S2 - Magister
Permanent URI for this community
Browse
Browsing S2 - Magister by Author "Budi Muljana"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISIS ANOMALI KANDUNGAN TOTAL SULFUR BATUBARA SEAM X78 FORMASI BALIKPAPAN DI DAERAH SEPARI KALIMANTAN TIMUR(2014-04-24) TEDDY TRESNANTO; Yoga Andriana Sendjaja; Budi MuljanaABSTRACTCoal seam X78 at Balikpapan Formation, Kutai Basin, laterally has a totalsulfur content of anomalies, which in the north and south of the study area is quitehigh sulfur content than in the central part of the study area with an increasing trendto the south of the study area.Intent of this study was to determine the relationship of depositionalenvironment of coal and rock influences anomalies flanking the total sulfur content ofseam X78. The method of analysis used was the proximate analysis to determine theash content and calories, ash chemical analysis to determine the content of Na2O,petrographic analysis to determine the maceral composition, forms of sulfur analysisto determine the type of sulfur and SEM analysis to determine the type of pyrite, totest the effect of total content sulfur rocks flanking the total sulfur content of the coalseam X78, performed the statistical analysis.From the analysis of known petrographic maceral composition maceraldominated by herbaceous plant origin, with a tendency towards the north to thesouth of the study area, showed an increase in maceral composition of nativeherbaceous plants and inversely proportional to the maceral composition of plantorigin further to the south where the wood dwindle.Coal seam possible X78 deposited in lower delta plain environments with subenvironment limnic - marsh.Based on the statistical analysis of the influence of rock flanking, the totalsulfur content anomalies seam X78, rock flanking affect the total sulfur content of thecoal seam X78, especially on block 1 total sulfur coal seam X78 is influenced by thetotal sulfur content of the rocks flanking the top and the total sulfur content of therock flanking the bottom .Item Biostratigrafi Nannofosil dan Laju Sedimentasi, Batuan Eosen Formasi Elat Bagian Tengah, Kei Besar, Maluku Tenggara(2023-08-16) RATIH C F RATUMANAN; Budi Muljana; Vijaya IsnaniawardhaniPenelitian biostratigrafi dan laju sedimentasi dilakukan terhadap urutan batuan penyusun bagian tengah Formasi Elat. Metode lapangan yang dilakukan berupa pengukuran penampang terukur dan pengambilan sampel. Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan nannofosil yang kemudian dianalisis secara kuantitatif, dan dikalibrasi dengan kandungan foraminifera besar dalam menentukan lingkungan pengendapan. Formasi Elat bagian tengah tersusun oleh batugamping klastik dan batu lempung gampingan. Perubahan ukuran butir diperkirakan merefleksikan dinamika sedimentasi. Berdasarkan kandungan nannofosil yang terdapat dalam 48 sampel dari lintasan Holat, Ngurdu dan Mataholat, dapat dikenali 48 spesies. Terdapat tiga zona biostratigrafi nannofosil, dimulai dengan yang tertua adalah: Zona Reticulofenestra umbilica (NP16, berkisar 43,06 hingga 38,7 jtl), Zona Helicosphaera compacta (NP17, berkisar 38,7 hingga 37,9 jtl) dan Zona Helicosphaera eupratis (NP18, berkisar 37,9-36,8 jtl). Berdasarkan analisis biostratigrafi tersebut diketahui bahwa Formasi Elat diendapkan pada Eosen Tengah hingga Akhir (43,06 hingga 35,4 jtl), di daerah fore reef pada zona neritik. Rekonstruksi stratigrafi menunjukan perubahan kecepatan sedimentasi. Pada zona a (43,06-38,7 jtl) laju sedimentasi sebesar 0,47 m/jtl, pada zona b (38,7-37,9 jtl) menjadi lebih cepat sebesar 8,9 m/jtl, dan kemudian laju sedimentasi menurun pada zona c (37,9-35,4 jtl) menjadi 0,12 m/jtl. Bagian atas dari Formasi Elat di daerah penelitian ditandai dengan ketidakselarasan.Item Distribusi Mineral Dasar Laut dan Hubungannya Terhadap Karakteristik Sedimen Unit Resen di Perairan Tanjung Berikat, Bangka Tengah(2022-11-02) MUHAMMAD ZULFIKAR; Budi Muljana; Budi MuljanaPerairan Tanjung Berikat merupakan salah satu perairan di Kabupaten Bangka Tengah yang dilalui oleh jalur granit Asia Tenggara, sehingga memiliki berbagai potensi mineral plaser. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan dan distribusi mineral dasar laut, ukuran butir dan ketebalan unit sedimen resen, kedalaman dasar laut serta korelasi antar variabel tersebut satu sama lain. Metode yang dilakukan saat pengambilan data lapangan terdiri atas akuisisi data seismik pantul dangkal saluran tunggal, pengambilan sampel sedimen pantai (6 titik) menggunakan pemboran tangan (hand auger), dan pengambilan sampel dasar laut (18 titik) menggunakan pemercontoan comot (grab sampler). Pengolahan dan analisis data terdiri atas prosesing sinyal dan interpretasi data seismik, analisis mineralogi butir ayak, dan analisis besar butir (granulometri). Kemudian dilakukan uji hubungan/korelasi terhadap distribusi mineral dasar laut, ukuran butir sedimen, ketebalan unit sedimen resen, dan kedalaman dasar laut menggunakan uji korelasi pearson. Hasil analisis menunjukkan kandungan mineral pada unit sedimen resen terdiri dari kuarsa, ilmenit, piroksen, oksida besi, amfibol, muskovit, dan mineral lempung. Mineral-mineral ini terakumulasi dan terendapkan pada sedimen unit resen di kedalaman dasar laut berkisar antara 2,5-50 meter dengan bentuk morfologi pada bagian barat-tengah memiliki kemiringan lereng relatif landai, sementara pada bagian tengah-timur memiliki kemiringan lereng yang relatif curam. Ukuran butir pada sedimen unit resen (pantai dan laut) terdiri atas Pasir Lumpuran, Pasir, Pasir Kerikilan dan Pasir Sedikit Kerikilan dengan ketebalan berkisar antara 0.5-8.5 meter. Hasil uji korelasi pearson umumnya terdapat korelasi yang kuat antara distribusi mineral dengan kedalaman dasar laut dan ukuran butir sedimen. Hal ini disebabkan kandungan mineral pada suatu endapan akan dipengaruhi oleh jarak terhadap batuan sumber, dimana jarak terhadap batuan sumber telah direpresentasikan oleh kedalaman dasar laut dan ukuran butir. Sementara itu, uji korelasi pearson menunjukkan tidak ada korelasi antara distribusi mineral dasar laut dengan ketebalan sedimen. Hal ini diduga, akibat tidak adanya ketebalan yang menyerupai gosong pasir maupun littoral drift pada sedimen unit resen. Sehingga tidak terlihat adanya pola-pola distribusi mineral yang berhubungan dengan ketebalan sedimen unit resen.Item LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PACIRAN BAGIAN BAWAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK GEOKIMIA DAN MIKROFASIES DI AREA WATUPUTIH, REMBANG, JAWA TENGAH(2023-06-26) DIAN NOVITA; Budi Muljana; Tidak ada Data DosenBatugamping berumur Pliosen dari Formasi Paciran bagian bawah yang tersingkap di wilayah Rembang Tengah sangat menarik untuk dikaji. Pengukuran stratigrafi rinci dengan skala 1:100 dengan total ketebalan batugamping 57,6 meter. Analisa mikrofasies menggunakan sayatan tipis menghasilkan 3 SMF (Standart Microfacies) yaitu burrowed biocklastic wackestone (SMF 9), bioclastic packstone with skeletal grain (SMF 10), dan rudstone abundant with algae/foraminifera (SMF18) dengan zona fasies (FZ) 7 dan 8 yaitu lingkungkan pengendapan pada paparan laguna dengan sirkusi pada lautan terbuka kemudian berubah menjadi paparan laguna tertutup. Dijumpai 6 spesies foraminifera bentik besar yaitu : Amphistegina, Alveolina, Cycloclypeus Heterostegina, Lepidocyclina dan Operculina. Kemunculan akhir dari Lepidocyclina. mengindikasikan batugamping terbentuk pada Pliosen Awal. Pengeplotan persentase kumpulan foraminifera pada Diagram Hallock mendapatkan hasil batugamping Formasi Paciran terendapkan pada lingkungan open platform, kemudian mengalami perubahan pendangkalan kearah sand shelf. Cekungan kembali mendalam diikuti dengan kembalinya lingkungan pengendapan di open platform. Analisa geokimia batuan berupa oksida utama menyebutkan adanya korelasi positif antara CaO dan LOI yang mengindikasikan bahwa batuan memiliki kandungan material organik/karbonat yang melimpah. Persentase kehadiran oksida pengotor pada batuan karbonat seperti SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 dijumpai dengan jumlah yang minimal mengindikasikan pada saat pembentukan batugamping sedikit mendapat pengaruh dari material detritus. Rasio Ca/Mg menunjukkan batugamping Paciran di lokasi penelitian masuk dalam kelompok pure limestone yang terbentuk pada cekungan jauh dari garis pantai. Nilai positif pada anomaly Ce menunjukkan air laut pada fase regresi dimana muka air laut turun. Anomali muka air laut berbeda dengan kurva eustasy global disebabkan oleh adanya tektonik local yang bekerja mendangkalkan cekungan. Rekonstruksi paleomorfologi menunjukkan bahwa tinggian berada di bagian utara dan selatan dari lokasi pengukuran stratigrafi. Cekungan pengendapan merupakan cekungan local yang terbentuk karena system patahan geser yang menghasilkan bentukan horst dan graben dimana karbonat dapat berkembang.Item MODEL KOREKSI PETA LIDAR UNTUK PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA(2015-04-09) TAAT TRI PURWIYONO; Ildrem Syafri; Budi MuljanaABSTRAK Sumberdaya Batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis. Saat ini teknologi LIDAR ( Light Technology Detection and Ranging ) mulai banyak digunakan dalam eksplorasi tambang. Penelitian ini akan melakukan koreksi terhadap peta topografi hasil teknologi LIDAR, dengan membuat model koreksi agar dapat meminimalisir kesalahan akibat ketidaktepatan informasi ketinggian pada peta topografi dalam melakukan perhitungan sumberdaya batubara. Model koreksi dibuat dengan melakukan interpolasi terhadap data residu (elevasi error), menggunakan tiga model matematis spatial interpolasi yaitu, interpolasi dengan metode polynomial, interpolasi dengan metode IDW (Invers Distance Weighted) dan interpolasi dengan metode krigging. Hasil koreksi elevasi ketiga metode (polynomial, IDW dan kriging) menunjukkan bahwa elevasi titik bor pada peta topografi LIDAR mendekati elevasi titikbor (referensi). Sumberdaya batubara terukur yang dihitung menggunakan referensi peta topografi LIDAR dengan model koreksi polynomial sebesar 34.789.070,7ton, RMSE sebesar 0,55 m dan ketelitian elevasi sebesar 1,080 m, dengan model koreksi IDW sumberdaya batubara sebesar 34.809.860,7 ton, RMSE sebesar 0,21 m, ketelitian elevasi sebesar 0,405m, sedangkan dengan model koreksi krigging sumberdaya batubara sebesar 34.838.885,7 ton, RMSE sebesar 0,13 dan ketelitian elevasi sebesar 0,252 m. Kata kunci : Sumberdaya batubara, topografi LIDAR, model koreksiItem Perubahan Muka Air Laut di Delta Kaligarang, Semarang(2018-03-20) KARINA MELIAS ASTRIANDHITA; Budi Muljana; WinantrisIdentifikasi parameter perubahan lingkungan dilakukan pada 90 sampel dari inti bor sepanjang 45 meter Delta Kaligarang; terletak di Utara Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Inti bor dianalisis pengambilan data guna mengetahui pengaruh perubahan muka air laut terhadap ukuran butir, foraminifera dan material organik dan inorganik. Terdapat dua titik penting interval indikator perubahan muka air laut pada ukuran butir, foraminifera, material organik dan inorganik. Interval pertama yakni 0-31 meter merupakan dominansi tingginya persentase lanau, tersuspensi mencerminkan transportasi pengendapan berenergi rendah, seiring material organik melimpah >20%. Hal ini seiring kenaikan nilai organik, data distribusi ukuran butir semakin menurun (menghalus). Terdapat foraminifera bentonik 4273 individu; 8 spesies foraminifera dominan pada kedalaman 3,5 meter kemudian 5,5-18,5 meter; yakni Ammonia beccarii, Asterorotalia trispinosa, Elphidium advenum, Elphidium indicum, Elphidium craticulatum, Florilus elongatus, Pseudotriloculina laevigata, Quinqueloculina seminula. Biofasies menunjukan lingkungan litoral hingga paparan tengah. Zona batimetri memperlihatkan variasi secara vertikal perubahan garis pantai yakni transgresi dan regresi. Interval kedua yakni 32-45 meter merupakan perselingan lanau dan pasir (akibat energi transportasi turbulensi) seiring menurunnya nilai material organik dan inorganik, tingginya persentase pasir dibandingkan lanau.Item Rekonstruksi Perubahan Paleoseanografi Selama Holosen Di Perairan Arafura(2023-05-04) SWASTY ANINDA PIRANTI; Budi Muljana; Lia JurnaliahSebagai bagian dari wilayah Perairan Indonesia Timur yang dipengaruhi oleh beberapa dinamika iklim, sangat menarik untuk bisa memahami bagaimana kondisi lingkungan dan paleoseanografi di Perairan Arafura. Semua fenomena yang terjadi di laut akan mempengaruhi sedimen dasar laut yang diendapkan, sehingga penelitian core sedimen bisa menjadi salah satu metode rekontruksi paleoseanografi di Arafura. Untuk itu, PB rasio foraminifera, komposisi unsur kimia, dan besar butir dianalisis dari core ARAFURA-16 dengan Panjang core 220 cm yang diambil dari kedalaman air 62,5 m, ARAFURA-24 dengan panjang core 179 cm yang diambil dari kedalaman air 47,4 m, dikorelasikan dengan data core sedimen Aru-07 yang diambil dari barat Kepulauan Aru (kedalaman air 276 m) dengan panjang core 152 cm. Ketiga core sedimen diambil dari Laut Arafura dengan menggunakan gravity corer dari kapal Geomarin III. Data core ARAFURA-16 dan ARAFURA-24 dicuplik setiap interval 10 cm, begitu juga dengan Aru-07 yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Komposisi unsur dianalisis dengan menggunakan XRF Portable Scanner Thermo Scientific, sedangkan analisis ukuran butir sedimen dilakukan dengan menggunakan Particle Size Analyzer (Multisizer 3000) yang tersedia di laboratorium BBSPGL. Nilai PB rasio pada Arafura-16 berkisar antara 4,29% hingga 14,29% dan pada ARAFURA-24 berkisar antara 0,56% hingga 8,79%. Hasil analisis XRF menunjukkan kandungan Ca pada ARAFURA-16 dan ARAFURA-24 meningkat kearah top core secara drastis. Rasio komposisi unsur Ti/Ca dan Fe/Ca digunakan karena dianggap sebagai proksi untuk mengetahui terrigenous input dan sering digunakan dalam rekonstruksi paleoklimat. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai ln Ti/Ca dan Fe/Ca semakin kearah top core, nilainya cenderung menurun. Analisis ukuran butir pada kedua core secara umum memperlihatkan bahwa semakin kearah top core maka ukuran butir semakin kasar, selain itu analisis besar butir juga memperlihatkan hasil yang koheren terhadap jumlah kelimpahan foraminifera pada core ARAFURA-16 dan ARAFURA-24. Analisis radiocarbon dating dilakukan pada core ARAFURA-24 di interval kedalaman 163 – 179 cm dan diketahui umurnya 9,71 kyr BP. Model umur direkonstruksi dengan penanggalan radiokarbon 14C yang berasal dari sedimen organik, dikombinasikan dengan titik ikat nilai PB rasio dan komposisi unsur kimia, khususnya rasio log Ti/Ca. Hasilnya menunjukkan bahwa ARAFURA-24 telah terendapkan sejak 11,3 kyr BP dan ARAFURA-16 telah terendapkan sejak 24,5 kyr BP.Item SEBARAN DAN KUALITAS RESERVOIR BATUPASIR LAUT DALAM MIOSEN TENGAH: POTENSI EKSPLORASI BARU DI CEKUNGAN KUTEI DAN MAKASAR UTARA(2022-03-28) KUNTADI NUGRAHANTO; Ildrem Syafri; Budi MuljanaUpaya intensif terhadap eksplorasi pemboran laut dalam di daerah penelitian yang dilakukan pada tahun 1996-2014 telah mencatatkan beberapa temuan cadangan minyak dan gas yang signifikan, walaupun belum secara optimal menembus reservoir batupasir fasies laut dalam berumur Miosen Tengah, yang merupakan fokus daripada studi ini. Oleh karenanya penulis melakukan studi banding antara reservoir obyektif yang umumnya berlokasi di daratan dengan reservoir berumur Miosen Atas yang telah terbukti memproduksi hasil migas di lepas pantai laut dalam. Data yang digunakan meliputi singkapan batuan, sumur, dan seismik 2D. Umur datum beberapa indikator takson telah digunakan untuk menghubungkan sekaligus menyatukan marker yang bervariasi di seluruh wilayah studi menjadi beberapa marker biostratigrafi utama: M40M33, M45M40, M50M45 (Miosen Tengah), dan M65M50, M66M65, M70M66, M80M70 (Miosen Akhir). Semua marker ini kemudian diikat pada data seismik 2D sebagai horison interpretasi utama di dalam melakukan analisis seismik stratigrafi ke seluruh area studi yang tidak dijangkau oleh sumur pemboran. Identifikasi fitur-fitur seismik berupa kandidat batas-batas sekuen yangberhubungan dengan penurunan muka air laut relatif pada skala sub-regional di area daratan hingga lepas pantai merupakan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini diintegrasikan guna membuat peta lingkungan pengendapan (gross depositional environment / GDE) fasies kipas laut dalam pada lapisan batuan berumur Miosen Tengah, yang secara umum menunjukkan suksesi progradasi ke arah timur yang pergeseran lateral tepian paparannya bervariasi. Fasies reservoir dapat dikenali berdasarkan lito fasies batupasir, rasio net-to-gross / NTG, sortasi, dan ukuran butir terutama pada fasies delta berumur Miosen Tengah: FLU_SX, DC_SX, DC_SM, DC_SM, dan DF_SC, dan untuk fasies laut dalam berumur Miosen Akhir: SSWS, MSWS, SSPS, dan MSPS. Selanjutnya porositas dan permeabilitas yang diukur pada batuan inti bor tersebut dapat digunakan untuk menerangkan hubungan antara kualitas reservoir dengan komposisi batupasir maupun lito fasies. Sistem pengendapan berenergi tinggi terutama yang berhubungan dengan lito fasies FLU_SX, DC_SX, SSWS dan MSWS merupakan reservoir dengan kualitas terbaik; dan sebaliknya adalah lito fasies DF_SC, SSPS, dan MSPS. Hubungan antara porositas berbasis data inti batuan dengan kedalaman (depth of burial) secara umum dapat menggambarkan pola penurunan kualitas reservoir seiring bertambahnya kedalaman.