Fakultas Teknik Geologi
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Fakultas Teknik Geologi by Author "Abdurrokhim"
Now showing 1 - 20 of 61
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISIS FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI BATURAJA BAGIAN ATAS DI LAPANGAN R, CEKUNGAN SUNDA(2021-02-28) EUGINIA FELICIA TAMBA; Abdurrokhim; Undang MardianaDaerah penelitian terletak di Lapangan `R` yang berada pada Formasi Baturaja Bagian Atas, Cekungan Sunda. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan fasies dan lingkungan pengendapan yang berkembang di daerah penelitian. Fasies sendiri secara umum dapat diartikan sebagai sebuah tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi litologi, struktur biologi atau fisika yang membedakan tubuh batuan tersebut dengan batuan yang ada di atasnya, di bawahnya atau di bagian lain secara lateral. Analisis fasies dan lingkungan pengendapan dapat berfungsi sebagai interpretasi awal terhadap karakterisasi kualitas reservoar batuan karbonat serta menjadi salah satu acuan untuk melanjutkan tahap eksplorasi hidrokarbon selanjutnya. Dalam penelitian ini, analisis fasies dan lingkungan pengendapan dilakukan dengan mengintegrasikan data batuan inti, wireline log, data biostratigrafi, sayatan tipis dan report sayatan tipis serta well final report. Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapatkan 14 litofasies yang dikelompokkan menjadi 4 fasies yang terendapkan pada 4 lingkungan pengendapan yang berbeda yaitu fasies skeletal-foraminifera wackestone to mudstone yang terendapkan di lingkungan lagoon1, skeletal-foraminifera packstone to grainstone yang terendapkan di lingkungan back reef, coralline-red algae packstone to grainstone yang terendapkan di lingkungan reef flat dan skeletal wackestone yang terendapkan di lingkungan lagoon2. Keempat fasies dan juga lingkungan pengendapan ini pun memiliki persebaran yang berbeda pada lapangan penelitian yang digambarkan pada peta fasies dan lingkungan pengendapan yang merupakan hasil akhir dari penelitian ini.Item ANALISIS FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUPASIR 3.1 BEDASARKAN DATA WIRELINE LOGGING DAN CORE LAPANGAN RF FORMASI TALANG AKAR CEKUNGAN SUNDA, SUMATERA TENGGARA(2016-10-16) RENALDI FITRIANA; Budi Muljana; AbdurrokhimDaerah studi Lapangan RF ini terletak di Cekungan Sunda, Sumatera Tenggara, yang merupakan area konsesi CNOOC SES Ltd. Lapangan ini terdiri dari tujuh formasi yaitu Formasi Banuwati, Formasi Talang Akar (anggota Zelda dan Gita), Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, FormasiParigi, dan Formasi Cisubuh. Peneliti difokuskan pada anggota Gita bagian bawah secara geologi terendapkan di lingkungan fluvial. Litologi lapangan RF didominasi oleh pasir dan lempung, dengan beberapa endapan batubara. Objek penelitian lapangan RF ini difokuskan pada zona batupasir 3.1.Peneliti melakukan analisis batuan inti (core), wireline logging, dan depth structure map. Deskripsi pada batuan inti dilakukan pada sumur kunci yaitu N_SYZ_A-02 dan peneliti hanya memakai 19 sumur dari data 57 sumur. Dari hasil analisis batuan inti didapatkan satu fasies, yaitu fluvial channel. Dari hasil analisis motif log pada setiap sumur maka didapatkan fasies seperti channel, point bar, marsh, dan crevasse splay dengan bentuk sungai meandering dan karakteristik mixed load channel. Kata Kunci :Batupasir 3.1, channel, fasies, fluvial, lingkungan pengendapan, meandering.Item ANALISIS PETROFISIK UNTUK MENENTUKAN ZONA RESERVOIR HIDROKARBON DI LAPANGAN MFR, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH(2016-10-18) M FAISAL RAHMAN; Abdurrokhim; Faizal MuhamadsjahHidrokarbon merupakan energi yang paling diperlukan di dunia. Analisis petrofisik sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi formasi dalam menentukan zona reservoir hidrokarbon. Petrofisik adalah ilmu yang mempelajari sifat fisik suatu batuan. Untuk melakukan analisis petrofisik ini diperlukan data wireline logging. Objek penelitian ini adalah Formasi Duri dan Formasi Bekasap, di lapangan MFR, Cekungan Sumatera Tengah. Data yang diperoleh merupakan data wireline logging pada sumur F 75 dan F 72. Kedua sumur tersebut dibagi menjadi dua zona, zona A mewakili Formasi Duri dan zona B mewakili Formasi Bekasap. Analisis petrofisik ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis petrofisik secara kualitatif dilakukan untuk menentukan zona reservoir dan zona reservoir hidrokarbon. Analisis petrofisik secara kuantitatif untuk menentukan nilai dari parameter-parameter petrofisik yaitu volume shale dengan metode linier, porositas dengan metode bateman-konen, resistivitas air dengan metode pickett-plot, saturasi air dengan metode simandoux, dan permeabilitas dengan metode timur. Dengan nilai-nilai tersebut dapat dihitung netpay zona reservoir hidrokarbon, cut-off setiap parameter petrofisik ditentukan sebelumnya. Hasil yang didapat adalah terdapat sebelas zona reservoir hidrokarbon yang prospek pada sumur F 75 dengan total netpay yaitu 134 kaki dan delapan zona reservoir hidrokarbon yang prospek pada sumur F 72 dengan total netpay yaitu 90.5 kaki. Jenis fluida yang terdapat pada zona reservoir hidrokarbon ini diinterpretasikan sebagai minyak. Analisis petrofisik dapat digunakan untuk menentukan zona reservoir hidrokarbon namun akan lebih baik lagi hasilnya apabila digabungkan dengan data-data lain seperti data batuan inti, data cutting, dll.Item ASAL SEDIMEN BATUPASIR FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI CANTAYAN DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT(2016-01-19) SARI WIDYASTUTI; Abdurrokhim; Yoga Andriana SendjajaSecara administratif, daerah Tanjungsari dan sekitarnya termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan terletak di dalam Zona Bogor menurut pembagian fisiografi oleh Van Bemmelen (1949). Pada daerah ini terdapat Sungai Cibeet yang merupakan induk sungai di daerah penelitian. Ditemukan singkapan – singkapan yang terdiri atas litologi berupa batulempung, batupasir, dan breksi pada aliran sungai ini. Litologi tersebut merupakan bagian dari formasi batuan yaitu Formasi Jatiluhur dan Formasi Cantayan berdasarkan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Tujuan penelitian ini yaitu melakukan analisis pada contoh batupasir Formasi Jatiluhur dan Formasi Cantayan guna mengetahui sumber sedimen pembentuk formasi tersebut. Analisis petrografi dilakukan terhadap enam contoh batupasir Formasi Jatiluhur dan delapan contoh batupasir Formasi Cantayan dengan menggunakan metode perhitungan titik oleh Gazzi-Dickinson (Ingersoll, dkk, 1984) dengan menghitung total tiga ratus (300) titik pada setiap sayatan tipis batuan. Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui batupasir Formasi Jatiluhur termasuk jenis Feldspathic Wacked dan batupasir Formasi Cantayan termasuk jenis Lithic Arenite berdasarkan klasifikasi batupasir oleh Pettijohn, 1975. Dari komposisi sedimen yang diamati, Fromasi Jatiluhur berasal dari batuan beku plutonik ditunjukkan oleh butir kurasa yang didominasi oleh butiran monokristalin dengan sudut pemadaman lurus. Jumlah butir feldspar didominasi oleh K feldspar. Sedangkan batupasir Formasi Cantayan berasal dari batuan beku vulkanik, diketahui dari jumlah fragmen batuan yang sangat banyak berupa batuan beku bertekstur halus. Jumlah butir kuarsa ditemukan sangat sedikit berupa kuarsa monokristalin dengan sudut pemadaman lurus. Dari hasil klasifikasi pada diagram segitiga provenance oleh Dickinson dan Suczek, 1979 (Dickinson dkk, 1983), batupasir Formasi Jatiluhur dan Formasi Cantayan berasal dari batuan yang berada pada tatanan tektonik busur magma (Magmatic Arc) yang mana Formasi Jatiluhur bersumber dari area Dissected Arc, sedangkan Formasi Cantayan berasal dari area Transitional Arc – Undissected Arc.Item ASOSIASI FASIES DAN PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN PADA FORMASI CINAMBO, DI SEBAGIAN LINTASAN SUNGAI CILUTUNG, KECAMATAN JATINUNGGAL, KABUPATEN SUMEDANG,DESA CIMANINTIN, PROVINSI JAWA BARAT(2019-10-18) HARYO BAGASKORO; Faizal Muhamadsjah; AbdurrokhimSungai Cilutung merupakan daerah yang sangat baik untuk dilakukan studi Sedimentologi karena singkapan yang menerus dan tergolong cukup segar. Secara geografis, daerah penelitian termasuk kedalam Lembar Arjawinangun (1309-112) skala 1:25.000 dari Lembar Peta Rupa Bumi Digital Indonesia terbitan Badan Informasi Geologi. Daerah penelitian termasuk kedalam zona Bogor berdasarkan fisiografi Van Bemmelen (1949). Stratigrafi regional daerah penelitian tersusun atas Formasi Cinambo yang diperkirakan berumur Miosen Tengah (N9-14). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data lapangan, meliputi observasi singkapan berupa pengambilan data singkapan dan pembuatan profil log litologi dari metode Measured Section, hingga melakukan analisis fasies serta penentuan lingkungan pengendapan. Lintasan daerah penelitian memiliki panjang sekitar 340 meter, dengan litologi penyusun berupa batupasir. Batulempung, Slump, Debrite dan batuan beku intrusi. Setelah dilakukan analisis, dari litologi penyusun tersebut didapat 11 litofasies berdasarkan Pickering (2016), kemudian dari litofasies tersebut didapatkan 6 asosiasi fasies dari hasil integrasi dengan data log MS. Setelah dilakukan analisis asosiasi fasies tersebut diperkirakan terjadi 22 kali perubahan lingkungan pengendapan, yang dipengaruhi oleh proses retrogradasi dan progradasi dan terbentuk pada lingkungan fan di laut dalam.Item Biofasies Formasi Halang Bagian Atas Berdasarkan Foraminifera Bentonik Kecil Pada Lintasan Kali Pasir, Banyumas(2016-12-28) VERINA NABILLA; Lia Jurnaliah; AbdurrokhimSecara administratif daerah penelitian berada di Sungai Pasir, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dengan koordinat -7o 29’ 37” LS dan 108o 59’ 37” BT. Formasi yang diteliti adalah Formasi Halang. Formasi Halang memperlihatkan karakteristik fasies turbidit. Batuan sedimen pada Formasi Halang di daerah penelitian ini memiliki geometri yang kompleks dan bervariasi, sehingga dibutuhkan penelitian yang detail mengenai perubahan lingkungan pada Kala Miosen Akhir-Pliosen Awal melalui analisis fosil, khususnya fosil foramifera bentonik kecil, pada setiap lapisan litologi daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Sedangkan untuk analisis biofasies menggunakan analisis klaster. Berasarkan hasil analisis klaster, daerah penelitian dibagi menjadi 4 biofasies dengan masing – masing fosil penanda pada setiap biofasies. Biofasies 1 dengan fosil penanda Gyroidina neosoldanii (Brotzen), Biofasies 2 dengan fosil penanda Fissurina circularis (Todd), Biofasies 3 dengan fosil penanda Laevidentalina subsoluta (Cushman), dan Biofasies 4 dengan fosil penanda Hyperammina novaezealandiae (Herron&Allen Earland). Hasil penelitian menunjukkan pola lingkungan yang stabil, yaitu pada batimetri batial bawah.Item BIOSTRATIGRAFI FORAMINIFERA PADA KALA MIOSEN TENGAH MIOSEN AKHIR PADA FORMASI HALANG, LINTASAN SUNGAI PASIR, BANYUMAS, JAWA TENGAH(2016-01-21) ANISA ULFATU HASANAH; Abdurrokhim; Lia JurnaliahDaerah penelitian berada di Sungai Pasir, Banyumas, Jawa Tengah. Secara geografis berada pada koordinat 108º59’37”E dan 7º29’37”S. Daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi Halang yang diendapkan pada kala Miosen Tengah – Miosen Akhir dan memiliki kandungan mikrofosil yang cukup melimpah, sehingga dapat digunakan dalam menganalisis biostratigrafi suatu daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel dari penampang stratigrafi terukur dengan panjang lintasan 600 meter dengan interval pengambilan sampel 10 meter. Metode yang dilakukan untuk penelitian ini adalah analisis biostratigrafi secara kuantitatif untuk mengidentifikasi fosil indeks dan kelimpahan foraminifera di Sungai Pasir. Berdasarkan metode kuantitatif, hasil penelitian menunjukkan terdapat 57 spesies foraminifera planktonik dan 78 forminifera bentonik dari 55 sampel yang diteliti. Foraminifera tersebut menunjukkan umur relatif Miosen Tengah – Miosen Akhir berdasarkan kemunculan awal dan kemunculan akhir spesies penciri dengan paleobatimetri Neritik Luar – Batial Bawah. Terdapat 6 zona biostratigrafi berdasarkan zonasi Blow (1969) dan Bolli & Saunders (1985). Keenam zona tersebut adalah zona selang Sphaeroidinellopsis subdehiscens – Globigerina nepenthes, zona selang Globigerina nepenthes – Globorotalia menardii, zona selang Globorotalia menardii – Globorotalia acostaensis, zona selang Globorotalia acostaensis – Globorotalia plesiotumida, zona selang Globorotalia plesiotumida – Globorotalia tumida, dan zona Globorotalia tumida.Item BIOSTRATIGRAFI FORAMINIFERA PADA FORMASI JATILUHUR DI SUNGAI CIPAMINGKIS, DAERAH JONGGOL, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT(2015-10-21) MOHAMAD SOLIHIN; Lia Jurnaliah; AbdurrokhimMenurut Martodjojo (1984) dan Sujatmiko (1972), Formasi Jatiluhur merupakan formasi batuan yang berumur Miosen tengah. Formasi Jatiluhur, ini tersingkap cukup baik di Sungai Cipamingkis, Jonggol, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur urutan batuan dan lingkungan pengendapan berdasarkan kandungan fosil foraminifera. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan data penampang terukur dan analisis mikropaleontologi secara kuantitatif. Berdasarkan lintasan di sungai Cipamingkis, dapat dibagi menjadi empat penampang stratigrafi terukur, dari tiap penampang digunakan 10 conto batuan. Analisis Biostratigrafi berdasarkan foraminifera planktonik umur Formasi Jatiluhur di Sungai Cipamingkis pada Miosen tengah – Miosen Akhir ( N13 – N16). Berdasarkan Foraminifera Bentonik kecil, lingkungan pengendapan daerah penelitian berada di lingkungan laut dalam. Ini juga didukung dengan karakteristik litologi di daerah penelitian. Dari keempat lintasan dapat di korelasikan menjadi empat zona biostratigrafi yaitu Zona I ( Lower Zone N13) , Zona II (Globigerinoides subquadratus – Globorotalia siakensis), Zona III ( Globorotalia mayeri – Globorotalia acostaensis) dan Zona IV ( Upper Zone N16). kondisi lingkungan pada Zona I , muka air laut lebih tenang. Pada Zona II, kondisi muka air laut lebih fluktuatif dari Zona I. Pada Zona III, kondisi hampir sama dengan Zona II namun lingkungan lebih mendangkal. Sedangkang pada Zona IV, kondisi lingkungan lebih tenang. Selain itu, terdapat perubahan fasies, yang menunjukkan adanya pendangkalan.Item Diagnesa Batugamping Formasi Kalipucang Dan Formasi Pamutuan, Daerah Karangnunggal, Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat(2018-02-18) SITTI HAFSA KOTARUMALOS; Yoga Andriana Sendjaja; AbdurrokhimPenelitian ini fokus pada endapan batugamping berumur Miosen Tengah yang tersingkap di bagian selatan Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Batugamping ini dikelompokkan dalam Formasi Kalipucang dan Formasi Pamutuan, yang keduanya tersingkap dalam tempat yang berdekatan dan dipisahkan oleh endapan volkanik Formasi Jampang yang lebih tua umurnya. Sebanyak tiga puluh contoh batuan telah diambil dan dipilih sebanyak lima belas contoh dari Formasi Kalipucang serta lima belas contoh sampel dari Formasi pamutuan, untuk dianalisis petrografi guna mengidentifikasi komposisi skeletal, semen, dan mikrit dan karakteristik lainnya. Red alizarin dan blue dye dilakukan juga terhadap sampel-sampel batuan tersebut guna mengidentifikasi mineral dolomit dan besaran nilai porositasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel-sampel yang diambil dari Formasi Kalipucang umumnya memperlihatkan jenis skeletal dari Fasies Rudstone Foraminifera Packetone-Wackestone dan sampel-sample dari Formasi Pamutuan umumnya dicirikan dengan skeletal dari Boundstone – Grainstone. Dari kedua Formasi ini terbentuk dalam berbagai lingkungan pengendapan mulai dari paparan bagian dalam, batas paparan, muka lereng - kaki lereng, sampai laut terbuka. Karakteristik diagenesa serta variasi diagenesa yang terlihat dari Formasi Kalipucang dan Formasi Pamutuan ini menunjukan kenamapkan semen yang relatif sedang hingga sedikit dengan presentase mencapai 12% - 30% dan kenampakan besaran porositas yang relatif sedang hingga kecil mencapai 5% - 15%. Hubungannya dengan fasies besar kemungkinan faktor pengontrol variasi diagenesa adalah fasies dan posisi pengendapan. Batugamping Formasi Pamutuan kemungkinan tumbuh pada topografi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Batugamping Formasi Kalipucang, sehingga pada waktu terjadi exposing batugamping Formasi Pamutuan mengalami proses-proses diaganesa lanjut yang lebih intensif.Item DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR 33-4 DAN 34-2 DARI LAPANGAN VAHSL DI CEKUNGAN ASRI(2018-04-08) ZAKY MUHAMMAD AULIA; Yusi Firmansyah; AbdurrokhimLokasi penelitian terletak di Lapangan VAHSL, cekungan asri, yang termasuk ke dalam wilayah operasi CNOOC SES LTD. Lapangan ini memiliki beberapa sumur pengembangan dan sumur eksplorasi, dari sumur-sumur ini terdapat data konvensional core dan data side wall core. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi reservoir secara lateral, mengetahui kualitas reservoir, dan mengetahui potensi reservoir di daerah penelitian. Objek penelitian ini di fokuskan pada reservoir batupasir di AOI (area of interest). Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui distribusi resevoir secara lateral dengan cara menganalisis data log dan mengetahui kualitas reservoir sebagai “isi” dari reservoir dengan cara menghitung parameter petrofisik dari data Routine core dan SWC yang telah di lakukan oleh petrophycist CNOOC SES. Penelitian juga difokuskan pada permodelan reservoir untuk menentukan potensi reservoir dengan menggunakan data seismic atribut. Hasil dari seluruh penelitian tersebut adalah menentukan potensi reservoir dari daerah penelitian berdasarkan distribusi lateral dan kualitas reservoirnya. Setelah membuat dan menganalisis peta fasies dan menghitung rata-rata porositas reservoirnya serta membuat permodelan reservoir di dapat zona prospek di daerah penelitian terdapat di bagian timur laut dengan fasies distributary channel dengan kualitas reservoir yang baik.Item DISTRIBUSI ENDAPAN PASANG SURUT FORMASI AIR BENAKAT DI LAPANGAN RAVENNA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN(2019-10-29) ALLENDE GHANIY ANANTA AZHAR; Febriwan Mohamad; AbdurrokhimLapangan Ravenna merupakan sebuah lapangan minyak yang berada pada subcekungan Jambi, cekungan Sumatera Selatan. Penelitian ini difokuskan terhadap fasies dan distribusinya dari lapisan reservoir yang berada pada interval formasi Air Benakat bagian bawah yaitu interval Deep-Zone. Analisa fasies dan distribusinya ini dilakukan berdasarkan pada data Mudlog, data Core, dan data Well log, serta data tambahan yaitu hasil interpretasi seismik berupa peta struktur kedalaman dari lapangan Ravenna. Data mudlog, core dan well log yang mencerminkan karakteristik litologi pada wilayah penelitian diintegrasikan sehingga didapat interpretasi terhadap lingkungan pengendapan, yang kemudian hasil ini di distribusikan menggunakan metode stokastik dengan input tambahan berupa peta struktur kedalam sehingga didapat model persebaran fasies pada wilayah penelitian. Litologi wilayah penelitian dapat dikelompokan menjadi 8 (delapan) litofasies yang mencirikan lingkungan pengendapan dengan pengaruh pasang surut yang dominan. Integrasi dari hasil analisa litofasies dari sampel core dan pola elektrofasies dari well log menghasilkan interpretasi 11 asosiasi fasies pengendapan yang mencerminkan lingkungan pengendapan intertidal hingga subtidal. Secara vertikal, Distribusi fasies pada wilayah penelitian juga dikontrol oleh aspek sekuen stratigrafi yaitu perubahan eustasi atau naik-turunnya muka air laut. Pola distribusi yang dihasilkan oleh masing-masing asosiasi fasies pengendapan dinilai berpengaruh pada perubahan dari ketebalan reservoir pada setiap lapisan.Item Elemen Sedimentasi Fluvial Paleogen Formasi Walat Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat(2019-10-23) IBAN GETARJATI; Billy Gumelar Adhiperdana; AbdurrokhimFormasi Walat merupakan formasi dengan lingkungan pengendapan fluvio-deltaic dengan umur Eosen Tengah – Oligosen Awal (Martodjojo, 1986). Formasi Walat tersingkap dengan baik di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi dan dapat menjadi representasi yang baik untuk pengambilan data dengan metode measured section. Pengambilan data dilakukan dengan metode measured section, dengan mengambil 4 (AG1-AG4) bentangan sehingga didapatkan variasi lateral dan vertikal dari batuan yang tersingkap pada daerah penelitian. Data yang telah diambil dikelompokkan menjadi 11 litofasies yang kemudian dianalisis dengan analisis elemen sedimentasi dan siklus fluvial (fluvial style) . Hasil analisis yang didapatkan adalah 5 siklus fluvial (C1-C5) dengan masing-masing karakteristik elemen sedimentasinya.Item EVALUASI FORMASI NGRAYONG BERDASARKAN ANALISIS PETROFISIKA PADA LAPANGAN TA CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA(2023-01-12) JAYA RIATMA PUTRA; Abdurrokhim; Yusi FirmansyahSumber Daya Energi Minyak dan Gas hingga saat ini masih menjadi yang utama dalam pemenuhan kebutuhan energi dunia khususnya di Indonesia. Lapangan “TA” yang terletak pada Cekungan Jawa Timur Utara merupakan salah satu daerah penghasil hidrokarbon. Penelitian ini difokuskan pada Formasi Ngrayong yang merupakan salah satu formasi yang berperan sebagai reservoir di Cekungan Jawa Timur Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data wireline log 2 sumur dan data mudlog berupa cutting dari sumur TA-02. Pada analisis fasies terdapat 3 fasies yaitu fasies mudstone dengan asosiasi fasies storm-dominated shelf, fasies mudstone sisipan batugamping (fining upward) dengan asosiasi fasies transgressive shelf, dan fasies mudstone sisipan batugamping (coarsening upward) dengan asosiasi fasies shoreface. Berdasarkan analisis dan perhitungan petrofisika didapatkan nilai cutoff PHIE sebesar 7%, cutoff Vsh 40%, dan cutoff Sw 50%. Dari hasil analisis dan perbandingan parameter petrofisika pada tiap fasies, dapat disimpulkan bahwa fasies mudstone sisipan batugamping (fining upward) dengan asosiasi fasies transgressive shelf memiliki potensi kualitas reservoir terbaik dengan kandungan hidrokarbon yang baik. Dari hasil tersebut juga dapat disarankan untuk kegiatan eksplorasi atau pengembangan yang akan datang dapat difokuskan pada fasies tersebut guna meningkatkan tingkat efektifitas pengembangan.Item Evaluasi Formasi Pada Interval Formasi Ngrayong Berdasarkan Analisis Petrofisika Sumur SR-01, SR-02, SR-03 Lapangan Z Cekungan Jawa Timur Utara(2023-01-12) SYARIFAH RAYHAN HAFIZHA; Yusi Firmansyah; AbdurrokhimEvaluasi Formasi pada sumur SR bertujuan untuk memberikan gambaran ketebalan, keterdapatan dan karakteristik reservoir hidrokarbon di suatu lapisan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif berdasarkan analisis petrofisika. Analisis kualitatif dilakukan untuk menentukan sifat dari batuan reservoir, mengetahui elektrofasies pada daerah penelitian, mengetahui litofasies pada daerah penelitian dengan memanfaatkan data log gamma ray, neutron, densitas, data mudlog dan data core, menggunakan log caliper untuk menentukan kualitas lubang sumur, menggunakan log resistivity untuk menentukan keberadaan zona hidrokarbon, menggunakan log gamma ray, Spontaneous Potential, neutron, densitas dan resistivitas untuk mengetahui jenis litologi dan menentukan apakah suatu lapisan permeable atau impermeable. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kandungan volume serpih, porositas, resistivitas dan saturasi air. Evaluasi formasi pada lapangan Z akan menjadi salah satu cara untuk membantu pengembangan ataupun explorasi hidrokarbon pada cekungan jawa timur utara dengan menggunakan perhitungan petrofisika.Item EVALUASI FORMASI UNTUK PENENTUAN ZONA RESERVOIR HIDROKARBON PADA SUMUR EKSPLORASI DI LAPANGAN CR, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH(2020-08-22) CRISTINA ARITONANG; Ildrem Syafri; AbdurrokhimLapangan CR adalah lapangan eksplorasi yang terletak di Provinsi Riau, Cekungan Sumatra Tengah. Terkait dengan lapangan ini telah dilakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Formasi untuk Penentuan Zona Reservoir Hidrokarbon pada Lima Sumur Eksplorasi di Lapangan “CR”, Cekungan Sumatra Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan fasies dan lingkungan pengendapan di daerah yang memiliki batuan inti, (2) menghitung petrophysical properties batuan, dan (3) menentukan zona prospek hidrokarbon pada lima sumur eksplorasi berdasarkan analisis petrofisika. Data yang digunakan terdiri dari 1 data batuan inti, 5 data log sumur, dan 4 Side Wall Core. Evaluasi formasi dilakukan dengan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa litologi di daerah penelitian adalah shaly sand formation. Berdasarkan karakteristik batuan inti (core) yang mewakili Formasi Bekasap (6300-6330ft) dan diambil di sumur Charlie. Ketebalan batuan inti mewakili lima litofasies, yaitu Massive Shale, Planar Cross Bedding Pebbly SS, Planar Cross Bedding SS F-M, dan Massive Sand F-M. Dari lima litofasies dikelompokkan menjadi dua asosiasi fasies, yaitu Tidal Sand Flat dan Tidal Sand Bar yang diendapkan pada lingkungan Tidal Dominated Estuary. Sebanyak lima sumur dievaluasi dengan analisis petrofisika dan tiga zona prospek hidrokarbon ditemui di tiga sumur. Tiga zona prospek hidrokarbon tersebut adalah Formasi Pematang di Sumur Alpha, Formasi Menggala di Sumur Beta, dan Formasi Lower Red Bed di Sumur Echo. Rata-rata properti petrofisika untuk Formasi Pematang adalah 0,29 Vsh, 21% PHIE, 36% Sw , Formasi Menggala 0,15 Vsh, 14% PHIE, 46% Sw, dan Formasi Lower Red Bed dengan 0,21 Vsh, 13% PHIE, dan 36 % Sw.Item Facies dan Lingkungan Pengendapan Timur Laut Pulau Misol, Papua Barat(2016-08-14) FADZRI TRY UTAMA; Budi Muljana; AbdurrokhimSecara administratif, daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Misol, Papua. Objek dari penelitian adalah formasi batuan yang tersebar pada Cekungan Salawati. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sejarah lingkungan pengendapan pada daerah penelitian berdasarkan perubahan fasies yang didapat dari analisis elektrofasies dan dikombinasikan dengan litofasies. Penelitian dilakukan berdasarkan data laporan sumur dan log sumur. Berdasarkan analisis elektrofasies dan litofacies dapat diketahui bahwa terdapat 7 formasi batuan yaitu : Formasi Aifam, Formasi Tipuma, Formasi Jass, Formasi Waripi , Formasi Kais , Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman dengan asosiasi litofacies yang berbeda pada tiap formasi. Berdasarkan asosiasi fasies di daerah penelitian dapat disimpulkan bahwa Sejerah Geologi yang berkembang pada daerah penelitian diawali pada kala Permian (Formasi Aifam) hingga Pliosen (Formasi Klasaman). Formasi Aifam memiliki umur relatif Permian dan merupakan formasi tertua yang ditemukan pada daerah penelitian. Formasi Permian tersusun atas litofasies massive limestone with sand intercalation, pada bagian tengah terdapat litofasies brown limestone facies dan pada bagian atas terdapat litofasies dark gray claystone facies dengan pola elektrofasies yang amat bervariasi antara pola funnel shape, bell shape, blocky shape, serrated dan didominasi oleh pola symmetrical shape. Formasi Klasaman yang tersusun atas litofasies glauconitic claystone with dolomite intercalation facies dan claystone facies dengan pola elektrofasies serratedItem Fasies dan Analisis Lingkungan Pengendapan pada Lapangan Bantarujeg Lintasan Sungai Cihieum(2016-10-17) AGUNG RIZALDI; Abdurrokhim; Yoga Andriana SendjajaPenulisan skripsi ini didasarkan pada data lapangan berupa studi stratigrafi pada lintasan Sungai Cihieum. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 60 56’ 30” LS sampai 60 59’ 30” LS dan 1080 13’ 00” BT sampai 1080 16’ 30” BT mencakup wilayah desa Bantarujeg dan desa Talaga, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Daerah penelitian termasuk kedalam Peta Geologi Regional Lembar Arjawinangun menurut Djuri (1973) yang didominasi Formasi Halang bagian atas dan Formasi Kaliwangu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keadaan stratigrafi secara lebih detail dan sejarah geologi daerah penelitian. Berdasarkan hasil pengukuran penampang stratigrafi terukur batuan di lapangan, hasil analisis fasies dan asosiasinya, dapat disimpulkan terdapat 9 litofasies yang mengacu pada klasifikasi kelas dan kelompok fasies sedimen yang terdapat pada laut dalam oleh Stow (1986), antara lain E1-1, fasies F3-2, fasies A1-1, fasies F2-2, fasies C2-2, fasies C2-3, fasies A1-2 dan fasies B1-3 dan fasies A. Berdasarkan karakteristik genetiknya asosiasi litofasies menjadi 5 yaitu FA1(a), FA1(b), FA2, FA3, dan FA4. Setelah dilakukan analisis fasies dan mengelompokkannya menjadi asosiasi litofasies, dapat diketahui lingkungan pengendapan bagian dari lingkungan pengendapan laut dangkal dan laut dalam dengan sub lingkungan pengendapan antara lain: paparan, lereng bawah, kipas dalam, kipas tengah, dan kipas luar.Item Fasies dan Lingkungan Pengendapan Anggota Gritsand Member Berdasarkan Data Log Sumur Lapangan L, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatra Selatan(2023-01-10) JOY LAZUARDI; Yusi Firmansyah; AbdurrokhimLapangan “L” merupakan salah satu lapangan eksplorasi hidrokarbon yang terletak pada Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang cadangan hidrokarbon yang besar. Objek penelitian berada pada Anggota Gritsand Member, Formasi Talang Akar, Lapangan “L”, Cekungan Sumatra Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fasies dan lingkungan pengendapan. Data yang digunakan adalah data log sumur pada sepuluh sumur penelitian di lapangan “L”. Penelitian diawali dengan menginterpretasi litologi berdasarkan log Gamma Ray (GR), Neutron Porosity (NPHI), Density (RHOB), dan Mud logs. Selain litologi dilakukan pula interpretasi marker sikuen stratigrafi. Metode yang dilakukan merupakan analisis elektrofasies. Berdasarkan analisis tersebut didapatkan tiga parasikuen set dengan empat SB dan tiga MFS. Fasies yang dijumpai adalah multistory channel, floodplain, point bar, dan crevasse splay. Lingkungan pengendapan pada daerah penelitian merupakan fluvial meandering river.Item FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI BERAI DI LAPANGAN JK, CEKUNGAN KUTAI ATAS(2022-10-10) JASMINE MUSTIKA SUKMAWATI; Abdurrokhim; AbdurrokhimCekungan Kutai merupakan salah satu cekungan hidrokarbon tersier yang produktif di Indonesia, baik Cekungan Kutai Bagian Atas maupun Bawah (Darmawan, 2015). Pada Cekungan Kutai Atas terdapat bukti rembesan minyak dan gas yang mengindikasikan adanya petroleum system yang aktif. Formasi Berai Bagian Atas berperan sebagai batuan reservoir. Batuan karbonat dapat berpotensi sebagai reservoir karena batuan karbonat memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat heterogen (Jardine & Wilshart, 1982). Pemahaman yang baik mengenai reservoir sangat penting dalam kegiatan ekplorasi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengungkap dimensi dan karakter dari reservoir adalah melalui interpretasi fasies dan lingkungan pengendapan fasies tersebut terbentuk. Melalui studi fasies dan lingkungan pengendapan dengan menggunakan data log sumur, batuan inti (core) dan sayatan tipis, reservoir pada daerah penelitian dapat diketahui kemampuannya untuk menyimpan fluida. Daerah penelitian memiliki tiga fasies pengendapan yaitu Wackestone to Packstone, Wackestone to Boundstone dan Packstone to Boundstone yang masing-masing diendapkan di lingkungan inner back-reef lagoon, outer back-reef lagoon dan reef. Proses penumpukan batuan karbonat yang terjadi pada daerah penelitian adalah keep-up carbonate. Dari keseluruhan fasies yang memiliki porositas paling baik adalah fasies Packstone to Boundstone yang diendapkan di lingkungan reef, memiliki porositas sebesar kurang lebih 10% dari massa batuan.Item Fasies dan Lingkungan Pengendapan pada Formasi Cinambo Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang(2019-10-10) MULKI MARWAN; Yusi Firmansyah; AbdurrokhimSungai Cilutung merupakan salah satu sungai yang digunakan untuk menginvestigasi daerah pengendapan kipas laut dalam dikarenakan singkapan yang terdapat pada sungai ini dikategorikan masih segar dan menerus. Ruang lingkup studi dibentuk pada Formasi Cinambo dengan usia Miosen Tengah (N9 – N12) yang dilakukan pada Sungai Cilutung, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini dengan metode Measured Section dan juga Deskripsi Karakteristik Batuan untuk mendapatkan ketebalan batuan dan juga karakteristik batuan. Ruang lingkup studi ini memiliki panjang lintasan sepanjang kurang lebih 500 m dan terdiri atas litologi penyusun berupa Batupasir dan juga Batulempung. Setelah dilakukan analisis, daerah ini dapat dibagi menjadi sebelas (11) litofasies berdasarkan litologi yang terbentuk beserta strukturnya. Kemudian dari litofasies tersebut dapat di integrasikan dengan data MS sehingga didapatkan tujuh (7) asosiasi litofasies. Dengan sejarah pengendapan yang dipengaruhi oleh proses progradasi dan juga retrogradasi yang terbentuk pada lingkungan kipas laut dalam lebih tepatnya pada Mid fan, Lower slope, Outer Fan, dan juga Basin plain. Keyword : Litofasies, Asosiasi Litofasies, Sejarah Pengendapan, Sumedang