Bedah Mulut (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Bedah Mulut (Sp.) by Author "Abel Tasman Yuza"
Now showing 1 - 12 of 12
Results Per Page
Sort Options
Item Efektifitas Ekstrak Batang Pisang Mauli (Musa acuminata) Terhadap Penyembuhan Alveolar Osteitis Pasca Pencabutan Gigi (Studi Eksperimental pada Tikus Sprague Dawley)(2021-10-12) TRI NURRAHMAN; Abel Tasman Yuza; Endang SjamsudinPendahuluan: Alveolar osteitis atau dry socket merupakan salah satu komplikasi pencabutan gigi yang biasa terjadi. Pilihan obat yang digunakan dalam perawatan alveolar osteitis selama ini adalah pasta iodoform. Beberapa laporan kasus telah ditemukan kasus efek samping dari penggunaan iodoform. Penggunaan bahan obat herbal dapat menjadi alternatif dengan tujuan mengurangi resiko efek samping, murah dan mudah didapat. Salah satunya batang pisang Mauli yang telah digunakan masyarakat Indonesia sejak lama sebagai bahan pengobatan dalam penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi ekstrak batang pisang Mauli terhadap penyembuhan alveolar osteitis dengan mengamati luasan fibroblas dan jumlah osteoblas. Metode: Dua puluh empat tikus Sprague Dawley yang diinduksi alveolar osteitis secara random dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok KN tidak diberikan perlakuan apapun, kelompok KI diberi perlakuan irigasi dan aplikasi pasta iodoform dua kali sehari dan kelompok KM dilakukan irigasi dan aplikasi ekstrak batang pisang Mauli dua kali sehari selama 7 dan 14 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan luasan fibroblas dan penghitungan jumlah osteoblas. Data luasan fibroblas menggunakan analisis oneway anova dengan uji lanjut LSD (Least Significant Difference), sedangkan pada jumlah osteoblas dilakukan analisa menggunakan analisis Kruskal-Wallis dengan uji lanjut Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan kontrol positif pasta iodoform dan kelompok ekstrak batang pisang Mauli. Hasil: Hasil analisis data menunjukkan hari ke-7 tidak terdapat perbedaan luasan fibroblas pada ekstrak batang pisang Mauli (Musa acuminata) dibandingkan pasta iodoform (signifikan p0,127>0,05), sedangkan pada hari ke-14 terdapat perbedaan luasan fibroblas (p0,009<0,05). Jumlah osteoblas memperlihatkan kesamaan bahwa tidak terdapat perbedaan antara aplikasi ekstrak batang pisang Mauli (Musa acuminata) dibandingkan pasta iodoform. Simpulan: Ekstrak batang pisang Mauli memiliki potensi untuk penyembuhan alveolar osteitis yang sebanding dengan pasta iodoform berdasarkan pengamatan dari luasan fibroblas dan osteoblas.Item Efektivitas Patch Kurkumin Terhadap Intensitas Nyeri dan Inflamasi Berdasarkan Visual Analog Scale, Kadar Bradikinin dan Pembengkakan Wajah Pasca Bedah Ortognati(2022-10-14) SAPTIADI OKTORA; Harmas Yazid Yusuf; Abel Tasman YuzaRasa nyeri dan inflamasi nerupakan konsekuensi tindakan bedah ortognatik. Baik rasa nyeri maupun proses inflamasi pasca bedah ortognatik dapat ditangani melalui pendekatan farmakologis dengan menggunakan terapi obat berbahan dasar kimia maupun bahan alam. Salah satu bahan alam yang dikembangkan dengan potensi terapeutiknya adalah kurkumin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas patch kurkumin terhadap intensitas nyeri dan inflamasi berdasarkan Visual Analog Scale (VAS), kadar bradikinin dan pembengkakan wajah pasca bedah ortognatik. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien (10 laki-laki; 10 perempuan) yang telah menjalani tindakan bedah ortognatik di RSGM Universitas Padjadjaran dan RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dengan metodi uji acak terkontrol dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mendapat patch kurkumin. Setelah tindakan bedah ortognatik selesai dilakukan evaluasi pengukuran skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah jam ke-0 (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran kembali pada jam ke-8 (T1) dan jam ke-12 (T2) pasca bedah ortognatik. Selanjutnya data dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan uji t independent dan mann whitney. Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok patch kurkumin diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah untuk setiap waktu evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa patch kurkumin menunjukkan efektivitas yang sama untuk menurunkan skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah dengan pasien yang tidak menggunakan patch kurkumin pasca bedah ortognatik.Item Efektivitas Penggunaan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation Terhadap Nyeri, Pembengkakan, Trismus Dan Kadar Alfa Amilase Saliva Pasca Pembedahan Gigi Molar Ketiga Mandibula(2021-10-08) SYARIFAH NOVA AMIZA ZAM; Endang Sjamsudin; Abel Tasman YuzaPendahuluan: Pembedahan gigi molar ketiga merupakan tindakan yang memiliki beberapa resiko medis pasca tindakan, diantaranya adalah rasa nyeri, pembengkakan, sulit mengunyah dan trismus. TENS bekerja pada serabut saraf aferen untuk memblokir transmisi saraf, atau merangsang pelepasan opioid oleh sistem saraf pusat. Mekanisme tersebut menyebabkan TENS dapat mengurangi rasa nyeri. Tujuan: Menganalisis efekvifitas penggunaan TENS dalam mengurangi rasa nyeri, pembengkakan wajah, trismus, dan menganalisis kadar alfa amilase saliva pasca pembedahan gigi molar ketiga mandibula. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan metode uji acak terkontrol sejumlah 30 sampel yang terbagi dalam 2 kelompok; kelompok kontrol dan kelompok dengan penggunaan TENS. TENS diaplikasikan selama 20 menit pada 1 jam pre tindakan, 1 jam pasca tindakan, pasca pengamatan 24 jam dan 7 hari. Pengamatan terhadap nyeri, pembengkakan wajah, trismus dan analisa kadar alfa amilase saliva dilakukan sebanyak 4 kali persampel, yaitu pretindakan (T0), 1 jam setelah (T1), 24 jam setelah (T2) dan 7 hari setelah tindakan (T3). Analisis data menggunakan uji independent sample t-test untuk membandingkan kedua kelompok pada data yang terdistribusi normal. Hasil: Hasil uji independent sample t-test TENS terhadap kontrol menunjukkan p-value pada nrs T1:T2:T3 sebesar 0,123: 0,476: 0,687 > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan nyeri pasca pembedahan, uji terhadap pembengkakan wajah dimana T1:T2:T3 sebesar 0,981: 0,879: 0,439 > 0,05, trismus T1:T2:T3 sebesar 0,690: 0,360: 0,848 > 0,05, dan pada uji kadar alfa amilase saliva T1:T2:T3 menunjukkan p-value 0,371: 0,111: 0,487 > 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan TENS tidak dapat menurunkan rasa nyeri inflamasi, tidak dapat mengurangi pembengkakan wajah ataupun trismus, dan tidak dapat menurunkan kadar alfa amilase saliva pasca pembedahan. Simpulan: Penggunaan TENS tidak menunjukkan perbedaan dalam mengurangi reaksi inflamasi seperti nyeri, pembengkakan wajah, trismus maupun kadar alfa amilase saliva pada pasien usia dewasa muda dengan tindakan pembedahan gigi molar ketiga.Item Korelasi Antara Tingkat Kepuasan Pasien Dengan Analisis Skeletal Sefalometri Pada Pasien Pasca Bedah Ortognatik(2021-01-13) JONI PUTRA; Endang Sjamsudin; Abel Tasman YuzaLatar Belakang Evaluasi pasca bedah ortognatik dapat dilakukan dengan analisis skeletal sefalometri dan metode kuesioner untuk menilai tingkat kepuasan pasien terhadap bedah ortognatik yang sudah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kepuasan pasien setelah dilakukan bedah ortognatik dan korelasi antara tingkat kepuasan pasien pasca bedah ortognatik dengan hasil analisis skeletal sefalometri. Metode Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik. Pertama subjek mengisi kuisioner tentang kepuasan pasien pasca bedah ortognatik, yang kedua dilakukan pengambilan foto sefalometri yang selanjutnya dianalisis dengan metode Steiner dengan mengukur sudut SNA, SNB, ANB dan GoGN-SN. Hasil kuisioner dilakukan skoring dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu tidak puas, puas dan sangat puas. Selanjutnya, hasil analisis skeletal sefalometri dikategorikan menjadi normal dan tidak normal. Kedua data penelitian ini diuji korelasinya menggunakan uji Konkordal Kendall. Hasil Hasil penelitian pada 10 subjek penelitian menunjukkan bahwa seluruh nilai kuesioner berada pada kategori “puas”. Analisis skeletal sefalometri pada seluruh sefalogram menunjukkan 50% sudut SNA normal, 10% sudut SNB normal, 80% sudut ANB normal dan 90% sudut GoGN-SN normal. Hasil uji Konkordal Kendall menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,534 atau 53,4%. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan hubungan searah antara tingkat kepuasan pasien pasca bedah ortognatik dengan hasil analisis skeletal sefalometri, artinya semakin baik nilai analisis skeletal sefalometri maka semakin tinggi tingkat kepuasan pasien. Simpulan Rata-rata pasien merasa sangat puas dengan bedah ortognatik yang telah dijalani. Terdapat korelasi antara tingkat kepuasan pasien pasca bedah ortognatik dengan hasil analisis skeletal sefalometri. Kata Kunci : Bedah ortognatik, kepuasan pasien, analisis skeletal sefalometri.Item KORELASI KADAR LACTATE DEHYDROGENASE (LDH) DENGAN TINGKAT KEPARAHAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DAN CEDERA KEPALA RINGAN(2017-01-07) AHMAD FAIZAL BUSTOMI; Abel Tasman Yuza; Endang SjamsudinLatar Belakang Trauma maksilofasial mempunyai risiko tinggi disertai cedera kepala karena dekatnya letak anatomi tulang wajah dan kranium. Hubungan antara tingkat keparahan fraktur maksilofasial dengan luasnya cedera kepala masih kontroversi. Skor FISS digunakan untuk menggambarkan derajat keparahan trauma maksilofasial dan lactate dehydrogenase (LDH) merupakan biomarker yang dapat digunakan untuk menilai derajat kerusakan otak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevalusi korelasi kadar LDH dengan tingkat keparahan fraktur maksilofasial berdasarkan skor FISS dan mengetahui hubungan fraktur maksilofasial dengan cedera kepala. Metode Penelitian bersifat observasional analitik dengan pendekatan metode cross-sectional pada pasien trauma maksilofasial yang disertai cedera kepala ringan. Penilaian skor FISS dan pengambilan bahan pemeriksaan sampel darah dilakukan saat pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Hasil Dari 19 pasien fraktur maksilofasial didapatkan 6 pasien mengalami peningkatan kadar LDH dengan skor FISS terendah 1 dan tertinggi 7. Sebanyak 4 pasien mengalami cedera kepala tetapi hanya 1 pasien dengan peningkatan kadar LDH. Lokasi fraktur maksilofasial disertai cedera kepala terdapat pada 2 pasien fraktur sepertiga atas tengah wajah, 1 pasien fraktur sepertiga tengah bawah wajah dan 1 pasien fraktur sepertiga atas tengah bawah wajah (fraktur panfasial). Kesimpulan Terdapat korelasi yang signifikan antara lokasi fraktur maksilofasial dengan cedera kepala dengan nilai p-Value sebesar 0,043 dan koefisien kontingensi sebesar 0,584. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara tingkat keparahan fraktur maksilofasial berdasarkan skor FISS dengan cedera kepala serta tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kadar LDH dengan nilai skor FISS pada pasien fraktur maksilofasial dengan cedera kepala ringan.Item KORELASI PANJANG PELAT REKONSTRUKSI MANDIBULA DENGAN KEKUATANNYA TERHADAP GAYA KUNYAH PADA PELAT TITANIUM DAN STAINLESS STEEL(2019-04-12) ADRIA PERMANA PUTRA; Abel Tasman Yuza; Andri HardiantoABSTRAK Pendahuluan: Pembedahan tumor yang radikal dengan cara reseksi harus direkonstruksi dengan menggunakan pelat. Mandibula memiliki fungsi sentral dalam pengunyahan dan estetika sebagai pilar pembentuk wajah. Rekonstruksi dapat dilakukan baik dengan osteoplasty dikombinasikan dengan osteosintesis atau hanya jembatan alloplastik menggunakan sistem rekonstruksi tanpa tulang. Permasalahan yang sering timbul dari rekonstruksi ini adalah patahnya pelat. Maka dilakukan penelitian mengenai korelasi kekuatan pelat rekonstruksi terhadap gaya kunyah menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) untuk melihat ketahanan pelat rekonstruksi. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis korelasi panjang pelat rekonstruksi mandibula terhadap kekuatan gaya kunyah pada panjang pelat 7,6 cm untuk kehilangan tulang mandibula sebesar 3 cm dan panjang 9,6 cm pada kehilangan tulang mandibula sebesar 5 cm menggunakan pelat titanium dan stainless steel. Metoda Penelitian: Penelitian ini menggunakan metoda penelitian eksperimental murni dan menggunakan laboratorium terkontrol sebagai tempat uji. Seluruh subjek penelitian dibagi secara merata menjadi dua kelompok. Kelompok I adalah kelompok panjang pelat 7,6 cm, kelompok II adalah kelompok panjang pelat 9,6 cm. Pada kedua kelompok ini digunakan pelat rekonstruksi mandibula berbahan titanium dan stainless steel. Pelat kemudian dipasangkan pada model mandibula dan diuji kekuatannya menggunakan UTM. Hasil Penelitian: Pelat rekonstruksi titanium dan stainless steel memiliki korelasi negatif antara panjangnya dengan kekuatannya terhadap gaya kunyah. Perbedaan besar kekuatan kedua pelat antara kelompok panjang 7,6 cm dan 9,6 cm menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan (p0,05). Sedangkan antara pelat titanium dan stainless steel pada panjang pelat 9,6 cm, menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05).Item Pengaruh Aplikasi Patch Kurkumin Terhadap Kadar Serotonin dan Skor Intensitas Nyeri Berdasarkan Wong-Baker Face Rating Scale (WBFRS) Pasca Bedah Ortognatik(2022-10-14) DANI GINANJAR; Abel Tasman Yuza; Harmas Yazid YusufBedah ortognatik adalah suatu tindakan pembedahan pada kelainan dentofasial yang terjadi pada maksila dan mandibula.Inflamasi yang terjadi setelah dilakukan operasi ortognatik berupa pembengkakan dan rasa sakit dapat ditangani dengan obat antinyeri dan obat tambahan adjuvant berbahan alami salah satunya adalah kurkumin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh aplikasi patch kurkumin terhadap kadar serotonin darah dan skor Wong Baker Faces Rating Scale (WBFRS) sebagai indikator rasa nyeri pada pasien pasca bedah ortognatik. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien (10 laki-laki; 10 perempuan) yang akan menjalani tindakan bedah ortognatik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad, dan Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin dengan metode Uji Acak Terkontrol (UAT) dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol yang tidak mendapatkan aplikasi patch kurkumin dan kelompok perlakuan yang mendapatkan patch kurkumin . Setelah tindakan bedah ortognatik selesai, dilakukan evaluasi kadar serotonin darah dan skor WBFRS (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran kembali pada 8 jam pasca operasi (T1) dan 12 jam paska operasi (T2), paska bedah ortognatik. Selanjutnya seluruh data dikumpulkan dan dianalis dengan menggunakan mann whitney. Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar serotonin darah saliva (p = 0,257) dan skor WBFRS (p =0,066 )untuk setiap waktu evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa patch kurkumin tidak memiliki perbedaan efektivitas dalam mengatasi rasa nyeri pasca bedah ortognatik.Item PENGARUH BEDAH ORTOGNATI KELAINAN DENTOSKELETAL TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP(2020-01-07) RIKI INDRA KUSUMA; Aulia Iskandarsyah; Abel Tasman YuzaBedah ortognati didefinisikan sebagai seni dan ilmu pengetahuan diagnosa, perencanaan perawatan dan penentuan perawatan untuk memperbaiki kelainan dentoskeletal meliputi muskuloskeletal, dento-osseus, dan jaringan lunak pada rahang serta struktur-struktur yang berkaitan dengannya. Kelainan dentoskeletal adalah ketidaksesuaian wajah dan gigi geligi secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa perubahan kualitas hidup sebelum dan sesudah bedah ortognati koreksi kelainan dentoskeletal. Penelitian ini merupakan penelitian prospektif kausal komparatif dan akan dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan dua kuesioner. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yang dilakukan di RS Hasan Sadikin dan RSGM FKG Unpad Bandung. Bedah ortognati dikorelasikan dengan peningkatan kualitas hidup dan diuji secara statistik dengan menggunakan Paired t-test Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan kualitas hidup sebelum dan sesudah operasi bedah ortognati (p=0,003 < 0,05) Kesimpulan dari penelitian ini adalah bedah ortognati kelainan dentoskeletal dapat meningkatkan kualitas hidup secara signifikan.Item PERBANDINGAN EFEKTIFITAS APLIKASI EKSTRAK PUCUK BUNGUR (Lagerstroemia Species) dan LIDAH BUAYA (Aloe Vera) TERHADAP PENYEMBUHAN ALVEOLAR OSTEITIS PASCA PENCABUTAN GIGI MELALUI PEMERIKSAAN INTERLEUKIN(2019-04-12) WILLY BERNADI; Abel Tasman Yuza; Andri HardiantoLatar Belakang Alveolar osteitis merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pasca pencabutan gigi, yang terjadi setelah 2 sampai 4 hari pasca pencabutan serta menyebabkan terganggunya penyembuhan luka. Pucuk Bungur (Lagerstroemia spesies) dan lidah buaya (Aloe Vera) memiliki manfaat biologis, farmakologis pada hewan percobaan, seperti : aktifitas antimikroba, anti-inflamasi, antioksidan, antitusif, sitotoksik, anti-obesitas, inhibisi xanthine oxidase, antiviral, antitumor, antimutagenik, imunomodulator, gastroprotektif, anti jamur, terhadap usus, dan juga efek pada penyembuhan luka. Adanya manfaat tersebut merupakan kombinasi yang baik sebagai bahan alternatif untuk perawatan alveolar osteitis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gel ekstrak Lagerstroemia spesies dibandingkan aloe vera gel terhadap proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi tikus Sprague Dawley yang disertai alveolar osteitis. Metode Dua puluh tujuh tikus Sprague Dawley secara random dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok osteitis (kontrol) yang diberi perlakuan insersi adrenalin 1 : 1000 selama 1 menit pada soket gigi molar rahang atas kiri, kelompok kedua merupakan kelompok osteitis yang diberi aplikasi gel Lagerstroemia spesies dan kelompok ketiga merupakan kelompok osteitis yang diberi aplikasi gel aloe vera. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar interleukin 6 dan penghitungan jumlah osteoblas. Data di analisa dengan ANAVA oneway untuk membandingkan efektifitas penyembuhan luka pada alveolar osteitis pada tiap kelompok. Hasil Dari analisis data didapatkan bahwa kelompok osteitis yang diaplikasikan gel Lagerstroemia spesies memiliki aktivitas yang baik terhadap proses penyembuhan alveolar osteitis terutama pada saat inflamasi dibandingkan kelompok yang lain. Kesimpulan Lagerstroemia spesies memiliki potensi untuk mengurangi lama fase inflamasi pada penyembuhan alveolar osteitis pada tikus Sprague Dawley dibandingkan dengan aloe vera.Item PERBEDAAN DERAJAT KEPARAHAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULAR SEBELUM DAN SESUDAH BEDAH ORTOGNATIK(2021-01-12) AKMALIA HARDINI; Endang Sjamsudin; Abel Tasman YuzaGangguan sendi temporomandibular/ temporomandibular joint disorder (TMD) disebabkan oleh 5 faktor, yaitu kondisi oklusal, trauma, stress, deep pain input, kebiasaan buruk dan aktivitas parafungsional. Maloklusi yang sering menimbulkan TMD adalah maloklusi skeletal kelas III. Perawatan yang tepat untuk maloklusi skeletal kelas III adalah bedah ortognatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan derajat keparahan gangguan TMJ sebelum dan sesudah bedah ortognatik. Penelitian ini menggunakan pengambilan data berdasarkan purposive sampling, sebelum dan setelah operasi ortognatik. Sejumlah 10 subjek penelitian yang akan melakukan bedah ortognatik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad dan Rumah Sakit Hasan Sadikin bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial dilakukan pemeriksaan klinis sendi temporomandibular di poli, serta mengisi kuisioner sebelum dan sesudah operasi ortognatik dan foto cone beam computed tomography (CBCT) 7 bulan sesudah operasi ortognatik di bagian Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 10 sampel pada pemeriksaan gejala klinis menggunakan kuesioner fonseca didapatkan hasil 90% sampel tanpa disfungsi TMJ,10% sampel dengan disfungsi TMJ ringan, dan tidak ada sampel yang disfungsi TMJ. Berdasarkan penilaian indeks helkimo didapatkan hasil 20% sampel tanpa disfungsi TMJ, 70% disfungsi TMJ ringan, 10% sampel disfungsi TMJ sedang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik derajat keparahan gangguan sendi temporomandibular sebelum dan sesudah pembedahan ortognatik dengan nilai-p < 0,05 berdasar indeks Helkimo dan kuesioner fonseca dimana setelah operasi terdapat adanya penurunan derajat keparahannya TMJItem Perbedaan Efektivitas Metode Pemberian Ekstrak Mengkudu (Morinda citrifolia) dengan Kunyit (Curcuma longa L) pada Angiogenesis Karsinoma Sel Skuamosa melalui Penilaian Rasio Sel Endotel danIimunoekspr(2021-10-12) SHINTA KARTIKASARI; Harmas Yazid Yusuf; Abel Tasman YuzaPendahuluan : Karsinoma sel skuamosa (KSS) berasal dari epitel permukaan yang mengalami displasia. Mengkudu (Morinda citrifolia) dan Kunyit (Curcuma longa L) memiliki potensi anti-angiogenesis dengan menghambat pertumbuhan pembuluh darah yang mendukung pertumbuhan sel kanker dan merupakan terapi alternatif karena memiliki efek samping minimal. Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan efektivitas anti-angiogenik dari variasi metode pemberian ekstrak mengkudu dan kunyit pada model KSS. Metode : Penelitian eksperimental murni dilakukan pada mencit Mus musculus yang diinduksi DMBA. Populasi sampel dibedakan menjadi 5 kelompok berdasarkan jenis dan metode pemberian terapi. Penilaian dilakukan berdasarkan variabel rasio endotel dan imunoekspresi von Willebrand Factor (vWF). Hasil: Hasil uji beda dengan kelompok kontrol, penurunan rasio endotel terjadi pada pemberian mengkudu sebelum dan sesudah terjadinya kanker (p-value 0,05) dan pemberian mengkudu sesudah terjadinya kanker (p-value 0,005); penurunan imunoekspresi vWF terjadi pada pemberian mengkudu sebelum dan sesudah terjadinya kanker (p-value 0,02), pemberian mengkudu sesudah terjadinya kanker (p-value 0,002) serta pemberian kunyit sesudah terjadinya kanker (p-value 0,03). Pada metode pemberian sesudah terjadinya kanker, mengkudu lebih efektif dibanding kunyit dalam menurunkan rasio endotel (p-value 0,004) dan imunoekspresi vWF (p-value 0,004). Simpulan: Pemberian ekstrak mengkudu sesudah terjadinya kanker efektivitasnya paling baik sebagai anti angiogenik pada model KSS.Item PERBEDAAN FUNGSI ORAL DAN EKSPRESI INTERLEUKIN-10 PASCA ODONTEKTOMI DENGAN MENGGUNAKAN MIKROMOTOR DAN PIEZOSURGERY(2020-01-15) JIHAD HARUN SANDIAH; Andri Hardianto; Abel Tasman YuzaPERBEDAAN FUNGSI ORAL DAN EKSPRESI INTERLEUKIN-10 PASCA ODONTEKTOMI DENGAN MENGGUNAKAN MIKROMOTOR DAN PIEZOSURGERY Abstrak Ekstraksi bedah molar tiga bawah adalah salah satu prosedur bedah mulut minor yang paling umum dilakukan dalam operasi oral dan maksilofasial setiap hari. Ekstraksi bedah gigi molar tiga bawah ada yang relatif mudah hingga sangat sulit, tergantung pada berbagai faktor, misalnya lokasi gigi yang berada di kedalaman dari tulang kristal dan lokasinya berdekatan dengan permukaan distal molar kedua, batas dengan ramus mandibular, angulasinya dengan molar kedua, dan kepadatan tulang. Tindakan odontektomi sering dilakukan dengan alat pemotong rotari (Mikromotor), dengan berkembangnya teknologi dikembangkan suatu metode ultrasound dalam operasi mulut. Sebuah alat bedah baru "Piezosurgery" (Mectron) diperkenalkan pada operasi bedah mulut dan craniomaxillofacial yang dikembangkan oleh Prof. Vercellotti yang konsepnya terinspirasi dari skaler ultrasonik yang digunakan di klinik gigi sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah Menganalisa efektifitas unit mikromotor dibandingkan dengan unit piezosurgery saat melakukan odontektomi gigi molar tiga bawah dengan menilai keterbatasan fungsi oral dan kadar ekspresi Interleukin-10 pasca pembedahan. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien yang akan menjalani tindakan odontektomi di Instalasi Bedah Minor Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad, dengan metode uji perbandingan. Pasien dimasukkan ke dalam kelompok pertama yaitu kelompok yang dilakukan odontektomi dengan menggunakan mikromotor. Kelompok dua yaitu kelompok yang dilakukan odontektomi dengan menggunakan piezosurgery. Masing-masaing kelompok dilakukan pengambilan sampel darah dari v. Brachialis setelah odontektomi pada hari ketiga. Dan masing-masing kelompok melakukan pengisian kuisioner terkait keterbatasan fungsi oral pada hari ke tiga dan hari ke tujuh setelah dilakukan odontektomi. Tindakan odontektomi dilakukan dalam anastesi lokal. Selanjutnya seluruh data dikumpulkan dan dianalis dengan menggunakan uji perbandingan. Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan antara kelompok I, dan kelompok II, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penilaian keterbatasan fungsi oral untuk setiap waktu evaluali, dan pada penilaian ekspresi interleukin-10 (IL-10) terdapat perbedaan yang signifikan, dimana rata-rata IL-10 mikromotor lebih rendah dibandingkan dengan IL-10 piezosurgery. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan terdapat perbedaan keterbatasan fungsi oral dan ekspresi IL-10 post odontektomi dengan menggunakan mikromotor dibandingkan dengan menggunakan piezosurgery. Kata kunci: odontektomi, mikromotor, piezosurgery, keterbatasan fungsi oral, interleukin-10.