Ortodonsia (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ortodonsia (Sp.) by Title
Now showing 1 - 20 of 110
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISIS JARINGAN LUNAK SEBELUM DAN SESUDAH PERAWATAN PROTRUSI BIMAKSILER DENTAL DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR MENGGUNAKAN ALAT CEKAT STANDAR EDGEWISE (BERDASARKAN ANALISIS BURSTONE)(2017-07-07) OSCAR HENDRIONO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan : Pasien dengan protrusi bimaksiler dental dilakukan perawatan ortodonti untuk perbaikan profil dengan pencabutan empat gigi premolar. Analisis jaringan lunak diperlukan untuk mengevaluasi hasil perawatan ortodonti secara adekuat. Keberhasilan perawatan protrusi bimaksiler dental dapat dinilai melalui 13 variabel analisis sefalometri menurut Burstone. Tujuan penelitian : Penelitian ini menggunakan motode deskriptif komparatif dan bertujuan untuk mengetahui perubahan jaringan lunak sebelum dan sesudah perawatan protrusi bimaksiler dental dengan pencabutan empat gigi premolar menggunakan alat cekat standar Edgewise berdasarkan analisis Burstone. Metode dan bahan : Pengukuran dilakukan pada rontgen sefalometri 20 sampel pasien di klinik PPDGS Ortodonti RSGM UNPAD, data sebelum dan sesudah perawatan dihitung dan dianalisis menggunakan uji t berpasangan (P<0.05). Perawatan menggunakan alat cekat standar Edgewise. Hasil penelitian : Profil maksila jaringan lunak mundur sejauh 2,05 mm; profil mandibula jaringan lunak mundur sejauh 3,75 mm; protrusi bibir atas mundur sejauh 1,1 mm; protrusi bibir bawah mundur sejauh 2,5 mm; sudut nasolabial bertambah 5o. Perawatan protrusi bimaksiler dental dengan pencabutan empat premolar menghasilkan perubahan jaringan lunak yang signifikan pada bentuk bibir dan wajah. Kesimpulan : Perawatan protrusi bimaksiler dental dengan pencabutan empat premolar menghasilkan perubahan signifikan pada profil maksila jaringan lunak, profil mandibular jaringan lunak, protrusi bibir atas, protrusi bibir bawah, dan sudut nasolabial. Perubahan yang tidak signifikan terjadi pada konveksitas wajah, rasio tinggi wajah, sudut antara wajah bagian bawah dengan tenggorokan, rasio kedalaman tinggi wajah bawah, sulkus mentolabial, rasio bibir dan dagu, pembukaan gigi insisif maksila, dan jarak interlabial.Item Analisis Makroestetik Perawatan Ortodonti Dengan Alat Cekat Standard Edgewise Pada Kasus Protrusi Bimasikler Dental Dengan Pencabutan Empat Gigi Premolar(2017-07-08) FELLANI DANASRA DEWI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Protrusif bimaksiler merupakan maloklusi yang sering menjadi alasan pasien mencari perawatan ortodonti, untuk mendapatkan estetika yang lebih baik. Penampilan dan senyum wajah merupakan faktor penting untuk mengevaluasi hasil perawatan ortodonti. Terdapat beberapa analisis yang dapat dipakai untuk mengeluarkan perubahan estetika wajah. Tujuan: Menganalisis makroestetik sebelum dan sesudah perawatan ortodonti dengan menggunakan analisis fotografi pada pasien dengan protrusif bimaksiler. Metode dan Bahan: Tiga puluh foto ekstra oral pasien protrusif bimaksiler sebelum dan sesudah perawatan ortodonti dengan pencabutan empat gigi premolar dianalisis makroestetik dengan melihat perubahan facial index, chin index, proporsi wajah, profil wajah dan jaringan lunak. Perbedaan sebelum dan setelah perawatan di uji dengan t-test (p<0.05). Hasil Penelitian: Semua pengukuran komponen makroestetik menunjukkan perubahan signifikan setelah perawatan dengan pencabutan gigi (p <0,05), kecuali pada chin index dan sepertiga wajah bawah. Simpulan: Hasil perawatan ortodonti pasien protrusif bimaksiler dengan empat ekstraksi premolar menunjukkan perubahan yang signifikan terutama retrusi jaringan lunak dan profil wajah.Item ANALISIS TIPE WAJAH PASIEN PASCA PENUTUPAN CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT DENGAN PASIEN NON CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT SEBELUM PERAWATAN ORTODONTI (Analisis Ricketts Indeks Vert)(2019-07-18) INDAH AYU LESTARI; H. Eky Setiawan; Ida Ayu Evangelina NurdiatiCelah bibir dan langit-langit merupakan malformasi kongenital yang paling sering terjadi pada rongga mulut. Proses rehabilitasi pasien celah bibir dan langit-langit dimulai dengan prosedur bedah yang dilakukan pada usia dini. Prosedur bedah meliputi penutupan celah pada bibir, palatum lunak dan keras. Prosedur bedah penutupan celah mengakibatkan adanya ketegangan bibir atas dan jaringan parut mempengaruhi pertumbuhan vertikal wajah. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif, yaitu mengukur perbedaan tipe wajah 22 pasien pasca bedah penutupan celah bibir dan langit-langit dengan 20 pasien non celah bibir dan langit-langit sebagai kelompok kontrol yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Kedua kelompok variabel belum dirawat ortodonti dan tipe wajah ditentukan dengan perhitungan Indeks Vert. Hasil penelitian menunjukkan seluruh pasien pada kelompok kontrol memiliki tipe wajah normal (mesofacial) dan pasien pasca bedah penutupan celah bibir dan langit-langit memiliki tipe wajah bervariasi: 2 severe dolicofacial, 3 dolicofacial, 6 light dolicofacial, 10 mesofacial dan 1 brachyfacial. Pengujian data dianalisis dengan menggunakan analisis paired t-test (p<0,0042) dan disimpulkan terdapat perbedaan signifikan tipe wajah pasien pasca penutupan celah bibir dan langit-langit dengan pasien non celah bibir dan langit-langit.Item BESAR PERUBAHAN PROFIL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS HOLDAWAY PADA KASUS PROTRUSI BIMAKSILAR YANG DIRAWAT DENGAN ALAT CEKAT STANDAR EDGEWISE(2014-10-15) EVELYN EUNIKE; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenTujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan perubahan profil jaringan lunak wajah pada kasus protrusi bimaksilar sebelum dan sesudah perawatan ortodonti dengan pencabutan empat gigi premolar menurut analisis Holdaway pada pasien orang Indonesia. Hasil pengukuran sesudah perawatan dibandingkan dengan nilai normal menurut Holdaway. Rontgen sefalometri dari 16 orang pasien (sebelum dan sesudah perawatan) dihitung dan dianalisis dengan uji t berpasangan dan uji wilcoxon. Selama perawatan, perubahan signifikan terjadi pada pengukuran jarak subnasal ke H-line, konveksitas skeletal, ketebalan bibir atas, kedalaman sulkus bibir bawah, dan jarak Li ke H-line. Hasil pengukuran sesudah perawatan yang memenuhi nilai normal menurut metode Holdaway adalah pengukuran sudut fasial jaringan lunak, kedalaman sulkus bibir atas, jarak subnasal ke H-line, H-angle, jarak Li ke H-line. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan nilai normal profil wajah berdasarkan metode Holdaway untuk kelompok ras tertentuItem EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI BAHAN STERILISASI CLEAR RETAINER YANG DIINDUKSI STREPTOCOCCUS MUTANS ATCC 25175 DIBANDING CHLORHEXIDINE (Penelitian Pendahuluan B(2019-07-18) FUCCY UTAMY SYAFITRI; Endah Mardiati; Avi LavianaLatar belakang : Perawatan ortodonti mempengaruhi ekosistem rongga mulut seperti peningkatan jumlah bakteri Streptococcus mutans. Clear retainer merupakan alat ortodonti yang perlu dilakukan sterilisasi sebelum digunakan kembali. Penggunaan tanaman herbal kemangi (Ocimum basilicum) dikembangkan menjadi alternatif bahan sterilisasi alami. Tujuan penelitian: Bertujuan untuk mengetahui zona hambat, konsentrasi hambat minimum (KHM), konsentrasi bunuh minimum (KBM), dan penghitungan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada clear retainer ortodonti yang telah disterilisasi dengan fraksi etil asetat daun kemangi dan Chlorhexidine. Bahan dan metode : Merupakan penelitian eksperimental, menggunakan fraksi etil asetat kemangi (Ocimum basilicum) 5% dan Chlorhexidine 2%. Zona hambat, KHM, KBM, dan penghitungan jumlah koloni bakteri pada clear retainer diuji setelah diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Hasil : Terdapat zona hambat, KHM, dan KBM fraksi etil asetat daun kemangi dan Chlorhexidine terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penurunan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada clear retainer yang telah disterilisasi dengan fraksi etil asetat kemangi dan Chlorhexidine. Kesimpulan : Fraksi etil asetat kemangi (Ocimum basilicum) terbukti memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans. Hasil penelitian ini dapat mendukung penggunaan tanaman herbal untuk dikembangkan menjadi alternatif bahan sterilisasi alamiItem EFEKTIVITAS FRAKSI METANOL DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI BAHAN STERILISASI HAWLEY RETAINER YANG DIINDUKSI STREPTOCOCCUS MUTANS ATCC 25175 DIBANDINGKAN CHLORHEXIDINE (Penelitian Pendahuluan B(2019-10-17) WIDI MARETHA WARDANA; Endah Mardiati; Ida Ayu Evangelina NurdiatiHawley retainer dapat digunakan selama 7 bulan untuk mencegah terjadinya relaps. Oral Hygine yang baik dibutuhkan untuk mencegah akumulasi Streptococcus mutans pada Hawley retainer. Daun kemangi (Ocimum basilicum) merupakan bahan alternatif herbal yang dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Penilitian terdahulu menunjukkan bahwa minyak atsiri daun kemangi memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans. Kandungan lain dari kemangi, fraksi metanol belum diuji untuk efektivitas kekuatan antibakteri terhadap Streptococcus mutans Tujuan: Mengetahui efektivitas antibakteri seperti zona hambat, Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM), dan penurunan jumlah koloni menggunakan metode Total Plate Count (TPC) fraksi metanol kemangi (Ocimum basilicum) terhadap Streptococcus mutans. Bahan dan Metode: Metode penelitian ini adalah eksperimental dengan pengambilan total sampling Hawley retainer yang diinduksi Streptococcus mutans ATCC 25175 dengan menguji efektivitas fraksi metanol dan chlorhexidine sebagai tes kontrol. Penelitian ini dilakukan dari Oktober 2018 - Mei 2019 di Laboratorium MIPA Unpad. Pengujian zona hambat dilakukan dengan metode difusi pada agar nutrien Mueller Hinton yang diolesi dengan cairan yang mengandung Streptococcus mutans ATCC 25175 kemudian dinilai pada paper disk. KHM diuji dengan metode dilusi, pengenceran dengan 12 konsentrasi yang berbeda setara dengan Mac Farland 0,5 (3x108 sel/ ml sampel). Cairan yang ditentukan sebagai KHM dikultur ulang dalam media agar tanpa penambahan uji bakteri dan diinkubasi selama 48 jam didefinisikan sebagai KBM. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel zona hambat memiliki rerata 9 mm, variabel KHM konsentrasi 3906.25 ppm, variabel KBM konsentrasi 7812 ppm, dan variabel penurunan jumlah koloni bakteri sekitar 50,73 %, sedangkan chlorhexidine 90,4 7% dengan p-value <0,05 dan interval kepercayaan 95%. Simpulan: Fraksi metanol kemangi memiliki efek antibakteri pada Streptococcus mutans ATCC 25175 dan penurunan jumlah koloni S.mutans yang disterilisasi menggunakan fraksi metanol lebih rendah dibandingkan chlorhexidine.Item EFEKTIVITAS FRAKSI N-HEKSANA DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI BAHAN STERILISASI ARCHWIRE YANG DIINDUKSI STREPTOCOCCUS MUTANS ATCC 25175 DIBANDINGKAN CHLORHEXIDINE (Penelitian Pendahuluan Bahan(2019-07-18) HERLINA SARI DEWI SYAWALUDDIN; H. Eky Setiawan; Endah MardiatiPendahuluan: Archwire merupakan komponen ortodonti cekat yang dapat digunakan kembali antar kunjungan oleh pasien yang sama, oleh karena itu archwire memerlukan sterilisasi sebelum diinsersikan kembali ke dalam rongga mulut pasien karena pada archwire ditemukan peningkatan jumlah Streptococcus mutans sebagai bakteri patogen penyebab utama terjadinya karies dan penyakit periodontal. Daun kemangi (Ocimum basilicum) merupakan tanaman herbal yang terbukti memiliki daya antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri. Penelitian ini menggunakan Streptococcus mutans ATCC 25175 yang identik dengan Streptococcus mutans yang banyak ditemukan pada archwire. Tujuan penelitian: Mengetahui daya antibakteri fraksi n-heksana daun kemangi dan chlorhexidine terhadap Streptococcus mutans ATCC 25175, dan mengetahui perbedaan penurunan jumlah koloni Streptococcus mutans ATCC 25175 pada archwire Cu-NiTi yang disterilisasi menggunakan fraksi n-heksana daun kemangi dibandingkan chlorhexidine. Bahan dan metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Fraksi n-heksana daun kemangi dan chlorhexidine diuji daya antibakteri dengan melihat zona hambat, KHM (Konsentrasi Hambat Minimum), KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum), dan penurunan jumlah koloni Streptococcus mutans ATCC 25175 pada archwire Cu-NiTi yang disterilisasi menggunakan fraksi n-heksana daun kemangi dan chlorhxidine. Hasil: Fraksi n-heksana daun kemangi dan chlorhexidine memiliki zona hambat, KHM, dan KBM terhadap Streptococcus mutans ATCC 25175. Penurunan jumlah koloni Streptococcus mutans ATCC 25175 pada archwire Cu-NiTi yang disterilisasi menggunakan fraksi n-heksana daun kemangi dengan chlorhexidine menunjukan hasil tidak signifikan. Simpulan: Fraksi n-heksana daun kemangi dan chlorhxidine memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans. Fraksi n-heksana daun kemangi memilki efektivitas sebagai bahan sterilisasi yang sama dengan chlorhexidineItem Efikasi Terapi Laser dan Terapi Ibuprofen Terhadap Rasa Nyeri Setelah Pemasangan Separator Elastomer pada Perawatan Ortodonti: Rapid Review(2020-10-12) REGINA YOSEPHINE SIMARMATA; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Pemasangan separator merupakan tahap awal yang dilakukan dalam perawatan ortodonti, yang bertujuan untuk memperoleh ruang antar gigi sebelum penempatan band. Prosedur ini dapat menimbulkan rasa nyeri pada pasien. Penanganan nyeri setelah pemasangan separator dapat dilakukan melalui pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Tujuan rapid review ini adalah untuk mengetahui efikasi terapi laser dan efikasi ibuprofen terhadap rasa nyeri setelah pemasangan separator elastomer pada perawatan ortodonti. Bahan dan Metode: Pencarian artikel dilakukan melalui mesin pencarian PubMed, Google Scholar, ScienceDirect, Science.gov, Cochrane Library, dan The Angle Orthodontist dengan kata kunci “VAS”, “pain”, “orthodontic”, dan “separator”. Risiko subjektivitas dinilai menggunakan Cochrane’s risk of bias. Kekuatan rekomendasi untuk praktik klinis dinilai menggunakan Strength of Recommendation Taxonomy (SORT). Hasil: Sebanyak sepuluh artikel dicakup dalam penelaahan ini, empat artikel memberikan intervensi terapi laser dan enam artikel memberikan intervensi ibuprofen. Hasil penilaian kualitas bukti menggunakan panduan Strength of Recommendation Taxonomy (SORT) yaitu intervensi terapi laser memiliki satu artikel berkualitas baik dan tiga artikel berkualitas terbatas, sedangkan terapi ibuprofen memiliki dua artikel berkualitas baik dan empat artikel berkualitas terbatas. Simpulan: Efikasi terapi laser dan efikasi terapi ibuprofen terhadap rasa nyeri setelah pemasangan separator pada perawatan ortodonti adalah baik, dengan kekuatan rekomendasi klinis terapi ibuprofen lebih baik dari terapi laser.Item EVALUASI HUBUNGAN PERUBAHAN SUDUT I-NA DENGAN TINGGI PUNCAK TULANG ALVEOLAR EMPAT GIGI INSISIF RAHANG ATAS SESUDAH PERAWATAN ORTODONTI PADA KASUS RETRAKSI EMPAT GIGI ANTERIOR(2021-07-14) RIRI FEBRINA; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan : Perawatan ortodonti cekat dengan retraksi gigi anterior rahang atas dapat menyebabkan penurunan tinggi puncak tulang alveolar. Besarnya retraksi empat gigi insisif rahang atas dapat dinilai dengan mengukur sudut I-NA. Kaitan antara besarnya retraksi dengan perubahan tinggi puncak tulang alveolar perlu dievaluasi. Metode : Metode penelitian ini adalah penelitian analitik komparatif yang melihat hubungan antara perubahan sudut I-NA dengan tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior. Sampel pada penelitian ini berjumlah 38 sampel. Pengukuran tinggi puncak tulang alveolar dilakukan pada gambaran radiografi panoramik digital dengan menggunakan software Image J dan plugin dari Preus. Perubahan sudut I-NA didapatkan dari analisis sefalometri metode Steiner pada rekam medik. Hasil : Hasil analisis t-test berpasangan memperlihatkan bahwa tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior mengalami perubahan signifikan (p0,05). Simpulan : Tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas mengalami penurunan yang signifikan sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior. Perubahan sudut I-NA tidak berhubungan tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas.Item EVALUASI HUBUNGAN RETRAKSI GIGI ANTERIOR DENGAN PERUBAHAN POSISI BIBIR PADA KASUS PROTRUSI BIMAKSILAR DENTAL(2018-07-10) CASSASIONA DIANDRA; Endah Mardiati; Ida Ayu Evangelina NurdiatiPendahuluan : Profil jaringan lunak yang cembung seringkali menjadi alasan utama untuk pasien untuk melakukan perawatan ortodonti. Prediksi perubahan profil jaringan lunak yang akan dihasilkan setelah perawatan sangat penting untuk diketahui oleh ortodontis dan pasien. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan retraksi gigi anterior dengan posisi bibir pada kasus protrusi bimaksilar dental dengan pencabutan empat gigi premolar pertama menggunakan alat cekat standar edgewise Bahan dan Metode: Penelitian ini bersifat korelasional. Empat puluh foto sefalometri lateral pasien protrusi bimaksilar dental sebelum dan setelah perawatan dengan pencabutan empat gigi premolar pertama ditracing, diukur dan dilakukan analisis statistik dengan uji korelasi Pearson dan regresi linier (p-value < 0,05). Hasil : Uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan positif signifikan antara perubahan gigi insisif maksila dengan perubahan bibir atas (r = 0.876, p-value < 0,01), dan perubahan gigi insisif mandibula dengan perubahan posisi bibir bawah (r = 0,826, p-value < 0,01). Analisis regresi linear menyatakan bahwa setiap retraksi 1mm insisif maksila akan menghasilkan 0.55 mm retraksi bibir atas, dan 1mm retraksi insisif mandibular akan menghasilkan 0.93 mm retraksi bibir bawah. Simpulan: Retraksi gigi anterior berhubungan kuat dengan perubahan posisi bibir dan menghasilkan profil jaringan lunak yang lebih baik pada pasien dengan protrusi bimaksilar dental.Item Evaluasi Resorpsi Akar Apikal Eksternal Gigi Insisif Rahang Atas Sesudah Perawatan Ortodonti pada Kasus Ekstraksi dan Non Ekstraksi Maloklusi Kelas I(2021-07-14) KHAIRIYAH ULFAH; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; ElihPendahuluan: Resorpsi akar apikal eksternal merupakan salah satu efek iatrogenik yang tidak diinginkan dan tidak dapat dihindarkan pada perawatan ortodonti. Resorpsi ini merupakan kerusakan non infeksius dan asimtomatik dimana terjadi pemendekan apikal akar gigi karena kehilangan permanen sementum dan atau dentin. Etiologi kondisi ini bersifat kompleks dan multifaktorial, yang merupakan kombinasi dari variabilitas biologi individu dan faktor mekanis perawatan, salah satunya adalah tindakan ekstraksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi resorpsi akar apikal eksternal pada gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti kasus ekstraksi dan non ekstraksi maloklusi kelas I. Metode: Penelitian ini berupa deskriptif analitik komparatif. Sampel penelitian adalah radiografi panoramik pasien sebelum dan sesudah perawatan ortodonti sebanyak 52 sampel yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kasus ekstraksi 20 sampel dan non ekstraksi 32 sampel. Resorpsi akar apikal eksternal diukur dari selisih rasio panjang akar mahkota gigi insisif rahang atas sebelum dan sesudah perawatan ortodonti menggunakan software ImageJ. Analisis data diuji dengan menggunakan ¬t-test. Hasil: Perubahaan rasio panjang akar mahkota gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kelompok ekstraksi maupun non ekstraksi menunjukkan perbedaan yang bermakna (p-value 0,05). Simpulan: Terdapat resorpsi akar apikal eksternal yang bermakna pada gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti maloklusi kelas I baik pada kasus non ekstraksi maupun ekstraksi. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada resorpsi akar apikal eksternal gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti di antara kasus ekstraksi dan non ekstraksi maloklusi kelas I.Item Hubungan Antara Gigitan Terbuka Anterior Dengan Gejala Kelainan Sendi Temporomandibula Pada pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG UNPAD(2014-10-15) ASTRID REGINA SALINDEHO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGigitan terbuka anterior merupakan tipe maloklusi yang sering terjadi pada pasien dengan kelainan sendi temporomandibula. Gejala yang ditimbulkan biasanya lebih dari satu, antara lain bunyi sendi ketika membuka atau menutup mulut yang dapat disertai dengan rasa nyeri dan keterbatasan pembukaan mulut. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara gigitan terbuka anterior ≤ 4 mm dan > 4 mm dengan gejala sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi dan keterbatasan pembukaan mulut. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara gigitan terbuka anterior ≤ 4 mm dan > 4 mm dengan gejala kelainan sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi dan keterbatasan pembukaan mulut. Uji statistik yang digunakan untuk penelitian ini adalah dengan menghitung koefisien korelasi rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara gigitan terbuka anterior ≤ 4 mm dengan gejala kelainan sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi dan keterbatasan pembukaan mulut; tidak terdapat hubungan yang bermakna antara gigitan terbuka anterior > 4 mm dengan gejala kelainan sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi dan keterbatasan pembukaan mulut . Simpulan yaitu gejala sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi dan keterbatasan pembukaan mulut tidak berhubungan gigitan terbuka anterior ≤ 4 mm; gejala sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi dan keterbatasan pembukaan mulut tidak berhubungan gigitan terbuka anterior > 4 mm.Item Hubungan Antara Maloklusi Gigitan Silang Posterior Unilateral dan Bilateral Dengan Gejala Kelainan Sendi Temporomandibula Pada Pasien di Klinik Spesialis Ortodonti(2014-10-15) MARTHIN MAHA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSendi temporomandibula adalah sendi yang kompleks pada tubuh manusia karena dapat bergerak ke berbagai arah dengan melibatkan banyak struktur. Kelainan sendi temporomandibula merupakan kumpulan gejala atau simptom dari kelainan yang berhubungan dengan otot-otot pengunyahan, sendi temporomandibula atau struktur orofasial lain. Kelainan sendi temporomandibula dapat dihubungkan dengan berbagai keadaan seperti artritis, stres, masalah emosi, struktur malrelasi, trauma kranial, dan maloklusi. Gejala kelainan sendi temporomandibula dapat ditemukan pada beberapa tipe maloklusi tertentu, seperti overjet lebih dari 6 mm, overbite yang traumatik, gigi impaksi, maloklusi kelas II, gigitan dalam, gigitan terbuka, kehilangan 5 atau lebih gigi posterior dan gigitan silang posterior. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan rancangan cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gigitan silang posterior unilateral dan bilateral dengan gejala kelainan sendi temporomandibula berupa kliking, krepitasi, popping, nilai pembukaan mulut, nyeri sendi temporomandibula, nyeri otot pengunyahan dan nyeri kepala. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien di klinik Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung dengan maloklusi gigitan silang posterior unilateral 20 orang dan bilateral 16 orang. Terhadap semua pasien dilakukan pemeriksaan klinis berupa palpasi, auskultasi dan analisis fungsi. Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi-Square dan Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara maloklusi gigitan silang posterior unilateral dengan gejala kelainan sendi temporomandibula. Simpulan dari penelitian ini bahwa terdapat hubungan antara maloklusi gigitan silang posterior unilateral dengan gejala kelainan sendi temporomandibula berupa kliking.Item HUBUNGAN ANTARA TINGKAT MOTIVASI DAN TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN IOTN PADA PRAJURIT TNI AU(2018-07-10) PRIATNA GUMILAR; Isnaniah Malik; Avi LavianaPendahuluan : Seorang prajurit TNI Angkatan Udara harus memiliki kondisi gigi yang baik dan memenuhi persyaratan termasuk kondisi maloklusi, namun dalam perjalanannya ada beberapa prajurit yang melakukan perawatan ortodonti di Fasilitas Kesehatan milik TNI AU. Berdasarkan fenomena di atas, menarik untuk meneliti hubungan antara tingkat motivasi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) pada prajurit TNI AU. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara tingkat motivasi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodontik berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) pada prajurit TNI AU. Metode : Penelitian ini berupa survei dengan pendekatan analisis korelasional. Teknik sampling yang digunakan concecutive sampling yaitu dengan mengambil sampel berdasarkan urutan kedatangan ke Fasilitas Kesehatan milik TNI AU sebagai sumber data yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pengukuran motivasi pasien dengan menggunakan kuesioner alat ukur motivasi dari Thahar (1998), dengan modifikasi yang terdiri dari 22 pertanyaan. Pengukuran tingkat kebutuhan pasien dilakukan dengan menggunakan Aesthetic Component dan Dental Health Component dari IOTN Hasil : Hasil analisis antara Dental Health Component, Aesthetic Component dan Motivasi, terdapat motivasi yang tinggi sebesar 22,5% serta terdapat hubungan dengan besarnya keterkaitan yaitu W = 0,511 atau sebesar 51,1% yang bersifat signifikan secara statistik (p-value = 1.33E-09<0,05). Simpulan : Terdapat motivasi untuk melakukan perawatan ortodonti dengan nilai motivasi yang tinggi sebesar 22,5% dan motivasi sedang sebesar 67,5%. Hanya 10% dari total jumlah responden yang memiliki motivasi rendah. Terdapat hubungan yang cukup signifikan secara statistik (p-value = 1.33E-09<0,05) antara motivasi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti bagi para prajurit TNI AU.Item Hubungan Jarak Retraksi Gigi Insisif Rahang Atas menggunakan T-Loop Stainless Steel dengan Perubahan Tinggi Puncak Tulang Alveolar(2018-07-10) VANIA RANTE MADETHEN; Endah Mardiati; Avi LavianaABSTRAK Pendahuluan: Perubahan tinggi puncak tulang alveolar saat gigi digerakkan dengan alat ortodonti dipengaruhi oleh besar gaya, retensi plak gigi, jenis dan besar pergerakan gigi. Resorpsi yang besar dari tulang alveolar setelah perawatan ortodonti harus dihindarkan. Tujuan penelitian : Untuk menguji hubungan antara jarak retraksi gigi insisif rahang atas menggunakan T-loop stainless steel dengan perubahan tinggi puncak tulang alveolar. Metode : Jenis penelitian ini adalah observasional analitik korelasi. Sampel sebanyak 30 buah radiograf panoramik dan radiograf sefalometri dari pasien sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Pengukuran jarak retraksi gigi insisif anterior dan pengukuran tinggi puncak tulang alveolar dilakukan menggunakan Software EzPax-Plus (PaX-400), kemudian data dianalisis dengan uji t-student (p,05 (tidak bermakna). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara jarak retraksi gigi insisif rahang atas menggunakan T-loop stainless steel dengan tinggi puncak tulang alveolar sebelum dan sesudah perawatan ortodonti.Item HUBUNGAN KARIES INTERPROKSIMAL GIGI MOLAR KEDUA SULUNG RAHANG BAWAH DENGAN MESIAL DRIFTING GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG(2016-10-17) SHERLY MARGARETHA GOSAL; Bergman Thahar; H. Eky SetiawanGigi molar kedua sulung adalah gigi yang terakhir tumbuh dalam periode gigi sulung. Karies paling banyak terjadi pada gigi molar kedua sulung rahang bawah dan karies pada daerah interproksimal gigi dapat menyebabkan mesial drifting gigi molar pertama permanen. Pergerakan gigi molar pertama permanen ke mesial bergantung pada kondisi ruangan yang ada, arah erupsi gigi dan waktu. Desain penelitian ini adalah cross sectional yang bersifat observasional analitik dengan pendekatan uji korelasi untuk mengetahui hubungan karies interproksimal gigi molar kedua sulung rahang bawah dengan mesial drifting gigi molar pertama permanen rahang bawah pada siswa sekolah dasar di Kota Bandung. Sampel penelitian ini adalah siswa dan siswi yang menduduki sekolah dasar di kota Bandung tahun ajaran 2015-2016 yang diambil dengan cara stratified cluster random sampling. Hasil analisis chi-square menunjukan terdapat hubungan karies interproksimal gigi molar kedua sulung rahang bawah dengan mesial drifting gigi molar pertama permanen rahang bawah. Hasil analisis chi-square juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara mesial drifting gigi molar pertama permanen rahang bawah dengan jenis kelamin. Simpulan, karies interproksimal gigi molar kedua sulung rahang bawah mempengaruhi terjadinya mesial drifting gigi molar pertama permanen rahang bawah sehingga dibutuhkan penambalan gigi sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kehilangan lengkung rahang akibat mesial drifting. Karies dan mesial drifting tidak dipengaruhi oleh jenis kelaminItem HUBUNGAN MESIAL DRIFTING GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH DENGAN MALOKLUSI GIGI POSTERIOR RAHANG BAWAH PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDUNG(2016-10-17) POETRY TESTYA; Endah Mardiati; H. Eky SetiawanGigi molar pertama permanen adalah gigi permanen yang pertama tumbuh dalam masa pertumbuhan perkembangan. Kondisi gigi ini dapat mempengaruhi oklusi dan secara spesifik mempengaruhi gigi di sekitarnya. Karies molar kedua sulung banyak terjadi pada rahang bawah dan menyebabkan mesial drifting gigi molar pertama permanen banyak terjadi pada rahang bawah. Maloklusi yang dapat terjadi akibat mesial drifting gigi molar pertama permanen adalah berupa berbagai variasi malposisi gigi premolar. Desain penelitian ini adalah cross sectional yang bersifat observasional analitik dengan pendekatan uji korelasi untuk mengetahui hubungan mesial drifting gigi molar pertama permanen rahang bawah dengan maloklusi gigi posterior rahang bawah pada siswa sekolah menengah pertama di kota Bandung. Sampel penelitian ini adalah siswa dan siswi yang menduduki sekolah menegah pertama di kota Bandung tahun ajaran 2015-2016 yang diambil dengan cara stratified cluster random sampling. Hasil analisis chi square menunjukan terdapat hubungan mesial drifting gigi molar pertama permanen rahang bawah dengan malposisi gigi premolar kedua dan premolar pertama rahang bawah, namun kekuatan hubungan terlihat lebih kuat pada gigi premolar kedua pada setiap sisi rahang bawah. Nilai OR lebih besar pada premolar kedua rahang bawah menunjukkan peluang terjadinya malposisi gigi premolar kedua lebih besar daripada premolar pertama. Hasil analisis deskriptif menggambarkan karakteristik malposisi gigi premolar rahang bawah yang paling banyak adalah rotasi gigi, baik pada sisi kanan maupun sisi kiri. Simpulan, mesial drifting gigi molar pertama permanen mempengaruhi terjadinya malposisi pada kedua gigi premolar terutama gigi premolar kedua sehingga dibutuhkan perhatian lebih dalam merencanakan perawatan ortodonti preventif maupun interseptif seperti penambalan gigi molar sulung yang karies, penggunaan space maintainer maupun space regainer untuk mencegah terjadinya maloklusi gigi posterior.Item HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) DENGAN GEJALA GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA(2014-10-16) MARGARET MYRA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenDalam sistem stomatognatik, fungsi fisiologis pergerakan rahang ditunjang oleh keharmonisan oklusi gigi. Adanya kelainan oklusi atau maloklusi akan mengganggu keharmonisan sistem stomatognatik yang akan menimbulkan berbagai efek samping seperti gangguan pada sendi temporomandibula dan nyeri kepala. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tingkat keparahan maloklusi berhubungan dengan gejala gangguan sendi temporomandibula. Penelitian ini adalah analitik korelasional dengan desain penelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode consecutive sampling, adalah 36 orang laki-laki atau perempuan dengan gigi permanen yang telah erupsi lengkap dan menderita maloklusi kelas I, kelas II, atau kelas III menurut kalsifikasi Angle dan belum pernah menerima perawatan ortodonti sebelumnya. Pada penelitian ini, sampel diminta mengisi kuesioner Anamnesis Index metode Fonseca untuk menilai gejala subjektif gangguan pada sendi temporomandibula, dan dilakukan pemeriksaan klinis sendi temporomandibula menurut kriteria Dysfunction Index metode Helkimo, dan pengukuran tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity, Outcome, And Need (ICON). Hasil penelitian tingkat keparahan maloklusi dengan gejala gangguan sendi temporomandibula secara subjektif menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji analisis statistik Rank Spearman diperoleh nilai p sebesar 0,488, sedangkan nilai p dianggap bermakna apabila kurang dari 0,05 sehingga tidak terdapat hubungan yang bermakna. Pada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan gangguan sendi temporomandibula secara objektif diperoleh nilai p sebesar 0,722 sehingga hasil dianggap tidak bermakna. Simpulan dari penelitian ini bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan gejala klinis gangguan sendi temporomadibula.Item HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN SETELAH PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN MODIFIKASI KUESIONER BOS DENGAN JARAK I KE NA DAN I KE NB SEBELUM DAN SETELAH PERAWATAN ORTODONTI(2017-02-02) ANTONIUS; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Perawatan ortodonti pada kasus protrusi dental bimaxillary dengan pencabutan empat gigi premolar pertama dan retraksi gigi anterior akan mengurangi kecembungan profil fasial, protrusi bibir, perubahan jarak I ke NA dan I ke NB, dan perubahan proporsi antara jaringan lunak dan keras wajah. Perubahan profil wajah secara nyata memberikan dampak psikologis yang baik terhadap pasien. Tujuan penelitian : Tujuan penelitian adalah melihat hubungan tingkat kepuasan pasien dengan selisih jarak I ke NA dan I ke NB pada pasien protrusi dental bimaxillary setelah perawatan ortodonti dengan pencabutan empat gigi premolar pertama berdasarkan modifikasi kuesioner Bos yang dirawat menggunakan alat ortodonti cekat Standar Edgewise di klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad. Metode: Penelitian menggunakan survei analitik dengan rancangan cross sectional yang dilakukan pada waktu yang bersamaan. Pengambilan data pada penelitian bersifat primer dan teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Data skala Likert yang diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan, dicatat dan dianalisis menggunakan Gap Analysis. Hasil: Terdapat hubungan tingkat kepuasan pasien dengan selisih jarak I ke NA dan I ke NB pada pasien protrusi dental bimaxillary setelah perawatan ortodonti dengan pencabutan empat gigi premolar pertama berdasarkan modifikasi kuesioner Bos yang dirawat menggunakan alat ortodonti cekat Standar Edgewise di klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad. Pengurangan jarak I ke NA sebesar < -4,3 mm adalah tingkatan kurang puas yang dirasakan pasien sedangkan pengurangan jarak I ke NA sebesar ≥ -4,3 mm adalah tingkatan sangat puas yang dirasakan pasien. Simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan selisih jarak I ke NA mempengaruhi tingkat kepuasan pasien setelah perawatan ortodonti berdasarkan modifikasi kuesioner Bos pada kasus protrusi dental bimaxillary dengan pencabutan empat gigi premolar pertama menggunakan alat cekat Standar Edgewise di klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad. Kata kunci: kepuasan, kuesioner Bos, protrusi bimaxillary, selisih jarak I ke NA dan I ke NBItem HUBUNGAN TINGKAT PREVALENSI MALOKLUSI PASIEN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI UNPAD DARI TAHUN 2002 -2012 DAN LAMA WAKTU PERAWATAN ORTODONTI(2013-01-17) ANISSA OLIVIA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPrevalensi maloklusi sangat berhubungan dengan penilaian kebutuhan perawatan ortodonti, dimana masyarakat peduli terhadap lama waktu perawatan yang diperlukan. Apakah prevalensi maloklusi dan lama waktu perawatan dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Angle, skeletal dan dentoskeletal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi maloklusi pasien ortodonti di Klinik PPDGS Ortodonti Universitas Padjadjaran dari tahun 2002-2012 dengan menggunakan klasifikasi Angle, skeletal dan dentoskeletal serta mengetahui lama waktu perawatannya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan analitik komparatif, melibatkan dari 590 populasi diperoleh 361 sampel yang terdiri dari 65 laki-laki dan 296 perempuan yang telah selesai dirawat ortodonti di Klinik PPDGS Ortodonti FKG UNPAD dengan alat cekat. Klasifikasi maloklusi ditentukan dari catatan rekam medis, foro sefalometri, foto intra oral dan model studi pasien. Lama perawatan dimulai dari pemasangan breket sampai dengan debonding. Analisis statistik ANOVA yang digunakan untuk melihat perbedaan lama waktu perawatan pada maloklusi dentoskeletal dan dental menunjukan perbedaan yang bermakna dengan p-value <0,05. Simpulan penelitian ini adalah prevalensi maloklusi di klinik PPDGS Ortodonti FKG UNPAD, yang paling tinggi persentasenya pada klasifikasi Angle, skeletal dan dentoskeletal adalah maloklusi kelas I. Untuk lama waktu perawatan tertinggi pada maloklusi dentoskeletal adalah pada skeletal kelas I dental kelas II dan pada klasifikasi Angle yang tertinggi pada kelas I tipe 1,2,3,4,5.