Bedah Mulut (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Bedah Mulut (Sp.) by Title
Now showing 1 - 20 of 114
Results Per Page
Sort Options
Item Analisis Faktor-Faktor Resiko Lamanya Rawat Inap Pada Pasien Infeksi Odonrogenik yang Meluas ke Spasium Maksilofasial(2018-10-11) LIRA MASRI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Latar belakang: Infeksi odontogenik adalah infeksi yang berasal dari gigi, yang dapat meluas ke spasium maksilofasial. Infeksi odontogenik yang berat dapat menimbulkan perubahan keadaan umum sehingga perlu dilakukan rawat inap agar perawatan menjadi optimal. Tujuan penelitian: Penelitian ini untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan lama rawat inap pasien infeksi odontogenik yang meluas ke spasium menjadi memanjang. Data yang dikumpulkan meliputi, usia,angka jumlah leukosit, spasium yang terkena, status gizi, penyakit sistemik dan jenis bakteri. Metode Penelitian: Penelitian retrospektif deskriptif analitik dengan meninjau rekam medis pasien infeksi odontogenik yang meluas ke spasium maksilofasial yang terjadi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dari Juli 2015- Juli 2017. Data epidemiologi tersebut diolah dengan uji korelasi spearman untuk melihat faktor resiko apa saja yang akan berpengaruh pada masa rawat inap pasien. Hasil Penelitian: Hasil uji korelasi menunjukkan angka jumlah leukosit (p = 0.005), spasium yang terkena (p = 0.0072), penyakit sistemik (p = 0.0399) merupakan faktor resiko yang mempengaruhi lamanya rawat inap. Pada analisis multivarian ditemukan angka jumlah leukosit merupakan faktor resiko terkuat yang mempengaruhi lama rawat inap. Kesimpulan: Lama rawat inap dipengaruhi oleh faktor angka jumlah leukosit, spasium yang terkena dan penyakit sistemik.Item ANALISIS GEN WNT1 DENGAN EXOME SEQUENCING PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RONGGA MULUT PADA PEROKOK(2017-09-29) ALVIN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar belakang : gen WNT merupakan gen yang berperan penting dalam proses diferensiasi, proliferasi, dan apoptosis sel. WNT berfungsi mengatur proses regulasi sel seperti proses sinyal intraselular dan transportasi selular. Gangguan aktivasi gen WNT1 menyebabkan gangguan jalur sinyal intraselular sehingga menyebabkan transformasi morfologik sel dan menjadi neoplasma. Aktivasi jalur sinyal intraselular dapat terjadi secara denovo dan oleh faktor eksternal seperti pajanan sel terhadap nikotin yang terkandung di dalam rokok. Tujuan : menganalisis perbedaan gen WNT1 pada penderita KSSRM dengan faktor resiko tinggi KSSRM. Metode : empat puluh empat subjek penelitian (23 kasus dan 21 kontrol) diteliti dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Exome Sequencing gen WNT1. Uji chi square digunakan untuk melihat korelasi antara merokok dengan proses mutasi genetik pada KSSRM. Hasil : exome sequencing menunjukkan adanya pola mutasi yang heterogen pada gen WNT1 di keempat eksonnya dan terdapat peningkatan jumlah mutasi pada penderita KSSRM yang merokok. Merokok memiliki korelasi dengan KSSRM (p=0.00) Kesimpulan : penelitian ini menunjukkan adanya sebaran mutasi pada semua ekson dari gen WNT1, dengan variasi yang sangat besar pada SNIP yang terlibat dari penderita KSSRM.Item ANALISIS IMUNOEKSPRESI AUTOCRINE MOTILITY FACTOR RECEPTOR (AMFR) PADA AMELOBLASTOMA FOLIKULAR DAN PLEKSIFORM(2017-01-11) AGUNG TRI PRAKOSO; Andri Hardianto; H. Alwin KasimLatar Belakang : Ameloblastoma folikuler dan pleksiform merupakan tumor odontogenik jinak, kistik, tumbuh lambat, agresif lokal, dengan tingkat rekurensi yang cukup tinggi, dan paling sering terjadi pada rongga mulut. Autocrine motility factor receptor (AMFR) adalah sitokin yang disekresikan oleh tumor, mampu mempengaruhi migrasi sel, invasi, proliferasi,dan angiogenesis. Tujuan Penelitian : Penelitian dilakukan untuk mengetahui sifat biologis dari ameloblastoma pleksiform dan folikuler berupa imunoekspresi AMFR untuk mengetahui agresifitas tumor sehingga dapat membantu dalam tatalaksana dan prognosa dari tumor tersebut. Metode : Dilakukan penelitian observasi analitik cross sectional dengan menggunakan uji pulasan imunohistokimia terhadap imunoekspresi AMFR terhadap 30 jaringan blok parafin ameloblastoma pleksiform dan folikuler. Hasil Penelitian: Tidak terdapat perbedaan imunoekspresi AMFR pada Ameloblastoma folikuler dan pleksiform dan tidak terdapat perbedaan ekspresi AMFR pada berbagai ukuran besar ameloblastoma.Item ANALISIS IMUNOEKSPRESI PROTEIN RETINOBLASTOMA FOSFORILASI (ANTI-RB PHOSPHO S780) TERHADAP AGRESIVITAS TUMOR PADA AMELOBLASTOMA FOLIKULAR DAN PLEKSIFORM(2017-01-11) IRSAN KURNIAWAN; Lucky Riawan; Mantra NandiniLatar Belakang : Ameloblastoma menunjukkan perilaku sebagai tumor jinak dengan pertumbuhannnya yang lambat, namun secara klinis bersifat agresif lokal dengan menginfiltrasi, menginvasi, dan mendestruksi tulang, meresorpsi akar gigi yang berdekatan dengan tumor tersebut, dan tingkat rekurensinya cukup tinggi. Agresivitas ameloblastoma tersebut berhubungan dengan gangguan kontrol siklus sel dan adherens junction yang dipertimbangkan diperankan oleh protein retinoblastoma (pRb), yang dalam bentuk terfosforilasinya (pRb-p) berperan penting bagi sel untuk progresi ke fase S, protein ini dapat diidentifikasi melalui petanda Anti-Rb (phospho S780). Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan korelasi imunoekspresi antara pRb-p terhadap agresivitas ameloblastoma tipe folikular dan pleksiform. Metode : Penelitian dilakukan secara retrospektif potong lintang pada 30 blok parafin dengan menggunakan antibodi Anti-Rb (phospho S780) dan dilakukan penilaian secara semikuantitatif terhadap distribusi sel dan intensitas pewarnaan dengan menggunakan data ordinal. Pengujian statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon-Mann/ Whitney dan uji Spearman correlation dengan taraf signifikan α < 0,05 (95%). Hasil Penelitian : Imunoekspresi Anti-Rb (phospho S780) pada ameloblastoma tipe folikular dan pleksiform menunjukkan karakteristik positif (+) pada semua sampel, dimana ameloblastoma folikular dan pleksiform menunjukkan imunoekspresi kuat pada 23 sampel (76,7%) dan imunoekspresi lemah pada 7 sampel (23,3%). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara imunoekspresi Anti-Rb (phospho S780) pada ameloblastoma folikular dan pleksiform. Terdapat korelasi antara imunoekspresi Anti-Rb (phospho S780) pada sel tumor terhadap agresivitas ameloblastoma tipe folikular dan tipe pleksiform, namun tidak signifikan secara statistik.Item Analisis Imunoekspresi Tumor Associated Macrophage M2 (CD163) untuk memprediksi agresifitas ameloblastoma tipe pleksiform dan tipe folikuler(2014-07-17) MUH IRFAN RASUL; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenANALISIS IMUNOEKSPRESI TUMOR ASSOCIATED MACROPHAGE M2 (CD163) UNTUK MEMPREDIKSI AGRESIFITAS AMELOBLASTOMA TIPE FOLIKULER DAN TIPE PLEKSIFORM ABSTRAK Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang agresif dan paling sering ditemukan di rongga mulut. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan yang lambat namun persisten, destruktif, berinfiltrasi secara lokal ke jaringan sekitarnya, serta sering terjadi rekurensi. Oleh karena itu tumor ini digolongkan sebagai semi malignancy tumor atau borderline malignancy tumor. Tumor associated macrophage M2 (TAM M2) memiliki sifat pro tumor sehingga berkontribusi pada perkembangan dan progresifitas tumor dimana TAM M2 ini dapat diidentifikasi melalui marker CD163. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan korelasi imunoekspresi antara TAM M2 terhadap agresifitas ameloblastoma tipe folikuler dan tipe pleksiform. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional retrospective pada 34 blok parafin dengan menggunakan antibodi anti CD163 dan dilakukan penilaian secara semikuantitatif terhadap distribusi sel dan intensitas pewarnaan dengan menggunakan data ordinal. Pengujian statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon-Man/Whitney dan uji Sperman correlation dengan taraf signifikan α pada stroma dan p-value 0,2772 > α pada sel tumor. Sedangkan korelasi imunoekspresi CD163 terhadap agresifitas ameloblastoma tipe pleksiform dan tipe folikuler menunjukkan terdapat korelasi tetapi tidak signifikan secara statistik dengan p-value 0,325 > α pada stroma dan p-value 0,283 > α pada sel tumor. Kesimpulan pada penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan serta korelasi TAM M2 (CD163) dalam memprediksi agresifitas ameloblastoma tipe folikuler dan tipe pleksiform tetapi tidak signifikan secara statistik. Kata kunci : Ameloblastoma, TAM M2, CD163.Item ANALISIS PERANAN POLIMORFISME R279Q GEN MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP 9) DENGAN RESIKO METASTASIS KARSINOMA SEL SKUAMOSA RONGGA MULUT(2017-10-07) DIAN MAIFARA PUTRI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Angka harapan hidup pasien karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) tidak berubah signifikan selama beberapa dekade. Gen matriks metalloproteinase-9 (MMP 9) melalui degradasi matriks ekstraseluler berperan penting terhadap proses invasi dan metastasis sel kanker pada KSSRM. Single nucleotide polymorphisms (SNP) pada domain fungsional gen MMP 9 mempengaruhi faktor predisposisi dan resiko terhadap metastasis. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan polimorfisme SNP R279Q pada gen MMP 9 dengan resiko metastasis pada KSSRM. Metode Penelitian: Lima puluh subjek penelitian (25 kasus dan 25 kontrol) diteliti dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) Sequencing SNP R279Q gen MMP 9. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji chi square (p<0.05) dengan tingkat kepercayaan 95% Hasil Penelitian: Hasil PCR sequencing menunjukkan adanya pola mutasi yang heterogen pada SNP R279Q gen MMP 9 (OR=9,934, p=0,002) Simpulan: Penelitian ini menunjukkan adanya peranan polimorfisme SNP R279Q gen MMP 9, dengan resiko metastasis pada KSSRMItem Analisis Polimorfisme Gen RS8179096 TIMP2 Kasus Celah Bibir LangitLangit Non Sindromik Pada Populasi Deutro Melayu(2019-12-31) DEKA DHARMA PUTRA; R. Agus Nurwiadh; Bremmy LaksonoCelah bibir/ langit-langit Non Sindromik (CB/L NS) merupakan salah satu jenis kecacatan bawaan lahir yang cukup signifikan jumlahnya, kasus CB/L terjadi setiap 1/700 angka kelahiran secara global. Patogenesis CB/L diyakini disebabkan oleh faktor multifaktorial yaitu melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Hasil uji eksperimental pada hewan uji menunjukan peran gen TIMP2 dalam terjadinya CB/L. Polimorfisme Gen RS8179096 TIMP2 dihubungkan dengan faktor resiko CB/L NS pada populasi Deutro Melayu. Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol dengan sampel 63 subjek penelitian terdiri dari 30 orang subjek penderita CB/L NS dan 33 subjek kontrol normal. Genotip gen RS8179096 TIMP2 diteliti dengan teknik PCR dan sekuensing DNA. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji chi square (𝜒2) untuk mengevaluasi polimorfisme gen RS8179096 TIMP2 pada subjek CB/L NS dan subjek kontrol, kemudian dilakukan pengukuran odds ratio (OR) untuk menentukan faktor resiko terjadinya CB/L NS pada populasi Deutro Melayu. Hasil penelitian menunjukan bahwa frekuensi alel mutan T pada subjek penderita CB/L NS adalah sebanyak 36,67% lebih banyak dari subjek kontrol yaitu sebesar 13,64%. Perbedaan ini bermakna secara statistik (𝜒2=8.986; p=0.003 atau p1), sehingga alel mutan gen TIMP2 merupakan faktor resiko terjadinya CB/L NS. Penelitian ini menunjukkan polimorfisme gen RS8179096 TIMP2 merupakan faktor resiko yang menjadi penyebab CB/L NS pada populasi deutro Melayu.Item Analisis Polimorfisme rs1533767 Gen Wnt11 Pada Penderita Celah Langit-Langit Non Sindromik (Cl Ns) Populasi Deutero Melayu (Kajian Pada Suku Jawa)(2017-09-23) YUDI WIJAYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGen WNT mengatur beberapa proses perkembangan termasuk perkembangan kraniofasial yang juga berperan dalam proses terjadinya celah langit-langit. Gen Wnt11 secara eksklusif diekspresikan pada medial edge ephitelium (MEE) lempeng palatal, dan merangsang proses apoptosis untuk memperbaiki fusi lempeng palatal. Delesi atau mutasi pada gen rs1533767 Wnt11 di MEE dapat menyebabkan kerusakan pada epitelium langit-langit dan mesenkim dan menyebabkan celah langit-langit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi rs1533767 Wnt11 pada kejadian celah langit-langit non-syndromik (CL NS) pada populasi Melayu Deutero. Tiga puluh tujuh subjek penelitian (19 kasus dan 18 kontrol) diteliti dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequencing ekson 3 gen wnt11. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Z (p>0,05) interval kepercayaan 95%. Variasi genetik gen WNT11 SNP rs1533767 pada subjek CL NS dan subjek kontrol pada populasi Deutero Melayu di Jawa Barat tidak menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan. Penelitian ini tidak memberikan bukti bahwa rs1533767 Wnt11 memainkan peran utama terjadinya celah langit-langit non-sindromik (CL NS) populasi Melayu Deutero (suku Jawa).Item ANALISIS POLIMORFISME rs1546124 DAN rs4783099 GEN CRISPLD2 PADA PENDERITA CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT NON SINDROMIK POPULASI DEUTERO MELAYU(2021-10-12) DINA NOVIANTI; Farah Asnely Putri; Harmas Yazid YusufPendahuluan: Celah bibir dan langit-langit non sindromik merupakan kelainan kongenital yang sering ditemukan, etiologinya multifaktorial antara faktor genetik dan lingkungan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs1546124 dan rs4783099 gen CRISPLD2 berhubungan dengan kejadian celah bibir dan langit-langit non sindromik pada berbagai populasi, namun belum pernah dilakukan pada populasi Deutero Melayu. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan polimorfisme dan faktor risiko rs1546124 dan rs4783099 gen CRISPLD2 pada celah bibir dan langit-langit non sindromik populasi Deutero Melayu. Metode: Dua SNP gen CRISPLD2 dianalisis menggunakan metode case control study (n=68), pada 32 pasien celah bibir dan langit-langit non sindromik dan 36 kontrol, menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil: Perbedaan frekuensi alel rs1546124 (x2=5,667; p-value=0,017; α=0,05) dan rs4783099 (x2=29,883; p-value=0,000; α=0,05) bermakna signifikan secara statistik, sedangkan perbedaan frekuensi mutan genotipe rs1546124 (x2=0,165; p-value=0,684; α=0,05) dan rs4783099 (x2=1,071; p-value=0,301; α=0,05) tidak bermakna signifikan secara statistik. Alel C rs1546124 (OR=2,619; 95% CI=1,169—5,866), alel T rs4783099 (OR=7,667; 95% CI=0,061—0,280), dan genotipe mutan rs4783099 (OR=2,419; 95% CI=0,435— 13,443) merupakan faktor risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit. Genotipe mutan rs1546124 (OR=0,818; 95% CI=0,311—2,154) bukan merupakan faktor risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit. Simpulan: Terdapat perbedaan frekuensi alel dan genotipe pada penderita celah bibir dan langit-langit non sindromik dan kontrol. Polimorfisme gen CRISPLD2 merupakan faktor risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit non sindromik pada populasi Deutero Melayu.Item Analisis Polimorfisme rs17563 Gen BMP4 Pada Penderita Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik (CB/L) NS Populasi Deutero Melayu(2018-10-09) HEINZ FRICK SIMANJUNTAK; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenCelah bibir dan langit-langit Non sindromik (CB/L NS) merupakan kelainan kongenital yang sering terjadi pada manusia. Patogenesis CB/L NS melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Hasil uji eksperimental pada hewan coba telah menunjukkan gen Bone Morphogenetik Protein 4 (BMP4) terlibat dalam etiologi CB/L NS. Polimorfisme rs 17563 gen BMP4 dihubungkan dengan faktor resiko CB/L NS pada populasi Deutero Melayu. Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol dengan sampel 61 subjek penelitian terdiri dari 30 penderita CB/L NS dan 31 kontrol normal. Genotip Polimorfisme rs 17563 BMP4 diteliti dengan teknik PCR-RLFP (Polimerase Chain Reaction Restriction Fragment Lenght Polimorphism). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji chi square (χ2) untuk mengevaluasi polimorfisme rs17563 gen BMP4 pada subjek CB/L NS dan subjek kontrol, kemudian dilakukan pengukuran odds ratio (OR) untuk menentukan faktor resiko terjadinya CB/L NS populasi Deutero Melayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi alel mutan C pada penderita CB/L NS adalah sebanyak 35 % sedikit lebih kecil dari pasien normal yaitu sebesar 46,8% . Perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (χ2= 1,39; p> 0,05). Nilai Odd ratio (OR) alel-alel mutan yang ditemukan dalam penelitian ini tidak bermakna secara statistik (OR <1), sehingga faktor resiko tidak dapat ditentukan. Penelitian ini menunjukkan polimorfisme SNP rs17563 gen BMP4 bukan merupakan faktor resiko yang menjadi penyebab CB/L NS pada populasi Deutero Melayu.Item Analisis Polimorfisme rs522616 Gen MMP3 Pada Penderita Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik (CB/L NS) Populasi Deutero Melayu(2020-01-09) PUJI YULI CHRISTIANI PURBA; R. Agus Nurwiadh; Harmas Yazid YusufAnalisis Polimorfisme rs522616 Gen MMP3 Pada Penderita Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik (CB/L NS) Populasi Deutero Melayu Abstrak Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik (CB/L NS) merupakan kelainan kongenital yang terjadi akibat keterlibatan faktor genetik dan lingkungan. Gen MMP3 berperan pada aktivitas proteolitik kolagen yang banyak dijumpai pada matriks palatal. Induksi ekspresi MMP3 telah ditunjukkan untuk menengahi proses transformasi epitel-mesenkim, peristiwa penting selama fusi palatal. Polimorfisme rs522616 gen MMP3 dihubungkan dengan faktor resiko CB/L NS pada populasi Deutero Melayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan polimorfisme alel dan genotif rs522616 gen MMP3 pada kejadian CB/L NS populasi Deutero Melayu dan menganalisis polimorfisme rs522616 gen MMP3 pada penderita CB/L NS dalam menimbulkan resiko terjadinya CB/L NS populasi Deutero Melayu. Enam puluh tiga subjek penelitian (30 kasus dan 33 kontrol) diteliti dengan menggunakan teknik PCR dan sekuensing DNA. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji chi square (χ2) interval kepercayaan 95% dan Odds Ratio (OR) untuk menentukan faktor resiko terjadinya CB/L NS pada populasi Deutero Melayu. Hasil penelitian polimorfisme rs522616 gen MMP3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada kelompok CB/L NS dan kelompok kontrol. Nilai Odds Ratio (OR) juga tidak bermakna secara statistik (OR <1), sehingga bukan merupakan faktor resiko terjadinya CB/L NS pada populasi Deutero Melayu. Penelitian ini menunjukkan polimorfisme SNP rs522616 gen MMP3 bukan merupakan faktor resiko yang menjadi penyebab CB/L NS pada populasi Deutero Melayu. Kata kunci : Celah Bibir dan Langit-Langit Non Sindromik, rs522616 gen MMP3, Deutero MelayuItem EFEK GUIDED BONE REGENERATION MEMBRAN PERIOSTEUM SAPI PADA DEFEK TULANG MANDIBULA TIKUS PUTIH SPRAGUE DAWLEY(2013-12-16) MARINA KURNIATI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGuided bone regeneration merupakan usaha untuk mempercepat penyembuhan tulang. Konsep guided bone regeneration memanfaatkan barrier membrane atau membran pembatas untuk mencegah masuknya jaringan lunak sekitar ke dalam defek tulang sehingga proses penyembuhan jaringan tulang dapat terjadi lebih cepat dengan mencegah gangguan jaringan lunak sekitarnya. Berbagai bahan baku membran pembatas telah dikembangkan di dunia. Membran pembatas berbahan baku periosteum sapi produksi dalam negeri (BATAN Jakarta) diduga dapat digunakan untuk guided bone regeneration. Penelitian ekperimental murni dilakukan pada 30 ekor tikus percobaan Sprague Dawley jantan, dengan 15 ekor sebagai kelompok perlakuan dan 15 ekor sebagai kelompok kontrol. Sebuah defek tulang dibuat pada mandibula kanan seluruh kelompok tikus percobaan dan pada kelompok perlakuan diberikan membran periosteum sapi. Hewan percobaan dideterminasi pada hari ke-7, 14, dan 21. Pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan Hematoksilin-eosin untuk mengetahui persentase tulang imatur dan jaringan ikat fibrosa. Analisis statistik yang digunakan adalah ANAVA dan Newman Keuls. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan persentase tulang imatur dan jaringan ikat fibrosa yang bermakna (p-value<0,05) antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil tersebut menunjukkan membran periosteum sapi produksi dalam negeri (BATAN Jakarta) berpengaruh terhadap peningkatan persentase tulang imatur dan penurunan persentase jaringan ikat fibrosa.Item Efektifitas Ekstrak Batang Pisang Mauli (Musa acuminata) Terhadap Penyembuhan Alveolar Osteitis Pasca Pencabutan Gigi (Studi Eksperimental pada Tikus Sprague Dawley)(2021-10-12) TRI NURRAHMAN; Abel Tasman Yuza; Endang SjamsudinPendahuluan: Alveolar osteitis atau dry socket merupakan salah satu komplikasi pencabutan gigi yang biasa terjadi. Pilihan obat yang digunakan dalam perawatan alveolar osteitis selama ini adalah pasta iodoform. Beberapa laporan kasus telah ditemukan kasus efek samping dari penggunaan iodoform. Penggunaan bahan obat herbal dapat menjadi alternatif dengan tujuan mengurangi resiko efek samping, murah dan mudah didapat. Salah satunya batang pisang Mauli yang telah digunakan masyarakat Indonesia sejak lama sebagai bahan pengobatan dalam penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi ekstrak batang pisang Mauli terhadap penyembuhan alveolar osteitis dengan mengamati luasan fibroblas dan jumlah osteoblas. Metode: Dua puluh empat tikus Sprague Dawley yang diinduksi alveolar osteitis secara random dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok KN tidak diberikan perlakuan apapun, kelompok KI diberi perlakuan irigasi dan aplikasi pasta iodoform dua kali sehari dan kelompok KM dilakukan irigasi dan aplikasi ekstrak batang pisang Mauli dua kali sehari selama 7 dan 14 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan luasan fibroblas dan penghitungan jumlah osteoblas. Data luasan fibroblas menggunakan analisis oneway anova dengan uji lanjut LSD (Least Significant Difference), sedangkan pada jumlah osteoblas dilakukan analisa menggunakan analisis Kruskal-Wallis dengan uji lanjut Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan kontrol positif pasta iodoform dan kelompok ekstrak batang pisang Mauli. Hasil: Hasil analisis data menunjukkan hari ke-7 tidak terdapat perbedaan luasan fibroblas pada ekstrak batang pisang Mauli (Musa acuminata) dibandingkan pasta iodoform (signifikan p0,127>0,05), sedangkan pada hari ke-14 terdapat perbedaan luasan fibroblas (p0,009<0,05). Jumlah osteoblas memperlihatkan kesamaan bahwa tidak terdapat perbedaan antara aplikasi ekstrak batang pisang Mauli (Musa acuminata) dibandingkan pasta iodoform. Simpulan: Ekstrak batang pisang Mauli memiliki potensi untuk penyembuhan alveolar osteitis yang sebanding dengan pasta iodoform berdasarkan pengamatan dari luasan fibroblas dan osteoblas.Item EFEKTIFITAS APLIKASI EKSTRAK BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia l. merr) TERHADAP PENYEMBUHAN ALVEOLAR OSTEITIS PASCA PENCABUTAN GIGI MELALUI PEMERIKSAAN LUASAN FIBROBLAS, KERAPATAN KOLAGEN DAN JUML(2019-04-12) FAJAR REZANDARU; Indra Hadikrishna; Endang SjamsudinPendahuluan: Alveolar osteitis atau dry socket merupakan komplikasi yang paling umum terjadi setelah ekstraksi gigi. Insidensinya sekitar 1-4 % setelah prosedur ekstraksi gigi biasa, dan sekitar 30% setelah tindakan odontektomi gigi molar ketiga bawah. Bawang dayak (Eleutherine palmifolia (l.) merr) adalah salah satu tanaman yang terkenal diantara suku Dayak yang tinggal di pulau Kalimantan. Secara tradisional Eleutherine palmifolia (l.)merr digunakan sebagai obat di banyak belahan dunia. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi pemberian topikal gel ekstrak Eleutherine palmifolia (l.) merr terhadap penyembuhan luka alveolar osteitis sebagai komplikasi pasca pencabutan gigi pada tikus Sprague dawley dengan mengamati luasan sel fibroblas, kerapatan kolagen, serta jumlah osteogenesis. Metoda Penelitian: Penelitian ini menggunakan metoda penelitian eksperimental murni yang dilakukan pada hewan coba tikus Sprague dawley. Tikus dibagi dalam 3 kelompok, yaitu K1 (alveolar osteitis tidak diberi perlakuan aplikasi apapun), K2 (tikus alveolar osteitis dilakukan aplikasi pasta iodoform setiap 3 hari sekali), dan K3 (tikus alveolar osteitis dilakukan aplikasi topikal gel ekstrak Eleutherine palmifolia (l.)merr). Pada hari ke-3, 5 dan 10 dilakukan tindakan nekropsi dan pengambilan soket gigi berupa jaringan lunak bersama dengan jaringan kerasnya, kemudian dilakukan pembuatan preparat dan diberi pewarnaan masson trichrome untuk pemeriksaan terhadap fibroblas, kolagen dan osteogenesis. Hasil Penelitian: Aplikasi topikal gel ekstrak Eleutherine palmifolia (l.) merr memperlihatkan rata-rata luasan fibroblas dan kerapatan kolagen dan jumlah osteogenesis yang sebanding dengan pasta iodoform pada penyembuhan alveolar osteitis.Item Efektifitas pemberian kurkumin terhadap tingkat ekspresi nfκb dan cox-2 melalui penilaian displasia epitel rongga mulut (Studi eksperimental pada Sprague dawley).(2017-01-19) INDRA HADIKRISHNA; H. Alwin Kasim; Harmas Yazid YusufLatar Belakang : Karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan salah satu kanker rongga mulut yang diawali dengan displasia sel epitel. Displasia sel epitel ini dapat diakibatkan oleh peradangan kronis yang disebabkan oleh iritasi kronis dan karsinogen.NFκB dan COX-2 merupakan beberapa sitokin yang muncul pada perdangan kronis dan tahap inisiasi sel kanker. Kurkumin (Curcuma domesticae) diketahui memiliki aktifitas antikanker dengan menghambat proliferasi pada beberapa jenis kanker dengan menghambat faktor transkripsi NFκB dan menekan produksi COX-2 baik secara langsung maupun melalui jalur signaling NFκB. Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penurunan ekspresi NFκB dan COX-2 melalui penilaian displasia epitel rongga mulut, baik sebelum pemberian kurkumin maupun sesudah pemberian kurkumin, serta mengetahui korelasi di antara keduanya. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui efektifitas pemberian kurkumin melalui penilaian displasia dengan menganalisis imunoekspresi NFκB dan COX-2. Penelitian dilakukan pada 40 ekor tikus Sprague dawley yang diinduksi diinduksi 7,2-dimethylbenz(a)anthracene selama 4 minggu dan kemudian diberi kurkumin dengan dosis 80 mg/kg/BB/hari selama 4 minggu. Diagnosis displasia didapat dari pulasan HE. Hasil pulasan IHK dan COX-2 dinilai dengan histoskor. Data hasil penelitian diuji statistik nonparametric dengan uji beda Wilcoxon-Mann Whitney dan uji korelasi Kendall Coeficient of Concordance. Hasil Penelitian: Terdapat penurunan imunoekspresi NFκB dan COX-2 pada displasia epitel rongga mulut antara kelompok yang diberi kurkumin per oral dengan kelompok yang tidak diberi kurkumin, serta terdapat korelasi positif antara imunoekspresi NFκB dan COX-2 dengan derajat displasia epitel rongga mulut.Item EFEKTIVITAS PEMBERIAN NATRIUM DIKLOFENAK GEL SETELAH ODONTEKTOMI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DINILAI DARI PEMBENGKAKAN BERDASARKAN KADAR ALFA AMILASE DAN IMUNOGLOBULIN G(2020-01-04) SULFIANA; Harmas Yazid Yusuf; Lucky RiawanTindakan odontektomi merupakan trauma lokal yang akan menyebabkan terjadinya respon inflamasi. Respon inflamasi adalah respon normal tubuh untuk mengatasi trauma yang terjadi dengan jalan seluler dan molekuler. Diklofenak dikenal memiliki efek analgetik dan antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien, sampel penelitian ditentukan secara non-probabilitas dengan menggunakan teknik consecutive random sampling sesuai urutan kedatangan subjek ke Instalasi Rawat Jalan Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjajaran untuk perawatan odontektomi impaksi molar tiga bawah. Sampel dibagi menajdi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (yang diberi natrium diklofenak gel) dan kelompok kontrol (yang tidak diberi natrium diklofenak gel). Pengambilan data awal dimensi wajah serta penilaian kadar alfa amilase saliva dilakukan sebelum tindakan odontektomi. Pengambilan data berulang dilakukan pada 2 jam, 3 hari dan 7 hari setelah tindakan odontektomi dalam anestesi lokal. Hasil penelitian, terdapat perbedaan pembengkakan pada kelompok yang diberi natrium diklofenak gel dengan kelompok yang tidak diberi natrium diklofenak gel pasca odontektomi molar ketiga impaksi rahang bawah berdasarkan pengukuran kadar alfa amilase pada klasifikasi impaksi kelas Ia, Ib, Ic, IIa, IIb, IIc dengan nilai p 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pembengkakan pada pasca odontektomi molar ketiga rahang bawah yang diberikan aplikasi natrium diklofenak gel dinilai berdasarkan kadar alfa amilase saliva pada klasifikasi impaksi kelas Ia, Ib, Ic, IIa, IIb, IIc sehingga natrium diklofenak gel dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi pembengkakan pasca odontektomi molar ketiga impaksi rahang bawah dan tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok yang diberikan natrium diklofenak gel dengan yang tidak diberikan natrium diklofenak gel pasca odontektomi molar ketiga impaksi rahang bawah berdasarkan kadar imunoglobulin G pada klasifikasi impaksi kelas Ia, Ib, Ic, IIa, IIb, dan IIc.Item EFEKTIVITAS PATCH KURKUMIN DAN PATCH KURKUMIN MENGANDUNG PIPERIN TERHADAP PENGURANGAN INTENSITAS NYERI OROFASIAL AKUT BERDASARKAN SKORING SKALA FACE, LEG, ACTIVITY, CRY, AND CONSOLABILITY (FLACC) DAN(2022-10-13) NADYA KHAMILA; Raden Tantry Maulina; Endang SjamsudinPendahuluan: Nyeri inflamasi merupakan konsekuensi yang lazim dikeluhkan oleh pasien celah bibir atau langit-langit pasca tindakan pembedahan labioplasti atau palatoplasti. Sebagai bahan alam dengan efek analgesik dan anti inflamasi, kurkumin diperkirakan dapat mengurangi nyeri karena inflamasi pasca tindakan pembedahan, sedangkan piperine diketahui dapat meningkatkan efektivitas kurkumin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas patch kurkumin mengandung piperine dan tanpa piperine dalam mengatasi nyeri inflamasi pasca pembedahan berdasarkan skor skala Face, Leg, Activity, Cry, and Consolability (FLACC) dan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) saliva. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode uji acak terkontrol pada 50 pasien anak (30 laki-laki; 20 perempuan) yang telah menjalani tindakan labioplasti atau palatoplasti di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM Unpad). Pasien dimasukkan secara acak ke dalam salah satu kelompok, kelompok patch kurkumin tanpa piperine atau kelompok patch kurkumin dengan piperine. Pengukuran skor FLACC dan kadar PGE2 saliva dilakukan dalam dua waktu pengukuran. Data selanjutnya dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil: Hasil analisis data penelitian memperlihatkan adanya penurunan nyeri yang ditandai dengan penurunan skor FLACC (p<0,01) yang bermakna pada kedua kelompok. Meskipun demikian, tidak terdapat penurunan kadar PGE2 saliva yang bermakna secara statistik. Perbandingan nilai rerata antar kelompok menunjukkan penurunan PGE2 lebih baik pada kelompok patch kurkumin tanpa piperin. Kesimpulan: Penggunaan patch kurkumin, dengan penambahan piperine maupun tidak, memberikan pengaruh dalam penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca tindakan labioplasti atau palatoplasti.Item Efektivitas Patch Kurkumin Terhadap Intensitas Nyeri dan Inflamasi Berdasarkan Visual Analog Scale, Kadar Bradikinin dan Pembengkakan Wajah Pasca Bedah Ortognati(2022-10-14) SAPTIADI OKTORA; Harmas Yazid Yusuf; Abel Tasman YuzaRasa nyeri dan inflamasi nerupakan konsekuensi tindakan bedah ortognatik. Baik rasa nyeri maupun proses inflamasi pasca bedah ortognatik dapat ditangani melalui pendekatan farmakologis dengan menggunakan terapi obat berbahan dasar kimia maupun bahan alam. Salah satu bahan alam yang dikembangkan dengan potensi terapeutiknya adalah kurkumin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas patch kurkumin terhadap intensitas nyeri dan inflamasi berdasarkan Visual Analog Scale (VAS), kadar bradikinin dan pembengkakan wajah pasca bedah ortognatik. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien (10 laki-laki; 10 perempuan) yang telah menjalani tindakan bedah ortognatik di RSGM Universitas Padjadjaran dan RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dengan metodi uji acak terkontrol dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mendapat patch kurkumin. Setelah tindakan bedah ortognatik selesai dilakukan evaluasi pengukuran skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah jam ke-0 (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran kembali pada jam ke-8 (T1) dan jam ke-12 (T2) pasca bedah ortognatik. Selanjutnya data dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan uji t independent dan mann whitney. Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok patch kurkumin diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah untuk setiap waktu evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa patch kurkumin menunjukkan efektivitas yang sama untuk menurunkan skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah dengan pasien yang tidak menggunakan patch kurkumin pasca bedah ortognatik.Item Efektivitas Penggunaan Patch Kurkumin Terhadap Pengurangan Intensitas Nyeri Orofasial Akut Berdasarkan Skoring Skala FLACC dan Kadar PGE2 Saliva pada Pasien Pasca Labioplasti atau Palatoplasti(2022-10-14) YOHANES YOPPY PURNOMO; Raden Tantry Maulina; Endang SjamsudinPendahuluan: Tindakan tatalaksana utama kelainan celah bibir dan langit-langit adalah labioplasti atau palatoplasti yang berpotensi menimbulkan rasa nyeri dan inflamasi pasca tindakan. Kurkumin merupakan salah satu bahan alam yang telah diakui potensi analgetik dan anti inflamasinya. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas patch kurkumin terhadap intensitas nyeri orofasial akut. Metode: Penelitian ini dilakukan pada 50 pasien yang telah menjalani tindakan labioplasti atau palatoplasti di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM UNPAD) dengan metode uji acak terkontrol, dimana sampel penelitian dimasukkan kedalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol (tanpa patch kurkumin) dan kelompok perlakuan (mendapatkan patch kurkumin). Setelah tindakan bedah selesai dilakukan, dilakukan pengukuran awal skor Face, Leg, Activity, Cry, and Consolability (FLACC) dan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) saliva (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran berikutnya pada jam ke-8 pasca pengukuran awal (T1). Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney. Hasil: Analisis untuk masing-masing kelompok memperlihatkan adanya penurunan rasa nyeri yang ditandai dengan penurunan yang bermakna secara statistik untuk skor FLACC (nilai p<0,01). Pada analisis perbandingan antar kelompok, kembali ditemukan perbedaan penurunan rasa nyeri yang bermakna pada kadar PGE2 saliva. Untuk skor FLACC, meskipun terlihat adanya penurunan, namun tidak terdapat perbedaan skor FLACC yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kesimpulan: Patch kurkumin memberikan pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca labioplasti atau palatoplastiItem Efektivitas Penggunaan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation Terhadap Nyeri, Pembengkakan, Trismus Dan Kadar Alfa Amilase Saliva Pasca Pembedahan Gigi Molar Ketiga Mandibula(2021-10-08) SYARIFAH NOVA AMIZA ZAM; Endang Sjamsudin; Abel Tasman YuzaPendahuluan: Pembedahan gigi molar ketiga merupakan tindakan yang memiliki beberapa resiko medis pasca tindakan, diantaranya adalah rasa nyeri, pembengkakan, sulit mengunyah dan trismus. TENS bekerja pada serabut saraf aferen untuk memblokir transmisi saraf, atau merangsang pelepasan opioid oleh sistem saraf pusat. Mekanisme tersebut menyebabkan TENS dapat mengurangi rasa nyeri. Tujuan: Menganalisis efekvifitas penggunaan TENS dalam mengurangi rasa nyeri, pembengkakan wajah, trismus, dan menganalisis kadar alfa amilase saliva pasca pembedahan gigi molar ketiga mandibula. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan metode uji acak terkontrol sejumlah 30 sampel yang terbagi dalam 2 kelompok; kelompok kontrol dan kelompok dengan penggunaan TENS. TENS diaplikasikan selama 20 menit pada 1 jam pre tindakan, 1 jam pasca tindakan, pasca pengamatan 24 jam dan 7 hari. Pengamatan terhadap nyeri, pembengkakan wajah, trismus dan analisa kadar alfa amilase saliva dilakukan sebanyak 4 kali persampel, yaitu pretindakan (T0), 1 jam setelah (T1), 24 jam setelah (T2) dan 7 hari setelah tindakan (T3). Analisis data menggunakan uji independent sample t-test untuk membandingkan kedua kelompok pada data yang terdistribusi normal. Hasil: Hasil uji independent sample t-test TENS terhadap kontrol menunjukkan p-value pada nrs T1:T2:T3 sebesar 0,123: 0,476: 0,687 > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan nyeri pasca pembedahan, uji terhadap pembengkakan wajah dimana T1:T2:T3 sebesar 0,981: 0,879: 0,439 > 0,05, trismus T1:T2:T3 sebesar 0,690: 0,360: 0,848 > 0,05, dan pada uji kadar alfa amilase saliva T1:T2:T3 menunjukkan p-value 0,371: 0,111: 0,487 > 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan TENS tidak dapat menurunkan rasa nyeri inflamasi, tidak dapat mengurangi pembengkakan wajah ataupun trismus, dan tidak dapat menurunkan kadar alfa amilase saliva pasca pembedahan. Simpulan: Penggunaan TENS tidak menunjukkan perbedaan dalam mengurangi reaksi inflamasi seperti nyeri, pembengkakan wajah, trismus maupun kadar alfa amilase saliva pada pasien usia dewasa muda dengan tindakan pembedahan gigi molar ketiga.