Ilmu Penyakit Mulut (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Penyakit Mulut (Sp.) by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 47
Results Per Page
Sort Options
Item Hubungan antara kejadian lesi mulut dengan kadar IgE serum total pada pasien atopi(2013-04-18) NANAN NURAENY; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenMulut merupakan bagian tubuh yang banyak terpapar oleh berbagai antigen termasuk zat makanan, obat, kosmetik, logam dari peralatan makan, bahan dental seperti pasta gigi dan bahan tambal, serta mikroorganisme. Reaksi hipersensitif terhadap antigen-antigen tersebut dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk angioedem, ulserasi atau reaksi likenoid. Pada individu atopi sangat rentan mengalami reaksi hipersensitif alergi sejak lahir dengan gejala klinis sesuai atopic march yang mengenai organ pencernaan, kulit, dan organ pernafasan. Lesi mulut yang terkait alergi sudah banyak dilaporkan termasuk pada individu atopi tetapi belum ada penelitian yang menghubungkannya dengan kadar IgE serum total. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang bersifat analitik korelasional dan komparatif pada pasien atopi yang memiliki riwayat rinitis alergika (RA), dermatitis atopik (DA), dan asma bronkial (AB). Pengambilan sampel dengan consecutive sampling, pada semua pasien terdaftar di poli alergi dan imunologi Bagian Telinga Hidung Tenggorokan kepala Leher (THT-KL), Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Bagian Ilmu kesehatan Anak, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, dan poli Penyakit Mulut Bagian Gigi Mulut di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin mulai November 2012 sampai Januari 2013. Dilakukan pemeriksaan dalam rongga mulut untuk melihat lesi mulut terkait alergi dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar Imunoglobulin E (IgE) serum total dan pemeriksaan hematologi rutin termasuk laju endap darah, serta pemeriksaan urin rutin dan feses rutin. Dilakukan analisis uji beda dengan uji T dan uji Mann-Whitney, serta uji korelasi dengan point biserial. Seluruh subjek berjumlah 61 yang terbagi dalam kelompok dengan lesi mulut sebanyak 30 subjek, dan kelompok tanpa lesi mulut sebanyak 31 subjek. Variasi lesi mulut yang ditemukan berupa recurrent aphthous stomatitis (RAS), oral allergy syndrome (OAS) geographic tongue (GT) dan angioedem (AE). RAS ditemukan terbanyak yaitu 56,7%. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan hasil bermakna dengan nilai ρ <0,001 untuk kadar IgE serum total, yaitu untuk kelompok dengan lesi mulut rentang IgE adalah 51,34-2500 IU/mL dengan rata-rata 889,7 IU/mL dan standar deviasi (SD) 730,87, sedangkan pada kelompok tanpa lesi rentangnya 12,17-848 IU/mL dengan rata-rata 207,9 IU/mL dan standar deviasi (SD) 216. Analisis statistik lainnya menunjukkan hasil bermakna dengan koefisien point biserial (rPbi)=0,534, ρ= <0,001 berarti terdapat korelasi yang cukup erat antara lesi mulut dengan kadar IgE serum total pada pasien atopi. Kata kunci : Lesi mulut, atopi, IgE serum totalItem Korelasi Antara Variasi Manifestasi Oral Anemia Dengan Level CD4 Pada Pasien HIV/AIDS(2014-04-16) WAHYU HIDAYAT; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPrevalensi anemia dapat mencapai 70 % - 95 % pada penderita HIV/AIDS. Anemia adalah kelainan hematologi yang paling sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS dengan jumlah CD4 < 200 sel/mm3.. Anemia secara umum dapat bermanifestasi dalam rongga mulut antara lain yaitu atropik pada papilla lidah, pallor, angular cheilitis, glossodynea, rasa terbakar pada lidah, gangguan pengecapan, glosssitis, candidiasis, aphthous ulcers, dan geographic tongue. Tingginya prevalensi anemia pada penderita HIV/AIDS dengan CD4 < 200 sel/mm3, menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui gambaran manifestasi oral anemia dan korelasi variasi manifestasi oral anemia dengan CD4 pada penderita HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran manifestasi oral anemia pada penderita baru HIV/AIDS dan mengetahui korelasi variasi manifestasi oral anemia dengan CD4 pada pasien baru HIV/AIDS di RSHS. Jenis penelitian adalah cross sectional dengan analisis korelasional Rank Spearman. Sampel adalah pasien baru HIV/AIDS yang mengalami anemia dan belum diterapi ARV. Pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin dan swab kandida, kemudian dicatat manifestasi oral anemia yang ditemukan. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan Rank Spearman untuk melihat korelasinya. Hasil penelitian diperoleh 39 sampel, dengan 22 orang pria dan 17 wanita. Sampel yang mengalami anemia ringan 20 orang dan anemia sedang 19 orang. Manifestasi oral anemia yang berhubungan dengan CD4 secara statistik adalah kandidiasis (0,016), glossitis ( 0,043) dan glossodynea (0,000) dengan p < 0,05. Statistik menujukan semakin turun nilai CD4 maka semakin banyak manifestasi oral anemia yang terjadi. Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan antara variasi manifestasi oral anemia dengan level CD4, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada penderita HIV/AIDS jika ditemukan manifestasi oral anemia lebih dari tiga karena kemungkinan terjadi penurunan nilai CD4.Item Uji Waktu Kumur Ekstrak Aloe Vera Leaf 75% dan Aloe Vera Whole 75% terhadap Jumlah Kandida Pada Pasien Kanker Kepala Leher Yang Mendapat Radioterapi(2014-04-17) SHELLY LELYANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKanker kepala leher (KKL) adalah kanker yang ditemukan di daerah kepala dan leher dengan radioterapi sebagai terapi utama. Peningkatan kolonisasi kandida oral sebanyak 93% terjadi pada penderita KKL yang menerima radioterapi dan 29 % mengalami kandidiasis oral. Saat ini banyak terjadi resistensi terhadap obat antijamur yang biasa diberikan terutama golongan azole. Hal tersebut menjadi alasan perlunya antijamur alternatif yang lebih berdayaguna. Aloe vera merupakan tanaman yang kaya akan kandungan mineral, protein, vitamin, memilik daya antijamur dan sebagai imunomodulator. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan waktu kontak yang berdayaguna dari kumur ekstrak Aloe vera whole (AVW) 75% dan kumur ekstrak Aloe vera leaf (AVL) 75%, serta menentukan jenis ekstrak Aloe vera yang paling berdayaguna menurunkan jumlah colony forming unit (CFU) kandida oral pada penderita KKL yang mendapat radioterapi. Jenis penelitian ini adalah uji klinis cross sectional disertai analisis statistika uji t untuk menguji kedayagunaan waktu kontak yang ditentukan oleh penurunan jumlah CFU. Hasil dari penelitian menunjukan waktu kontak 1 menit paling berdayaguna pada penggunaan kedua ekstrak AVW 75% dan AVL 75%. Berdasarkan hasil rata-rata penurunan jumlah CFU, pada penggunaan ekstrak AVW 75% terjadi penurunan lebih besar dibandingkan pada penggunaan ekstrak AVL 75%. Secara umum pada penggunaan kedua jenis ekstrak Aloe vera ditemukan sejumlah 45,5% subjek penelitian mengalami penurunan jumlah CFU lebih dari 50% (sangat berdayaguna), sejumlah 33,3% subjek penelitian terjadi penurunan jumlah CFU sebanyak 25%-50% (berdayaguna), dan sejumlah 20,8% subjek penelitian mengalami penurunan jumlah CFU kurang dari 25% (kurang berdayaguna). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa Aloe vera berdayaguna sebagai antijamur pada penderita KKL yang mendapat radioterapi.Item UJI WAKTU KUMUR EKSTRAK LIDAH BUAYA 75% TERHADAP JUMLAH Candida spp. PENDERITA KANKER KEPALA-LEHER YANG MENDAPAT KEMOTERAPI 5-FLUOROURACIL DAN CISPLATIN/CARBOPLATIN(2014-04-17) INDAH SUASANI WAHYUNI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPenderita kanker kepala leher yang mendapat kemoterapi 5-Fluorouracil dan Cisplatin/Carboplatin adalah penderita keganasan stadium lanjut serta biasanya ditemukan peningkatan proliferasi dan kolonisasi Candida spp. rongga mulut. Ekstrak etanol lidah buaya diketahui memiliki efek antifungal terhadap Candida spp. rongga mulut pada konsentrasi 75%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan waktu kumur ekstrak kulit lidah buaya (AVL) dan ekstrak lidah buaya utuh (AVW) pada konsentrasi 75% serta mendapatkan jenis ekstrak lidah buaya yang lebih efektif antara ekstrak AVL dan AVW sebagai obat kumur dalam menurunkan jumlah Candida spp. rongga mulut penderita Kanker Kepala-Leher yang mendapat kemoterapi 5-Fluorouracil dan Cisplatin/Carboplatin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik dan multifaktorial, uji klinis cross sectional serta pemeriksaan laboratorium. Pengambilan saliva menggunakan teknik Oral Rinse Concentrate dan dibiakkan dalam medium Sabouraud�s Dextrose Agar (SDA). Penurunan jumlah koloni Candida spp. dinyatakan dalam colony forming units/ml (CFU/ml) dan dianalisis untuk menentukan waktu kumur ekstrak lidah buaya 75% terhadap Candida spp. rongga mulut. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dan mendapatkan hasil sebanyak 16 sampel saliva dari 8 subyek penelitian sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Seluruh subyek penelitian menunjukkan penurunan CFU/ml saliva setelah berkumur baik dengan ekstrak AVL 75% (rata � rata 37,455%) maupun ekstrak AVW 75% (rata � rata 26,43%). Waktu kumur efektif ekstrak AVL 75% adalah 1 menit, untuk ekstrak AVW 75% adalah 1 menit dan ekstrak AVL 75% menunjukkan efektifitas yang lebih baik daripada ekstrak AVW 75%. Pada penderita yang sedang mendapatkan kemoterapi intravena menunjukkan penurunan CFU/ml yang lebih rendah dibandingkan dengan penderita dalam masa jeda antar siklus kemoterapi. Simpulan pada penelitian ini adalah ekstrak lidah buaya dapat menurunkan jumlah koloni Candida spp. rongga mulut penderita kanker yang mendapat kemoterapi. Dokter gigi dan dokter onkologi diharapkan dapat bekerja sama dalam pemeliharaan kesehatan rongga mulut dan peningkatan kualitas hidup penderita yang mendapat kemoterapi.Item POTENSI KUMUR EKSTRAK ALOE VERA WHOLE 75% TERHADAP SENSITIVITAS CANDIDA spp DAN KONDISI INTRA ORAL PENDERITA KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPAT RADIOTERAPI(2015-07-14) HANNY CHRISTINA WIDJAYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKandidiasis oral adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida spp di rongga mulut. Penderita kanker kepala dan leher yang mendapatkan radioterapi memiliki risiko terjadinya kandidiasis oral. Lesi oral kandidiasis dapat berupa bercak putih atau lesi eritem yang terdapat pada mukosa mulut. Secara subyektif penderita kandidiasis oral dapat merasakan nyeri dan panas di rongga mulut, yang dapat mempengaruhi fungsi makan, minum, dan bicara. Terapi antijamur sangat penting untuk mengatasi kandidiasis oral, terutama pada penderita kanker kepala dan leher yang mendapatkan radioterapi. Semakin berkembangnya resistensi, mahalnya harga, dan toksisitas obat antijamur mendorong penemuan obat antijamur dari tanaman obat. Aloe vera sudah banyak dikenal sebagai tanaman obat yang bermanfaat, salah satunya adalah sebagai antijamur. Tujuan penelitian ini adalah melihat potensi Aloe vera whole (AVW) 75% terhadap penurunan jumlah colony forming unit (CFU)/ml dan sensitivitas Candida spp serta terhadap perbaikan kondisi intra oral sesudah berkumur AVW 75%. Metode penelitian ini merupakan kuasi eksperimental klinis cross sectional disertai analisis statistik uji Wilcoxon untuk menguji perbedaan jumlah CFU/ml Candida spp antara sebelum dengan sesudah berkumur ekstrak AVW 75%. Jumlah subjek penelitian adalah sebanyak 30 orang. Hasil penelitian ini menunjukan Sensitivitas Candida spp yang cukup tinggi, termasuk kategori sangat sensitif yang ditunjukan dengan penurunan jumlah CFU/ml Candida albicans sejumlah 52,47% dan Candida glabrata 81,65% pada 40% subjek penelitian. Kondisi intra oral, menunjukan perbaikan pada 13,33% subjek penelitian dan sebanyak 63,33% subjek penelitian tidak mengalami perburukan kondisi intra oral. Kesimpulan penelitian ini yaitu kumur ekstrak AVW 75% memiliki potensi terhadap sensitivitas Candida spp dan terhadap perbaikan kondisi intra oral pada penderita kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi.Item Daya Guna Larutan Ekstrak Siwak terhadap Pertumbuhan Streptococcus viridans pada Mukositis Oral Penderita Kanker Kepala dan Leher yang Mendapat Radioterapi(2016-10-14) FITRIA MAILIZA; Tenny Setiani Dewi S; Tidak ada Data DosenSiwak merupakan tanaman family Salvadoraceae yang memiliki efek antibakteri, antiinflamasi, analgetik, antijamur, antiplasmodium, antiplak, antikaries, antiradang, diuretika dan antirematik. Radioterapi pada kanker kepala dan leher dengan menggunakan sinar pengion memiliki salah satu efek samping yaitu mukositis oral. Mukositis oral merupakan lesi eritematous dan ulseratif yang dapat menurunkan kualitas hidup penderita kanker kepala dan leher karena mengakibatkan penurunan fungsi makan dan bicara.Tujuan penelitian ini yaitu melihat apakah terdapat penurunan jumlah Colony Forming Unit (CFU) Strep. viridans pada kondisi sebelum dan sesudah berkumur dengan larutan ekstrak siwak dan apakah terdapat hubungan antara skor mukositis oral terhadap jumlah Strep.viridans. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental yang melihat daya guna siwak dengan memberikan obat kumur dengan dosis 0,5 mg/ 10 ml. Ekstrak siwak didapat dengan metode maserasi lalu diencerkan dengan aquabides dengan perbandingan 50%. Obat kumur diberikan selama 14 hari dengan frekuensi 2x10 ml per hari. Penghitungan dilakukan dengan melihat penurunan atau peningkatan CFU/ml dari Strep.viridans beserta skor mukositis oral dari pemeriksaan terhadap pasien. Penghitungan Strep.viridans dilakukan dengan mengambil saliva pasien yang distimulasi dengan berkumur Phosphat Buffer Saline (PBS)10 ml. Sampel saliva lalu diinkubasi dalam media agar darah pada suhu 370C selama 24 jam. Penghitungan dilakukan saat sebelum dan sesudah berkumur larutan ekstrak siwak. Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan uji t-Test dan Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penurunan Strep.viridans antara sebelum dan sesudah berkumur larutan siwak karena p-value (sig) bernilai 0,279 dan juga tidak terdapat hubungan total skor Oral Mukositis Assasment Scale (OMAS) setelah berkumur larutan siwak dengan Strep.viridans dengan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hitung (0,092) < tabel (2,024). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak siwak pada penelitian ini kurang berdaya guna untuk menurunkan jumlah Strep.viridans dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara skor mukositis dengan penurunan Strep.viridans.Item Daya Guna Larutan Ekstrak Siwak Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans dan Klinis Kandidiasis Oral Pada Penderita Kanker Kepala dan Leher Yang Mendapat Radioterapi(2016-10-16) DEWI OKTAFIA TRAKTAMA; Riani Setiadhi; Tidak ada Data DosenKandidiasis oral adalah infeksi dalam rongga mulut yang disebabkan oleh jamur Candida spp.yaitu Candida albicans. Penderita kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi sering mengalami efek samping berupa kandidiasis oral. Lesi kandidiasis oral dapat berupa bercak putih disertai lesi eritem pada mukosa mulut. Pada keadaan akut dapat menimbulkan keluhan berupa rasa nyeri, rasa terbakar dan kering (serostomia) di rongga mulut serta dapat mempengaruhi fungsi makan, minum dan bicara. Pemberian obat antijamur sangat dibutuhkan untuk mengatasi kandidiasis oral akibat efek samping radioterapi pada penderita kanker kepala dan leher. Siwak (Salvadora persica) telah banyak dikenal dan dipakai sebagai alat untuk membersihkan mulut, serta mempunyai khasiat sebagai antijamur dalam rongga mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya guna larutan ekstrak siwak terhadap pertumbuhan Candida albicans dan klinis kandidiasis oral pada penderita kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi. Bahan penelitian adalah saliva concentrate oral rinse, yang diambil dengan menggunakan 10 ml larutan Phosfat Buffer Saline yang dikumurkan selama 1 menit, lalu saliva ditampung dalam medium transport steril, dan dibiakkan dalam medium CHROM agar. Metode penelitian ini yaitu kuasi eksperimental, dengan melihat perbedaan jumlah Candida albicans yang tumbuh pada medium biakan (CFU/ml saliva) dan melihat perubahan klinis kandidiasis oral dengan membandingkan sebelum dan sesudah berkumur larutan ekstrak siwak dihitung dengan analisis statistik uji T- berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah koloni Candida albicans (CFU/ml) serta perubahan klinis kandidiasis oral sebelum dan sesudah berkumur larutan ekstrak siwak dengan adanya penurunan Candida albicans (CFU/ml) dan perbaikan klinis kandidiasis oral pada subjek penelitian dengan nilai p sebesar 0,001 dan 0,002. Kesimpulan: larutan ekstrak siwak berdaya guna terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan terjadinya penurunan CFU/ml saliva dan terjadi perbaikan klinis kandidiasis oral pada pada penderita kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi.Item DAYA GUNA LARUTAN EKSTRAK SIWAK PADA MUKOSITIS ORAL YANG DISEBABKAN EFEK SAMPING RADIOTERAPI KANKER KEPALA LEHER(2017-04-04) AGAM FERRY; Riani Setiadhi; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Siwak telah dikenal semenjak berabad-abad lalu sebagai alat tradisional untuk menjaga kebersihan mulut. Larutan ekstrak siwak mengandung zat kimia flavonoid glikosida yang memiliki aktivitas farmakologis anti inflamasi. Mukositis oral merupakan efek samping yang sangat signifikan akibat radioterapi kanker kepala dan leher, menimbulkan rasa nyeri, menurunkan asupan gizi dan derajat kesehatan mulut serta meningkatkan resiko infeksi lokal dan sistemik. Tujuan: untuk mengetahui daya guna siwak pada mukositis oral akibat efek samping radioterapi kanker kepala leher. Metode dan bahan: Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental klinis disertai analisis statistik Wilcoxon untuk menguji perbedaan skor Oral Mucositis Assesment Scale (OMAS) antara sebelum dengan sesudah berkumur larutan ekstrak siwak. Hasil: ditemukan penurunan skor OMAS setelah berkumur larutan ekstrak siwak dan terdapat hubungan antara perbedaan skor OMAS sebelum dan sesudah berkumur larutan ekstrak siwak (p=0,059 respectively). Kesimpulan: kumur larutan ekstrak siwak memiliki daya guna terhadap mukositis oral yang disebabkan efek samping radioterapi kanker kepala leher.Item Analisis Perbedaan Kadar Vitamin B12 dan Asam Folat pada Pasien HIV/AIDS dengan dan tanpa ART serta Hubungannya dengan Lesi Oral(2017-07-12) DEWI PUSPASARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia termasuk Indonesia. Antireviral Therapy (ART) dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pasien HIV/AIDS. Lesi oral dilaporkan terjadi pada 30-80% pasien HIV/AIDS. Salah satu penyebab timbulnya lesi oral pada pasien HIV/AIDS adalah karena penurunan kadar vitamin B12 dan asam folat. Penurunan kadar vitamin B12 dan asam folat dapat terjadi karena ART jangka panjang terutama zidovudine. Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar vitamin B12 dan asam folat pada pasien HIV/AIDS dengan dan tanpa ART serta hubungannya dengan lesi oral. Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien HIV/AIDS dengan ART dan tanpa ART sebagai kontrol. Kadar vitamin B12 dan asam folat diperiksa dengan Electro Chemiluminesencent Immuno Assay (ECLIA). Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan uji Fisher Exact. Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 30 orang pasien HIV/AIDS dengan ART dan 30 orang tanpa ART, 80% laki-laki dan 20% perempuan dengan kelompok usia tertinggi 20-29 tahun (53,3%). Jumlah CD4 pasien HIV/AIDS terbanyak adalah pada rentang 101-200 sel/mm3 (43,3%). Pasien HIV/AIDS dengan kadar vitamin B12 dibawah nilai normal sebesar 16,6% dan asam folat 6,7%. Kadar vitamin B12 dan asam folat yang rendah ditemukan pada pasien HIV/AIDS dengan ART jenis zidovudine dan durasi ART 2 tahun. Lesi oral ditemukan pada semua pasien HIV/AIDS dengan kadar vitamin B12 dan asam folat yang rendah (100%). Lesi oral secara signifikan hanya berhubungan dengan kadar vitamin B12 yang rendah (p<0,05). Kesimpulan: Kadar vitamin B12 dan asam folat lebih rendah secara signifikan pada pasien HIV/AIDS dengan ART dibandingkan tanpa ART. Lesi oral berhubungan secara signifikan dengan kadar vitamin B12 pada pasien HIV/AIDS dengan ART, tetapi tidak berhubungan secara signifikan dengan asam folat.Item PERBEDAAN EFEK MAGIC MOUTHWASH VARIASI TEMULAWAK DAN NaCl 0,9% TERHADAP KADAR TNF-α SALIVA DAN DERAJAT MUKOSITIS ORAL AKIBAT KEMOTERAPI BERBASIS 5-FU(2017-07-12) INDRA GUNAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek MMW variasi temulawak (Curcuma xanthorriza) terhadap TNF-α saliva dan derajat keparahan mukositis oral akibat kemoterapi berbasis 5-FU. Pada penelitian ini digunakan formulasi MMW yang mengandung Dyphenhidramine, Hidrokortison, Nystatin dan ekstrak Temulawak. Sampel penelitian yang digunakan adalah saliva tanpa stimulasi sebelum dan sesudah berkumur MMW variasi temulawak yang didapat dari 30 pasien kemoterapi berbasis 5-FU dan 30 pasien kemoterapi berbasis 5-FU yang berkumur dengan NaCl 0,9% sebagai kontrol. Derajat keparahan mukositis oral dinilai menggunakan skor OMAS dan kadar TNF-α saliva diukur dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data penelitian diolah dengan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney (p<0,05). Hasil penelitian memperlihatkan penurunan kadar TNF-α saliva secara signifikan baik pada kelompok MMW variasi temulawak (p=0.001) maupun NaCl 0.9% (p=0.025). MMW memiliki persentase penurunan kadar TNF-α saliva lebih tinggi (74,2%) dibanding dengan NaCl 0,9% (53,5%) dan menunjukan perbedaan signifikan secara statistik (p=0,045). Derajat keparahan mukositis oral pada penelitian ini tidak dapat dinilai. Tidak terdapat hubungan antara faktor resiko terjadinya mukositis oral akibat kemoterapi (usia, kebersihan mulut, indeks massa tubuh) dengan kadar TNF-α saliva setelah berkumur dengan MMW, tetapi pada faktor resiko jenis kelamin wanita menunjukan sedikit peningkatan kadar TNF-α saliva (r= -0,304; p=0,048) Simpulan dari penelitian ini adalah MMW variasi temulawak dapat menurunkan kadar TNF-α saliva dan dapat digunakan sebagai alternatif terapi mukositis oral akibat kemoterapi.Item HUBUNGAN KADAR SERUM VITAMIN B12 DAN ASAM FOLAT DENGAN LESI ORAL LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK(2017-07-12) ARNY ERAWATY MURYAH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun dengan berbagai manifestasi klinis dan abnormalitas imunologi yang dapat mengancam jiwa. Manifestasi oral penyakit LES dapat dijadikan sebagai salah satu pertanda dari sebelas kriteria untuk penegakan diagnosis. Pada rongga mulut penyakit LES bermanifestasi 9-64,6%. Beberapa peneliti melaporkan penurunan kadar vitamin B12 dan asam folat pada pasien LES. Penurunan kadar vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan lesi oral. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serum vitamin B12 dan asam folat, gambaran klinis lesi oral serta mengetahui hubungan antara kadar serum vitamin B12 dan asam folat dengan lesi oral pada pasien LES. Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien LES yang memiliki lesi oral. Kadar vitamin B12 dan asam folat diperiksa dengan Electro Chemiluminesencent Immuno Assay (ECLIA). Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan uji poin biseral, Mann Whitney dan Chi square. Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 30 orang, 1 laki-laki dan 29 perempuan berusia 34 ± 8, kadar vitamin B12 181,00 (65,75 – 698,30) pg/ml, kadar asam folat 20,00 (0,64 – 20,00) ng/ml. Ditemukan lesi oral pigmentasi mukosa pada 24 orang (80%), eritema 17 orang (56,7%), lesi mirip liken planus 13 orang (43,3%), ulser pada 7 orang (23,3%), diskoid oral 7 orang (23,3%) dan keilitis angular 11 orang (36,6%). Setelah dilakukan analisis pada pasien LES kadar serum vitamin B12 memiliki hubungan bermakna dengan lesi ulser dan keilitis angular, serta kadar serum asam folat memiliki hubungan bermakna dengan lesi diskoid. Sedangkan terhadap lesi oral lain tidak memiliki hubungan bermakna. Kesimpulan: Pasien LES yang memiliki lesi oral mengalami defisiensi vitamin B12 dan kadar asam folat dalam batas normal. Pada pasien LES terdapat hubungan bermakna antara kadar serum vitamin B12 dengan lesi oral ulser dan keilitis angular serta antara kadar serum asam folat dengan lesi oral diskoid, namun tidak ada hubungan bermakna dengan lesi oral lain.Item Uji Efektivitas Magic Mouthwash Variasi Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans Pada Penderita Kanker yang Menjalani Kemoterapi(2017-07-12) UMMI PRATIWI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Pendahuluan: Komplikasi oral yang sering ditemui sebagai akibat efek samping kemoterapi diantaranya adalah kandidiasis oral yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari Candida albicans. Kandidiasis oral dapat mengakibatkan tertundanya jadwal terapi yang akhirnya berdampak pada perjalanan penyakit kankernya sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Magic mouthwash (MMW) adalah obat kumur racikan yang biasa diberikan pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi. Kandungan rimpang temu lawak memiliki aktivitas poten terhadap biofilm Candida albicans secara in vitro. Tujuan: untuk mengevaluasi efektivitas magic mouthwash dengan variasi temu lawak terhadap Candida albicans pada penderita kanker yang menjalani kemoterapi. Metode: Jenis penelitian adalah kuasi eksperimental klinis. Efektivitas magic mouthwash variasi temu lawak diukur berdasarkan CFU/ml Candida albicans. Larutan normal saline digunakan pada Candida albicans pasien kelompok kontrol. Hasil: Jumlah koloni tidak berbeda secara signifikan baik sebelum dan sesudah berkumur MMW variasi temulawak (p=0,171) maupun dengan normal saline (p= 0,156). Tidak ada perbedaan perubahan jumlah koloni Candida albicans antara berkumur MMW variasi temulawak dibandingkan dengan normal saline (p=0,442). Terdapat korelasi negative yang signifikan antara jumlah koloni Candida albicans dengan OHI (r=-0,588, p=<0,001) pada kelompok yang diberikan MMW variasi temulawak. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara jumlah koloni Candida albicans dengan usia (r=0,407, p=0,011) pada kelompok yg diberikan MMW variasi temulawak. Kesimpulan: Penurunan jumlah koloni Candida albicans sebelum dan sesudah baik berkumur MMW variasi temulawak dan normal saline tidak berbeda secara signifikan. Perubahan jumlah koloni Candida albicans berhubungan secara signifikan dengan OHI dan usia pada kelompok yang diberikan MMW variasi temulawak.Item Efikasi Vitamin B12 Pada Terapi Stomatitis Aftosa Rekuren Minor(2018-04-09) HER BASUKI MARGONO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Vitamin B12 merupakan salah satu pilihan farmakoterapi Stomatitis Aftosa Rekuren minor (SAR minor) yang murah, mudah digunakan, dan berefek samping minimal. Tujuan: Mengevaluasi efektivitas intervensi kapsul vitamin B12 1 mg terhadap kontrol plasebo pada penatalaksanaan SAR minor. Metode: Randomized controlled trial pada dua puluh pasien SAR minor di RSGM Unpad. Sepuluh subjek penelitian di kelompok pembanding diintervensi dengan kapsul vitamin B12 1 mg dan sepuluh subjek penelitian di kelompok kontrol diintervensi dengan plasebo. Masing-masing intervensi diberikan satu kali per hari selama lima hari. Evaluasi Skor Keparahan Ulser SAR minor ditinjau dari diameter ulser dan tingkat nyeri dilakukan pada hari pertama, ketiga, dan kelima, yang dianalisis dengan uji Mann Whitney atau uji T. Evaluasi hubungan riwayat kecukupan asupan vitamin B12 dan onset SAR minor dianalisis dengan korelasi Spearman. Hasil: Tidak terdapat perbedaan signifikan pada diameter ulser SAR minor antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, kecuali pada waktu pengukuran hari pertama pascaintervensi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat nyeri SAR minor antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada hari pertama, ketiga, dan kelima. Tidak terdapat korelasi signifikan antara riwayat asupan vitamin B12 dengan onset (jumlah dan diameter ulser) SAR minor pada subjek penelitian. Simpulan: Terapi kapsul vitamin B12 1 mg satu kali per hari selama lima hari berdampak signifikan pada hari pertama pascaintervensi dalam menurunkan diameter ulser, tetapi tidak berdampak signifikan dalam mengurangi intensitas nyeri pasien SAR minor. Tidak terdapat korelasi signifikan antara riwayat kecukupan asupan vitamin B12 dengan onset SAR minor.Item UJI VALIDITAS DAN DIAGNOSTIK KUESIONER SUMMATED XEROSTOMIA INVENTORY (SXI) DALAM BAHASA INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU ALAT DETEKSI SEROSTOMIA PADA LANSIA(2018-04-10) RITA WARDHANI; Lazuardhi Dwipa; Tenny Setiani Dewi SPendahuluan :Serostomia merupakan gejala yang dirasakan seseorang berupa persepsi subjektif mulut kering yang umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva secara objektif. Lebih dari 30% populasi berumur 65 tahun mengalami gejala serostomia. Tingginya prevalensi serostomia menyebabkan perlunya suatu alat untuk mendeteksi serostomia berupa kuesioner. Kuesioner Summated Xerostomia Inventory (SXI) merupakan instrumen skoring yang memiliki validasi yang baik, tetapi di Indonesia belum dilakukan validasi. Tujuan :Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi kuesioner SXI melalui proses adaptasi, uji validitas, reliabilitas dan uji diagnostik dalam membantu deteksi serostomia pada lansia di Indonesia. Metode Penelitian :Subjek pada penelitian ini diambil di poliklinik Geriatri RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung sejak November 2017-Januari 2018 dengan menggunakan teknik simple random sampling. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan desain khusus berupa uji validitas, reliabilitas, dan uji diagnostik. Penelitian ini didahului proses adaptasi lintas budaya melalui penerjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Uji validitas dilakukan dengan inter-item corrected correlation dan uji reliabilitas dengan Cronbach alpha dan Kappa coefficient agreement. Uji diagnostik digunakan untuk melakukan validasi kuesioner SXI dalam Bahasa Indonesia dengan kriteria ADA. Hasil :Berdasarkan kriteria inklusi didapat 30 subjek untuk penelitian validitas dan reliabilitas, serta 60 subjek untuk penelitian uji diagnostik. Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan hasil yang valid (r korelasi>0,361) dan reliabel (cronbach alpha 0,823 yaitu >0,6 dan nilai Kappa = 1). Pada nilai cut-off>11 kuesioner SXI dapat menentukan serostomia dengan hasil nilai sensitifitas 96%, spesifisitas 100%, dan AUC95%CI sebesar 98,5%(91,31-100%).Simpulan :Kuesioner SXI dalam Bahasa Indonesia merupakan kuesioner yang valid dan handal dalam membantu deteksi serostomia pada lansia.Item HUBUNGAN ANTARA KADAR INTERLEUKIN-2 DENGAN JUMLAH KOLONI CANDIDA ALBICANS DAN KEJADIAN KANDIDIASIS ORAL PADA PASIEN KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI(2018-04-11) HAMDATUN RAKHMANIA; Irna Sufiawati; Indra WijayaPendahuluan: Kanker menjadi masalah kesehatan global yang banyak menimbulkan kematian dan meningkat tiap tahun. Komplikasi oral yang sering ditemui sebagai akibat efek samping terapi kanker (kemoterapi/radioterapi) diantaranya adalah kandidiasis oral, yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari Candida albicans. Kemoterapi dapat menurunkan kadar dan aktivitas sistem imun sedangkan sistem imun tubuh manusia memiliki mekanisme pertahanan untuk memberikan perlawanan terhadap sel kanker. Mekanisme ini antara lain diperankan oleh sel T helper CD4+ yang akan mengenali antigen sel kanker dan memproduksi sitokin IL-2 yang memicu sel T sitotoksik untuk berinteraksi dengan sel kanker dan mematikan sel tersebut. Disisi lain ekspresi IL-2 juga dapat dipicu oleh mannoprotein yang terdapat dalam dinding Candida Albicans. Tujuan: Untuk menganalisis hubungan antara kadar IL-2 dengan jumlah koloni Candida albicans dan kejadian kandidiasis oral pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif observasional potong lintang. Jumlah koloni Candida albicans diambil dari sampel oral rinse, spesies Candida diidentifikasi dengan kultur CHROMagar dan diukur berdasarkan CFU/ml Candida albicans. Pengukuran kadar IL-2 dengan menggunakan tehnik Enzym linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Rata-rata jumlah CFU pada kelompok pasien kanker dengan kemoterapi sebesar 2211 CFU/ml lebih tinggi dibandingkan pada pasien imunokompromais sebesar 1307 CFU/ml tetapi tidak berbeda secara signifikan secara statistik (p>0,05). Rata-rata kadar IL-2 pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi dengan kandidiasis oral sebesar 4,28 pg/ml tidak berbeda jauh dengan pasien imunokompromais dengan kandidiasis oral sebesar 4,55 pg/ml, sedangkan pada individu sehat ditemukan lebih rendah sebesar 3,26 pg/ml, menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Tidak ditemukan hubungan antara IL-2 dengan kejadian kandidiasis oral (p>0,05). Kadar IL-2 berkorelasi dengan jumlah koloni Candida albicans baik pada pasien kanker dengan kemoterapi, maupun pasien imunokompromais (p<0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kadar IL-2 dengan kejadian kandidiasis oral. Kadar IL-2 yang rendah berkorelasi dengan jumlah koloni Candida albicans yang tinggi.Item PROFIL IgG DAN MATERI GENETIK DNA HSV-1 PADA SERUM DAN SALIVA PASIEN HIV/AIDS(2019-04-10) MEGA RAFIKA; Irna Sufiawati; Tenny Setiani Dewi SPendahuluan: Herpes simpleks tipe-1 (HSV-1) merupakan salah satu infeksi oportunistik yang paling umum terjadi pada pasien HIV. Prevalensi HSV-1 pada pasien yang terinfeksi HIV berkisar antara 90% hingga 100%. Morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan infeksi HSV-1 umumnya disebabkan oleh ketidaktepatan atau keterlambatan dalam mendiagnosa, oleh karena itu diagnosis klinis infeksi HSV-1 harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium baik dengan bahan biologis serum dan saliva. Tujuan: Mengetahui profil IgG dan materi genetik DNA HSV-1 pada serum dan saliva. Metode: Studi cross sectional ini dilakukan pada 58 sampel yang terdiri dari 29 serum dan 29 saliva dari 29 pasien HIV di RSHS Bandung. Antibodi Ig G HSV-1 diperiksa dengan ELISA dan CLIA sedangkan materi genetik DNA HSV-1 diperiksa dengan PCR serum dan saliva di Laboratorium Patologi Klinik. Hasil: Pada pemeriksaan serum dengan metode ELISA dan CLIA ditemukan masing-masing sebanyak 23 serum (79,3%), 24 (82,8%) menunjukkan hasil positif, sedangkan materi genetik DNA IgG HSV-1 tidak ditemukan dengan metode PCR. IgG HSV-1 dalam saliva menunjukan hasil negatif dengan menggunakan ELISA dan CLIA, tetapi DNA HSV-1 saliva dapat terdeteksi pada 1 (3,4%) sampel dengan metode PCR. Pemeriksaan antibody HSV-1 dalam saliva tidak terdeteksi mungkin dikarenakan kadarnya terlalu rendah. Pemeriksaan DNA HSV-1 dalam saliva dapat terdeteksi menunjukkan adanya manifestasi klinis dari infeksi HSV-1 di dalam rongga mulut. Kesimpulan: Antibodi IgG HSV-1 pada serum dapat terdeteksi sedangkan pada saliva tidak ditemukan, sedangkan DNA HSV-1 dapat terdeteksi dalam saliva, tetapi pada serum tidak ditemukan. Pemeriksaan antibodi HSV-1 lebih baik dilakukan pada serum, sedangkan saliva lebih baik digunakan untuk pemeriksaan DNA HSV-1 yang menunjukkan terjadi infeksi lokal di dalam rongga mulut.Item HUBUNGAN MANIFESTASI ORAL INFEKSI HCMV DENGAN gB-1 GENOTIP DAN CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS(2019-04-11) SUNITI; Irna Sufiawati; Rudi WisaksanaInfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) meningkatkan resiko kerentanan penyakit oportunistik salah satunya Human Cytomegalovirus (HCMV) yang bermanifestasi dalam rongga mulut. HCMV dapat meningkatkan progresivitas infeksi HIV dan manifestasi HCMV dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Gen HCMV dilihat dari genotipnya (gB) dan berhubungan dengan manifestasi klinsinya salah satunya di rongga mulut. Salah satu gB yang pada lesi di rongga mulut yaitu genotip gB-1.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi HCMV saliva, mengetahui gambaran manifestasi oral HCMV, ekspresi gB-1 HCMV serta hubungan gB-1 genotip HCMV dengan manifestasi oral dan CD4 pada pasien HIV. Metode penelitian ini yaitu dengan cross sectional dengan pengambilan sampel secara conecctive sampling. Pemeriksaan rongga mulut untuk manifestasi rongga mulut dan HCMV dilihat dari saliva dengan microaray PCR serta nested PCR untuk ekspresi gB-1. Uji analisis statistik dengan menggunakan chi square, Fisher extract dan mann Whitney.Kesimpulan penlitian ini HCMV saliva pada HIV/AIDS sebanyak 70% dan gB-1 57,1% dengan manifestasi oral berupa gingivitis, serostomia, periodontitis, abses periapikal, dan ulser. Terdapat hubungan yang signifikan p=0,025 antara gingivitis dengan gB-1 dan dengan p<0,05 (p=0,019) terdapat hubungan antara gingivitis pada infeksi HCMV dengan CD4 HCMV saliva positif pada HIV/AIDS.Item DETEKSI GEN LMP1 EBV DALAM SALIVA SEBAGAI FAKTOR RISIKO ORAL HAIRY LEUKOPLAKIA PADA PASIEN HIV(2019-04-11) ELIZA KRISTINA MARSINTAULI MUNTHE; Rudi Wisaksana; Irna SufiawatiPendahuluan: Infeksi HIV/AIDS menjadi tantangan dalam perawatan kesehatan saat ini, karena munculnya berbagai infeksi oportunistik yang menyertainya termasuk infeksi Epstein-Barr virus (EBV) atau disebut juga human herpes virus 4 (HHV-4). Infeksi EBV terjadi pada sekitar 95% populasi di dunia yang menunjukkan keadaan asimtomatik seumur hidup. Oral hairy leukoplakia (OHL) adalah lesi jinak rongga mulut yang merupakan tanda klinis replikasi produktif EBV, yang penting untuk diagnostik, prognostik dan progresivitas infeksi HIV. Ekspresi EBV LMP1, protein membran integral telah terdeteksi pada OHL. LMP1 memodulasi pertumbuhan dan diferensiasi berbagai tipe sel, serta menginduksi ekspresi beberapa sel, aktivasi antigen dan molekul adhesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara OHL dengan LMP1 dan jumlah CD4 pada pasien HIV/AIDS. Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien HIV/AIDS, dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling. EBV dalam saliva diperiksa dengan microarray PCR. LMP1 diperiksa dengan pemeriksaan nested PCR. Data dianalisis dengan uji Fisher Exact dan Mann Whitney. Hasil: Subjek penelitian melibatkan 30 orang pasien HIV/AIDS, terdiri dari 70% laki-laki dan 30% perempuan dengan kelompok usia tertinggi 31-40 tahun (50%). Jumlah CD4 0,05), tetapi OHL banyak ditemukan pada pasien dengan CD4< 200 sel/mm3 dan semuanya menunjukkan adanya ekspresi gen EBV LMP1. Kesimpulan: Ekspresi gen LMP1 banyak terdeteksi pada pasien EBV positif. OHL ditemukan pada pasien HIV/AIDS dengan CD4<200 sel/mm3, tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan gen LMP1 dan CD4. Studi lebih lanjut dalam jumlah subjek yang lebih besar diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih tegas.Item UJI IN VITRO BIJI BUAH DELIMA MERAH (Punica granatum L.) DALAM BENTUK EKSTRAK DAN GRANUL INSTAN OBAT KUMUR TERHADAP PERTUMBUHAN Candida Spp PADA PENDERITA KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPAT RADIOTE(2019-04-11) YONGKY TAMIGOES; Riani Setiadhi; Hening Tjaturina PramestiPendahuluan: Biji delima merah ( Punica granatum L) mengandung fitonutrien dan fitokimia yang tinggi juga kaya akan antioksidan tannin, flavonoid dan punicalagin serta memiliki aktivitas antijamur. Candida spp merupakan penyebab utama terjadinya kandidiasis di rongga mulut. Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui potensi antijamur dari biji delima merah dalam bentuk ekstrak dan granul instan obat kumur terhadap pertumbuhan Candida spp pada penderita kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi. Bahan dan Metode: Penelitian in vitroterhadap saliva concentrated oral rinse dari seorang pasien penderita kanker kepala dan leher yang sedang menjalani radioterapi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Diambil menggunakan 10 ml larutan Phosfat Buffer saline yang dikumur selama satu menit, lalu saliva ditampung dalam medium transport steril, dan dibiakan dalam CHROMagar. Koloni Candida yang telah teridentifikasi melalui medium CHROMagar, selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram dan penentuan urutan nukleotida 18S rRNA. Selain itu, koloni Candida pada CHROMagar disubkultur ke medium Saubourod sesuai warna koloni Candida dan diujikan sensitivitasnya terhadap ekstrak etanol biji buah delima merah, granul instan obat kumur ekstrak etanol biji buah delima merah dan kontrol positif. Sensitvitas uji daya hambat dievaluasi dengan metode sumuran agar. Perbedaan dari tiga bahan uji terhadap koloni Candida dibandingkan dengan menggunakan one way ANOVA post hoc. Hasil: Inokulasi saliva penderita kanker kepala dan leher pada medium CHROMagar mendapatkan tiga macam koloni yaitu C. albicans, C. tropicalis, dan C. glabrata. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan nilai daya hambat ekstrak etanol biji buah delima merah, granul instan obat kumur ekstrak biji buah delima merah, dan chlorhexidine gluconate 2% (kontrol positif) terhadap Candida spp, berdasarkan nilai ρvalue 0.000. Kesimpulan Ekstrak biji delima memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Candida spp.Item Hubungan Serostomia, Hiposalivasi dan CD4 pada Pasien HIV dengan HCMV Positif(2019-04-11) REVI NELONDA; Tenny Setiani Dewi S; Irna SufiawatiPendahuluan: Saliva merupakan salah satu cairan tubuh yang paling penting. Keluhan mulut kering atau serostomia merupakan kondisi subjektif dari mulut kering, sedangkan hiposalivasi merupakan pengurangan secara objektif kuantitas saliva. Insidensi serostomia dengan atau tanpa disertai hipofungsi kelenjar saliva pada pasien HIV/AIDS sekitar 7-63%. Salah satu penyebab serostomia dan hiposalivasi pada pasien HIV/AIDS yaitu infeksi virus, seperti Human cytomegalovirus (HCMV) dan penggunaan ART (Anti Retrovirus Terapi). Tujuan: Mengetahui hubungan antara serostomia dan hiposalivasi dengan HCMV saliva positif pada pasien HIV/AIDS. Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien HIV/AIDS dengan ART dan tanpa ART. Serostomia diukur menggunakan kuesioner Fox et.al (1987) yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Laju aliran saliva diukur menggunakan metode spitting. Hubungan antara serostomia dengan HCMV saliva positif dianalisis dengan uji Chi Square. Hubungan antara laju aliran saliva pada pasien HIV/AIDS dengan HCMV saliva positif dianalisi dengan uji Mann Whitney. Hubungan antara tingkat imunosupresif dan kehadiran HCMV dianalisis dengan analisis uji Chi Square. Hasil: Subjek penelitian melibatkan 34 orang pasien HIV/AIDS, terdiri dari 73,5% laki-laki dan 26,5% perempuan dengan kelompok usia tertinggi 30-39 tahun 55,9%, dan telah mendapat ART sebanyak 50%. Pasien HIV/AIDS terbanyak dijumpai pada tingkat imunosupresif rendah yaitu sebesar 38,3%. HCMV saliva positif ditemukan pada 66,7% orang, dengan serostomia sebanyak 68,2%, laju aliran saliva rendah sebanyak 54,5%. HCMV saliva positif berhubungan signifikan dengan serostomia (p=0,051), tetapi tidak dengan laju aliran saliva (p=0,097) dan tingkat imunosupresif (p=0,169). Tidak terdapat juga hubungan yang bermakna antara serostomia dan laju aliran saliva pada sampel dengan HCMV saliva positif (p=0,172). Kesimpulan: Sebanyak 66% HCMV terdeteksi dalam saliva pasien HIV/AIDS dan berhubungan secara signifikan dengan serostomia. Perlu tindakan preventif pada pasien HIV untuk mencegah serostomia.Penelitian lebih lanjut dalam jumlah subjek yang lebih besar diperlukan untuk mengetahui lebih jauh peran HCMV terhadap kelainan saliva dan hubungannya dengan tingkat imunosupresi dan terapi yang diberikan.
- «
- 1 (current)
- 2
- 3
- »