Ortodonsia (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Preferensi Ortodontis di Kota Bandung terhadap Prosedur Retraksi Gigi Anterior pada Perawatan Ortodonti (Penggunaan Temporary Anchorage Devices, Teknik Konvensional)(2023-01-04) GRACE AUDREY WIDIYANTI; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Endah MardiatiPendahuluan: Beberapa teknik retraksi gigi anterior digunakan dalam perawatan ortodonti. Retraksi dua tahap dan retraksi en masse adalah dua teknik yang paling sering digunakan. Kontrol penjangkaran menentukan keberhasilan perawatan ortodontik. Metode tambahan penjangkaran dapat menggunakan berbagai alat seperti: transpalatal arch, headgear, elastik intermaksila, atau melibatkan gigi molar kedua. Temporary anchorage devices (TAD) merupakan metode alternatif untuk kontrol penjangkaran. Pilihan salah satu dari teknik retraksi bergantung pada pengetahuan, pengalaman dan preferensi ortodontis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui preferensi ortodontis di kota Bandung terhadap prosedur retraksi gigi anterior. Metode: Survey cross sectional dilakukan dengan menyebarkan link Google Form berisi informed consent dan kuesioner yang terdiri dari 27 pertanyaan ke ortodontis di kota Bandung yang dipilih secara acak, kemudian dianalisis statistik secara deskriptif. Hasil: Penelitian melibatkan 41 ortodontis di kota Bandung. Teknik retraksi dua tahap menjadi preferensi ortodontis di kota Bandung saat melakukan retraksi gigi anterior baik pada rahang atas dan rahang bawah dengan perbedaan yang cukup signifikan. Penggunaan TAD masih belum terlalu populer tetapi retraksi en masse satu tahap dengan TAD dianggap sebagai teknik retraksi yang paling jarang menyebabkan kehilangan penjangkaran dan paling efektif dalam efisiensi waktu oleh ortodontis di kota Bandung. Simpulan: Teknik retraksi gigi anterior pada rahang atas dan rahang bawah yang menjadi preferensi ortodontis di kota Bandung adalah retraksi dua tahap, diikuti oleh retraksi en masse satu tahap tanpa TAD dan retraksi en masse satu tahap dengan TAD.Item TINGKAT AKURASI PEMASANGAN BREKET DENGAN METODE INDIRECT BONDING (Penelitian In-Vitro)(2023-01-04) ASTRI NARISWARI; Elih; Ida Ayu Evangelina NurdiatiPendahuluan: Teknik penempatan breket dengan indirect bonding (IDB) merupakan alternatif dari metode konvensional yang presisi dan waktu yang efisien. Modifikasi teknik indirect bonding berasal dari perbedaan bahan yang digunakan untuk menempatkan breket pada model kerja, bahan yang digunakan dalam pembuatan transfer tray, jenis adesif, dan apakah tray seluruhnya atau tersegmentasi. Polyvinyl siloxane (PVS) heavy body clear adalah bahan alternatif transfer tray yang memungkinkan untuk penggunaan sistem adesif light-cured. Modifikasi teknik indirect bonding ini dapat dilakukan langsung oleh klinisi karena tidak memerlukan prosedur laboratorium yang rumit sehingga menghemat waktu dan lebih murah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat akurasi pemasangan breket dengan teknik indirect bonding menggunakan tray PVS heavy body clear. Metode: Tiga pasang model kerja dengan crowding kelas 1 (ALD=4 mm) dibuat kemudian breket ditempatkan dengan menggunakan pita perekat dua sisi. Tray dibuat dan di segmentasi lalu breket ditransfer ke model pasien. Posisi braket diukur sebelum dan sesudah transfer dengan ADOBE photoshop. Keakurasian diukur pada tiga arah: vertikal, horizontal dan angulasi. Hasil: Perubahan posisi breket tidak signifikan secara statistik, yang mengindikasikan posisi braket setelah transfer dalam batas yang diterima kecuali pada kelompok anterior kiri bawah dalam arah vertikal dan angulasi. Simpulan: Teknik indirect bonding menggunakan tray PVS heavy body clear dapat mentransfer breket dari model kerja ke model pasien secara akurat kecuali pada gigi anterior bawah dalam arah vertikal dan angulasi.Item Perbedaan sebelum dan sesudah perawatan maloklusi kelas i protrusif bimaksiler dengan pencabutan empat gigi premolar pertama rahang atas dan bawah menggunakan analisis sefalometri McNamara(2021-07-16) EKO POETRANTO SOEGIHARTO; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Protrusif bimaksiler mempunyai karakteristik profil konveks, relasi molar kelas 1, insisif rahang atas dan bawah protrusif. Ekstraksi empat gigi premolar rahang atas dan bawah menjadi opsi perawatan, karena dapat merubah profil wajah dan jaringan lunak. Evaluasi perawatan dapat dilakukan dengan analisis, salah satunya metode McNamara. Tujuan penelitian mengukur perbedaan sebelum dan sesudah perawatan maloklusi kelas I protusif bimaksiler disertai pencabutan empat premolar rahang di Klinik PPDGS Ortodonti FKG UNPAD dengan analisis McNamara. Metode: Penelitian bersifat deskriptif analitik komparatif. Sampel berupa sefalogram lateral sebelum dan sesudah perawatan sebanyak 15 pasien maloklusi kelas I protrusif bimaksiler yang telah menyelesaikan perawatan, diambil dengan metode purposive sampling, diolah dan dianalisis dengan t-test berpasangan. Hasil: Variabel cant bibir atas (p=0,0412 0,05), titik A terhadap N perpendicular (p=0,2717 > 0,05), condylion ke titik A (p=0,2416 > 0,05), condylion ke gnation (p=0,2011 > 0,05), LAFH (p=0,4626 > 0,05), facial axis angle (p=0,2238 > 0,05) dan pogonion ke N perpendicular (p=0,1789 > 0,05). Kesimpulan: Terdapat perbedaan signifikan sebagian sebelum dan sesudah perawatan protrusif bimaksiler pada beberapa variabel seperti: cant bibir atas, sudut bidang mandibula, jarak insisif RA ke titik A, jarak insisif RB ke APog. Perhitungan sudut nasolabial, titik A terhadap N perpendicular, condylion ke titik A, condylion ke gnation, facial axis angle, pogonion ke N perpendicular menunjukkan hasil tidak signifikan.Item PERBANDINGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP HASIL PERAWATAN ORTODONTI EKSTRAKSI DAN NON EKSTRAKSI (Berdasarkan Modifikasi Kuesioner Bos)(2021-07-14) HARRIS PRAMONO WARDOJO; Endah Mardiati; Ida Ayu Evangelina NurdiatiPendahuluan : Tingginya permintaan untuk suatu perawatan maloklusi beberapa dekade ini terus meningkat. Perawatan ortodonti menggunakan alat cekat merupakan perawatan yang paling diminati oleh pasien-pasien saat ini. Selain bertujuan merapikan susunan gigi, perubahan dari profil wajah agar menjadi lebih baik merupakan alasan utama pasien mencari perawatan ortodonti. Perawatan non ekstraksi tidak akan terlalu mengubah profil pasien, sedangkan perawatan dengan mekanika ekstraksi akan mengubah profil pasien secara lebih signifikan. Tujuan penelitian ini untuk mengukur tingkat kepuasan pasien sebagai indikator keberhasilan perawatan menggunakan metode Bos. Metode : Metode penelitian ini adalah komparatif deskriptif, yaitu membandingkan tingkat kepuasan kelompok pasien dengan perawatan ortodonti ekstraksi dibandingkan dengan kelompok non ekstraksi. Sampel berjumlah 60 subjek maloklusi skeletal kelas I, II, III yang terbagi atas 30 subjek ekstraksi dan 30 subjek non ekstraksi. Masing-masing subjek diberikan kuesioner Bos dalam Bahasa Indonesia yang telah dimodifikasi dan telah diuji validitas dan realibilitasnya. Kuesioner Bos modifikasi terdiri dari 22 pernyataan yang terbagi atas 3 subskala yaitu perubahan dentofasial (9 pernyataan), perubahan psikososial (9 pernyataan), dan fungsi dental (4 pernyataan). Hasil : Perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan analisis Mann Whitney antara kelompok ekstraksi dengan non ekstraksi pada seluruh sampel didapatkan nilai p = 0,1318; kelompok ekstraksi kasus borderline dengan non ekstraksi kasus borderline didapatkan nilai p = 0,4860; kelompok ekstraksi kasus severe dengan non ekstraksi kasus borderline didapatkan nilai p = 0,1203; kelompok kelas I skeletal ekstraksi dengan non ekstraksi didapatkan nilai p = 0,2838. Simpulan : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan pasien kelompok ekstraksi dibandingkan dengan kelompok non ekstraksi, namun kelompok ekstraksi memiliki skor tingkat kepuasan yang lebih tinggiItem PERBEDAAN SEBELUM DAN SESUDAH PERAWATAN ORTODONTI KOMPROMI MALOKLUSI SKELETAL KELAS II DIVISI I BERDASARKAN ANALISIS McNAMARA(2017) DIANDRA AUDYLA MIRANTI; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Endah MardiatiPerbedaan Sebelum Dan Sesudah Perawatan Ortodonti Kompromi Maloklusi Skeletal Kelas II Divisi 1 Berdasarkan Analisis Sefalometri McNamara Diandra Audyla Miranti – 160321170009 ABSTRAK Pendahuluan: Perawatan maloklusi kelas II divisi 1 dibagi menjadi tiga, yaitu modifikasi pertumbuhan, perawatan kompromi, dan bedah ortognati. Evaluasi hasil perawatan ortodonti kompromi maloklusi skeletal kelas II divisi 1, dilakukan dengan analisis sefalometri salah satunya adalah analisis McNamara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur perbedaan sebelum dan sesudah perawatan kompromi maloklusi kelas II divisi 1 menggunakan analisis sefalometri McNamara. Metode: Penelitian bersifat deskriptif analitik komparatif. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, diperoleh 11 sampel. Hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan t-test. Hasil: Terdapat perbedaan signifikan pada jaringan lunak yaitu sudut nasolabial, cant bibir atas, dan hubungan insisif rahang atas terhadap titik A-Pog (p0,05). Simpulan: Perawatan ortodonti kompromi pada maloklusi skeletal kelas II divisi 1 menghasilkan perubahan pada sudut nasolabial, cant bibir atas, dan jarak insisif terhadap titik A. Titik A ke N perpendicular, condylion ke titik A, condylion ke titik gnation, LAFH, mandibular plane angle, facial axis angle, jarak pogonion ke N perpendicular, dan jarak gigi insisif rahang bawah ke titik A-Pog tidak mengalami perubahan. Kata Kunci: maloklusi skeletal kelas II divisi 1, perawatan ortodonti kompromi, analisis sefalometri McNamara.Item Evaluasi Resorpsi Akar Apikal Eksternal Gigi Insisif Rahang Atas Sesudah Perawatan Ortodonti pada Kasus Ekstraksi dan Non Ekstraksi Maloklusi Kelas I(2021-07-14) KHAIRIYAH ULFAH; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; ElihPendahuluan: Resorpsi akar apikal eksternal merupakan salah satu efek iatrogenik yang tidak diinginkan dan tidak dapat dihindarkan pada perawatan ortodonti. Resorpsi ini merupakan kerusakan non infeksius dan asimtomatik dimana terjadi pemendekan apikal akar gigi karena kehilangan permanen sementum dan atau dentin. Etiologi kondisi ini bersifat kompleks dan multifaktorial, yang merupakan kombinasi dari variabilitas biologi individu dan faktor mekanis perawatan, salah satunya adalah tindakan ekstraksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi resorpsi akar apikal eksternal pada gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti kasus ekstraksi dan non ekstraksi maloklusi kelas I. Metode: Penelitian ini berupa deskriptif analitik komparatif. Sampel penelitian adalah radiografi panoramik pasien sebelum dan sesudah perawatan ortodonti sebanyak 52 sampel yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kasus ekstraksi 20 sampel dan non ekstraksi 32 sampel. Resorpsi akar apikal eksternal diukur dari selisih rasio panjang akar mahkota gigi insisif rahang atas sebelum dan sesudah perawatan ortodonti menggunakan software ImageJ. Analisis data diuji dengan menggunakan ¬t-test. Hasil: Perubahaan rasio panjang akar mahkota gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kelompok ekstraksi maupun non ekstraksi menunjukkan perbedaan yang bermakna (p-value 0,05). Simpulan: Terdapat resorpsi akar apikal eksternal yang bermakna pada gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti maloklusi kelas I baik pada kasus non ekstraksi maupun ekstraksi. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada resorpsi akar apikal eksternal gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti di antara kasus ekstraksi dan non ekstraksi maloklusi kelas I.Item PERBEDAAN ESTHETIC LINE (E-LINE) METODE RICKETTS PADA PASIEN MALOKLUSI SKELETAL KELAS III SEBELUM DAN SETELAH PERAWATAN BEDAH ORTOGNATI(2021-07-14) AZMIL HADI; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Endah MardiatiABSTRAK Pendahuluan : Maloklusi skeletal kelas III merupakan kelainan dentoskeletal yang kompleks dan dianggap salah satu kasus maloklusi yang paling sulit perawatannya terutama pada pasien yang sudah melewati tumbuh kembang atau tidak dapat dirawat dengan perawatan kamuflase ortodonti, sehingga memerlukan perawatan ortodonti disertai dengan bedah ortognati untuk memberikan hasil yang terbaik. Analisis Ricketts Esthetic Line (E-line) digunakan untuk melihat perubahan pada jaringan lunak setelah bedah ortognati. Tujuan Penelitian : Untuk mengukur perbedaan jaringan lunak bibir pada maloklusi skeletal kelas III sebelum dan setelah bedah ortognati pada satu ataupun dua rahang, dan mengukur perbedaan jaringan lunak bibir pada maloklusi skeletal kelas III setelah bedah ortognati pada satu ataupun dua rahang dengan nilai normal analisis Ricketts Esthetic Line (E-line). Bahan dan metode : Penelitian ini bersifat deskriptif analitis komparatif. Sampel penelitian berupa rontgen sefalometri lateral sebelum dan setelah perawatan bedah ortognati dengan pembedahan satu ataupun dua rahang, dari 8 pasien dengan maloklusi skeletal kelas III yang menjalani bedah ortognati di bagian Bedah Mulut RSGM UNPAD Bandung. Analisis sefalometri diuji dengan uji t berpasangan untuk melihat perbedaan jaringan lunak bibir sebelum dan setelah bedah ortognati, dan uji t satu sampel untuk melihat perbedaan jaringan lunak bibir setelah bedah ortognati dengan nilai standar normal analisis Ricketts Esthetic Line (E-line). Hasil : Terdapat perbedaan yang signifikan hasil analisis jaringan lunak bibir atas dan bawah terhadap Esthetic line (E-Line) sebelum dan setelah bedah ortognati berdasarkan analisis Ricketts Esthetic Line (E-line) dan terdapat perbedaan yang signifikan hasil analisis jaringan lunak bibir atas terhadap Esthetic line (E-Line) setelah bedah ortognati terhadap nilai standar normal analisis Ricketts Esthetic Line (E-line), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil analisis jaringan lunak bibir bawah terhadap Esthetic line (E-Line) setelah bedah ortognati terhadap nilai standar normal analisis Ricketts Esthetic Line (E-line). Simpulan : Bedah ortognati dapat merubah profil wajah secara signifikan pada kasus maloklusi skeletal kelas III. Kata kunci : Maloklusi skeletal kelas III, bedah ortognati, analisis Ricketts Esthetic Line (E-line).Item EVALUASI HUBUNGAN PERUBAHAN SUDUT I-NA DENGAN TINGGI PUNCAK TULANG ALVEOLAR EMPAT GIGI INSISIF RAHANG ATAS SESUDAH PERAWATAN ORTODONTI PADA KASUS RETRAKSI EMPAT GIGI ANTERIOR(2021-07-14) RIRI FEBRINA; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan : Perawatan ortodonti cekat dengan retraksi gigi anterior rahang atas dapat menyebabkan penurunan tinggi puncak tulang alveolar. Besarnya retraksi empat gigi insisif rahang atas dapat dinilai dengan mengukur sudut I-NA. Kaitan antara besarnya retraksi dengan perubahan tinggi puncak tulang alveolar perlu dievaluasi. Metode : Metode penelitian ini adalah penelitian analitik komparatif yang melihat hubungan antara perubahan sudut I-NA dengan tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior. Sampel pada penelitian ini berjumlah 38 sampel. Pengukuran tinggi puncak tulang alveolar dilakukan pada gambaran radiografi panoramik digital dengan menggunakan software Image J dan plugin dari Preus. Perubahan sudut I-NA didapatkan dari analisis sefalometri metode Steiner pada rekam medik. Hasil : Hasil analisis t-test berpasangan memperlihatkan bahwa tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior mengalami perubahan signifikan (p0,05). Simpulan : Tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas mengalami penurunan yang signifikan sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior. Perubahan sudut I-NA tidak berhubungan tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas.Item PERBEDAAN ANTARA BUBUK GLYCINE DAN ERYTHRITOL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN SLOT BREKET STAINLESS STEEL (Menggunakan Air-Abrasive Polishing)(2021-07-17) RENOLD ANDIKA SETIAWAN; Avi Laviana; Ida Ayu Evangelina NurdiatiPendahuluan: Perawatan ortodonti dengan penggunaan alat cekat berhubungan erat dengan pembentukan biofilm, peningkatan akumulasi dan retensi plak. Air-abrasive polishing dilakukan dengan menggunakan air-polishing device, yang bekerja dengan menghasilkan udara bertekanan tinggi, menggunakan bubuk abrasif, dan air. Bubuk abrasif yang diaplikasikan dengan udara dan air bertekanan tinggi mampu menghilangkan biofilm, plak, dan stain. Glycine dan erythritol diketahui memiliki tingkat abrasif yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh bubuk glycine dan erythritol pada prosedur air-abrasive polishing terhadap kekasaran permukaan slot breket stainless steel. Metode: Metode penelitian ini adalah eksperimental murni. Sampel penelitian adalah 32 breket stainless steel edgewise slot 0,022 inci gigi molar pertama dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama sebanyak 16 breket diberikan perlakuan air-abrasive polishing menggunakan bubuk glycine. Kelompok kedua sebanyak 16 breket diberikan perlakuan air-abrasive polishing menggunakan bubuk erythritol. Uji kekasaran permukaan slot breket diukur dengan parameter roughness average (Ra) menggunakan surface roughness tester. Analisis data diuji dengan menggunakan uji t berpasangan dan uji t independen. Hasil: Perubahan kekasaran permukaan slot breket stainless steel edgewise sebelum dan sesudah prosedur air-abrasive polishing dengan bubuk glycine dan erythritol memiliki perbedaan yang signifikan. Penurunan kekasaran permukaan slot breket stainless steel sesudah prosedur air-abrasive polishing dengan bubuk glycine dibandingkan dengan bubuk erythritol tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Simpulan: Prosedur air-abrasive polishing dengan bubuk glycine dan erythritol menyebabkan kekasaran permukaan slot breket stainless steel berkurang.Item PERBEDAAN FOTOMETRI FRONTAL DAN PROFIL WAJAH PASIEN SEBELUM DAN SETELAH PERAWATAN ORTODONTI KOMPROMI MALOKLUSI SKELETAL KELAS II DIVISI 1 (Menggunakan Analisis Proffit dan Steiner)(2021-07-14) ILHAM MULKHAIRUL; Avi Laviana; Endah MardiatiPendahuluan : Estetika wajah menjadi perhatian karena wajah merupakan salah satu bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan penampilan. Evaluasi profil jaringan lunak wajah pasien merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan ortodonti. Analisis fotometri digunakan sebagai pemeriksaan penunjang. Tujuan Penelitian : Mengetahui perbedaan analisis fotometri frontal metode Proffit dan profil jaringan lunak wajah metode Steiner pada pasien maloklusi skeletal kelas II divisi 1 sebelum dan setelah perawatan kompromi dengan pencabutan dua gigi premolar pertama rahang atas. Bahan dan metode : Penelitian bersifat deskriptif analitis komparatif. Populasi sampel penelitian ini adalah fotometri sebelum dan setelah perawatan ortodonti kompromi maloklusi kelas II divisi 1 yang dirawat di klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad tahun 2016-2021. Pengambilan sampel menggunakan tehnik purposive sampling. Data yang didapat dianalisis dengan uji analisis t-test berpasangan (paired t-test) untuk menguji adanya perubahan hasil perawatan ortodonti kompromi pada maloklusi skeletal kelas II divisi 1 dengan menggunakan alat ortodonti cekat (p – value 0,05). Simpulan : Perawatan ortodonti kompromi maloklusi kelas II divisi I dengan pencabutan dua premolar rahang atas menghasilkan perubahan profil jaringan lunak pada sepertiga wajah bagian bawah dan posisi bibir bawah terhadap S-lineItem Korelasi antara Tingkat Keparahan Maloklusi terhadap Motivasi dan Ekspektasi Pasien Ortodonti(2023-08-03) HERVANO TAUFIK; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Faktor utama yang menentukan daya tarik fisik seseorang adalah wajah dan senyum. Permintaan akan perawatan ortodontik yang tinggi dalam beberapa dekade terakhir merupakan bukti atas pentingnya estetika wajah. Evaluasi terhadap aspek psikologis dalam perawatan ortodonti juga semakin banyak dibahas karena berkontribusi terhadap keberhasilan dan kegagalan perawatan. Faktor psikologis meliputi motivasi dan ekspektasi. Pasien yang datang ke klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad memiliki tingkat keparahan maloklusi yang beragam dengan motivasi dan ekspektasi yang beragam pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara tingkat keparahan maloklusi terhadap motivasi dan ekspektasi dari pasien ortodonti. Material dan Metode: Metode penelitian ini adalah analisis korelasional. Penelitian melibatkan 95 subjek (25 pria dan 70 wanita) dan sampel dipilih menggunakan teknik pursposive sampling. Pengukuran tingkat keparahan maloklusi menggunakan ABO – Discrepancy Index dan pengukuran motivasi serta ekspektasi melalui survey cross sectional yang dilakukan dengan menyebarkan link Google Form berisi informed consent dan kuesioner yang terdiri dari 16 pertanyaan motivasi dan 10 pertanyaan ekspektasi. Kuesioner yang digunakan merupakan adaptasi kuesioner yang telah digunakan pada penelitian lain sebelumnya. Korelasi antar variabel diukur menggunakan Spearman Rank Correlation dan analisis data dilakukan dengan software Excel MegaStat Vers 10.4 Hasil: Korelasi antara tingkat keparahan maloklusi terhadap motivasi diperoleh r = -0.015 dan nilai p = 0.4426; tingkat keparahan maloklusi terhadap ekspektasi diperoleh r = 0.082 dan nilai p = 0.2148 Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara tingkat keparahan maloklusi terhadap motivasi dan ekspektasi.Item Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Kesadaran Orang Tua Pasien Celah Bibir dan Celah Langit-Langit Non Sindromik Terhadap Perawatan Ortodonti(2023-08-03) KHARLINA SYAFITRI; Elih; Endah MardiatiPendahuluan: Celah bibir dan langit-langit non sindromik (CBLns) merupakan suatu kondisi cacat kraniofasial kongenital yang umum terjadi pada populasi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pasien CBLns umumnya menjalani proses perawatan yang cukup panjang serta memerlukan pendekatan multidisiplin termasuk perawatan ortodonti. Keberhasilan perawatan ortodonti pada pasien CBLns harus didukung oleh orang tua. Tujuan penelitian ini untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan kesadaran ayah dan ibu pada pasien CBLns terhadap perawatan ortodonti. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan survei analitik komparatif menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan kesadaran ayah dan ibu pasien CBLns terhadap perawatan ortodonti. Kuesioner terbagi atas 3 bagian yaitu pengetahuan, sikap, dan kesadaran terhadap perawatan ortodonti. Hasil skor dikelompokkan menjadi kategori baik, cukup, dan kurang Hasil: Total sebanyak 92 orang responden yang terdiri dari 46 orang ayah dan 46 orang ibu. Persentase tingkat pengetahuan ibu pada kategori baik lebih tinggi dibandingkan dengan persentase tingkat pengetahuan ayah (36,96% dan 26,09%). Persentase tingkat sikap ibu dan ayah lebih dominan pada kategori cukup (28,26% dan 27,17%), sedangkan persentase tingkat kesadaran ibu pada kategori baik hampir sama dengan persentase tingkat kesadaran ayah (42,39% dan 41,39%). Perbedaan tingkat pengetahuan, sikap, dan kesadaran orang tua dilakukan dengan uji non parametrik Wilcoxon-Mann Whitney. Hasil tingkat pengetahuan antara ayah dan ibu diperoleh nilai p = 0,0280 (p0,05), dan tingkat kesadaran dengan nilai p = 0,8550 (p>0,05). Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan antara ayah dan ibu pada pasien CBLns terhadap perawatan ortodonti, namun kedua orang tua memiliki persepsi yang sama pada variabel sikap dan kesadaran terhadap perawatan ortodonti.Item Perbedaan Pola Relasi Skeletal Pasien Celah Bibir dan Langit Langit Non Sindromik Antara Laki Laki dan Perempuan di RSGM UNPAD(2023-08-03) CUT MYRA ANGELA; Elih; Avi LavianaCelah bibir dan langit-langit non sindromik (CBLns) merupakan anomali kongenital yang mempengaruhi struktur kraniofasial dimana terdapat celah abnormal bawaan yang mengenai bibir atas, alveolus dan langit-langit. Terdapat berbagai macam masalah yang timbul akibat kondisi celah bibir dan langit-langit salah satunya masalah skeletal. Terhambatnya pertumbuhan maksila pada pasien CBLns dapat menyebabkan perbedaan pola relasi skeletal. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pola relasi skeletal pada pasien CBLns dengan analisis sefalogram lateral. Metode: Penelitian cross sectional yang dilakukan dengan menganalisis 33 sefalogram lateral pasien CBLns. Analisis dilakukan berdasarkan menggunakan metode Steiner dan Downs menggunakan aplikasi Webceph. Hasil: Pola relasi kelas III Tipe 1 (Salzmann) dan klasifikasi kelas III Cluster 3 (Bui) adalah yang paling banyak dialami oleh pasien CBLns baik perempuan (33,33%) dan laki-laki (27,27%). Pola relasi skeletal kelas I menunjukkan perbedaan pada kelompok perempuan (15,15%) lebih besar dari jumlah kelompok laki-laki (9,09). Pola relasi skeletal kelas II lebih banyak pada kelompok laki-laki (12,12%) dibandingkan kelompok perempuan (3,03%) Simpulan: Pola relasi skeletal yang paling banyak pada pasien CBLns adalah pola relasi skeletal kelas III dengan karakteristik fenotip kelas III paling banyak adalah Cluster 3 yaitu defisiensi maksila, high angle, pola relasi skeletal kelas III tipe 1 yaitu maksila retrognati,mandibula normal kemudian diikuti pola relasi skeletal kelas I dan kelas II. Pola relasi skletal kelas III terbanyak terdapat pada tipe celah unilateral kiri. Tidak terdapat perbedaan antara pasien perempuan dan laki-laki pada pola relasi skeletal kelas III, namun terdapat perbedaan antara kelompok pasien perempuan dan laki-laki pada pola relasi skeletal kelas I dan kelas II.Item Pola Transposisi Gigi Rahang Atas Pasien Celah Bibir Dan Langit-Langit Non Sindromik Berdasarkan Pemeriksaan Radiografi Panoramik(2023-08-03) JESSICA GOZAL; Elih; Endah MardiatiPendahuluan: Pasien celah bibir dan langit-langit (CBL) memiliki tingkat kejadian anomali gigi yang lebih tinggi dibandingkan individu normal. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi celah ataupun faktor lingkungan sebagai konsekuensi terhadap koreksi bedah. Transposisi gigi merupakan salah satu bentuk anomali gigi yang dapat dijumpai pada pasien CBL. Transposisi adalah pertukaran posisi dua gigi permanen yang berdekatan dalam kuadran yang sama pada lengkung gigi. Transposisi gigi dapat terjadi secara complete maupun incomplete. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan pola transposisi gigi rahang atas meliputi jenis gigi yang transposisi, posisi transposisi, tipe transposisi pada pasien CBL non sindromik unilateral dan bilateral berdasarkan pemeriksaan radiografi panoramik. Metode: Penelitian deskriptif cross sectional dilakukan dengan memeriksa seluruh radiograf panoramik pasien CBL non sindromik yang memenuhi kriteria inklusi, melakukan tracing setiap gigi rahang atas, dan mengamati kejadian transposisi gigi serta pola transposisinya. Hasil: Penelitian melibatkan 64 radiograf panoramik pasien CBL non sindromik unilateral dan bilateral. Prevalensi kasus transposisi gigi rahang atas yang ditemukan adalah 17,19%. Gigi kaninus dan premolar pertama rahang atas merupakan gigi yang paling sering mengalami tranposisi (63,64%). Transposisi gigi unilateral merupakan transposisi gigi yang paling sering terjadi (81,82%) yang terjadi pada sisi celah maupun non celah. Perbandingan kasus transposisi complete dan incomplete adalah 1:1,17. Simpulan Sebagian kecil pasien CBL non sindromik unilateral dan bilateral mengalami transposisi gigi rahang atas yang seringkali melibatkan gigi kaninus dan premolar pertama. Posisi transposisi tidak terbatas pada sisi celah, namun juga dapat terjadi pada sisi non celah. Transposisi complete dan incomplete memiliki jumlah kasus yang seimbang. Kata kunci: Celah bibir dan langit-langit, transposisi gigi, radiograf panoramik.Item Perbedaan Pola Agenesis Gigi Pasien Celah Bibir dan Celah Langit-langit Unilateral dan Bilateral Non Sindromik Pada Subjek Laki-laki dan Perempuan (Berdasarkan Pemeriksaan Radiografi Panoramik)(2023-08-03) ANSILA DWI NUR INTAN; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Celah bibir dan celah langit-langit non sindromik (CBLns) adalah anomali struktural kongenital yang paling umum terjadi. CBLns tidak hanya mempengaruhi perkembangan kraniofasial tetapi juga perkembangan dentoalveolar, dan mempengaruhi odontogenesis. Anomali gigi yang paling sering terjadi adalah agenesis gigi yang juga dikenal sebagai hipodonsia atau kehilangan gigi kongenital. Pola dan jumlah agenesis gigi akan mempengaruhi rencana perawatan ortodonti pada pasien CBLns. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan pola dan persentase jenis agenesis gigi rahang atas pada pasien CBLns unilateral dan bilateral non sindromik pada subjek laki-laki dan perempuan berdasarkan pemeriksaan radiografi panoramik. Metode: Penelitian ini adalah komparatif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling untuk mengevaluasi radiograf panoramik di Klinik Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM UNPAD). Sampel radiograf sebanyak 66 radiograf panoramik pasien CBLns, terdiri dari 50 radiograf pasien CBLns unilateral dan 16 radiograf pasien CBLns bilateral. Setiap radiograf dilakukan tracing untuk menentukan gigi yang agenesis. Analisis data dilakukan dengan uji z. Hasil: Total 66 radiograf panoramik yang diperiksa, ditemukan kasus CBLns unilateral sejumlah 50 radiograf panoramik, dengan kasus pada perempuan sebanyak 27 radiograf (40,90%) dan pada laki-laki 23 radiograf (38,84%). Kasus CBLns bilateral sebanyak 15 radiograf panoramik, dengan kasus pada perempuan sebanyak 10 radiograf panoramik (15,14%) dan pada laki-laki 6 radiograf panoramik (9,09%). Gigi insisif lateral baik pada perempuan (23,14%) dan laki-laki (19,83%) paling banyak mengalami agenesis gigi dibandingkan dengan gigi lainnya, diikuti dengan agenesis gigi premolar kedua pada perempuan (14,05%) dan laki-laki (4,13%). Pasien CBLns unilateral memperlihatkan 15 pola agenesis gigi dan kasus CBLns bilateral memperlihatkan 10 pola agenesis gigi. Simpulan: Pola dan jumlah agenesis gigi rahang atas pasien CBLns unilateral dan bilateral non sindromik pada laki-laki dan perempuan secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan.Item Korelasi antara Pengetahuan dan Kesadaran terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien Ortodonti dengan Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik(2023-08-03) CHRISTINE NATALINA MANURUNG; Elih; Endah MardiatiPendahuluan: Celah bibir dan langit-langit (CBL) adalah salah satu kelainan bawaan kraniofasial yang paling umum terjadi. Anak-anak yang lahir dengan kelainan kraniofasial akan mempengaruhi perkembangan dan fungsi gigi dan rahang pada umumnya dengan kesehatan mulut yang buruk. Pengukuran kebersihan gigi dan mulut merupakan upaya untuk menentukan kesehatan gigi dan mulut seseorang. Kebersihan mulut yang baik dapat diwujudkan melalui pengetahuan dan perilaku yang baik dan benar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan yang kurang terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut mengakibatkan kesulitan dan keterbatasan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Tujuan: untuk menganalisis korelasi antara pengetahuan dan kesadaran terhadap kesehatan gigi dan mulut pasien ortodonti dengan celah bibir dan langit-langit non sindromik. Metode: Metode korelasi dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 34 pertanyaan dan pemeriksaan Oral Hygiene Index – Simplified (OHI-S) pada 26 pasien ortodonti dengan celah bibir dan langit-langit non sindromik. Data dilakukan analisis uji Spearman Coefficient of Rank Correlation. Hasil: korelasi antara pengetahuan dan kesehatan gigi dan mulut menghasilkan p-value 0,4098 (p-value < 0,05), nilai r = 0,05. Korelasi antara kesadaran dan kesehatan gigi dan mulut menghasilkan p-value 0,0058 (p-value < 0,05), nilai r = 0,49. Korelasi antara pengetahuan dan menghasilkan p-value 0,1492 (p-value < 0,05), dan nilai r = -0,21. Kesimpulan: Terdapat korelasi positif dan tidak signifikan antara pengetahuan dan kesehatan gigi dan mulut. Terdapat korelasi positif dan signifikan antara kesadaran dan kesehatan gigi dan mulut. Terdapat korelasi negatif dan tidak signifikan antara pengetahuan dan kesadaran.Item Perbedaan Tingkat Kepuasan Pasien Pasca Bedah Ortognati Dua Rahang dan Satu Rahang(2023-08-03) MELLY SRIWIJAYANTI; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Endah MardiatiPendahuluan:Deformitas dentofasial merupakan maloklusi yang bersifat skeletal yang dapat mengganggu estetik dan fungsi pengunyahan, serta menimbulkan masalah psikologis karena mencacat wajah dan mengganggu penampilan. Deformitas dentofasial yang terjadi pada usia dewasa dapat dikoreksi dengan kombinasi perawatan ortodonti dan bedah ortognati. Bedah ortognati dapat dilakukan pada rahang atas, rahang bawah ataupun keduanya. Perawatan bedah ortognati merupakan suatu prosedur pembedahan untuk mereposisi rahang agar mendapatkan fungsi, estetik dan stabilitas yang baik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil perawatan bedah ortognati yang baik tidak menjamin tingkat kepuasan pasien yang tinggi. Tingkat kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penampilan, fungsi, kemampuan sosialisasi, kesehatan umum dan komunikasi pasien dengan dokter. Tujuan penelitian ini untuk mengukur perbedaan tingkat kepuasan pasien pasca bedah ortognati dua rahang dan satu rahang. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan desain survei analitik komparatif retrospective yaitu membandingkan tingkat kepuasan pasien bedah ortognati dua rahang dengan bedah ortognati satu rahang. Sampel berjumlah 24 subjek yang terdiri dari 11 subjek bedah ortognati dua rahang dan 13 subjek bedah ortognati satu rahang. Seluruh subjek diberikan kuesioner untuk mengukur tingkat kepuasan yang telah diadaptasi dari penelitian Kufta dkk yang terdiri dari 16 pertanyaan yang terbagi atas 5 kategori yaitu penampilan (3 pertanyaan), fungsi (8 pertanyaan), kemampuan sosialisasi (2 pertanyaan), kesehatan umum (1 pertanyaan), komunikasi pasien dengan dokter (2 pertanyaan). Hasil: Perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan analisis Mann Whitney antara pasien bedah ortognati dua rahang dan satu rahang pada seluruh sampel didapatkan p = 0,4903, kategori penampilan didapatkan nilai p = 0,7904, kategori fungsi didapatkan nilai p = 0,5624, kategori kemampuan sosialisasi didapatkan p = 0,4362, kategori kesehatan umum didapatkan p = 0,5624, kategori komunikasi pasien dengan dokter didapatkan p = 0,4463. Simpulan: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan pasien bedah ortognati dua rahang dan satu rahang dalam setiap kategori maupun secara keseluruhan, namun, skor tingkat kepuasan pasien bedah ortognati satu rahang lebih tinggi dibandingkan tingkat kepuasan pasien bedah ortognati dua rahang dalam setiap kategori maupun secara kseluruhan.Item Perbedaan Persepsi Pergeseran Median Line Gigi Antara Pasien Yang Belum Menerima Perawatan Dan Yang Sudah Menerima Perawatan Ortodonti (Penelitian survey cross sectional pada pasien di Klinik PPD(2023-01-04) IRNAMANDA DWIPURA YAKIN HASBULLAH; Elih; Endah MardiatiPendahuluan : Pergeseran median line gigi rahang atas dengan median line wajah adalah salah satu hal yang paling disadari oleh pasien dari keseluruhan asimetri gigi dan oklusi, Perbedaan persepsi mengenai pergeseran median line dapat terjadi antara pasien sebelum dan setelah dilakukan perawatan ortodonti. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan persepsi pergeseran median line gigi antara pasien yang belum dan yang sudah mendapatkan perawatan ortodonti. Metode : Jenis penelitian ini adalah survey cross-sectional, populasi penelitian pasien di klinik PPDGS Ortodonti RSGM UNPAD. Responden diminta untuk mengisi link Google Form yang berisi form data diri, informed consent, kuisioner berupa 12 foto senyum ekstra oral dengan pergeseran median line, kolom penilaian berupa skala Likert dengan kategori sangat tidak menarik, tidak menarik, tidak dapat menentukan, menarik, atau sangat menarik. Hasil : Data dikumpulkan dari 90 responden yang terdiri dari 49 pasien yang belum dan 41 pasien yang sudah mendapatkan perawatan ortodonti. Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan antara persepsi pasien yang belum dan yang sudah mendapatkan perawatan ortodonti dengan nilai p = 0,0000 (p<0,05) dengan rerata skor pasien yaitu 53,0 bagi pasien yang belum mendapatkan perawatan dan 36,5 bagi yang sudah mendapatkan perawatan. Simpulan : Terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pasien yang belum mendapatkan perawatan dan yang sudah mendapatkan perawatan mengenai pergeseran median line gigi di Klinik PPDGS Ortodonti RSGM UNPAD dengan rerata skor persepsi pada kelompok pasien yang belum mendapatkan perawatan lebih besar daripada yang sudah mendapatkan perawatan.Item Perbedaan Karakteristik Impaksi Gigi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik antara Laki-Laki dan Perempuan berdasarkan Pemeriksaan Radiografi Panoramik(2023-08-04) MONICA ANDREAS; Elih; Endah MardiatiPendahuluan: Celah bibir dan langit-langit non sindromik (CBLns) merupakan kelainan kongenital berupa celah abnormal pada bibir atas dan/atau palatum, tanpa disertai kelainan kongenital lainnya. Risiko impaksi gigi pasien CBLns lebih besar dibandingkan dengan pasien normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik impaksi gigi, meliputi proporsi, jumlah, jenis, posisi, dan kemiringan gigi impaksi pasien CBLns antara laki-laki dan perempuan berdasarkan pemeriksaan radiografi panoramik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang membandingkan karakteristik impaksi gigi pasien CBLns antara laki-laki dan perempuan dengan melakukan pengamatan pada 64 radiograf panoramik, yang terdiri dari 28 pasien laki-laki dan 36 perempuan. Hasil: Impaksi gigi ditemukan pada 21,88% pasien CBLns. Proporsi gigi impaksi pasien CBLns laki-laki (28,57%) lebih besar dibandingkan dengan perempuan (16,67%). Secara umum impaksi gigi pasien CBLns hanya terjadi pada satu gigi, dengan kejadian terbanyak pada gigi kaninus (64,71%), diikuti oleh insisif lateral (29,41%), dan premolar kedua permanen rahang atas (5,88%). Gigi impaksi paling banyak ditemukan berada di atas cemento-enamel junction, namun di bawah setengah panjang akar gigi sebelahnya, dengan kemiringan yang tidak menguntungkan (< 650). Simpulan: Sebagian kecil pasien CBLns memiliki satu gigi impaksi dengan kejadian terbanyak pada gigi kaninus, diikuti oleh insisif lateral, dan premolar kedua permanen rahang atas. Gigi impaksi umumnya berada pada posisi yang menguntungkan namun dengan kemiringan yang tidak menguntungkan untuk ditarik ke lengkung gigi. Tidak terdapat perbedaan karakteristik impaksi gigi, meliputi proporsi, jumlah, posisi, dan kemiringan, kecuali jenis gigi impaksi, pada pasien CBLns antara laki-laki dan perempuan berdasarkan pemeriksaan radiografi panoramik.Item PENGARUH RETRAKSI GIGI ANTERIOR TERHADAP POSISI LINIER BIBIR DALAM ARAH HORIZONTAL PADA PERAWATAN MALOKLUSI DENTOSKELETAL KELAS II DIVISI 1 DENGAN PENCABUTAN GIGI PREMOLAR(2023-01-04) ANDREW LAURENT; Avi Laviana; ElihPendahuluan: Maloklusi kelas II divisi 1 memiliki karakteristik gigi depan protrusif, gigitan dalam, dan profil cembung. Maloklusi kelas II divisi 1 dapat disebabkan oleh abnormalitas gigi maupun skeletal. Perawatan maloklusi skeletal kelas II divisi 1 pada pasien dewasa biasanya bersifat kamuflase yaitu dengan melakukan pencabutan gigi premolar lalu dilanjutkan dengan retraksi gigi anterior. Retraksi gigi anterior dapat menyebabkan retraksi bibir guna menghasilkan profil wajah yang estetik dan harmonis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara retraksi gigi anterior atas dan bawah terhadap posisi linier bibir atas dan bawah dalam arah horizontal pada perawatan kasus maloklusi dentoskeletal kelas II divisi 1 dengan pencabutan gigi premolar. Metode: Penelitian ini bersifat korelasional. 23 foto sefalogram lateral pasien sebelum dan sesudah perawatan maloklusi dentoskeletal kelas II divisi 1 dengan pencabutan gigi premolar dilakukan penapakan, pengukuran variabel sefalometri, lalu dianalisis secara statistik. Hasil: Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara perubahan posisi gigi insisif atas dan bawah terhadap perubahan posisi bibir atas dan bawah. Analisis regresi multipel secara bertahap menunjukkan keterkaitan antara posisi bibir atas dengan posisi gigi insisif atas dan bawah sebesar 83%, dan antara posisi bibir bawah dengan posisi gigi insisif atas dan bawah sebesar 88% yang bersifat bermakna secara statistik. Simpulan: Retraksi gigi anterior atas dan bawah berpengaruh signifikan terhadap posisi linier bibir atas dan bawah dalam arah horizontal pada perawatan kasus maloklusi dentoskeletal kelas II divisi 1 dengan pencabutan gigi premolar.