Ilmu Penyakit Mulut (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Penyakit Mulut (Sp.) by Author "Dewi Marhaeni Diah Herawati"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISIS KADAR SERUM VITAMIN A DAN VITAMIN C TERHADAP CD4, VIRAL LOAD, STATUS NUTRISI SERTA LESI ORAL PADA PASIEN HIV/AIDS(2022-01-12) NELLY NAINGGOLAN; Dewi Marhaeni Diah Herawati; Agnes Rengga IndratiPendahuluan: Mikronutrien mempunyai peran penting dalam patogenesis penyakit HIV dan berkontribusi terhadap disfungsi kekebalan, morbiditas, dan perkembangan penyakit. Vitamin A dan C berperan penting dalam diferensiasi dan proliferasi sel imun, proses inflamasi, dan juga berperan sebagai antioksidan. Pasien HIV/AIDS dengan defisiensi vitamin A dan C akan meningkatkan kerentanan terhadap perkembangan lesi oral. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar vitamin A dan C pada penderita HIV/AIDS dan orang sehat serta perbedaan kadar vitamin A dan vitamin C berdasarkan jumlah CD4, viral load, body mass index (BMI) dan keberadaan lesi oral pada pasien HIV/AIDS. Metoda: Jenis penelitian ini adalah cross-sectional. Subjek penelitian adalah serum 38 orang pasien HIV/AIDS dan 21 orang individu sehat sebagai kelompok kontrol. Kadar vitamin A dan vitamin C serum pasien dan individu sehat diperiksa dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Jumlah CD4, viral load, BMI serta keberadaan lesi oral diperoleh dari data rekam medis pasien. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan uji Mann-Whitney U. Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 38 orang pasien HIV/AIDS, pria 27 (71,05%) dan perempuan 11 (28,95%), dengan kelompok usia tertingi 25-49 tahun (80,65%). Terdapat perbedaan pada kadar vitamin A antara pasien HIV/AIDS dengan individu sehat (p=0,000) dan pada kadar vitamin C antara pasien HIV/AIDS yang memiliki lesi oral dengan tanpa memiliki lesi oral (p=0,041). Namun tidak terdapat perbedaan pada kadar vitamin C antara pasien HIV/AIDS dengan individu sehat (p=0,071), pada kadar vitamin A dan C antara CD4< 200 dengan CD4⩾200 (p=0,841 dan p=0,779), antara viral load tidak terdeteksi atau <40 dengan viral load ⩾40 (p=0,988 dan p=0,779), dan antara BMI<18,5 dengan BMI ⩾18,5 (p=0,779 dan p=0,779) dan juga kadar vitamin A antara pasien HIV/AIDS yang memiliki lesi oral dengan tanpa memiliki lesi oral (p=0,367). Kesimpulan: Kadar vitamin A pada pasien HIV/AIDS berbeda signifikan dibandingkan dengan individu sehat, serta kadar vitamin C di antara pasien HIV/AIDS dengan atau tanpa lesi oral juga berbeda secara signifikan. Asupan vitamin A dan C dianjurkan bagi penderita HIV/AIDS.Item Hubungan Antara Kadar 25(OH)D dengan Stadium Kanker pada Pasien Kanker Rongga Mulut(2020-07-13) I NYOMAN GEDE JUWITA PUTRA; Dewi Marhaeni Diah Herawati; Irna SufiawatiPendahuluan: Kanker rongga mulut merupakan suatu neoplasia ganas yang muncul di bibir atau rongga mulut. Vitamin D dianggap memiliki peran dalam menekan kanker melalui efeknya sebagai anti-tumor, anti-proliferatif, apoptosis dan angiogenesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis profil kadar 25(OH)D serum dan hubungannya dengan stadium kanker pada pasien kanker rongga mulut. Metode: Jenis penelitian ini adalah observational analytic dengan rancangan metode cross-sectional dengan lokasi di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pencatatan identitas dan stadium kanker rongga mulut dengan wawancara, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan kadar 25(OH)D serum, darah diambil dengan teknik venipuncture sebanyak 2 ml. Analisis data menggunakan uji rank spearman untuk menganalisis variabel bivariat yaitu hubungan kadar 25(OH)D dengan stadium kanker pada pasien kanker rongga mulut. Hasil: Subjek penelitian adalah perempuan yaitu 17 orang (65,6%) dan laki-laki 9 orang (36,4%). Rata-rata umur subjek adalah 51 tahun (SD=14 tahun) dari rentang 19-78 tahun. Sebanyak 61,5% pasien kanker rongga mulut memiliki kadar 25(OH)D defisiensi. Pasien dengan defisiensi 25(OH)D memiliki jumlah yang merata pada stadium kanker (stadium I: 25,0%, stadium II: 18,8%, stadium III: 37,5% dan stadium IV: 18,8%)), begitu juga pada pasien dengan insufisiensi 25(OH)D dan sufisiensi 25(OH)D. Didapatkan bahwa koefisien r sebesar 0,271 dan p sebesar 0,090 (>0,05), menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Simpulan: Pasien kanker rongga mulut lebih banyak memiliki defisiensi kadar 25(OH)D. Tidak terdapat hubungan antara kadar 25(OH)D dengan stadium kanker pada pasien kanker rongga mulut.Item Hubungan Kadar Zinc Serum dan Asupan Zinc terhadap Gangguan Pengecapan Pada Pasien Lanjut Usia(2020-07-13) RAHMATIA DJOU; Tenny Setiani Dewi S; Dewi Marhaeni Diah HerawatiPendahuluan: Gangguan pengecapan umumnya terjadi pada pasien lansia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya defisiensi kadar zinc dalam tubuh dan kurangnya asupan zinc. Tujuan penelitian ini untuk, menganalisis hubungan volume saliva, merokok dan hipertensi terhadap gangguan pengecapan pada lansia. Metode: Jenis penelitian observational analitik dengan metode cross sectional pada 100 pasien lansia di Puskesmas Babatan kota Bandung dengan dan tanpa gangguan pengecapan. Pengambilan sampel dilakukan dengan wawancara riwayat penyakit sistemik, obat-obatan yang diminum serta kebiasaan merokok, pemeriksaan kondisi rongga mulut, wawancara asupan nutrisi menggunakan food frequent quetionnaire, tes uji rasa denga 4 larutan rasa, serta pengambilan darah untuk pengukuran zinc serum dengan metode Atomic absorption spectometri. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji fisher exact. Hasil: Pada pasien lansia, 79 orang memiliki kadar zinc serum rendah dan 94 orang memiliki asupan zinc kurang. Rata-rata zinc serum pada pasien lansia dengan gangguan pengecapan sebesar 40,1 μg/dL (SD=9,7) dan pada pasien lansia tanpa gangguan pengecapan sebesar 72,4 μg/dL (SD=25,4), dengan nilai p0,05). Simpulan: Terdapat hubungan antara kadar zinc serum dan asupan zinc terhadap gangguan pengecapan pada pasien lansia, serta merokok memiliki hubungan dengan gangguan pengecapan pada pasien lansia, sedangkan volume saliva dan hipertensi tidak memiliki hubungan dengan gangguan pengecapan pada pasien lansia.Item KORELASI ANTARA XEROSTOMIA DENGAN STATUS GIZI PADA ORANG LANJUT USIA (STUDI TELAAH SISTEMATIK)(2022-01-04) HELEN CHRISTINE; Tenny Setiani Dewi S; Dewi Marhaeni Diah HerawatiPendahuluan: Xerostomia merupakan kondisi kekeringan dalam mulut yang umum sering ditemukan pada populasi lansia dengan prevalensi sebesar 50 %. Lansia berusia 65 tahun ke atas paling berisiko mengalami xerostomia dan hiposalivasi. Xerostomia berat dapat menyebabkan kesulitan menelan dan menurunkan asupan makanan. Asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu lama akan menurunkan status gizi. Status gizi memiliki peran penting dalam memelihara dan mempertahankan fungsi tubuh secara umum, termasuk kondisi dari kelenjar saliva. Status gizi yang kurang dapat menyebabkan penurunan fungsi saliva dan berakibat terjadinya xerostomia Tujuan: melihat korelasi antara xerostomia dengan status gizi pada lansia. Metode: penelitian telaah sistematik, pencarian artikel jurnal dilakukan secara elektronik dari Pubmed, Google Scholar dan Clinical Key yang dipublikasikan selama 10 tahun terakhir yaitu tahun 2010 – 2020, mengacu pada Medical Subject Headings (MeSH) menggunakan istilah “Xerostomia” AND “Mini Nutritional Assessment”. Pengumpulan dan ekstraksi data dalam penelitian ini mengacu pada aturan Preferred Reporting items for Systematic Reviewed Metode and Meta-Analyses (PRISMA). Hasil: dari penelusuran telaah sistematik, didapatkan hasil yang menunjukkan prevalensi xerostomia dan hiposalivasi lebih tinggi pada kelompok lansia dengan status risiko malnutrisi dan status malnutrisi yang didapatkan melalui hasil analisis statistik bivariat dan multivariat. Penyakit kronis dan polifarmasi merupakan faktor confounding yang memengaruhi xerostomia, sementara polifarmasi dan kemoterapi konvensional merupakan faktor confounding yang memengaruhi penurunan nilai status gizi pada populasi lansia. Simpulan: terdapat korelasi antara xerostomia dan status gizi pada lansia