Ilmu Hukum (S1)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Hukum (S1) by Subject "Adat"
Now showing 1 - 7 of 7
Results Per Page
Sort Options
Item ANSLISIS YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN CERAI TAMBA DI DESA SUKAWERA KECAMATAN KERTASMAYA KABUPATEN INDRAMAYU DIKAITAKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM(2014-09-14) PANJI GUMILAR; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSUKAWERA KECAMATAN KERTASMAYA KABUPATEN INDRAMAYU DIKAITAKN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ABSTRAK Setiap Manusia memiliki hak untuk mengutarakan atau mengekspresikan rasa cinta dan sayangnya kepada lawan jenis. Sebagai makhluk yang beragama dan berbudaya manusia diberikan satu sarana yang dibenarkan oleh hukum agama dan hukum negara untuk mengekspresikan rasa sayangnya tersebut yaitu dengan melangsungkan suatu perkawinan. Namun dalam realitanya banyak pasangan yang tidak dapat mempertahankan pernikahannya sampai kematian memisahkan mereka. Hal ini didasarkan oleh faktor-faktor tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 suatu perceraian dapat dibenarkan apabila didasarkan atas alasan-alasan yang dijelaskan dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975. Namun dalam Realita Masyarakat ada perceraian yang dilakukan atas dasar alasan-alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal.Sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian masyarakat desa Sukawera Kecamatan Kertasmaya Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Perceraian tersebut disebut dengan cerai tamba. Dari latar belakang tersebut maka penulis merumuskan beberapa identifikasi masalah yaitu Bagaimana Keabsahan Cerai Tamba di hubungkan dengan UU No.71 Tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam serta Bagaimana perlindungan terhadap Perempuan yang melakukan Cerai tamba dihubungkan dengan Kompilasi Hukum Islam. Adapun Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu Deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan serta menceritakan secara jelas dan terperinci mengenai praktek cerai tamba di Desa Sukawera dan dibahas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, metode pendekatan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Yuridis Normatif Pelaksanaan Cerai Tamba di Desa Sukawera Kecamatan Kertasemaya Kab. Indramayu bertentangan dengan Pasal 39 Undang-Undang no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Serta pelaksanaan cerai tamba tersebut sangat tidak melindungi hak-hak dari seorang istri bahkan cenderung melecehkan dan merendahkan harkat dan martabat perempuan. Hal ini disebabkan Tata Cara Perceraian Cerai Tamba tidak selaras apa yang diamanatkan oleh Hukum Islam dan Pasal 113 s/d Pasal 148 Kompilasi Hukum Islam. YURIDICIAL ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF TAMBA DIVORCEMENT IN SUKAWERA VILAGE KERTASEMAYA SUBDISTRICT INDRAMAYU REGENCY ASSOCIATED INTO LAW NO. 1 YEAR 1974 ABAOUT MARRIAGE AND ISLAMIC LAWA COMPILATION ABSTRACT Every man has a right to convey or express his love and affection to the opposite gender. We are as a religious and cultured man have a way to legitimate the love which is legalized by religious law and state law, that is by undergo a marriage. However in reality there are many couples can`t keep their marriage till death do them apart. There are variety factors as the cause of a divorce. In government`s regulation, No. 9 of 1975, a divorce is agreed when the reasons fit to the government`s regulation No. 9 of 1975. Yet in reality there are divorces have been done with unreasonable and vague reasons. That`s what happen with people of Sukawera who undergo that sort of divorce (unreasonable and vague divorce), Sukarewa is part of district of kertasmaya, Indramayu regency. The divorve called Tamba divorce. Based on the background of the study that have been expalined above, the analyst formulates 2 problem formulations; the first one is the validity of Tamba divorce related to the regulation of goverment No.71 of 1974 and related to the compilation of the Law of Islam. The second is about security for the women who undergoes Tamba divorce related to the compilation of Law Islam. The method of the writing used by the analyst is descriptive analysis, this is a method which is depicting and explaining clearly and accurately about the subject which is discussing, in this case the discussion is about Tamba divorce. Tamba divorce will be analyzed based on the regulation of government which is still valid right now. The approach of the study uses Normative Yuridical. The conclusion based on the research that has been done by the analyst shows that the validity of Tamba divorce is not rightful because Tamba divorce against the Law of Islam, regulation of government No. 71 of 1974 and No. 9 of 1975. The protection for the women who conduct Tamba divorce can be done when the husband of the women couldnt fuilfill his vow and didnt marry the women. Why this thing can happen because basically to get a security from the goverent is the right of all the citizen and that is guaranted by the constitution of Republic of Indonesia 1945. The implementation Tamba Divorce in Sukawera Village Kertasemaya Subdistrict Indramayu Residence is contradictory with Article 39 Law No. 1 Year 1974 About Marriage juncto Artcile 116 Islamic Law Compilation. As well as the implementation doesn’t protect the rights of a wife even tended to abusive and degrading the dignity of women. This caused the procedure of Tamba Divorce doesn’t harmonic with Islamic Law and Article 113 to Article 148 Islamic Law ComplationItem HAK ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DALAM PEWARISAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK(2014-09-14) NUNGKY SAPTORINI W; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenHAK ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DALAM PEWARISAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ABSTRAK Nungky Saptorini Wulandari 110110070163 Anak adalah amanah dari Tuhan kepada orang tua untuk dirawat dan dijaga, baik anak kandung maupun anak yang diangkat dari orang atau pihak lain. Pengangkatan anak merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk meneruskan garis keturunan, karena rasa belas kasihan, atau alasan lainnya. Seperti di dalam sistem kekerabatan patrilinear suku Batak Toba, salah satu tujuan pengangkatan anak adalah untuk meneruskan garis keturunan laki-laki agar dapat melanjutkan marga. Dengan diangkatnya anak maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum secara keperdataan baik bagi anak angkat maupun orang tua angkatnya, yang salah satunya adalah kedudukan anak angkat ditinjau berdasarkan hukum positif, yakni Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan kedudukan anak angkat dalam hal pewarisan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu dengan mengkaji dan menguji data sekunder atau bahan-bahan kepustakaan yang berehubungan dengan permasalahan pengangkatan anak pada masyarakat adat Batak. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif-analitis yaitu mendeskripsikan kesusukan waris anak angkat pada masyarakat adat Batak Toba. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang terkumpul dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif. Status Dedet Sudrajat sebagai anak angkat bertentangan dengan amanat Pasal 39 ayat (2) UU Perlindungan anak yang melarang pemutusan hubungan anak dan orang tua kandungnya. Namun secara hukum adat Batak Toba, pengangkatan anak telah dianggap sah jika dilakukan melalui upacara adat di hadapan Dalihan Natolu (ketua adat). Berkenaan dengan sahnya pengangkatan anak secara adat Batak Toba, maka Dedet Sudrajat merupakan ahli waris yang sah dan kedudukannya sama seperti halnya anak kandung. Namun anak angkat hanya menjadi ahli waris terhadap harta pencaharian atau harta bersama orang tua angkatnya, namun tidak berhak terhadap harta pusaka.Item Kedudukan Ahli Waris Yang Beralih Agama Dalam Hal Pewarisan Berdasarkan Hukum Adat Bali Di Kodya Denpasar dan Di Kabupaten Tingkat II Badung(2014-07-21) MARSHA FRIEDA ESTER L T; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenHukum waris adat yang merupakan ketentuan tersendiri tentang sistem kewarisan, asas-asas hukum waris, harta warisan dan ahli waris, dengan memperhatikan sistem kekeluargaan, garis keturunan dan perkawinan. Hukum waris sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia karena terkait dengan harta kekayaan dan manusia yang satu dengan yang lainnya. Hal-hal tersebut menentukan kedudukan dan penentuan hak dan kewajiban ahli waris terutama yang dibicarakan dalam penelitian ini yang menyangkut mengenai akibat hukum pewarisan terhadap ahli waris yang beralih agama berdasarkan hukum adat di Bali. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, melalui analisis dengan menggunakan data-data dan teori-teori yang berkaitan, terutama mengenai akibat hukum apabila ahli waris beralih agama menurut hukum waris adat Bali. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tahap penelitian melalui penelitian kepustakaan Analisis data yang dilakukan dengan metode yuridis kualitatif yaitu data-data yang telah diperoleh dianalisis, untuk mengungkapkan kenyataan yang ada sesuai hasil penelitian dengan penjelasan-penjelasan yang tidak dapat diwujudkan dalam bentuk angka-angka dan untuk menambah lengkapnya skripsi juga dilakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan skripsi ini. Hasil yang diperoleh bahwa kedudukan hukum pewarisan yang ditimbulkan dari persoalan ahli waris yang beralih agama dalam hubungannya dengan hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai ahli waris berdasarkan hukum adat Bali terhadap hubungan kekeluargaanya tidak terputus disebabkan oleh kesadaran dan kebijaksanaan masing-masing pihak yaitu pihak orang tua dan anak yang beralih agama. Ahli waris yang beralih agama dalam haknya untuk mewaris menyebabkan kehilangan hak mewaris dari pewaris, karena pewarisan dalam sistem waris adat di Bali berhubungan erat dengan keagamaan seperti halnya ahli waris berkewajiban untuk melakukan pembakaran mayat (pengabenan) orang tuanya. Sarannya, semua desa di Bali untuk menjamin kepastian hukum dengan menyuratkan semua awig-awig agar dirumuskan salah satu ketentuan dengan tegas tentang kedudukan ahli waris yang beralih agama baik dalam keluarga sendiri maupun dalam desanya.Item KEDUDUKAN HUKUM ANAK DARI PASANGAN YANG MELAKUKAN KAWIN LARI (SILARIANG) TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT MAKASSAR DIHUBUNGKAN DENGAN YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG(2014-02-04) ANDO PATUAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenIndonesia adalah negara yang dikaruniai keanerakaragaman etnis dan budaya. Masing-masing hidup dengan Hukum Adat yang mengatur interaksi masyarakatnya. Hukum Adat mencakup berbagai aspek pengaturan kehidupan masyarakat adat mulai dari yang bersifat individual hingga sosial. Sistem kekerabatan yang dianut oleh suatu etnis berkaitan erat dengan Hukum Waris Adat yang berlaku bagi mereka. Suku Makassar merupakan salah satu di Indonesia yang masih memegang hukum adatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan anak dari pasangan yang melakukan kawin lari (silariang) dalam Hukum Adat Makassar yang menganut sistem parental dikaitkan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung. Penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalitis fakta-fakta yang secara sistematis, faktual dan akurat dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksana. Yuridis normatif yaitu penelitian mengenai teori, kaidah (norma) dan sistematika hukum, serta bersifat empiris karena studi lapangan juga dilakukan, Penelitian deskriptif digunakan untuk mengumpulkan, merangkum serta menginterpretasikan data-data yang diperoleh, yang selanjutnya diolah kembali sehingga dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan gambaran yang jelas, terarah dan menyeluruh dari masalah yang menjadi objek penelitian. Kedudukan anak dari pasangan yang melakukan kawin lari dalam Masyarakat Adat Makassar memutuskan tali kekerabatan dan hubungan darah dengan anggota keluarganya. Hal ini bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa perkawinan lari adalah sah jika mengikuti aturan-aturan dan syarat-syarat melangsungkan perkawinan yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 6 dan 7. Hak waris anak dari pasangan yang melakukan kawin lari (silariang) terhadap harta peninggalan orang tua menurut hukum waris adat Makassar terhapus sejak terputusnya hubungan darah dan tali kekerabatan dengan keluarga dari orang tuanya dikarenakan terjadinya perkawinan lari ( silariang ). Hal ini berbeda dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.Item PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI BERDASARKAN HUKUM ADAT MASYARAKAT MATRILINEAL DI MINANGKABAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM(2012-08-13) FARUQ AFIF; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenMasyarakat Indonesia memiliki bermacam kelompok masyarakat yang hidup dengan karakter nilai dan norma yang berbeda-beda seperti norma dalam sistem patrilineal, matrilineal, dan bilateral yang mana salah satunya mengatur nilai tentang hukum waris. Masyarakat Minangkabau memiliki bentuk sistem kekerabatan matrilineal yang mengambil jalur garis keibuan dalam kekerabatannya. Karakteristik dari Masyarakat Matrilineal di Minangkabau salah satunya yang menjadi ciri khas ialah adanya harta yang disebut dengan harta pusaka tinggi. Harta ini merupakan harta yang diwariskan oleh nenek moyang Masyarakat Minangkabau sejak dahulu menurut garis keibuan secara kolektif untuk masyarakat sekaum. Hal yang paling fundamental dalam hukum Adat Minangkabau adalah falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Namun hukum Kewarisan Islam sendiri tidak mengenal kewarisan kolektif. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis dan mengkaji tentang pewarisan harta pusaka tinggi berdasarkan hukum adat masyarakat Matrilineal Minangkabau dan pandangan Hukum Islam mengenai pewarisan harta pusaka tinggi berdasarkan hukum adat masyarakat Matrilineal Minangkabau. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis melalui suatu proses analisis dengan menggunakan peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum serta menggunakan cara pendekatan yuridis kualitatif dengan mencari hukum yang hidup di masyarakat. Perolehan data dilakukan melalui studi kepustakaan yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur yang dapat memberikan landasan teori dengan masalah yang dibahas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pewarisan harta pusaka tinggi diwariskan menurut garis keibuan dari mamak kepada kamanakan secara kolektif dan kemudian harta tersebut dipegang oleh perempuan tertua menurut garis keibuan yang disebut amban puruak dan dijaga oleh laki-laki tertua yang disebut mamak kapalo warih. Pandangan Hukum Islam mengenai pewarisan harta pusaka tinggi adalah seperti harta wakaf yang pernah dilakukan Khalifah Umar Bin Khatab kepada Penduduk Khaibar yang hasil dari pengolahan harta tersebut boleh dinikmati bersama akan tetapi tidak boleh diwariskan secara terbagi-bagi, yang mana hal ini telah menjadi ijtihad bagi para ulama dalam memandang harta pusaka tinggi sebagai harta kolektif.Item PEWARISAN PADA MASYARAKAT ADAT MAYORAT PEREMPUAN SEMENDE DI PALEMBANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG KOMPILASI(2012-08-14) DWI WULAN ANDINA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPerkawinan di Indonesia terutama menyangkut penyelenggaraan perkawinan pada umumnya didasarkan pada Hukum Adat, di samping itu didasarkan pula pada Hukum Agama dan Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku. Masyarakat adat Semende di Sumatera Selatan menganut sifat waris matrilineal yang tidak murni, yaitu yang berupa sistem kewarisan mayorat perempuan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian dititik beratkan pada penggunaan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, baik berupa peraturan perundang-undangan dan literatur hukum maupun bahan-bahan lain yang mempunyai hubungan di dalam penulisan.Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa masyarakat adat Semende di Sumatera Selatan menganut sistem kewarisan mayorat perempuan, yaitu penerusan dan pengalihan atas harta peninggalan yang tidak terbagi diberikan kepada anak perempuan tertua yang berkewajiban menggantikan kedudukan orang tuanya untuk mengurus harta pusaka yang turun-temurun dari nenek moyangnya. Sehingga harta pusaka dikategorikan sebagai harta bawaan dan pelaksanan pembagian warisan tidak seperti dalam Pasal 176 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, karena harta mayorat perempuan adalah harta pusaka yang diwariskan sejak nenek moyang bukan harta pencahariaan suatu somah. Kata KuncI : Waris, Adat, perakawinanItem TINJAUAN HUKUM PROSESI ADAT NGEMBAH BELO SELAMBAR (MEMINANG) DALAM KAJIAN HUKUM PERKAWINAN DAN HUKUM PERJANJIAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA(2013-03-25) MARELLA REGINA A; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenMayoritas masyarakat adat di Indonesia masih memegang teguh nilai kebudayaan masing-masing.Suku Batak Karo sebagai salah satu suku di Indonesia memiliki tata cara tersendiri dalam melangsungkan perkawinan.Terdapat beberapa rangkaian acara menjelang pesta perkawinan adat, mulai dari erkusip, ngembah belo selambar, nganting manuk sampai pesta adat.Membuat komitmen untuk menikah atau janji melaksanakan perkawinan antara sepasang muda-mudi yang hanya dilakukan di mulut saja membuat dengan mudahnya janji tersebut diingkari.Kesepakatan yang tercapai setelah peminangan walaupun sudah memenuhi asas konsensualitas tetap tidak dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian. Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan memberi gambaran dan menganalisis mengenai fakta-fakta yang ada secara utuh dan menyeluruh dengan memperhatikan data-data, peraturan-peraturan yang berlaku dengan asas-asas hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas. Tahap penelitian yang digunakan adalah dengan penelitian kepustakaan dan studi lapangan. Teknik pengumpulan data dan studi lapangan yang digunakan yaitu melalui studi dokumen dan wawancara. Data kepustakaan dan data lapangan kemudian di analisis secara yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ngembah belo selambar tidak dapat dikatagorikan setingkat dengan perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Prosesi adat ngembah belo selambar juga tidak dapat dikategorikan setingkat dengan perjanjian karena hanya perjanjian yang sah menurut undang-undang saja yang dapat melahirkan perikatan dan perikatan harus dalam lingkup harta kekayaan. Ingkar melaksanakan pesta adat setelah ngembah belo selambar tidak menimbulkan suatu konsekuensi tertentu karena ngembah belo selambar hanya baru meminang dan belum ada ikatan yang sah menurut adat Karo.