan Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Saliva dengan Penyembuhan Luka Pasca Palatoplasti(2023-08-03) AYU VIDYA PUTRI; Harmas Yazid Yusuf; R. Agus NurwiadhPendahuluan: Anomali kraniofasial merupakan masalah besar dalam bidang kesehatan anak yang penting untuk diperhatikan. Salah satu kelainannya adalah pasien dengan celah langit – langit dan memiliki risiko adanya gangguan dalam mendapatkan nutrisi yang dapat menyebabkan status gizi yang buruk. Tata laksana dari kondisi ini merupakan tindakan operasi penutupan celah langit-langit, dan penyembuhan luka operasi menjadi penentu utama. Dalam penyembuhan luka status gizi menjadi faktor penting dalam proses penyembuhan luka. Prealbumin menjadi penanda klinis dalam menilai status gizi. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan faktor pertumbuhan dalam proses penyembuhan luka. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk melihatkorelasi kadar prealbumin serum dengan penyembuhan luka yang dinilai dengan VEGF saliva dan skor penilaian klinis menggunakan Photographic Wound Assesment Tool (PWAT). Metode : Penelitian ini dilakukan pada 31 pasien dengan kasus celah langit-langit yang dilakukan palatoplasty. Subjek penelitian sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dnegan teknik non probability sampling yang berjenis purposive sampling untuk memenuhi tujuan penelitian. Pengambilan sampel darahsebelum palatoplasti dilakukan untuk menilai kadar prealbumin, kemudiandilakukan pengambilan sampel saliva 5 hari pasca operasi untuk menilai kadarVEGF dan dilakukan pengukuran skor PWAT. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson Product dan Rank Spearman. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang positif kuat dan signifikan antara kadar prealbumin serum dan VEGF saliva serta menunjukkan adanya korelasi negatif cukup kuat dan signifikan antara prealbumin serum dan skor PWAT serta VEGF saliva dan skor PWAT pada pasien yang dilakukan palatoplasti. Nilai koefisien korelasi prealbumin serum dan VEGF saliva r= 0.610 (p<0.001), nilai koefisien korelasi prealbumin serum dan skor PWAT r= -0.574 (p<0.001). Nilai koefisien korelasi VEGF saliva dan skor PWAT r= -0.442 (p<0.001). Kesimpulan: Semakin tinggi kadar prealbumin serum maka penyembuhan luka akan semakin baik sejalan dengan penilaian klinis dan biologis.Item HUBUNGAN PROFIL LIPID DENGAN DERAJAT KEPARAHAN PADA PASIEN INFEKSI ODONTOGENIK SPASIA WAJAH(2023-07-10) STEPHANUS CHRISTIANTO; Harmas Yazid Yusuf; Abel Tasman YuzaPendahuluan. Infeksi odontogenik merupakan infeksi yang sering ditemukan pada daerah wajah. Terdapat berbagai faktor risiko yang berperan penting dalam meningkatkan derajat keparahan infeksi odontogenik. Sistem imunitas merupakan kondisiDislipidemia merupakan salah suatu kondisi yang dapat terjadi akibat adanya proses infeksi dan inflamasi, selain itu profil lipid dapat berfungsi sebagai sistem imunitas. Beberapa penelitian menujukan adanya hubungan antara profil lipid dengan keparahan infeksi. Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk melihat hubungan antara profil lipid dengan derajat keparahan infeksi pada pasien dengan infeksi odontogenik spasia wajah Metode Penelitian dilakukan pada 30 pasien infeksi odontogenik spasia wajah yang datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin. Dilakukan pengambilan sampel darah dari profil lipid dan skoring derajat keparahan infeksi. Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan uji rank spearman. Hasil Hasil penelitian ini menunjukan adanya korelasi positif antara derajat keparahan dengan kolestrol total dan trigliserida, sedangkan didapatkan korelasi negatif antara derajat keparahan dengan kadar LDL dan HDL, namun hasil yang signifikan hanya terdapat pada kadar trigliserida (nilai P<0.05). Simpulan Hasil penelitian ini menunjukan adanya korelasi antara derajat keparahan dengan profil lipid pada pasien dengan infeksi odontogenik spasia wajah.Item HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYELAMAN MENGGUNAKAN COMMERCIAL MOUTHPIECE SCUBA DIVING DENGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA PENYELAM TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT (TNI-AL)(2023-08-19) BAMBANG HUDIWORO KUSUMA DEWA; Endang Sjamsudin; Indra HadikrishnaPendahuluan: Commercial Mouthpiece merupakan bagian Self Contained Underwater Breathing Apparatus (SCUBA) yang menyebabkan gangguan rongga mulut serta mikrotrauma sendi temporomandibula dan otot-otot pendukungnya apabila digunakan berulang dan dalam waktu yang lama, kondisi ini dikenal dengan Diver’s Mouth Syndrome (DMS). Indeks Helkimo merupakan alat ukur menilai derajat keparahan gangguan sendi temporomandibula didasarkan nilai Anamnestic index (Ai) dan Dysfunctional index (Di) dengan keunggulan alat ukur yang sederhana, ekonomis, cepat pada survei epidemiologi, dan mudah diterapkan pada jumlah besar. Tujuan: Menilai hubungan lama penyelaman menggunakan commercial mouthpiece SCUBA diving pada penyelam TNI-AL terhadap nilai Ai dan nilai Di serta hubungan nilai Ai dan nilai Di sebagai instrumen penilaian gangguan sendi temporomandibula. Metode: Deskriptif korelasi digunakan pada penelitian ini dengan jumlah sampel 39 penyelam militer yang dipilih secara purposive sampling dan sesuai kriteria inklusi. Penelitian dilakukan dengan wawancara kuisioner, pemeriksaan odontogram, serta pemeriksaan sendi temporomandibula di Lembaga Kesehatan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) Komando Armada I, Tanjung Priok. Datanya adalah lama penyelaman, distribusi frekuensi gangguan temporomandibula secara penilaian Ai dan Di, kemudian dianalisis menggunakan uji Spearman rank. Hasil: Koefesien korelasi (r) lama penyelaman menggunakan commercial mouthpiece SCUBA diving terhadap Ai adalah 0.510(P-value = 0.001) dan Di adalah 0.625(P-value = 0.001), serta nilai r antara nilai Ai dan nilai Di adalah 0.454(P-value = 0.004). Simpulan: Terdapat hubungan signifikan positif kuat antara lama penyelaman menggunakan commercial mouthpiece SCUBA diving pada penyelam TNI-AL terhadap nilai Ai dan nilai Di serta terdapat hubungan signifikan positif moderat antara nilai Ai terhadap nilai Di sebagai gambaran gangguan temporomandibula penyelam TNI-AL.Item KORELASI ANTARA INTERNATIONAL NORMALIZED RATIO (INR) DARAH DENGAN KONSENTRASI PROTROMBIN SALIVA PADA PASIEN BEDAH MULUT DALAM TERAPI WARFARIN(2023-08-06) RACHENDRA PRATAMA; Abel Tasman Yuza; Endang SjamsudinKORELASI ANTARA INTERNATIONAL NORMALIZED RATIO (INR) DARAH DENGAN KONSENTRASI PROTROMBIN SALIVA PADA PASIEN BEDAH MULUT DALAM TERAPI WARFARIN ABSTRAK Pendahuluan: Prosedur pembedahan dalam kedokteran gigi memiliki resiko komplikasi seperti perdarahan. Salah satu penyebab meningkatnya resiko perdarahan adalah penggunaan obat-obatan yang dapat menghambat proses pembekuan darah diantaranya adalah warfarin. Warfarin merupakan salah satu obat antikoagulan yang dapat menghambat faktor koagulasi pada kaskade pembekuan darah. INR merupakan salah satu indikator kontrol dari penggunaan Warfarin dan juga merupakan indikator dari resiko perdarahan pada prosedur pembedahan. Pemeriksaan INR saat ini adalah dengan menggunakan plasma darah dari hasil nilai protrombin time yang di standarisasi dengan internasional sensitivity index WHO. Tujuan: Menganalisis korelasi antara INR darah dengan konsentrasi protrombin saliva pada pasien bedah mulut dalam terapi warfarin. Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan rancangan penelitian korelasi. Pada penelitian ini hanya dilakukan pengamatan dan pengukuran tanpa dilakukan intervensi terhadap variabel penelitian kemudian dilakukan Analisa laboratorium sebanyak 19 sampel menggunakan reagen human prothrombin dari Elabscience. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampel darah dan saliva selanjutnya dilakukan tes ELISA pada sampel saliva dan protrombin time pada sampel plasma darah. Selanjutnya dilakukan uji korelasi dan regresi linier. Hasil: Pada penelitian ini dari 19 sampel, 6 pria dan 13 wanita yang dikumpulkan didapatkan nilai tertinggi INR adalah 3,01 dan terendah adalah 1,16 sedangkan nilai tertinggi konsentrasi protrombin pada saliva adalah 370 ng/mL dan terendah adalah 40 ng/mL. Setelah dilakukan uji normalitas dengan saphiro-wilk tes dinyatakan distribusi data normal selanjutnya dilakukan uji korelasi dan uji regresi linier sederhana. Hasil uji korelasi dan regresi adalah terdapat korelasi positif antara INR darah dan konsentrasi protrombin saliva dengan nilai koefisien korelasi r=0,81 (p<0.001). Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara INR darah dan konsentrasi protrombin saliva sehingga apabila nilai INR meningkat maka konsentrasi protrombin saliva juga akan ikut meningkat. Apabila nilai INR menurun maka konsentrasi protrombin saliva juga akan menurun. Kata Kunci: ELISA, Protrombin, International Normalized Ratio, Saliva, WarfarinItem PERBANDINGAN TIGA JENIS MATA BUR TERHADAP NILAI TARTRATE-RESISTANT ACID PHOSPHATASE (TRAP) SALIVA PADA PASIEN ODONTEKTOMI MOLAR TIGA MANDIBULA(2023-08-09) MITRA RISWANDA HUTABARAT; Andri Hardianto; Indra HadikrishnaPendahuluan: Pengangkatan gigi terpendam impaksi molar tiga rahang bawah merupakan tindakan yang umum dilakukan oleh bedah mulut. Prosedur odontektomi memiliki tingkat kesulitan berdasarkan Pederson mulai dari ringan hingga berat yang mempengaruhi penyembuhan pasca operasi. Salah satu prosedur dalam odontektomi adalah pembuangan tulang dengan instrumen putar. Penggunaan bur pada odontektomi akan menghasilkan panas dan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak dan osteonecrosis. Tingkat penyembuhan pada tulang alveolar dipengaruhi oleh seberapa besar trauma atau pembuangan tulang yang dilakukan pada saat odontektomi. Kemampuan bur bergantung kepada bahan penyusun dari bur dan dalam menghasilkan panas saat digunakan. Material yang mudah menghasilkan panas akan memiliki kerentanan dalam penggunaannya seperti, lebih cepat tumpul, lebih banyak merusak jaringan, lebih mudah patah, dan membutuhkan waktu lebih lama dalam pengerjaannya. Teknik pembuangan tulang alveolar pada odontektomi akan membuat tartrate-resitant acid phosphatase muncul dan meningkat. TRAP adalah enzim yang dilepaskan akibat aktivasi osteoklas, termasuk didalamnya produk dari degradasi tulang yang menunjukkan proses resorpsi tulang. Tujuan: membandingkan tiga jenis mata bur dalam tindakan odontektomi molar 3 mandibula pada nilai TRAP saliva sebelum dan sesudah odontektomi. Metode: Penelitian dilakukan pada 30 pasien dengan kasus impaksi molar ketiga mandibula yang dilakukan odontektomi dalam anestesi lokal di Poli Bedah Minor Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Padjadjaran. Subjek pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan saliva sebelum dan setelah tindakan odontektomi, kemudian diukur TRAP saliva dan dibandingkan sebelum dan sesudahnya. Data yang terkumpul kemudian diuji dengan T-test pair dan Anova. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan signifikan pada nilai TRAP saliva sebelum dan sesudah odontektomi pada penggunaan bur SS, DB, dan TC, namun perbandingan antara bur DB dan TC tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan mata bur TC dan DB menghasilkan nilai TRAP dengan perbedaan yang minimal yang menunjukkan kerusakan tulang yang minimal, sedangkan penggunaan mata bur SS menunjukkan nilai perbedaan yang signifikan yang berarti kerusakan tulang yang banyakItem PERBEDAAN KADAR PROSTAGLANDIN E2 SALIVA DAN KRITERIA INDIKATOR KLINIS ANTARA SUBJEK YANG MENDAPATKAN TERAPI STANDAR DENGAN YANG MENDAPATKAN VITAMIN D SEBAGAI TERAPI ADJUVAN PASCA ODONTEKTOMI MOLAR K(2023-08-09) FAUZAN AKMAL; Andri Hardianto; Farah Asnely PutriPendahuluan: Prosedur odontektomi mengakibatkan cedera jaringan pasca operasi yang mengakibatkan respon inflamasi (pembengkakan, nyeri dan keterbatasan membuka mulut) yang dapat menurunkan kualitas hidup subjek. Kadar vitamin D (25OHD) didalam tubuh memiliki peran dalam kondisi inflamasi. Pemberian terapi adjuvan vitamin D (terapi standar kombinasi dengan suplementasi vitamin D) pasca odontektomi molar ketiga mandibula dapat meningkatkan efikasi obat standar dalam mengurangi inflamasi. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa perbedaan pembengkakan, bukaan mulut, nyeri dan kadar PGE2 saliva antara kelompok terapi standar dengan kelompok terapi adjuvan vitamin D pasca odontektomi molar ketiga mandibula. Metode: Penelitian dilakukan pada subjek yang telah dilakukan tindakan odontektomi molar ketiga mandibula, yang dibagi menjadi dua kelompok (terapi standar dan terapi adjuvan vitamin D). Kedua kelompok dilakukan pengukuran pembengkakan wajah, skor nyeri, dan bukaan mulut sebelum operasi, 24 jam dan 168 jam pasca operasi.¬ Pengambilan sampel saliva untuk mengukur kadar PGE2 dilakukan sebelum operasi dan 24 jam pasca operasi. Hasil: Hasil penelitian dari 93 orang didapatkan hasil perbedaan yang signifikan secara statistik pada pembengkakan wajah (p=0,008<0,05), bukaan mulut (p=0,001<0,005), nyeri (p=0,001<0,005) dan kadar PGE2 saliva (p=0,001<0,005). Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok yang diberikan terapi adjuvan vitamin D dibandingkan kelompok terapi standar berdasarkan penilaian klinis dan kadar PGE2 saliva.Item HUBUNGAN ANTARA USIA OPERASI TERHADAP DISFUNGSI VELOFARINGEAL PADA PASIEN PASCA PALATOPLASTI(2023-10-11) FADLY RASYID; Andri Hardianto; Indra HadikrishnaPendahuluan: Celah palatum dapat menimbulkan berbagai gangguan tumbuh kembang, salah satu gangguan tersebut adalah gangguan berbicara. Palatoplasti untuk menutup celah palatum dan mengurangi resiko gangguan bicara penderita celah palatum. Usia dilakukannya operasi berpengaruh pada kemampuan bicara yang dihasilkan oleh penderita celah palatum. Tujuan: penelitian ini untuk hubungan antara usia dilakukannya operasi terhadap kemampuan bicara pasca palatoplasti. Metode: Sample penelitian adalah semua penderita celah palatum di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung yang dilakukan palatoplasti. penelitian ini hanya dilakukan pengamatan dan pengukuran dengan intervensi terhadap variabel penelitian kemudian dilakukan analisa. Selanjutnya dilakukan uji perbedaan dan uji korelasi. Teknik pengambilan sampel Consecutive Sampling pasien pasca palatoplasti yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 28 (68,29%) dan kategori usia 18 bulan - 24 bulan sebanyak 31 (75,61%). Artikulasi terbanyak pada kategori ringan 34 (82,92%), Pada kategori hipernasalitas terbanyak dengan kategori berat 21 (51,22%), nasal emisi udara terbanyak pada kategori nilai terendah dengan jumlah 19 (46,34%) dan kategori kemampuan bicara terbanyak pada kelompok cukup mampu 22 (53,66%). Terdapat korelasi antara usia operasi dengan artikulasi, hipernasalitas, nasal emisi dan kemampuan bicara (p<0,000). Simpulan: Studi ini menunjukkan pasca palatoplasti terdapat korelasi yang kuat antara usia operasi dengan artikulasi, hipernasalitas, nasal emisi dan kemampuan bicara.Item HUBUNGAN ANTARA TIPE CELAH LANGIT-LANGIT KLASIFIKASI VEAU DAN NASAL EMISI PADA PASIEN PASCA PALATOPLASTI(2023-08-05) NURUL RIZQINA; R. Agus Nurwiadh; Endang SjamsudinPendahuluan: Palatoplasti bertujuan untuk mendapatkan bentuk anatomi dan mengembalikan fungsi langit-langit sebagai organ artikulasi. Berbagai faktor dapat mempengaruhi hasil operasi salah satunya adalah tipe celah. Evaluasi pasca palatoplasti perlu dilakukan sebagai penilaian keberhasilan operasi, salah satunya dengan pengukuran nasal emisi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara tipe celah langit-langit menurut Veau terhadap nasal emisi pada pasien pasca palatoplasti. Metode: Penelitian dilakukan pada 48 pasien yang telah dilakukan palatoplasti di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Nasal emisi diukur menggunakan alat See-Scape dan skala pengukuran dicatat pada masing-masing subjek yang telah ditentukan tipe celahnya berdasarkan klasifikasi Veau. Data yang terkumpul dilakukan uji korelasi Rank Spearman. Hasil: Dari 48 pasien, sebanyak 19 orang (39,6%) memiliki celah langit-langit Veau Tipe III. Pengukuran nasal emisi skala 0 sebanyak 18,8% dan skala 7 sebanyak 4,2%. Kedua data memiliki skala kategorikal sehingga analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji korelasi Rank Spearman dan didapatkan nilai probabilitas sebesar <0,001 dan nilai r sebesar 0,879. Simpulan: Terdapat hubungan yang kuat antara tipe celah langit-langit menurut Veau dengan nasal emisi pasca palatoplasti. Semakin banyak anatomi yang terlibat pada celah langit-langit maka nasal emisi semakin besar.Item Korelasi Kadar Prealbumin Serum Dengan Penyembuhan Luka Paska Labioplasti Berdasarkan Kadar FGF-2 Saliva Dan Skala Reeda(2023-08-03) RANI SEPTIKASARI; Harmas Yazid Yusuf; R. Agus NurwiadhCelah bibir dan/langit-langit (CB±L) adalah kelainan kongenital yang mengenai area orofasial, sering menimbulkan masalah kesulitan makan menyebabkan status gizi menjadi buruk. Penatalaksanaan celah bibir (CB) membutuhkan prosedur operasi dan proses penyembuhan luka. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka adalah status gizi. Pemeriksaan status gizi menggunakan prealbumin menghasilkan penilaian yang lebih tepat dan objektif. Pada sisi lain faktor pertumbuhan seperti FGF-2 dapat mempercepat dan menginduksi penyembuhan luka. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk melihat korelasi kadar prealbumin serum dengan penyembuhan luka yang dinilai dengan FGF-2 saliva dan skala reeda. Metode: Penelitian dilakukan pada 29 pasien dengan kasus CB±L satu sisi yang dilakukan prosedur labioplasti. Subjek pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan teknik non probability sampling yang berjenis purposive sampling untuk memenuhi tujuan penelitian. Pengambilan sampel darah sebelum labioplasti dilakukan untuk menilai kadar prealbumin, kemudian dilakukan pengambilan sampel saliva 5 hari setelah labioplasti untuk menilai kadar FGF-2 dan dilakukan pengukuran skala Reeda pada hari ke 7 setelah labioplasti. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji korelasi rank spearman. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang positif kuat dan signifikan antara kadar prealbumin serum dan FGF-2 saliva serta menunjukkan adanya korelasi negatif kuat dan signifikan antara prealbumin serum dan skala Reeda pada pasien yang dilakukan labioplasti. Nilai koefisien korelasi prealbumin serum dan FGF-2 saliva r = 0.862 (p<0.001), dan nilai koefisien korelasi prealbumin serum dan skala Reeda r = -0.770 (p<0.001). Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi kadar prealbumin serum maka penyembuhan luka akan semakin baik.Item Tingkat Imunoekspresi Human Telomerase Reverse Transcriptase Pada Rapidly Involuting Congenital Hemangioma(2023-09-13) CAHYONO YUDIANTO; Raden Tantry Maulina; Herry YuliantiABSTRAK Pendahuluan. Rapidly Involuting Congenital Hemangioma (RICH) merupakan jenis tumor jinak yang mencapai pertumbuhan maksimal pada saat kelahiran dan selanjutnya mengalami involusi pada tahun pertama setelah kelahiran. Salah satu enzim yang dikaitkan dengan perkembangan tumor dan diketahui memiliki korelasi dengan perkembangan beberapa jenis kanker adalah human Telomerase Reverse Transcriptase (hTERT). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat imunoekspresi hTERT pada sampel pasien RICH. Metode Penelitian dilakukan pada 10 blok parafin pasien RICH yang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Sampel yang telah ditanam di dalam parafin blok yang representatif selanjutnya dipulas dengan menggunakan tekhnik pewarnaan imunohistokomia (IHK) dengan antibodi anti-hTERT. Data selanjutnya dikumpulkan dan dianalisis deskriptif. Hasil. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukan bahwa lima sampel penderita RICH memperlihatkan immunoekspresi hTERT dengan kategori kuat, tiga sampel penderita RICH memperlihatkan immunoekspresi hTERT dengan kategori sedang, dan dua sampel penderita RICH memperlihatkan immunoekspresi hTERT dengan kategori lemah. Simpulan. Immunoekspresi enzim hTERT terdeteksi pada sampel pasien RICH dengan kategori lemah, sedang, dan kuat. Kata kunci: human Telomerase Reverse Transcriptase, hTERT, Imunohistokimia, Immunoekspresi, Rapidly Involuting Congenital Hemangioma.